Anda di halaman 1dari 49

REFLEKSI KASUS

PEMBIMBING:
dr.Wirandi Dalimunthe, M.(Ked). Sp. PD

Disusun oleh:
Lukman Hakim RM Siregar(2008320031)
Fadhla Afifah (2008320006)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
2021
Pendahuluan
Epistaksis didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari lubang hidung, rongga
hidung atau nasofaring. Perdarahan dari hidung terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
yang ada di hidung. Ini bisa terjadi secara tiba-tiba atau terjadi akibat trauma. Perdarahan
dari hidung sangat jarang mengancam jiwa dan biasanya dapat berhenti sendiri.
Perdarahan dari hidung dapat dibagi menjadi dua kategori berdasarkan lokasi perdarahan :
anterior (bagian depan hidung) atau posterior (bagian belakang hidung).

A. Epistaksis Anterior : Sumber perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach (Little’s area).
Pleksus Kiesselbach merupakan anastomosis dari a.etmoidalis anterior, a,sfenopalatina, a.labialis
superior, a. palatina mayor biasanya ringan, sering berulang dan dapat sembuh sendiri.

B. Epiktasis Posterior : Sumber perdarahan biasanya berasal dari a stefopalatina atau a. etmoidalis
posterior , perdarahan lebih hebat dan jarang berhenti sendiri.
Tinjauan Pustaka
Tabel 2.1. Klasifikasi klinis epistaksis

Klasifikasi Keterangan

Primer Tidak ada faktor penyebab yang terbukti

Sekunder Ada faktor penyebab yang terbukti

Anak-anak <16 tahun

Dewasa >16 tahun

Anterior Perdarahan dari anterior sampai piriform aperture

Posterior Perdarahan dari posterior sampai piriform aperture


Etiologi
Etiologi epistaksis dapat dari banyak faktor. Secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor lokal, faktor sistemik, dan idiopatik.
Penyebab tersering dari epistaksis adalah trauma lokal, diikuti dengan trauma
wajah, benda asing, infeksi sinus atau hidung, dan inhalasi udara kering yang
berkepanjangan. Tumor dan malformasi vaskular juga merupakan faktor penting
dalam penyebab perdarahan hidung. Epistaksis juga dihubungkan dengan
perforasi septum (lubang pada septum nasal).
Beberapa faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya epistaksis antara lain :

a. Faktor lokal :
1) Trauma nasal
2) Obat semprot hidung (nasal spray).
Penggunaan obat semprot hidung secara terus menerus, terutama golongan kortikosteroid, dapat
menyebabkan epistaksis intermiten.
3) Kelainan anatomi: adanya spina, krista dan deviasi septum.
4) Tumor intranasal atau sinonasal. Sering ditandai dengan adanya riwayat epistaksis yang
berulang.
5) Iritasi zat kimia, obat-obatan atau narkotika.
6) Iritasi karena pemakaian oksigen: Continuous Positive Airway Pressure (CPAP).
7) Kelainan vaskular. Seperti kelainan yang dikenal dengan Wagener’s granulomatosis.
b. Faktor sistemik

Hipertensi tidak berhubungan secara langsung dengan epistaksis. Arteriosklerosis


pada pasien hipertensi yang membuat terjadinya penurunan kemampuan hemostasis dan
kekakuan pembuluh darah. Penyebab epistaksis yang bersifat sistemik antara lain :

1. Sindrom Rendu Osler Weber (Hereditary hemorrhagic telangiectasia) merupakan


kelainan bawaan yang diturunkan secara autosom dominan. Trauma ringan pada mukosa
hidung akan menyebabkan perdarahan hebat. Hal ini disebabkan oleh melemahnya
gerakan kontraktilitas pembuluh darah serta terdapatnya fistula arteriovenous.
2. Efek sistemik obat-obatan golongan antikoagulansia (heparin, warfarin) dan antiplatelet
(aspirin, clopidogrel).
3. Kegagalan fungsi organ seperti uremia dan sirosis hepatis.
4. Atherosclerosis, hipertensi dan alkohol
Patofisiologi
Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat ditelusuri
penyebabnya. Namun kadang-kadang jelas disebabkan oleh trauma.
Perdarahan hidung diawali dengan pecahnya pembuluh darah di selaput
mukosa hidung, 80% perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus
Kiesselbach. Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior,
di belakangan persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang
kaya anastomosis.
Sumber perdarahan epistaksis dapat berasal dari bagian anterior dan
superior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus
Kiesselbach atau dari arteri etmoid anterior. Pleksus Kiesselbach
menjadi sumber perdarahan yang paling sering pada epistaksis
terutama pada anak-anak, dan biasanya dapat berhenti sendiri
(secara spontan) dan mudah diatasi.

Epistaksis posterior dapat berasal arteri spenopalatina dan arteri


etmoid posterior. Perdarahannya biasanya hebat dan jarang
berhenti dengan sendirinya. Sering ditemukan pada pasien dengan
hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit
kardiovaskuler. Perdarahan ini disebabkan oleh pecahnya arteri
Diagnosis
Anamnesis dan menentukan lokasi sumber perdarahan serta menemukan penyebabnya
harus segera dilakukan. Penanganan epistaksis yang tepat akan bergantung pada suatu
anamnesis yang cermat. Hal-hal yang penting adalah sebagai berikut:

a) Riwayat perdarahan sebelumnya

b) Lokasi perdarahan

c) Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan (ke posterior) ataukah keluar dari
hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak?

d) Lama perdarahan dan frekuensinya

e) Kecenderungan perdarahan

f) Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga


g) Hipertensi

h) Diabetes melitus

i) Penyakit hati

j) Penggunaan antikoagulan

k) Trauma hidung yang belum lama

l) Obat-obatan, mis aspirin

Setelah anamnesis, lakukanlah pengukuran tekanan


darah dan periksa faktor pembekuan darah. Di samping
pemeriksaan rutin THT, dilakukan pemeriksaan tambahan
foto tengkorak kepala, hidung dan sinus paranasal, kalau
perlu CT-Scan.
Penatalaksanaan
Penanganan pertama pada pasien epistaksis adalah kompresi hidung dan menutup lubang
hidung yang bermasalah dengan kasa atau kapas yang telah di rendam pada topical dekongestan
terlebih dahulu. Penekanan langsung sebaiknya dilakukan terus-menerus setidaknya 5 menit atau
sampai 20 menit. Miringkan kepala kedepan agar mencegah darah mengalir ke bagian posterior
faring, hal ini untuk mencegah rasa mual dan obstruksi jalan nafas. Penelitian lain mengatakan
bahwa pemakaian topikal oxymetazoline spray dapat menghentikan perdarahan pada 65% pasien
epistaksis di ruang emergensi.
a. Epistaksis Anterior

1) Kauterisasi
Sebelum dilakukan kauterisasi, rongga hidung dianestesi lokal dengan menggunakan
tampon kapas yang telah dibasahi dengan kombinasi lidokain 4% topikal dengan epinefrin 1 :
100000 atau kombinasi lidokain 4% topikal dan penilefrin 0.5%. Tampon ini dimasukkan dalam
rongga hidung dan dibiarkan selama 5-10 menit untuk memberikan efek anestesi lokal dan
vasokonstriksi. Kauterisasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan larutan perak
nitrat 20-30% atau dengan asam triklorasetat 10%. Setelah tampon dikeluarkan, sumber
perdarahan diolesi dengan larutan tersebut sampai timbul krusta yang berwarna kekuningan
akibat terjadinya nekrosis superfisial. Kauterisasi tidak dilakukan pada kedua sisi septum karena
dapat menimbulkan perforasi. Selain menggunakan zat kimia, dapat juga menggunakan
elektrokauter atau laser.
2) Tampon Anterior
Apabila kauter tidak dapat mengontrol epistaksis atau bila sumber perdarahan tidak dapat
diidentifikasi, maka diperlukan pemasangan tampon anterior dengan menggunakan kapas atau
kain kasa yang diberi vaselin atau salap antibiotik. Tampon ini dipertahankan selama 3-4 hari
dan kepada pasien diberikan antibiotik spektrum luas.
b. Epistaksis Posterior

Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya


merupakan perdarahan hebat dan sulit dicari sumber perdarahannya dengan
rinoskopi anterior. Epistaksis posterior dapat diatasi dengan menggunakan
tampon posterior, tampon balon, ligasi arteri, dan embolisasi.
Tampon Balon

Pemakaian tampon balon lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan


pemasangan tampon posterior konvensional tetapi kurang berhasil dalam mengontrol
epistaksis posterior. Ada dua jenis tampon balon, yaitu : kateter Foley dan tampon
balon yang dirancang khusus. Setelah bekuan darah dari hidung dibersihkan, tentukan
asal perdarahan. Kemudian lakukan anestesi topikal yang ditambahkan
vasokonstriktor. Kateter Foley no. 12-16 F diletakkan di sepanjang dasar hidung
sampai balon terlihat di nasofaring. Kemudian balon diisi dengan 10-20 cc larutan
salin dan kateter Foley ditarik ke arah anterior sehingga balon menutup rongga
hidung posterior. Jika dorongan terlalu kuat pada palatum mole atau bila terasa sakit
yang menganggu, kurangi tekanan pada balon. Selanjutnya dipasang tampon anterior
dan kateter difiksasi dengan menggunakan kain kasa yang dilekatkan pada cuping
hidung. Apabila tampon balon ini gagal mengontrol perdarahan, maka dilakukan
pemasangan tampon posterior.
PROGNOSIS

Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti


sendiri. Pada pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis,
biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan prognosisnya buruk.
Definisi hipertensi
Hipertensi, yang juga dikenal dengan
tekanan darah tinggi, menyerang jutaan
orang. Tekanan darah yang tinggi
didefinisikan dengan nilai tekanan darah
≥140/90 mmHg.
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC
Vll
Etiologi
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,
disebut juga hipertensi idiopatik. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem
renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas,
alkohol, merokok, serta polisitemia.

2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus.


Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit
ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom
Cushing, feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan
dengan kehamilan, dan lain-lain.
Faktor resiko yang bisa di kontrol

1. Obesitas atau over weight

2. Kurangnya aktivitas fisik

3. Penggunaan tobacoo

4. Diet tidak sehat (tinggi sodium)

5. Konsumsi alkohol berlebihan

6. Stress

7. Sleep apneu

8. Diabetes
Faktor resiko yang tidak terkontrol

1. Umur

2. Suku atau ras

3. Riwayat keluarga
Patofisiologi
1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah

Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan penebalan
dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses multifaktorial. Terjadi
inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol,
produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh
darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima
akan memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah,
pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.

Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul
oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus
hipertensi primer.
2) Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II inilah
yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi
utama.

a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus. Dengan


meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron
akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
3) Sistem saraf simpatis

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Diagnosis
Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan
sphygmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali pengukuran dalam posisi
duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas
dan posisi lengan sebaiknya setinggi jantung. Pengukuran dilakukan dalam keadaan tenang. Pasien
diharapkan tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi tekanan darah
misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, alkohol dan sebagainya.

Pasien yang terdiagnosa hipertensi dapat dilakukan tindakan lebih lanjut yakni :

1. Menentukan sejauh mana penyakit hipertansi yang diderita Tujuan pertama program diagnosis
adalah menentukan dengan tepat sejauh mana penyakit ini telah berkembang, apakah
hipertensinya ganas atau tidak, apakah arteri dan organ-organ internal terpengaruh, dan lain- lain.

2. Mengisolasi penyebabnya Tujuan kedua dari program diagnosis adalah mengisolasi penyebab
spesifiknya.
3. Pencarian faktor risiko tambahan Aspek lain yang penting dalam pemeriksaan, yaitu
pencarian faktor-faktor risiko tambahan yang tidak boleh diabaikan.

4. Pemeriksaan dasar Setelah terdiagnosis hipertensi maka akan dilakukan pemeriksaan


dasar, seperti kardiologis, radiologis, tes laboratorium, EKG (electrocardiography) dan
rontgen.

5. Tes khusus
Tes yang dilakukan antara lain adalah :
a. X- ray khusus (angiografi) yang mencakup penyuntikan suatu zat warna yang
digunakan untuk memvisualisasi jaringan arteri aorta, renal dan adrenal.
b. Memeriksa saraf sensoris dan perifer dengan suatu alat electroencefalografi
(EEG), alat ini menyerupai electrocardiography (ECG atau EKG).
Penatalaksanaan
Perbandingan target tekanan darah menurut beberapa panduan
Panduan dosis obat-obatan antihipertensi
Krisis Hipertensi
Suatu keadaan klinis yang di tandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan
kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada umumnya terjadi
pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakai obat antihipertensi.

Klasifikasi

1. Hipertensi emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah (TD) yang berat
(>180/120 mm Hg) disertai bukti kerusakan baru atau perburukan kerusakan organ target (target
organ damage=TOD). Pada kondisi klinis ini terjadi kerusakan organ diperantarai hipertensi
(hypertensive mediated organ damage=HMOD) yang mengancam nyawa. sehingga memerlukan
intervensi penurunan TD segera dalam kurun waktu menit/jam dengan obat-obatan intravena
(iv).
2. Hipertensi urgensi merupakan situasi terkait peningkatan tekanan darah yang berat pada kondisi
klinis stabil tanpa adanya perubahan akut atau ancaman kerusakan organ target atau disfungsi
organ. Pada kondisi ini tidak terdapat bukti klinis kerusakan organ akut diperantarai hipertensi,
Penurunan tekanan darah pada keadaan ini dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam.
Diagnosis
Tujuan utama proses diagnostik krisis hipertensi adalah membedakan hipertensi
emergensi dengan hipertensi urgensi, oleh karena pendekatan therapeutiknya yang
berbeda. Tujuan berikutnya adalah penilaian secara cepat tipe dan beratnya kerusakan
organ target yang berlangsung. Pendekatan awal harus dilakukan dengan tepat dan
cepat sejak diluar rumah sakit maupun saat didalam rumah sakit, meliputi:

Anamnesis pasien harus dilakukan secara cermat, mengenai:

- Riwayat Hipertensi (awitan, durasi, beratnya, pengobatan anti-HT sebelumnya)


- Riwayat obat-obatan (penggunaan steroid, estrogen, simpatomimetik, MAO inhibitor)
- Riwayat sosial (merokok, minim alkohol, obat-obatan terlarang, kehamilan)
- Riwayat keluarga (usia dini terkena HT, penyakit kardio-vaskuler dan serebrovaskuler)
- Riwayat spesifik sesuai keluhan (kardi-ovaskuler, neurologis, ginjal, endokrin)
Pemeriksaan Fisik :

- Pemeriksaan fisik dilakukan sesuai dengan kecurigaan organ target yang


terkena berdasarkan anamnesis yang didapat.
- Pengukuran peningkatan tekanan darah (dilakukan konfirmasi: sesuai posisi
pengukuran yang tepat, ukuran cuff yang sesuai, pemeriksaan pada posisi
supinasi dan berdiri, lokasi pengukuran dilakukan dikedua lengan)
- Palpasi denyut nadi dikeempat ekstremitas
- Auskultasi untuk mendengar ada/tidaknya bruit pembuluh darah besar, bising
jantung, dan ronkhi paru
- Pemeriksaan neurologis umum, Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan Laboratorium :

- Pemeriksaan awal (darah lengkap, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit,


urinalisis)
- Pemeriksaan pada kecurigaan HT sekunder (aktivitas renin plasma, aldosteron,
catecholamine).

Pemeriksaan Penunjang :

- Elektrokardiografi, foto polos thoraks


- Pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi (USG ginjal, CT
- scan atau MRI otak, echocardiography, CT scan atau MRI thoracoabdominal)
Penatalaksanaan
Status Pasien
Nama : Jubaidah
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : IRT
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Pasar V Beringin
No. Rekam Medis : 370744
Anamnesis Penyakit
Keluhan Utama : keluar darah di hidung
Telaah :
Seorang pasien perempuan berusia 62 tahun datang ke IGD RSUD
Deli Serdang dengan keluhan keluar darah di hidung sejak 1 hari yang
lalu, warna darah yang keluar darah segar dan banyak. Pasien juga
mengeluhkan sakit kepala sejak 1 hari yang lalu. Sakit kepala dirasakan
terus menerus. Pasien mempunyai riwayat penyakit terdahulu yaitu
hipertensi. Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

RPT : Hipertensi
RPO : obat antihipertensi
ANAMNESIS ORGAN
JANTUNG Saluran urogenital
01 Dalam batas normal 04 Dalam batas normal

Saluran pernafasan Sendi dan tulang


02 Dalam batas normal 05 Dalam batas normal

Saluran percernaan 06 Endokrin


03 Dalam batas normal Dalam batas normal
ANAMNESIS ORGAN
Saraf pusat
07 Hoyong (-)

Darah & pembuluh


08 darah
Dalam batas normal
Pemeriksaan Fisik
Diagnostik
Keadaan umum Keadaan penyakit
1.0 • Sensorium : compos mentis 3.0 Dalam batas normal
• Tekanan darah : 140/100 mmHg
• Nadi : 104 x/i
• Pernapasan : 20x/i
• Temperatur : 36,4 C
֯

2.0 Keadaan Gizi


• TB : 155 cm
• BB : 70 kg
• IMT : 31,11 kg/m2
• Kesan : obesitas tipe 1
Pemeriksaan Fisik Diagnostik
6.0 Torak depan
KEPALA • Inspeksi :Simetris, pergerakan
4.0 • Mata : konjungtiva palpebra kanan = kiri
pucat (-). • Palpasi : stem fremitus kanan
• Pupil : isokor 3mm/3mm =kiri
• Reflek cahaya : direk (+/+) • Perkusi: - paru (sonor), jantung
indirek (+/+) (Cardiomegali)
• Auskultasi : -paru (suara
• Telinga : DBN pernapasan vesikuler) _-jantung
5.0 • Hidung : DBN (DBN)
• Mulut : DBN
• Leher :DBN
7.0 Toraks belakang
• Inspeksi : DBN
• Palpasi :DBN
• Perkusi : DBN
• Auskultasi :DBN
Pemeriksaan Fisik Diagnostik
Abdomen Hati
8.0 • Inspeksi : simetris , 9.0 • Dalam batas normal
bentuk datar.
• Palpasi : (DBN)
• Perkusi : timpani (+)
• Auskultasi : Bising usus
(DBN)
10.0 Limpa
11.0 Eksremitas Atas • Pembesaran : Hackett (-)
dan Schuffner (-)
• Inspeksi: Dalam batas
normal
12.0 Eksremitas Bawah
• Dalam batas normal
Pemeriksaan penunjang
Hemoglobin : 9,75 g/dL ↓ HbA1c 8 % ↑
Hematocrit : 28,8 Vol % ↓
Leukosit : 14,97 10^3/uL ↑
Eritrosit : 3,34 10^6/uL ↓
Trombosit : 449,7 10^3/uL↑
Eusinofil : 4.72 %↑
Limfosit : 21,03 % ↓
Glukosa sewaktu : 230 mg/dL ↑
Asam Urat : 7,6mg/dL ↑
Resume

Seorang pasien perempuan, usia 62 tahun datang ke IGD RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dengan
keluhan hidung berdarah sejak 1 hari yang lalu dengan frekuesi 4 kali, darah berwarna merah segar banyak.
Pasien juga mengeluhkan sakit kepala sejak 1 hari yang lalu dan dirasakan terus menerus. Pasien juga
mengelukan sering buang air kecil pada malam hari, sering minum. Pasien mempunyai riwayat penyakit
terdahulu yaitu hipertensi dan asam urat. Pasien tidak memiliki riwayat alergi. Pasien mempunyai riwayat
pemakaian obat seperti bintang tujuh dan rheumacyl. Pasien diketahui merokok kira kira 2 batang rokok/hari.
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran compos mentis, TD: 140/100 mmHg, HR: 104 x/I, RR: 20x/I, T: 36,4
֯C, TB: 155 cm, BB: 70 Kg, IMT : 29,13 kg/m^2 dengan kesan obesitas tipe 1 dan SpO2: 98 %. Pada
pemeriksaan penunjang didapati Hb: 9,75 g/dL ↓, Hematokrit 28,8 Vol % ↓, Leukosit 14,97 10^3/uL ↑,
Eritrosit 3,34 10^6/uL ↓, Trombosit 449,7 10^3/uL↑, Eusinofil 4.72 %↑, Limfosit 21,03 % ↓ GDS: 230 mg/dL
↑, Asam Urat, 7,6mg/dL ↑, HbA1c 8 % ↑.
DIAGNOSA

Krisis Hipertensi (urgensi ) + Epitaksis Anterior


PENATALAKSANAAN

• Tampon hidung menggunakan nacl 0,9% dan epineprin


• Captopril 3x12,5mg
• Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
• Adalat Oros 1x30 mg (pagi)
• Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
• Paracetamol 2x1000 mg
• Inj. Asam tranexamat 500 mg/ 8jam
• Metformin 2x500mg
KESIMPULAN

Telah dilakukan anamnesis,


pemeriksaan fisik terhadap pasien A/N
Jubaidah dengan diagnosis
Hipertensi krisis (urgensi) +
epistaksis anterior. Secara umum,
data yang di dapat dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Thanks!

Anda mungkin juga menyukai