Anda di halaman 1dari 12

ANALISA KASUS

GRATIFIKASI
Reva
Stevana
30719022
Pengertian Gratifikasi
Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang No-
mor 20 Tahun 2001, bahwa:

“Yang dimaksud dengan ”gratifikasi” dalam ayat ini adalah


pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang,
rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma,
dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di
dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik”.
Dari penjelasan pasal 12B Ayat (1) juga dapat
dilihat bahwa pengertian gratifikasi mempunyai makna yang netral,
artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif dari arti kata
gratifikasi tersebut. Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan
rumusan pasal 12B dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi
itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi yang
memenuhi kriteria dalam unsur pasal 12B saja.
Landasan Hukum Tentang Gratifikasi
Sebagai Tindak Pidana Korupsi
1. Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001,tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2. Pasal 12 C

3. Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002,


tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Aturan Gratifikasi
I
Pasal 12 B

(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara


negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan
dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban
atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)


atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan
merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap
dilakukan oleh penuntut umum.
Aturan Gratifikasi
Pasal 12 C
1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat
(1) tidak berlaku jika penerima melaporkan gratifikasi yang
diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
2. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal gratifikasi tersebut diterima.
3. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal
menerima laporan, wajib menetapkan gratifikasi dapat
menjadi milik penerima atau milik negara.
4. Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status
gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur
dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Aturan Gratifikasi
Pasal 16

Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang


menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi, dengan tata cara sebagai berikut :
a) Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi
formulir sebagaimana ditetapkan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi dengan melampirkan dokumen
yang berkaitan dengan gratifikasi.
b) Formulir sebagaimana dimaksud pada huruf a sekurang-
kurangnya memuat :
1) nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi
gratifikasi;
2) jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara;
3) tempat dan waktu penerimaan gratifikasi;
4) uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan
5) nilai gratifikasi yang diterima
Sanksi Pidana

Pasal 12B ayat (2) UU pemberantasan tindakan


korupsi :
Pidana penjara seumur hidup atau penjara palin
g singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan pali
ng banyak Rp 1 miliar.
Contoh Kasus
Gratifikasi Menteri
Kronologi Sosial Juliari
Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai
tersangka. Ia ditangkap atas dugaan tindak pidana korupsi terkait bansos Covid-19
Selain Juliari, ada empat orang lain yang juga ditetapkan sebagai tersangka. "KPK menetapkan 5 (lima)
orang tersangka, sebagai penerima JPB (Juliari P. Batubara), MJS, AW. Sebagai pemberi AIM, HS
MJS dan AW merujuk pada pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial
(Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Sementara AIM dan HS
mengarah ke Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.

Kasus terbongkar lewat operasi tangkap tangan (OTT) sebelumnya. Akan terjadi
penyerahan uang Sabtu 5 Desember 2020, sekitar pukul 02.00 WIB di salah satu
hotel di Jakarta.

Dalam operasi senyap tersebut, tim penindakan KPK turut mengamankan uang
sekitar Rp 14,5 miliar yang terdiri dari pecahan Rp 11,9 miliar, US$ 171,085 dam
SGD 23.000. Uang disimpan di dalam 7 koper, 3 tas ransel dan amplop kecil yang
disiapkan Ardian dan Harry.
Mensos Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal
11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau
Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1
KUHP.

Adapun Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5
ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 4 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut UU Tipikor
No 20 Tahun 2001
Pasal 12 B

(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara


negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan
dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban
atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan
merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap
dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling sing
kat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Thank you
Insert the title of your subtitle Here

Anda mungkin juga menyukai