Anda di halaman 1dari 14

Kelompok 4

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

MILA IRAYANTI (1801414068)


FIKA FITRIA (1801414055)
SYAHRA AZIZAH.P (1801414117)
RETSI MALLO KAKA (1801414113)
ULAN ZAFITRAH (1801414246)
WINDA ( 1801414 025)
Latar belakang perubahan uu tindak pidana
korupsi
Berbagai perubahan yang terjadi dalam
ketatanegaraan Republik Indonesia dan
perkembangan dunia global juga berpengaruh pada
sistem hukum dan arah politik hukum Indonesia,
perlu upaya pembenahan yang harus dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia. Pembenahan terhadap sistem
di berbagai sektor yang ada ditujukan bagi upaya
perbaikan dengan tetap berlandaskan kepada prinsip-
prinsip hukum dan ketatanegaraan yang berlaku serta
tetap tanggap terhadap kebutuhan yang diperlukan.
Walaupun sudah berkali-kali dirubah dan diganti, akan
tetapi peraturan perundang-undangan yang mengatur
pemberantasan tindak pidana korupsi dianggap belum
memadai dan belum maksimal mendukung pencegahan
dan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
Salah satunya peraturan perundang-undangan yang ada
tersebut belum mengatur mengenai kerja sama
internasional, utamanya dalam hal pengembalian hasil
tindak pidana korupsi. Oleh karena itu dengan
memperhatikan bahwa karakteristik korupsi adalah
merupakan kejahatan transnasional (transnational crime),
maka upaya pemberantasan korupsi di Indonesia juga
harus memperhatikan ketentuan-ketentuan internasional.
Pemerintah Indonesia yang pada tanggal 18 Desember
2003 telah ikut menandatangani UNCAC, dan kemudian
meratifikasinya dengan Undang-Undang No. 7 Tahun
2006 tentang Pengesahan United Nations Convention
Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa Anti Korupsi, 2003). Ratifikasi adalah merupakan
pernyataan suatu negara untuk tunduk dan terikat kepada
ketentuan yang sudah disepakati oleh masyarakat
internasional baik dengan reservasi maupun tidak dengan
reservasi. Oleh karena itu dengan disahkannya Undang-
Undang No. 7 tahun 2006 tersebut, maka Indonesia terikat
dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi.
Adanya ratifikasi tersebut yang mengatur hal-hal baru
dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi
membawa konsekuensi berupa upaya harmonisasi dan
revisi peraturan perundang-undangan Indonesia
sesuai dengan isi Konvensi PBB Anti-Korupsi tersebut.
Penyempurnaan dan pembaharuan peraturan
perundang-undangan yang progresif diharapkan dapat
membantu percepatan pemberantasan korupsi yang
sudah merupakan extraordinary crime, sehingga
diperlukan kajian hukum, sosial, politik dan budaya
tersendiri untuk menjawab tantangan upaya
pemberantasan korupsi secara global dan nasional.
menurut UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi Yunto undang-
undang No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas
undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi.
berdasarkan pasal-pasal dalam undang-undang
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
tersebut terdapat 30 bentuk atau jenis tindak pidana
korupsi atau Tipikor dari 30 jenis Tipikor tersebut
dapat dikelompokkan ke dalam tujuh jenis Tipikor.
Bentuk bentuk perbuatan korupsi
1. Kerugian Keuangan Negara
kerugian keuangan negara tercantum di dalam pasal 2 dan pasal 3 setiap orang
yang secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara. kemudian yang di
dalam pasal 3 berupa menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan
diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.
agar dapat menjangkau berbagai modus operandi penyimpangan keuangan
negara atau perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit maka
pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula
mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan
masyarakat harus dituntut dan dipidana dan dengan rumusan secara formil
maka meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara pelaku tindak
pidana korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana
2. Suap menyuap
yaitu berupa memberi atau menerima sesuatu
Hadiah atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai
negeri, penyelenggara Negara, Hakim dan advokat
Semua tercantum pada
Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b UU no. 20/2001
Pasal 13 UU No 31/1999
Pasal 5 ayat 2 UU 20/2001
Pasal 11 uu no 20/2001
3. Penggelapan dalam jabatan
Yaitu penggelapan yang dilakukan oleh pegawai
negeri atau bukan pegawai negeri yang diberi tugas
melaksanakan jabatan, dan dia menggelapkan
uang/membiarkan, memalsukan buku untuk
pemeriksaan administrasi, merusak bukti.
Semua tercantum dalam UU No 20/2001
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10 huruf a
Pasal 10 huruf b pasar 10 huruf c
4. Pemerasan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara menyalah
gunakan kekuasaan, memaksa seseorang memberikan
sesuatu , membayar atau menerima pembayaran
dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu
bagi dirinya sendiri. Semua tercantum dalam
UU no 20/2001
 Pasal 12 huruf e
 Pasal 12 huruf f
 Pasal 12 huruf g
5. Perbuatan curang
Yang Meliputi pemborong, ahli bangunan yang berbuat
curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau
barang atau keselamat negara.
Pengawas proyek membiarakan perbuatan curang itu terjadi.
Rekanan TNI/polri berbuat curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
Semua tercantum dalam
Pasal 7 ayat 1 huruf a
Pasal 7 ayat 1 huruf b
Pasal 7 ayat 1 huruf c
Pasal 7 ayat 1 huruf d
Pasal 7 ayat 2
Pasal 12 huruf h
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara turut serta
dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan
yang diurus atau diawasinya.
UU No.20/2001 pasal 12 huruf i
7. Gratifikasi
Setiap gratifikasi pada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dianggap pemberian suap apabila, berhubungsn
dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban
atau tugasnya dengan ketentuan:
Yang nilainya 10juta atau lebih. Pembuktiannya bahwa
grafikasi tersebut bukan merupakan suap yang dilakukan
oleh penerima grafikasi.
Yang nilainya kurang dari 10juta, pembuktian bahwa
grafikasi tersebut suap dibuktikan oleh penuntut
umum.Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara
negara ysng menerima gratifikasi adalah pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun
dan paling lama 20 tahun. Dan pidana denda paling sedikit
Rp.200juta dan paling banyak Rp.1 milyar
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai