Anda di halaman 1dari 8

Filsafat Pendidikan Masa Depan secara

Konseptual,Konsektual,dan Filosofis

Dosen Pengampu: -Drs. Arsil, M. Pd


-Hendra Budiono, S. Pd., M. Pd

kelompok 12:
Sri mulyanti (A1D121153)
Nadini widya hastuti (A1D121168)
Verny nur hoiriyah (A1D121151)
Tinjauan Problema dan Dilematika Pendidikan
 
Kecenderungan masa depan yang semakin kompleks. dan rumit, mengharuskan pendidikan dapat mempersiapkan
peserta didik dalam menghadapi dunia nyata, peserta didik harus disadarkan pada harapan yang akan mereka capai,
tantangan yang akan mereka hadapi, dan kemampuan yang perlu mereka kuasai. Sekolah harus bisa menjadi
laboratorium kehidupan bagi peserta didik dalam menghadapi kehidupan riil sehari-harinya, bukan hanya sebagai
tempat mencari pendidikan secara formal yang teoretis, akontekstual dan abstrak, yang berupa rutinitas ceremonial
keilmuan semata, tanpa berupaya lebih untuk bisa memberi makna dalam setiap proses pembelajarannya.
Kesadaran tentang perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran, didasarkan pada kenyataan bahwa
sebagian besar peserta didik belum mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana
pemanfaatannya dalam kehidupan nyata mereka sehari-hari.
Kenyataan dalam kebanyakan praktik pendidikan sekarang, pengajaran hanya menonjolkan tingkat hapalan
dari materi atau pokok bahasan, tetapi belum diikuti dengan pemahaman dan pengertian yang mendalam untuk bisa
diterapkan ketika berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupan nyata. Model pendidikan seperti ini oleh Paulo
Fraire dikritik sebagai banking education (Fraire, 1970, hlm. 119) yaitu suatu model pendidikan yang tidak kritis,
karena hanya diarahkan untuk domestifikasi, penjinakan, penyesuaian sosial dengan keadaan penindasan. Model
pendidikan seperti ini hanya berfungsi untuk mematikan kreativitas peserta didik, karena lebih mengedepankan
aspek verbalisme.
Akibat verbalisme atau banking education ini, teori yang diajarkan di sekolah bukannya membumi, malah tercerabut dari
pengalaman keseharian peserta didik. Pendidikan menjadi sebuah kegiatan menabung, dimana peserta didik disamakan dengan
celengan dan pendidik adalah penabungnya. Yang terjadi bukanlah proses komunikasi, tetapi pendidik menyampaikan
pernyataan-pernyataan dan mengisi tabungan yang diterima, dihapal dan diulangi dengan patuh oleh peserta didik. Inilah
konsep pendidikan banking education, dimana ruang gerak yang disediakan bagi kegiatan peserta didik hanya terbatas pada
menerima, mencatat, dan menyimpan (Freire, 2008, hlm. 52). Pendidikan seolah menjadi tidak harus bersentuhan dengan
persoalan realitas sosial, atau pendidikan seringkali dijalankan tanpa memperhatikan akar persoalan riil.
 
Pendidikan yang terjadi selama ini adalah, bahwa proses pendidikan selalu tidak sejalan dengan kenyataan yang dihadapi
oleh peserta didik, padahal proses pendidikan sesungguhnya dijalankan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
akan sumber daya manusia yang minimal sanggup menyelesaikan persoalan yang melingkupinya, atau manusia yang sanggup
melakukan adaptasi terhadap lingkungannya. Pendidikan harus dipandang sebagai sebuah proses hidup bukan hanya persiapan
untuk kehidupan yang akan datang, pendidikan yang sesungguhnya harus berkesinambungan dengan kehidupan sosial.
Untuk meningkatkan kemampuan adaptasi peserta didik terhadap fenomena
lingkungannya, dibutuhkan sebuah strategi pembelajaran yang dapat memaksimalkan pemahaman peserta didik dengan
lingkungannya tersebut. Strategi pembelajaran ini harus bersifat alamiah yang memungkinkan peserta didik lebih mengalami
daripada mengetahui. Lingkungan sangat mempengaruhi dalam menentukan kepribadian peserta didik, lingkungan dapat
mendukung kematangan proses berpikir peserta didik, menyediakan model yang dapat dijadikan pedoman oleh peserta didik,
dan lingkungan memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik.
Pembelajaran yang lebih berorientasi pada strategi mengalami ini adalah pembelajaran kontekstual. Setiap
materi yang disajikan memiliki makna dengan kualitas yang beragam. Makna yang berkualitas adalah makna
kontekstual, yakni dengan menghubungkan materi ajar dengan lingkungan personal siswa (Alwasilah dalam
pengantar Jhonson 2010, hlm. 21). Landasan filosofis pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu
filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal, tetapi merekonstruksikan atau
membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam
kehidupannya (Muslich, 2011, hlm. 41). Hal ini mengisyaratkan bahwa konstrukstivisme merupakan perspektif
psikologis dan filosofis yang memberikan pandangan bahwa setiap individu dapat membentuk dan membangun
sebagian besar materi dari apa yang mereka pelajari dan mereka pahami. Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari
kenyataan (realitas), pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada, pengetahuan selalu
merupakan akibat dari suatu konstruksi kenyataan melalui kegiatan seseorang.
Pendidikan untuk Kemanusiaan dan kemerdekaan
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja
(Muslich, 2011).
Peserta didik dalam proses pembelajaran harus bisa membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri, dan
pendidik dapat memfasilitasi proses ini dengan mengajar yang menjadikan informasi bermakna dan relevan bagi peserta
didik, dengan memberi kesempatan kepada peserta didik menemukan atau menerapkan sendiri gagasan, dan dengan
mengajari peserta didik untuk menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar, pendidik
dapat memberikan tangga menuju pemahaman yang lebih tinggi kepada peserta didik, dan peserta didik sendiri yang
harus menaiki tangga tersebut (Slavin, 2011).
Terdapat esensi yang disampaikan dari pembelajaran kontekstual, yaitu pertama, bagi pendidik pembelajaran kontekstual menuntut
kreativitas dan inovasi serta metode yang lebih variatif dalam upaya untuk bisa mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi dan
kondisi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, bagi peserta didik dengan adanya pembelajaran kontekstual peserta didik
jadi lebih aktif dan berpartisifatif dalam setiap proses pembelajaran, peserta didik merasa tertantang dengan pembelajaran yang
dilakukan, peserta didik terdorong untuk mempelajari lebih jauh dan mengkonstruks materi pembelajaran dengan kehidupan dunia
nyata mereka sehari-hari, sehingga proses pembelajaran lebih menyenangkan dan lebih bermakna serta teraplikasi bagi peserta didik
dalam kehidupan nyata. Ketiga, pembelajaran kontekstual membantu peserta didik menemukan hubungan penuh makna antara ide-
ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Peserta didik dapat menginternalisasikan konsep melalui
pengalaman belajar, penemuan, penguatan dan keterhubungan dalam setiap proses pembelajaran yang terjadi. Sehingga proses
pembelajaran tidak hanya transfer ilmu pengetahuan yang bersifat surface learning semata tetapi lebih dari itu proses pembelajaran
bisa membuat peserta didik untuk lebih bisa memahami, memaknai, dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka sehari-hari
atau pembelajaran secara deep learning.
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa peserta didik belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami
sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Dengan demikian proses
pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga pendidik dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang
lebih variatif dengan prinsip membelajarkan dan memberdayakan peserta didik.
Dengan prinsip pembelajaran seperti itu, pengetahuan bukan lagi seperangkat fakta, konsep, dan aturan yang siap diterima peserta
didik, melainkan harus dikonstruksi (dibangun) sendiri oleh peserta didik dengan difasilitasi oleh pendidik. Pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu: (1) constructivism (konstruktivisme, membangun, membentuk), (2)
questioning (bertanya), (3) inquiry (menyelidiki, menemukan), (4) learning community (masyarakat belajar), (5) modelling
(pemodelan), (6) reflection (refleksi atau umpanbalik), dan (7) authentic assessment (penilaian yang sebenarnya)
Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah
konsep belajar dimana pendidik menghadirkan
dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong peserta
didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari, sementara peserta didik
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari
konteks yang terbatas, kemudian sedikit demi
sedikit dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai
bekal memecahkan masalah dalam kehidupannya,
sehingga pembelajaran yang didapatkan oleh
peserta didik jadi lebih bermakna dan teraplikasikan
dalam kehidupan nyata peserta didik
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai