Anda di halaman 1dari 14

20XX

FILSAFAT PENDIDIKAN

“KONSEP PENDIDIKAN MENURUT


PARA PEMIKIR DUNIA
PAUL FREIRE DAN IVAN ILLICH ”

DOSEN PENGAMPU :
Hendra budiono, S,pd, M,Pd
20XX
Verny Nur Hoiriyah
01 (A1D121151)

Sri mulyanti
Disusun oleh: 02 (A1D121153)

Nadini Widya Hastuti


Kelompok 12 03 (A1D121168)
20XX

A.Konsep Pendidikan
Menurut Paul Freire
20XX
1. Biografi singkat Paul Freire
Paulo Freire dilahirkan dalam keluarga kelas menengah di Recife, Brasil. Namun ia mengalami langsung kemiskinan dan
kelaparan pada masa Depresi Besar 1929, suatu pengalaman yang membentuk keprihatinannya terhadap kaum miskin dan ikut
membangun pandangan dunia pendidikannya yang khas. Freire mulai belajar di Universitas Recife pada 1943, sebagai seorang
mahasiswa hukum, tetapi ia juga belajar filsafat dan psikologi bahasa. Meskipun ia lulus sebagai ahli hukum, ia tidak pernah
benar-benar berpraktik dalam bidang tersebut. Sebaliknya, ia bekerja sebagai seorang guru di sekolah-sekolah menengah,
mengajar bahasa Portugis. Pada 1944 ia menikah dengan Elza Maia Costa de Oliveira, seorang rekan gurunya. Mereka berdua
bekerja bersama selama hidupnya sementara istrinya juga membesarkan kelima anak mereka.
Pada 1946, Freire diangkat menjadi Direktur Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari Dinas Sosial di Negara bagian
Pernambuco (yang ibu kotanya adalah Recife). Selama bekerja itu, terutama ketika bekerja di antara orang-orang miskin yang buta
huruf, Freire mulai merangkul bentuk pengajaran yang non-ortodoks yang belakangan dianggap sebagai teologi pembebasan
(Dalam kasus Freire, ini merupakan campuran Marxisme dengan agama Kristen).
Pada 1961, ia diangkat sebagai direktur dari departemen Perluasan Budaya dari Universitas Recife, dan pada 1962 ia mendapatkan
kesempatan pertama untuk menerapkan secara luas teori-teorinya, ketika 300 orang buruh kebun tebu diajar untuk membaca dan
menulis hanya dalam 45 hari.
Pada 1964, sebuah kudeta militer mengakhiri upaya itu, dan menyebabkan Freire dipenjarakan selama 70 hari atas tuduhan
menjadi pengkhianat. Setelah mengasingkan diri untuk waktu singkat di Bolivia, Freire bekerja di Chili selama lima tahun
untuk Gerakan Pembaruan Agraria Demokratis Kristen.
20XX
Pada 1979, ia dapat kembali ke Brasil, dan pindah kembali ke sana pada 1980. Freire bergabung dengan Partai Buruh (Brasil (PT)
di kota São Paulo, dan bertindak sebagai penyelia untuk proyek melek huruf dewasa dari 1980 hingga 1986. Keztika PT menang
dalam pemilu-pemilu munisipal pada 1986, Freire diangkat menjadi Sekretaris Pendidikan untuk São Paulo.
Pada 1986, istrinya Elza meninggal dunia, dan Freire menikahi Maria Araújo Freire, yang melanjutkan dengan pekerjaan
pendidikannya sendiri yang radikal. Pada 1991, didirikanlah Institut Paulo Freire di São Paulo untuk memperluas dan
menguraikan teori-teorinya tentang pendidikan rakyat. Institut ini menyimpan semua arsip Freire. Freire meninggal dunia karena
serangan jantung pada 2 Mei 1997.
Paulo Freire menyumbangkan filsafat pendidikan yang datang bukan hanya dari pendekatan yang klasik dari Plato, tetapi juga dari
para pemikir Marxis dan anti kolonialis.

2. Pendidikan pembebasan menurut Paul Freire


Kebebasan secara umum berarti ketiadaan paksaan. Ada kebebasan fisik yaitu secara fisik bebas bergerak ke mana saja.
Kebebasan moral yaitu kebebasan dari paksaan moral, hukum dan kewajiban (termasuk di dalamnya kebebasan berbicara).
Kebebasan psikologis yaitu memilih berniat atau tidak, sehingga kebebasan ini sering disebut sebagai kebebasan unutuk
memilih. Manusia juga mempunyai kebebasan berpikir, berkreasi dan berinovasi. Kalau disimpulkan ada dua kebebasan yang
dimiliki manusia yaitu kebebasan vertikal yang arahnya kepada Tuhan dan kebebasan horisontal yang arahnya kepada sesama
makhluk.
20XX
Sementara pendidikan adalah media kultural untuk membentuk “manusia”. Kaitan antara pendidikan dan manusia sangat erat
sekali, tidak bisa dipisahkan. Kata Driyarkara, pendidikan adalah “humanisasi”, yaitu sebagai media dan proses pembimbingan
manusia muda menjadi dewasa, menjadi lebih manusiawi (“humanior”).
Keprihatinan Friere terhadap kaum tertindas (oppressed) telah mendorong dirinya untuk mengantisipasi persoalan tersebut demi
masa depan kemanusian. Menurutnya, kaum tertindas yang menginternalisasi citra diri kaum penindas dan menyesuaikan diri
dengan jalan fikiran mereka, akan membawa rasa takut yang berat. Padahal kebebasan menghendaki mereka, untuk menolak citra
diri tersebut harus menggatinya dengan perasaan bebas serta tanggungjawab. Kebebasan hanya bias “direbut” bukan “dihadiahkan”
kata Friere.
Kebebasan tentu ada batasnya. Kebebasan memiliki batasan-batasan tersendiri, tergantung persoalan yang dihadapi oleh “kaum
tertindas” tersebut. Karena jika kebebasan tidak diiringi dengan batasan-batasan tertentu, justru akan berbenturan dengan hak-
hak orang lain, yang pada ahirnya akan menimbulkan anarkhisme.
Oleh sebab itu, kesadaran kritis menjadi titik tolak pemikiran pembebasan Freire. Tanpa kesadaran kritis rakyat bahwa mereka
sedang ditindas oleh kekuasaan, tak mungkin pembebasan itu dapat dilakukan. Karena itu, konsep pendidikan Freire ditujukan
untuk membuka kesadaran kritis rakyat itu melalui pemberantasan buta huruf dan pendampingan langsung dikalangan rakyat
tertindas. Upaya membuka kesadaran kritis rakyat itu, dimata kekuasaan rupanya lebih dipandang sebagai suatu "gerakan politik"
ketimbang suatu gerakan yang mencerdaskan rakyat.
20XX

B. Konsep
Pendidikana Menurut
Ivan Illich
20XX
1. Biografi singkat Ivan Illich
Ivan Illich lahir di Wina sebuah kota yang menjadi ibu kota negara Austria pada tahun 1926, tidak diketahui tanggal lahirnya.
Sejak kecil ia mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, dan sejak kecil pula ia mendapatkan pelajaran dan didikan dari
orang tuanya, ia termasuk anak yang cerdas.
Setelah lulus dari sekolah tingkat pertama, kemudian Ivan Illich melanjutkan pendidikannya di Universitas Gregoriana, Roma,
Italia.Di universitas itu Ivan Illich belajar tentang teologi. Setelah mendapatkan gelar sarjananya di Universitas Gregoriana, Roma,
Italia, kemudian ia memutuskan untuk sekolah lagi di Universitas Salzburg. Di Universitas tersebut ia mendapatkan gelar doktor di
bidang ilmu sejarah, dan tidak lama kemudian ia diangkat atau ditahbiskan sebagai imam gereja katolik Roma. Kemudian ia pergi
ke Mexico, dan pada tahun 1956-1969 ia menjadi salah satu pendiri Centre For Intercultural Documentation (CIDOC) di
Cuernavara, Mexico, dan sejak tahun 1964-1976 ia mendapatkan suatu penghormatan untuk memimpin seminar-seminar
penelitian tentang Institusional Alternative In a Technological Society dengan memfokuskan studi-studi tentang Amerika Latin.
Komitmennya pada humanisme radikal menjadikan ia salah seorang hero bagi kaum katolik kiri. Akibatnya sepak terjangnya
banyak tidak dimengerti oleh hirarki gereja dan lembaga-lembaga konvensional serta ide-ide yang berlaku tentang apa itu
keutamaan sosial. Sejak tahun 1981, Ivan Illich menjadi profesor tamu di Gottingen dan berlin di Jerman. Dan akhir tahun 1982 ia
mengajar di Berkeley, California, Amerika Serikat.
20XX
Semasa hidupnya, ia sempat mengeluarkan karyanya dalam bentuk buku-buku ilmiah, diantara buku-buku
yang sudah terbit di Indonesia adalah :

a. Celebration of Awareness (diterbitkan oleh Ikon Teralitera pada tahun 2002 dengan
judul Perayaan Kesadaran).
b. Medical Nemesis (diterbitkan oleh Yayasan Obor Nasional pada tahun 1995
dengan judul Batas-batas Pengobatan).
c. Deschooling Society (diterbitkan oleh Obor Nasional pada tahun 2000 dengan
judul Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah).
d. Vernacular Gender (diterbitkan oleh Pustaka Pelajar pada tahun 1998 dengan judul
Matinya Gender.
20XX
2. Kebebasan dalam pendidikan menurut Ivan Illich
Erich From mengungkapkan bahwa pemikiran Ivan Illich yang terpenting adalah membebaskan anggapan masyarakat dan
membuka pintu untuk bisa membawa masyarakat keluar dari anggapannya yang sudah mapan. Untuk lebih kongkritnya ide-ide
pembebasan Ivan Illich dalam dunia pendidikan tertuju pada sasaran-sasaran sebagai berikut :
a. Untuk membebaskan akses pada barang-barang dengan menghapus kontrol yang selama ini di pegang oleh orang atau lembaga
atas nilai-nilai pendidikan mereka.
b. Untuk membebaskan usaha membagikan keterampilan dengan menjamin kebebasan mengajar atau mempraktekkan
ketrampilan itu menurut permintaan.
c. Untuk membebaskan sumber-sumber daya yang kritis, dan kreatif yang dimiliki rakyat dengan mengembalikan kepada masing-
masing orang, kemampuannya dalam mengumpulkan orang dan mengadakan pertemuan. Suatu kemampuan yang kini makin
dimonopoli oleh lembaga-lembaga yang menganggap diri berbicara atas nama rakyat.
d. Untuk membebaskan individu dari kewajiban menggantungkan harapan-harapan pada jasa-jasa yang diberikan oleh
profesi mapan manapun seperti sekolah, dengan memberikan kesempatan belajar dari pengalaman teman sebayanya dan
mempercayakannya kepada guru, pembimbing, penasehat yang dipilihnya sendiri.

Dari poin-poin di atas dapat kita simpulkan bahwa Illich mencoba membebaskan masyarakat dari anggapannya tentang
sekolah sebagai sarana satu-satunya untuk memperoleh pendidikan. Ilmu pengetahuan bagi Illich, tidak hanya dapat diperoleh
dari sekolah, akan tetapi dapat diperoleh dari luar sekolah seperti lingkungan sekitar dan alam. Pada akhirnya, seorang siswa
hanya bisa menuruti apa yang telah dijajakan oleh sekolah berupa ilmu pengetahuan, tanpa harus tahu dari mana dan bagimana
ilmu pengetahuan tersebut.
20XX
3. Demokratis pendidikan menurut Ivan Illich
Menurut Illich, Sekolah merupakan sarana umum yang palsu, sekilas memang sekolah memberi kesan terbuka terhadap
semua orang yang datang ke sekolah. Tetapi dalam kenyataannya sekolah hanya terbuka kepada mereka yang terus-menerus
memperbarui surat kepercayaan mereka. Maka Sekolah di ibaratkan seperti jalan tol, bagi mereka yang mampu membayar biaya
sekolah, maka mereka akan dengan leluasa masuk pada pendidikan di sekolah dan menikmatinya, tetapi bagi mereka yang tidak
mampu membayar, maka mereka tidak ada kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah, ini diakibatkan karena
mahalnya biaya pendidikan.
Karena mahalnya biaya sekolah inilah, kemudian Ivan Illich berharap adanya sebuah demokrasi dalam memperoleh pendidikan,
dimana pendidikan dapat dirasakan oleh semua kalangan, baik kaya ataupun miskin. Sejenak mari kita telaah anak-anak usia
sekolah dasar yang tertampung dan dapat mengenyam pendidikan di beberapa negara. Gagasan demokrasi Ivan Illich hanya dalam
tataran demokrasi dalam memperoleh pendidikan, karena kondisi obyektif masyarakat Amerika Latin saat itu telah mengalami
diskriminasi dalam memperoleh pendidikan.
Kenyataan ini tentu bertentangan dengan kebijakan pembangunan yang dianut oleh masing-masing negara berkembang bahwa
pendidikan adalah hak dan kewajiban setiap warganegara. Kenyataan semacam ini juga diakibatkan karena pembiayaan yang
sangat besar jumlahnya.
Akan tetapi, gagasan Illich ini seakan terjebak dalam “Determenisme ekonomi Marxisme”, yaitu menilai masyarakat hanya
sampai pada sisi materialnya saja dan menganggap bahwa sejarah masyarakat berlangsung menurut keniscayaan hukum-hukum
alam. Karena basis Ekonomi masyarakat menentukan superstruktur, maka perubahan pada basis itu berarti mengubah
superstruktur .
20XX
Selain dari pada itu, untuk menciptakan pendidikan yang demokratis, tidak cukup sampai disitu, akan tetapi demokratisasi dalam
sistem pembelajaran tersebut masih perlu di dukung dengan adanya demokratisasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu
demokratisasi dalam penyusunan, pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah41 , demokratisasi dalam proses
pembelajaran sejak penyiapan program pembelajaran, sampai implementasi proses pembelajaran dalam kelas dengan memberikan
perhatian pada aspirasi siswa serta pelibatan masyarakat dalam pengembangan kurikulum.
Dengan demikian, sebuah pendidikan dalam sebuah negara dapat di anggap demokratis jika mencakup tiga unsur tersebut.
Adapun cakupan dari pendidikan demokratis tersebut dapat kita rumuskan:

a. Tidak ada kelas-kelas dalam masyarakat, semua masyarakat berhak untuk mendapatkan pendidikan, dan pendidikan tidak
harus didapat dari sekolah, tapi anak didik bisa medapatkannya dari lingkungan .
b. Pelibatan siswa dalam proses pembelajaran, yang tidak sekadar membuat mereka aktif dalam proses pembelajarannya, tapi
juga mereka diberi kesempatan dalam menentukan aktivitas belajar yang akan mereka lakukan, bersama-sama dengan guru
mereka.
c. Memperbesar partisipasi masyarakat dalam pendidikan, tidak sekadar dalam konteks retribusi uang sumbangan pendidikan,
tapi justru dalam pembahasan dan kajian untuk mengidentifikasi berbagai permintaan stakeholder dan user sekolah tentang
kompetensi siswayang akan dihasilkannya.
Jadi bangunan pendidikan demokratis dapat di simpulkan menjadi: (1). Demokrasi dalam memperoleh pendidikan. (2) Demokrasi
dalam sistem pembelajaran. dan (3). Demokrasi dalam pengembangan kurikulum.
Pada akhirnya dapat kita simpulkan, bahwa gagasan demokrasi Ivan Illich hanya dalam tataran demokrasi dalam memperoleh
pendidikan, karena kondisi objektif masyarakat Amerika Latin saat itu telah mengalami diskriminasi dalam memperoleh pendidikan.
20XX
KESIMPULAN
Pendidikan pembebasan, menurut Freire merupakan proses bagi anak manusia untuk menemukan hal yang paling penting dalam
kehidupannya, yakni terbebas dari segala hal yang mengekang kemanusiaannya menuju kehidupan yang penuh dengan
kebebasan. Secara ringkas dapat kita fahami pendidikan pembebasan adalah pendidikan yang membawa masyarakat dari kondisi
"masyarakat kerucut" (submerged society) kepada masyarakat terbuka (open society).

Tujuan pendidikan bagi Ivan Illich adalah kebebasan dalam berfikir, sehingga menimbulkan daya kreatifitas anak, akan tetapi
sayangnya Ivan Illich tidak memberikan batasan-batasan kebebasan tersebut. Dan kebebasan ini sangat berbeda dengan
kebebasan yang dimaksud dalam Islam. Disamping itu tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang ber-etika
dan ber-akhlak serta berbudi pekerti luhur, dan Ivan Illich seakan mengesampingkan etika dalam pendidikan, padahal
keduanya merupakan kesatuan yang tak dapat terpisahkan.

Gagasan pendidikan demokrasinya hanya terbatas pada demokrasi dalam memperoleh pendidikan, sedangkan pendidikan
dalam suatu negara dapat dianggap demokratis jika memiliki tiga cakupan seperti yang di paparkan di atas.
Selain itu juga, gagasan pendidikan demokrasinya seakan terjebak oleh Determenisme ekonomi Marxisme, yang menilai
manusia dari segi materialnya saja. Padahal didalam Islam, semua manusia sama di mata Allah, yang membedakan hanyalah
takwanya.
20XX

Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai