Lapkas Interna - Epitaksis 1
Lapkas Interna - Epitaksis 1
PEMBIMBING:
dr.Wirandi Dalimunthe, M.(Ked). Sp. PD
Disusun oleh:
Lukman Hakim RM Siregar(2008320031)
Fadhla Afifah (2008320006)
A. Epistaksis Anterior : Sumber perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach (Little’s area).
Pleksus Kiesselbach merupakan anastomosis dari a.etmoidalis anterior, a,sfenopalatina, a.labialis
superior, a. palatina mayor biasanya ringan, sering berulang dan dapat sembuh sendiri.
B. Epiktasis Posterior : Sumber perdarahan biasanya berasal dari a stefopalatina atau a. etmoidalis
posterior , perdarahan lebih hebat dan jarang berhenti sendiri.
Tinjauan Pustaka
Tabel 2.1. Klasifikasi klinis epistaksis
Klasifikasi Keterangan
a. Faktor lokal :
1) Trauma nasal
2) Obat semprot hidung (nasal spray).
Penggunaan obat semprot hidung secara terus menerus, terutama golongan kortikosteroid, dapat
menyebabkan epistaksis intermiten.
3) Kelainan anatomi: adanya spina, krista dan deviasi septum.
4) Tumor intranasal atau sinonasal. Sering ditandai dengan adanya riwayat epistaksis yang
berulang.
5) Iritasi zat kimia, obat-obatan atau narkotika.
6) Iritasi karena pemakaian oksigen: Continuous Positive Airway Pressure (CPAP).
7) Kelainan vaskular. Seperti kelainan yang dikenal dengan Wagener’s granulomatosis.
b. Faktor sistemik
b) Lokasi perdarahan
c) Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan (ke posterior) ataukah keluar dari
hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak?
e) Kecenderungan perdarahan
h) Diabetes melitus
i) Penyakit hati
j) Penggunaan antikoagulan
1) Kauterisasi
Sebelum dilakukan kauterisasi, rongga hidung dianestesi lokal dengan menggunakan
tampon kapas yang telah dibasahi dengan kombinasi lidokain 4% topikal dengan epinefrin 1 :
100000 atau kombinasi lidokain 4% topikal dan penilefrin 0.5%. Tampon ini dimasukkan dalam
rongga hidung dan dibiarkan selama 5-10 menit untuk memberikan efek anestesi lokal dan
vasokonstriksi. Kauterisasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan larutan perak
nitrat 20-30% atau dengan asam triklorasetat 10%. Setelah tampon dikeluarkan, sumber
perdarahan diolesi dengan larutan tersebut sampai timbul krusta yang berwarna kekuningan
akibat terjadinya nekrosis superfisial. Kauterisasi tidak dilakukan pada kedua sisi septum karena
dapat menimbulkan perforasi. Selain menggunakan zat kimia, dapat juga menggunakan
elektrokauter atau laser.
2) Tampon Anterior
Apabila kauter tidak dapat mengontrol epistaksis atau bila sumber perdarahan tidak dapat
diidentifikasi, maka diperlukan pemasangan tampon anterior dengan menggunakan kapas atau
kain kasa yang diberi vaselin atau salap antibiotik. Tampon ini dipertahankan selama 3-4 hari
dan kepada pasien diberikan antibiotik spektrum luas.
b. Epistaksis Posterior
3. Penggunaan tobacoo
6. Stress
7. Sleep apneu
8. Diabetes
Faktor resiko yang tidak terkontrol
1. Umur
3. Riwayat keluarga
Patofisiologi
1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan penebalan
dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses multifaktorial. Terjadi
inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol,
produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh
darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima
akan memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah,
pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul
oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus
hipertensi primer.
2) Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II inilah
yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi
utama.
Pasien yang terdiagnosa hipertensi dapat dilakukan tindakan lebih lanjut yakni :
1. Menentukan sejauh mana penyakit hipertansi yang diderita Tujuan pertama program diagnosis
adalah menentukan dengan tepat sejauh mana penyakit ini telah berkembang, apakah
hipertensinya ganas atau tidak, apakah arteri dan organ-organ internal terpengaruh, dan lain- lain.
2. Mengisolasi penyebabnya Tujuan kedua dari program diagnosis adalah mengisolasi penyebab
spesifiknya.
3. Pencarian faktor risiko tambahan Aspek lain yang penting dalam pemeriksaan, yaitu
pencarian faktor-faktor risiko tambahan yang tidak boleh diabaikan.
5. Tes khusus
Tes yang dilakukan antara lain adalah :
a. X- ray khusus (angiografi) yang mencakup penyuntikan suatu zat warna yang
digunakan untuk memvisualisasi jaringan arteri aorta, renal dan adrenal.
b. Memeriksa saraf sensoris dan perifer dengan suatu alat electroencefalografi
(EEG), alat ini menyerupai electrocardiography (ECG atau EKG).
Penatalaksanaan
Perbandingan target tekanan darah menurut beberapa panduan
Panduan dosis obat-obatan antihipertensi
Krisis Hipertensi
Suatu keadaan klinis yang di tandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan
kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada umumnya terjadi
pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakai obat antihipertensi.
Klasifikasi
1. Hipertensi emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah (TD) yang berat
(>180/120 mm Hg) disertai bukti kerusakan baru atau perburukan kerusakan organ target (target
organ damage=TOD). Pada kondisi klinis ini terjadi kerusakan organ diperantarai hipertensi
(hypertensive mediated organ damage=HMOD) yang mengancam nyawa. sehingga memerlukan
intervensi penurunan TD segera dalam kurun waktu menit/jam dengan obat-obatan intravena
(iv).
2. Hipertensi urgensi merupakan situasi terkait peningkatan tekanan darah yang berat pada kondisi
klinis stabil tanpa adanya perubahan akut atau ancaman kerusakan organ target atau disfungsi
organ. Pada kondisi ini tidak terdapat bukti klinis kerusakan organ akut diperantarai hipertensi,
Penurunan tekanan darah pada keadaan ini dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam.
Diagnosis
Tujuan utama proses diagnostik krisis hipertensi adalah membedakan hipertensi
emergensi dengan hipertensi urgensi, oleh karena pendekatan therapeutiknya yang
berbeda. Tujuan berikutnya adalah penilaian secara cepat tipe dan beratnya kerusakan
organ target yang berlangsung. Pendekatan awal harus dilakukan dengan tepat dan
cepat sejak diluar rumah sakit maupun saat didalam rumah sakit, meliputi:
Pemeriksaan Penunjang :
RPT : Hipertensi
RPO : obat antihipertensi
ANAMNESIS ORGAN
JANTUNG Saluran urogenital
01 Dalam batas normal 04 Dalam batas normal
Seorang pasien perempuan, usia 62 tahun datang ke IGD RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dengan
keluhan hidung berdarah sejak 1 hari yang lalu dengan frekuesi 4 kali, darah berwarna merah segar banyak.
Pasien juga mengeluhkan sakit kepala sejak 1 hari yang lalu dan dirasakan terus menerus. Pasien juga
mengelukan sering buang air kecil pada malam hari, sering minum. Pasien mempunyai riwayat penyakit
terdahulu yaitu hipertensi dan asam urat. Pasien tidak memiliki riwayat alergi. Pasien mempunyai riwayat
pemakaian obat seperti bintang tujuh dan rheumacyl. Pasien diketahui merokok kira kira 2 batang rokok/hari.
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran compos mentis, TD: 140/100 mmHg, HR: 104 x/I, RR: 20x/I, T: 36,4
֯C, TB: 155 cm, BB: 70 Kg, IMT : 29,13 kg/m^2 dengan kesan obesitas tipe 1 dan SpO2: 98 %. Pada
pemeriksaan penunjang didapati Hb: 9,75 g/dL ↓, Hematokrit 28,8 Vol % ↓, Leukosit 14,97 10^3/uL ↑,
Eritrosit 3,34 10^6/uL ↓, Trombosit 449,7 10^3/uL↑, Eusinofil 4.72 %↑, Limfosit 21,03 % ↓ GDS: 230 mg/dL
↑, Asam Urat, 7,6mg/dL ↑, HbA1c 8 % ↑.
DIAGNOSA