Anda di halaman 1dari 22

KELOMPOK 3:

1. Alvin Billy Revandra .W


2. Dina Arini Anisa
3. Cantika Rintan Novia M
4. Ega Krisdianto
5. Fitria Zahratun Nisa
6. Kolida Septi Utami
7. Rera Octavia
 
“HIV/AIDS dan Long Term Care”
HIV
  Human Immunodeficiency virus ( HIV ) adalah sejenis virus yang
menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya
kekebalan tubuh manusia (Kemenkes RI 2015).
 HIV merupakan retrovirus bersifat limfotropik khas yang menginfeksi sel-
sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah
putih spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor
T4 (CD4). Virus ini diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili
Lentiviridae, genus Lentivirus. Selama infeksi berlangsung, sistem
kekebalan tubuh menjadi lemah dan orang menjadi lebih rentan terhadap
infeksi.
 Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu
merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS
(Rosella, 2013).
AIDS
 Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan
tubuh yang disebabkan HIV. Akibat menurunya kekebalan tubuh
maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit infeksi ( infeksi
oportunistik) yang sering berakibat fatal ( Dapkes RI dalam Yusri
2012).
 AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyebabkan penurunan
sistem imun yang di sebabkan oleh virus HIV.
 HIV bersifat limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem
kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih
spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor
T4 (Handoko, 2012).
 
Etiologi
AIDS disebabkan oleh HIV. HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam
famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. HIV termasuk virus
Ribonucleic Acid (RNA) dengan berat molekul 9,7 kb (kilobases).

Jumlah limfosit T penting untuk menentukan progresifitas penyakit infeksi HIV ke


AIDS. Sel T yang terinfeksi tidak akan berfungsi lagi dan akhirnya mati. Infeksi HIV
ditandai dengan adanya penurunan drastis sel T dari darah tepi (Wainberg MA et al,
2011).
Penularan virus ditularkan melalui :
a. Hubungan seksual (anal, oral , vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom)
dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
b. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian.
c. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV.
d. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan , saat
melahirkan atau melalui air susu ibu/ASI.
Klasifikasi
Klasifikasi HIV/AIDS pada orang dewasa menurut
Centers for Disease Control (CDC) dibagi atas empat
tahap, yaitu:
1.Infeksi HIV akut
2.Infeksi Seropositif HIV Asimtomatis
3.Persisten Generalized Lymphadenopathy (PGL)
4. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Manifestasi

Manifestasi klinis Menurut Rosella (2013), pada stadium AIDS dibagi antara
lain :
a) Gejala utama/mayor
- Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
- Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus
- Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan
b) Gejala minor
- Batuk kronis selama lebih dari 1 bulan
- Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albican
- Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh.
Patofisiologi
Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIV
menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus
masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4,
yang terdapat di selaput bagian luar. CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang
berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.

Infeksi
HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan.

Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu
kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang
yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama,
50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua
orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Gejala
yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam,
diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa
gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun.
Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan utama dari HIV/AIDS adalah terapi ARV. Panduan
ART WHO tahun 2013 merekomendasikan inisiasi ART dilakukan pada
setiap individu dengan HIV dan dengan jumlah CD4+ kurang dari sama
dengan 500 sel/mm3 , pada stadium klinis apapun, dan memprioritaskan
pasien HIV yang sudah parah atau yang sudah terkomplikasi (stadium klinis
3 atau 4) atau pasien dengan jumlah CD4+ kurang dari sama dengan 350
sel/mm3 (WHO, 2015) Pada ibu hamil dan neonatus, pencegahan transmisi
dari ibu ke anak (PMTCT) merupakan pencegahan penularan HIV dari
seorang wanita HIV positif kepada anaknya selama kehailan, persalinan,
atau sedang menyusui.
 Elemen PMTCT yang merupakan pencegahan primer HIV (Darmadi
dan Ruslie, 2012)
1. Antepartum
2. Antiretroviral (ARV)
TINJAUAN AGAMA DAN LONG TERM CARE TERHADAP HIV/AIDS
 
Aspek Agama Pada ODHA

Spiritualitas
dan agama berperan penting pada Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA). Hasil penelitian mengenai pengaruh spiritualitas/agama terhadap
ODHA cenderung bervariasi.

Namun, spiritualitas/agama dapat memperburuk hasil karena potensial


kepercayaan pada Tuhan dan penolakan terapi ARV serta pandangan bahwa HIV
merupakan hukuman dari Tuhan atas kebiasaan dan gaya hidup yang penuh dosa.
Hal ini sering dihubungkan dengan tingginya tingkat depresi, kesendirian, dan
memburuknya kepatuhan terhadap tindakan medis pada ODHA (Szaflarski,
2013).
1. Peran Agama

Dalam perspektif religius, masalah HIV/ AIDS adalah suatu peringatan pada setiap
orang, bahwa ada krisis dalam penyelenggaraan kehidupan bersama. Dalam situasi ini
tidak pada tempatnya lembaga-lembaga agama bersikukuh dengan kaca mata hitam-
putihnya menuntut apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh umat
atau masyarakat.

Banyak problem kemanusiaan yang terlambat ditanggapi agama-agama, salah satunya


adalah permasalahan HIV/ AIDS. Tidak ada cara lain bagi institusi-institusi
keagamaan selain memperbaharui wacana yang dikembangkan agar lebih bisa
menjadi berkat, rahmat dan memberi damai dalam kehidupan. Agama sudah
seharusnya menjadi ‘obat’ bagi masalah kehidupan (termasuk masalah HIV/ AIDS),
bukannya menjadi ‘racun’ yang memperburuk masalah ( Aminah, 2010 ).
2. Sikap Masyarakat

Sikap masyarakat berdampak pada segala aspek kehidupan ODHA


termasuk makna ajaran agama.

ODHA mengukapkan bahwa dalam ajaran agama mereka (Islam dan


Kristen) terdapat larangan keras dan berakibat dosa terhadap larangan
yang keras dan berakibat dosa terhadap beberapa perilaku seperti
berhubungan seks secara bebas dan mengkibatkan mereka tertular HIV,
namun masyarakat lebih memaknai ajaran agama sebagai suatu
pendorong yang kuat untuk bersikap baik dan saling mengasihi termasuk
kepada ODHA (Hidayat, Agung dan Riri 2017).
3. HIV/AIDS Dalam Perspektif Agama
Agama Islam
a) Sejarah yang ditutupi dari penyakit HIV/AIDS
Lesbian Gay Biseksual Transgender (LGBT) adalah perilaku yang menyimpang tapi
menurut ilmu psikologi disepakati bukan sebagai penyakit melainkan stuktur otak yang
berbeda dari manusia umumnya. Contohnya pada saat kita melihat sesuatu yang
baik,mendengar perkataan yang baik, dan diperlakukan dengan baik maka ribuan saraf akan
berespon baik itu yang dirasakannya.
Jadi kita ketahui perilaku-perilaku penympangan LGBT itu bukan normal. Itu disebabkan
dari seseorang manusia tidak bisa mengontrol fungsi-fungsi informasinya, menerima
informasi yang buruk itulah yang akan melahirkan suatu perilaku menyimpang yaitu LGBT.
Sedangkan penyakit HIV diawali dengan 2 orang melakukan homoksexual, sperma yang
tertampug di pusat kotoran itu melahirkan suatu penyakit yaitu HIV (Hidayat, Adi., 2017).
2. Long Term Care
Definisi
 Perawatan jangka panjang mengacu pada rangkaian layanan medis dan sosial yang dirancang
untuk mendukung kebutuhan orang yang hidup dengan masalah kesehatan kronis yang
mempengaruhi kemampuan mereka untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Sedangkan yang utama
Tujuan perawatan akut adalah mengembalikan individu ke tingkat fungsi sebelumnya, Perawatan
jangka panjang bertujuan untuk mencegah kemerosotan dan meningkatkan penyesuaian sosial ke
tahap penurunan (Harris,K., Sengupta, M., Park, Lee, E., Valverde, R., 2013).
Pelayanan LTC terdiri dari berbagai tipe pelayanan berdasarkan kebutuhan individu, yaitu
(Singh, 2016):
a. Perlayanan medis, keperawatan dan rehabilitasi
b. Pelayanan kesehatan mental dan pelayanan demensia
c. Social support
d. Supportive housing
e. Pelayanan hospice
Sistem pelayanan LTC yang ideal akan memuat 10 dimensi berikut
(Singh, 2016):
a. Pelayanan yang bervariasi
b. Pelayanan khusus individual
c. Pelayanan total yang terkoordinasi
d. Peningkatan fungsi independen pasien
e. Perawatan jangka panjang
f. Menggunakan teknologi baru
g. Menggunakan praktik evidence-based
h. Pendekatan holistik
i. Meningkatkan kualitas perawatan
j. Meningkatkan kualitas hidup pasien
Tujuan Long Term Care
Tujuan dari perawatan jangka panjang atau long term care (LTC) adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga yang hidup dengan HIV dan
penyakit lainnya yang membutuhkan perawatan, secara rinci tujuan utamanya
adalah :
a) meningkatkan kapasitas keluarga untuk memberikan perawatan
b) mendukung peningkatan akses untuk mendapatkan perawatan
c) secara terus menerus
d) mengintegrasikan perawatan, dukungan, dan layanan pengobatan
e) yang ada
f) menganjurkan untuk perawatan yang berkelanjutan dan holistik
g) meningkatkan akses terhadap obat-obatan dan komoditas penting
h) dalam perawatan meningkatkan kualitas pelayanan perawatan (Pratt JR., 2010).
Peran Perawat
A. Pelaksana perawatan
 Sebagai pelaksana perawatan, perawat dapat bertindak sebagai pemberi
asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS, memberikan pendidikan
kesehatan kepada pasien dan keluarganya, memberikan advokasi serta
melakukan peran kolaborasi dengan profesi lain yang terlibat dalam
perawatan pasien HIV/AIDS.
Asuhan keperawatan pada aspek spiritual ditekankan pada penerimaan pasien
terhadap sakit yang dideritanya (Ronaldson dalam Nursalam, 2007). Sehingga
PHIV akan dapat menerima dengan ikhlas terhadap sakit yang dialami dan
mampu mengambil hikmah. Asuhan keperawatan yang dapat diberikan menurut
Nursalam (2007) adalah:

 Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan Harapan


merupakan salah satu unsur yang penting dalam dukungan sosial. Orang bijak
mengatakan “hidup tanpa harapan, akan membuat orang putus asa dan bunuh diri”.

 Pandai mengambil hikmah Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan
mengajarkan kepada pasien untuk selalu berfikiran positif terhadap semua cobaan
yang dialaminya.

 Ketabahan hati Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan ketabahan


hati dalam menghadapi cobaan.
Menurut Pratt JR (2010) berbagai intervensi dapat diberikan untuk pasien HIV pada
perawatan jangka panjang, termasuk didalamnya perawatan secara umum, perawatan
fisik, perawatan emosional, sosial dan rohani pada pasien dan keluarga.
 a) Perawatan secara umum
 b) Perawatan Fisik
 c) Perawatan Sosial
 d) Perawatan Rohani

Long Term Care Pada Pasien HIV/AIDS


Dengan maraknya penggunaan highly active antiretroviral therapy (HAART), kondisi pasien
AIDS berubah dari end-stage terminal illness menjadi kondisi kronis. Dengan menurunnya
angka mortalitas, prevalensi HIV meningkat pada populasi manusia. Perawatan pada pasien
HIV/AIDS mirip dengan karakteristik pasien LTC (Singh, 2016)
Tantangan Pelaksanaan Long Term Care

 Tantangan dalam pelaksanaan long term care (perawatan jangka panjang)


adalah adanya perubahan budaya, serta pengembangan lahan praktik dan
pendidikan yang belum memadai. Dalam perawatan, keterlibatan orang-
orang di sekitar klien diperlukan dalam pengambilan keputusan bagi
tindakan perawatan klien. Dampak positif dari long term care meliputi
peningkatan kualitas pelayanan dan kepuasan klien, penurunan biaya
karena meningkatkan kesehatan, serta meningkatkan kompetensi perawat
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai