PADA LANSIA
DENGAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
KELOMPOK 1
Oleh :
1. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok
menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami
penurunan fungsi paru secara cepat.
2. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok.
Pada kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu
antitripsin yang diturunkan yang menyebabkan awitan awal emfisema.
3. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan
dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan
peningkatan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas
kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam
terjadinya PPOK.
4. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan
resiko morbiditas PPOK
Patofisiologi PPOK
Manifestasi Klinis PPOK
Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis adalah Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari
PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang
manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi
dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari.
Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang
tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu pada
pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang
cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan
tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan
kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya
oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal.
Lima Derajat PPOK
Berdasarkan Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2017,
PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat, yaitu:
a. Derajat 0 (berisiko)
b. Derajat I (PPOK ringan)
c. Derajat II (PPOK sedang)
d. Derajat III (PPOK berat)
e. DerajatI V (PPOK sangat berat) Gejala klinis
Penatalaksanaan PPOK
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah : Pencegahan yaitu
mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara. Terapi
eksasebrasi akut dilakukan dengan :
1. Antibiotik,
2. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B.
3. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau
doksisilin pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dam membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate.
4. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan
karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
5. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum
dengan baik.
6. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan
adrenergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan
atau ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam
dengan nebulizer atau aminofilin 0,250,5 g iv secara perlahan.
7. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4
x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
Fisioterapi.
Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
Mukolitik dan ekspektoran.
Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe
II dengan PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DENGAN PPOK
Pengkajian Keperawatan
Anamnesis
Identitas
Sebelumnya jenis kelamin PPOK lebih Keluhan Utama
sering terjadi pada laki-laki, tetapi karena
peningkatan penggunaan tembakau di Keluhan yang sering
kalangan perempuan di negara maju dan dikeluhkan oleh orang
risiko yang lebih tinggi dari paparan polusi dengan penyakit paru
udara di dalam ruangan (misalnya bahan
obstruktif kronik (PPOK)
bakar yang digunakan untuk memasak dan
pemanas) pada negara-negara miskin, adalah Sesak napas yang
penyakit ini sekarang mempengaruhi laki- bertambah berat bila
laki dan perempuan hampir sama (Ismail aktivitas, kadang-kadang
et al., 2017). Kebanyakan penderita PPOK disertai mengi, batuk kering
terjadi pada individu di atas usia 40 tahun atau dengan dahak yang
(PDPI, 2011). Hal ini bisa dihubungkan produktif, rasa berat di
bahwa penurunan fungsi respirasi pada dada (PDPI, 2011).
umur 30-40 tahun (Oemiati, 2013).
Riwayat Kesehatan Sekarang
Menurut Oemiati (2013) Bahwa Perokok aktif Riwayat Kesehatan
dapat mengalami hipersekresi mucus dan
obstruksi jalan napas kronik. Perokok pasif Masa Lalu
juga menyumbang terhadap symptom Riwayat merokok atau bekas
saluran napas dan dengan peningkatan perokok dengan atau tanpa
kerusakan paru-paru akibat menghisap gejala pernapasan, riwayat
partikel dan gas-gas berbahaya. Kebiasaan terpajan zat iritan yang
memasak dengan bahan biomass dengan bermakna di tempat kerja
ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan (PDPI, 2011). Dan memiliki
asap bahan bakar kayu dan asap bahan riwayat penyakit sebelumnya
bakar minyak diperkirakan memberi termasuk asama bronchial,
kontribusi sampai 35% dapat memicu alergi, sinusitis, polip nasal,
terjadinya PPOK. Produsi mukus berlebihan infeksi saluran nafas saat
sehingga cukup menimbulkan batuk dengan masa kanak-kanak dan
ekspetorasi selama beberapa hari ± 3 bulan penyakit respirasi lainya.
dalam setahun dan paling sedikit dalam dua Riwayat eksaserbasi atau
tahun berturut-turut dapat memicu pernah dirawat di rumah sakit
terjadinya PPOK (Somantri, 2012). untuk penyakit respirasi
(Soeroto & Suryadinata,
2014).
Riwayat Kesehatan Keluarga • Ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari karena sulit
• Riwayat penyakit emfisema pada bernafas.
keluarga (PDPI, 2011). • Ketidakmampuan untuk tidur, perlu
• Riwayat keluarga PPOK atau tidur dalam posisi duduk tinggi.
penyakit respirasi lainya. • Dispnea pada saat istirahat atau
(Soeroto & Suryadinata, 2014). respons terhadap aktivitas atau
latihan.
• Riwayat alergi pada keluarga
Tanda :
(Mutaqqin, 2008).
• Keletihan.
• Gelisah, insomnia.
Pola Fungsi Kesehatan • Kelemahan umum atau kehilangan
masa otot.
Pola fungsi kesehatan yang dapat
dikaji pada pasien dengan PPOK
menurut Wahid & Suprapto (2013)
adalah sebagai berikut:
Aktivitas dan istirahat :
Gejala :
• Keletihan, kelemahan, malaise.
Sirkulasi :
Gejala : • Warna kulit atau membrane
• Pembengkakan pada ekstrimitas mukosa normal atau abu-abu atau
bawah sianosis, kuku tabuh dan sianosis
Tanda : perifer.
• Peningkatan tekanan darah. • Pucat dapat menunjukkan anemia.
• Peningkatan frekuensi jantung
atau takikardia berat atau
disritmia. Integritas Ego
• Distensi vena leher atau penyakit Gejala :
berat. • Peningkatan faktor resiko.
• Edema dependen, tidak
• Perubahan pola hidup.
Tanda :
berhubungan dengan penyakit
• Ansietas, ketakutan, peka rangsang
jantung.
• Bunyi jantung redup (yang
berhubungan dengan diameter AP
dada)
Makanan atau Cairan : Hygiene :
Gejala : Gejala :
• Mual atau muntah. • Penurunan kemampuan
• Nafsu makan buruk atau anoreksia atau peningkatan
(emfisema). kebutuhan bantuan
• Ketidakmampuan untuk makan karena melakukan aktivitas sehai-
distress pernafasan. hari.
• Penurunan berat badan menetap Tanda :
(emfisema), • Kebersihan buruk, bau
• Peningkatan berat badan - badan.
• Menunjukkan edema (bronchitis).
Tanda :
• Mual atau muntah.
• Nafsu makan buruk atau anoreksia
(emfisema).
• Ketidakmampuan untuk makan karena
distress pernafasan.
• Penurunan berat badan menetap
(emfisema), peningkatan berat bada
menunjukkan edema (bronchitis).
• Episode batuk hilang-timbul, biasanya
Pernafasan tidak produktif pada tahap dini
Gejala : meskipun dapat menjadi produktif
• Nafas pendek, umumnya (emfisema).
tersembunyi dengan dispnea • Riwayat pneumonia berulang, terpajan
sebagai gejala menonjol pada oleh polusi kimia atau iritan pernafasan
emfisema , khususnya pada dalam jangka panjang misalnya rokok
kerja, cuaca atau episode sigaret atau debu atau asap misalnya
berulangnya sulit nafas (asma), asbes, debu batubara, rami katun,
rasa dada tertekan, serbuk gergaji.
ketidakmampuan untuk • Faktor keluarga dan keturunan
bernafas (asma). misalnya defisiensi alfa antritipsin
• Lapar udara kronis. (emfisema).
• Batuk menetap dengan • Penggunaan oksigen pada malam hari
produksi sputum setiap hari atau terus menerus
terutama saat bangun selama • Penggunaan oksigen pada malam hari
minimal 3 bulan berturut-turut terus menerus tanda :
tiap tahun sedikitnya 2 tahun. • Pernafasan biasanya cepat, dapat
Produksi sputum (hijau, putih lambat, fase ekspirasi memanjang
atau kuning) dapat banyak dengan mendengkur, nafas bibir
sekali (bronkhitis kronis). (emfisema).
• Perkusi ditemukan hiperesonan
• Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) pada area paru misalnya
untuk bernafas khususnya dengan jebakan udara dengan
eksasebrasi akut (bronchitis kronis). emfisema, bunyi pekak pada
• Penggunaan otot bantu pernafasan area paru misalnya konsolidasi,
misalnya meninggikan bahu, retraksi cairan, mukosa.
fosa supraklavikula, melebarkan • Kesulitan bicara kalimat atau
hidung. lebih dari 4 sampai 5 kata
• Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan sekaligus.
peninggian diameter AP (bentuk barrel • Warna pucat dengan sianosis
chest), gerakan diafragma minimal. bibir dan dasar kuku. Keabu-
• Bunyi nafas mungkin redup dengan abuan keseluruhan, warna
ekspirasi mengi (emfisema), merah (bronkhitis kronis, biru
menyebar, lembut, atau krekels menggembung). Pasien dengan
lembab kasar (bronkhitis), ronki, emfisema sedang sering disebut
mengi, sepanjang area paru pada pink puffer karena warna kulit
ekspirasi dan kemungkinan selama normal meskipun pertukaran
inspirasi berlanjut sampai penurunan gas tak normal dan frekuensi
atau tak adanya bunyi nafas (asma). pernafasan cepat.
• Tabuh pada jari-jari (emfisema).
Keamanan : • Kegagalan dukungan dari atau terhadap
Gejala : pasangan atau orang terdekat.
• Riwayat reaksi alergi atau
• Penyakit lama atau kemampuan
membaik
sensitive terhadap zat atau
Tanda :
faktor lingkungan.
• Ketidakmampuan untuk membuat atau
• Adanya atau berulangnya
mempertahankan suara karena distress
infeksi.
pernafasan.
• Kemerahan atau
• Keterbatasan mobilitas fisik.
berkeringan (asma) • Kelalaian hubungan dengan anggota
keluarga lain.
Seksual
Gejala : Penyuluhan atau pembelajaran
• Penurunan libido Gejala :
• Penggunaan atau penyalahgunaan obat
pernafasan.
Interaksi Sosial
• Kesulitan menghentikan merokok.
Gejala : • Penggunaan alkohol secara teratur.
• Hubungan ketergantungan. • Kegagalan untuk membaik.
• Kurang sistem pendukung.
Pemeriksaan fisik
Pernafasan (B1: Breathing)
Inspeksi :
• Terlihat adanya peningkatan usaha dan Palpasi :
frekuensi pernafasan serta penggunaan otot • Pada palpasi,
bantu nafas. ekspansi
• Bentuk dada barrel chest (akibat udara yang meningkat dan
tertangkap) atau bisa juga normo chest, taktil fremitus
penipisan massa otot, dan pernapasan biasanya
dengan bibir dirapatkan. menurun.
• Pernapasan abnormal tidak fektif dan
penggunaan otototot bantu nafas Perkusi :
(sternocleidomastoideus). • Pada perkusi
• Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat didapatkan suara
aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan normal sampai
sehari-hari seperti makan dan mandi. hiper sonor
• Pengkajian batuk produktif dengan sputum sedangkan
purulen disertai demam mengindikasikan diafrgama
adanya tanda pertama infeksi pernafasan. menurun.
Pemeriksaan fisik
Pernafasan (B1: Breathing)
Auskultasi :
• Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing sesuai
tingkat beratnya obstruktif pada bronkiolus.
• Pada pengkajian lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah
(hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea)
terjadi pada tahap lanjut penyakit.
• Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti
membungkuk untuk mengikat tali sepatu, mengakibatkan dispnea
dan keletihan (dispnea eksersorial).
• Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat
ekspirasi dan bronkiolus tidak dikosongkan secara efektif dari
sekresi yang dihasilkannya.
• Pasien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat
pengumpulan sekresi ini.
• Setelah infeksi terjadi, pasien mengalami mengi yang
berkepanjangan saat ekspirasi.
Pemeriksaan fisik
Kardiovaskuler (B2:Blood) Perkemihan (B4: Bladder)
• Sering didapatkan adanya kelemahan • Produksi urin biasanya dalam
fisik secara umum.
batas normal dan tidak ada
• Denyut nadi takikardi.
keluhan pada sistem
• Tekanan darah biasanya normal.
perkemihan. Namun perawat
• Batas jantung tidak mengalami
perlu memonitor adanya oliguria
pergeseran.
yang merupakan salah satu
• Vena jugularis mungkin mengalami
tanda awal dari syok.
distensi selama ekspirasi.
• Kepala dan wajah jarang dilihat Pencernaan (B5: Bowel)
adanya sianosis.
• Pasien biasanya mual, nyeri
Persyarafan (B3: Brain) lambung dan menyebabkan
pasien tidak nafsu makan.
• Kesadaran biasanya
Kadang disertai penurunan
compos mentis apabila
berat badan.
tidak ada komplikasi
penyakit yang serius.
Pemeriksaan fisik
Tulang, otot dan integument (B6: Bone).
Psikososial.