Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 6

SYADIAH (181010551380)
TESYA SYAHDILA M.Y. (181010550400)
TRIYANTO (181010551694)
WILDAN ROSADI (181010551217)
WINA PRASETYA (181010551047)
YULIANA (181010551440)
EKONOMI PEMERINTAHAN
TERPILIH
MEMAHAMI MAKNA GLOBALISASI

Krisis berkepanjangan di Indonesia – yang bermula dari krisis moneter


tahun 1997–acapkali dinyatakan sebagai akibat dari berlangsungnya
globalisasi. Presiden Soeharto sendiri ketika itu beberapa kali menyatakan
bahwa demikianlah yag terjadi, bahwa Indonesia menjadi “korban” dari
deru globalisasi yang melanda seluruh dunia. Untuk itu, kita perlu
menyimak apa sebenarnya yang dimaksud dengan globalisasi, dan sejauh
mana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia (Basri, 2002: 192).
Jadi, dapat dikatakan bahwa globalisasi sudah pasti akan memberikan
dampak pada setiap sendi kehidupan salah satunya dalam bidang ekonomi.
PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA

Sebagai Negara yang memiliki kekayaan sumber daya yang sangat melimpah baik itu sumber daya
alam maupu sumber daya manusia, sudah sepatutnya pemerintah yang memenangkan pemilu
menitikberatkan program-program kerjanya pada aspek pembangunan manusia. Artinya, siapapun
presidennya maka, sudah menjadi tantangan tersendiri dalam hal menumbuhkan kesempatan kerja. Hal
ini tidak lepas dari faktor demografi (jumlah penduduk) di Indonesia yang begitu besar jumlahnya,
dimana hal tersebut merupakan kekayaan tersendiri yang juga patut dibanggakan kalaulah mereka
semua akan menjadi manusia yang produktif dalam peranannya membangun perekonomian nasional.
Tambunan (2016: 269) menyebutkan, bahwa pada tahun 2013, persisnya Agustus, jumlah penduduk
yang bekerja di Indonesia sebanyak 110,8 juta orang, berkurang sebanyak 3,2 juta orang disbanding
keadaan pada Februari 2013, yakni 114,0 juta orang atau berkurang 10 orang disbanding keadaan
Agustus 2012.
Ada lima isu penting terkait dengan kondisi kesempatan kerja
atau pasar tenaga kerja di tanah air yang perlu mendapatkan
perhatian serius antara lain :
1. Besarnya elastisitas kesempatan kerja dari pertumbuhan ekonomi (umum disebut elastisitas penciptaan
lapangan kerja) yang selama ini relatif kecil, walaupun pada beberapa tahun belakang cendrung membaik
2. Penyebaran kesempatan kerja menurut sektor ekonomi. Dari dulu hingga sekarang, struktur lapangan pekerjaan
menurut sector ekonomi di Indonesia tidak pernah berubah banyak, dimana sector pertanian (termasuk
peternakan, kehutanan, dan perikanan), sector perdagangan, hotel dan restoran, sector jasa, dan sector industry
pengolahan secara berurutan merupakan penyumbang terbesar kesempatan kerja di Indonesia.
3. Penyebaran kesempatan kerja menurut wilayah/propinsi. Menurut Bappenas, selama periode 2012-2014,
perkiraan kebutuhan tenaga kerja yang paling besar bukan di Jawa, melainkan di Kalimantan, yakni mencapai
1.742.550 jiwa dengan rencana investasi mencapai Rp. 778 triliun.
4. Peran sektor informal di dalam penyediaan lapangan kerja di Indonesia. Data yang ada menunjukkan bahwa
jumlah pekerja di sektor informal jauh lebih besar daripada di sector formal; dan ini bukan salah satu keunikan
Indonesia melainkan salah satu keunikan Negara-negara sedang berkembang (NSB), khususnya dari kelompok.
5. Tingkat pengangguran, khususnya pengangguran terbuka. Di Indonesia pada bulan Agustus tahun2013,
persentasenya tercatat mencapai sekitar 6,25 persen (atau akhir tahun 5,9 persen), atau mengalami peningkatan
(sebanyak 220.000 orang) disbanding Februari 2013 sebesar 5,92 persen atau pada bulan Agustus 2012 sebesar
6,14 persen (atau 6,3 persen pada akhir tahun).
Menata Pembangunan Bidang Pertanian dan Pangan

Pembangunan di bidang pertanian adalah suatu hal yang tidak dapat


ditawar-tawar lagi, karena sebagian besar rakyat Indonesia mengkonsumsi
beras dan bekerja di sector pertanian. Kebijakan pembangunan di sector
pertanian ini sebenarnya sudah dimulai Plan Mengatur Ekonomi yang
diketuai Wakil Presiden Mohammad Hatta, sampai Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) pada era Reformasi saat ini
(Subandi, 2008: 63).
Pengurangan Beban Utang Luar Negeri

Tema tentang beban utang luar negeri yang di tanggung oleh Indonesia sebenarnya
bukanlah sesuatu hal yang baru dalam perbincangan dan perdebatan akademik,
bahkan sampai ke lapisan akar rumput (masyarakat bawah) sekalipun turut ambil
andil hal tersebut.
Sudah menjadi rahasia umum barangkali bahwasanya jumlah utang luar negeri
Indonesia lebih besar daripada APBN nya. Hal ini terjadi karena setiap masa
pemerintahan yang ada mulai dari orde lama, orde baru, sampai era reformasi,
pemerintah Indonesia tidak pernah berhenti untuk selalu menambah utang luar
negeri (ULN). Setiap tahunnya ULN kita baik dari segi total jumlahnya maupun dari
segi rasionya selalu bertambah, dan itu adalah suatu masalah krusial yang harus
dicarikan solusinya oleh pemerintah yang sekarang dan yang akan datang.
Beberapa langkah untuk keluar dari jerat utang antara lain:

1. Meningkatkan tabungan investasi


2. Meningkatkan kinerja ekspor agar neraca transaksi berjalan menunjukkan
angka yang sehat.
3. Perbaikan kinerja BPPN (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
4. Penjadwalan kembali (rescheduling) utang
5. Meminta pengurangan utang (syarat khusus)
6. Pembatasan pembayaran utang dan cicilan dalam jumlah tertentu. Misalnya,
ditetapkan Indonesia hanya akan membayar utang dan bunganya sebesar 20
persen dari pendapatan ekspor. Dengan pembatasan ini, pelunasan utang tidak
membebani perekonomian secara keseluruhan baik
Menyelaraskan Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi
 
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian
suatu Negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik
selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai
proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan
dalam bentuk kenaikaan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan
ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tersebut adalah
(Putra, 2018: 41):
1. Faktor sumber daya manusia (SDM)
2. Faktor sumber daya alam (SDA)
3. Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi
4. Faktor budaya
5. Faktor sumber daya modal

Anda mungkin juga menyukai