Anda di halaman 1dari 37

Penyakit

Tropis
Kelompok 14 Reguler A
1. Putri H.M Ngili
2. Regina S. Kolin
3. Rutanya Finit
4. Salomi Kendu
5. Simy Reo
6. Sry Rahayu Ningsih
Konsep dasar dari penyakit Tropis
Penyakit tropis adalah penyakit lazim yang terjadi di daerah tropis dan subtropis di 149
negara. Beberapa organisme yang menyebabkan penyakit tropis adalah bakteri dan virus.
(WHO, 2012) Sesuai dengan letak kepulauan Indonesia yang berada di lintang khatulistiwa
maka iklim di Indonesia pun dipengaruhi oleh iklim tropis, sehingga dikenal berbagai jenis
penyakit tropis baik yang penyebarannya karena virus, penyakit non virus atau penyakit
dengan mikroorganisme dan baksil tertentu yang menular. Beberapa diantara penyakit tropis
adalah demam tifoid, demam berdarah, demam chingkunguya, malaria, cacar, TBC
(tuberculosis), difteri, pertusis, SARS (severe acute respiratory syndrome), kaki gajah
(filariasis) dan masih banyak penyakit tropis lainnya oleh karena itu penyakit tropis
merupakan masalah kesehatan penting di Indonesia serta masih memerlukan perhatian yang
khusus
Konsep dasar Malaria
1. Pengertian Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan
plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit tersebut
secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Malaria merupakan salah satu
penyakit yang tersebar dibeberapa wilayah di dunia. Umumnya tempat yang rawan malaria
terdapat pada Negara berkembang dimana tidak memiliki tempat penampuan atau pembuangan
air yang cukup, sehingga menyebabkan air menggenang dan dapat dijadikan sebagai tempat ideal
nyamuk untuk bertelur. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang mempengaruhi
angka kematian bayi, anak dan ibu yang melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga
kerja.
2. Etiologi
Penyakit malaria ini disebabkan oleh parasit plasmodium. Species plasmodium pada manusia
adalah
● Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika.
● Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.
● Plasmodium malariae, penyebab malaria malariae (quartana)

Lanjutan...
3. Tanda dan Gejala
Gejala malaria terjadi dari beberapa serangan demam dengan interval tertentu (disebut peroksisme), diselingi oleh
suatu periode yang penderitanya bebas sama sekali dari demam (di sebut periode laten). Gejala yang khas tersebut
biasanya Sebelum timbulnya demam, biasanya penderita merasa lemah, mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu
makan, merasa mual di ulu hati, atau muntah (semua gejala awal disebut gejala prodolmal). Beberapa pasien
kadang mengeluh nyeri dada, batuk, nyeri perut, nyeri sendi dan diare. Sakit biasanya berkembang menjadi panas
dingin berat dihubungkan dengan panas hebat disertai mual, pusing, orthostatis dan lemas berat. Dalam beberapa
jam mereda, pasien berkeringat dan sangat lelah. Pada anak-anak, bahkan pada anak-anak non imun sekalipun,
gejala malaria tidaklah “klasik” seperti yang ditemukan pada orang dewasa. Pada penderita anak, kenaikan panas
badan cendrung lebih tinggi sering disertai dengan muntahmuntah dan berkeringat. Anak-anak yang lebih besar
yang mempunyai lebih sedikit kekebalan kadang-kadang juga dapat menderita demam, nyeri sendi, sakit
kepala.oleh karena itu, gejala malaria pada anak bisa menyerupai penyakit lain yang bisa menyebabkan demam.
Begitu pula anemia yang cendrung menjadi berat pada penderita anak. Malaria vivax yang biasanya memberi
gejala yang ringan, pada penderitanya anak sering menimbulkan gejala yang lebih berat. Namun bisanya, malaria
falciparum lah yang menyebabkan keadaan darurat pada penderita anak.
Lanjutan...
4. Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Demam mulai timbul bersamaan pecahnya
skizon darah yang mengeluarkan macam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang makrofag, monosit atau limfosit
yang kapiler terganggu sehingga melekat pada endotel kapiler karena terdapat penonjolan membran eritrosit. Setelah
terjadi penumpukan sel dan bahan-bahan pecahan sel maka aliran kapiler terhambat dan timbul hipoksia jaringan, terjadi
gangguan pada integritas kapiler dan dapat terjadi perembesan cairan bukan perdarahan kejaringan sekitarnya dan dapat
menimbulkan malaria cerebral, edema paru, gagal ginjal dan malobsorsi usus.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada malaria meliputi :
1. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis ini dilakukan , untuk menemukan parasit Plasmodium secara visual. dengan
melakukan identifikasi langsung pada sediaan darah penderita. Pemeriksaan ini sangat bergantung pada keahlian pranata
laboratorium (Mikroskopis) yang melakukan identifikasi .Teknik pemeriksaan inilah yang masih menjadi standar
emas dalam menegakan diagnosis penyakit malaria.Termasuk di dalam jenis pemeriksaan mikroskopis ini adalah
pemeriksaan QBC(Quantitaive Buffy Coat).Pada pemeriksaan QBC di lakukan pewarnaan flurescensi dengan
Acriden Orange yang memberikan warna spesifik terhadap eritrosit yang terinfeksi oleh parasit Plasmodium
Lanjutan...
2. Pemeriksaan Imunnoserologis
Pemeriksaan secara Imunnoserologis dapat di lakukan dengan mendeteksi antigen maupun
antibody dan falsmodium pada darah penderita.
3. Sidik DNA atau PCR
Teknik ini bertjuan untuk mengidentifikasi rangkain DNA dari tersangka penderita.Apabila di
temukan rangkaian DNA yang sama dengan rangkaian DNA parasite Plassmodium maka dapatdi
pastikan keberadan nya Plamodium maka dapat di pastikan keberadaanya Plasmodium.Kelemahan
teknik ini jelas pada pembiayaan yang mahal dan belum semua pemeriksaan
Konsep dasar Filariasis
1. Pengertian Fiariasis
Penyakit Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria, yang hidup di saluran dan kelenjar
getah bening (limfe) serta mengakibatkan gejala akut, kronis dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.Gejala
akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenoma limfangitis) terutama di daerah pangkal paha
dan ketiak tetapi dapat pula di daerah lain. Peradangan ini disertai demam yang timbul berulang kali, dapat
berlanjut menjadi abses yang dapat pecah dan meninggalkan parut. Dapat terjadi limfedema dan hidrokel yang
berlanjut menjadi stadium kronis yang berupa elefantiasis yang menetap dan sukar disembuhkan berupa
pembesaran pada kaki (seperti kaki gajah) lengan, payudara, buah zakar (scrotum) dan kelamin wanita (Depkes
RI,2006).

2. Etiologi
Penyakit filariasis disebabkan oleh cacing dari kelompok nematoda, yaitu wucheraria bancrofti, Brugia malayi, dan
Brugia timori. Ketiga jenis cacing tersebut menyebabkan penyakit kaki gajah dengan cara penularan dan gejala
Klinis, serta pengobatan yang sama. Cacing betina akan menghasilkan larva disebut mikrofilaria yang akan
bermigrasi ke dalam sistem peredaran darah. Cacing tersebut akan merusak Saluran getah bening yang
mengakibatkan cairan getah bening tidak dapat tersalurkan dengan baik sehingga menyebabkan pembengkakan
pada tungkai dan lengan.
Lanjutan...
3. Tanda dan Gejala
Gejala filariasis dapat dibagi menjadi periode atau tahapan yang berlangsung yaitu tahap akut dan kronis ;
1. Gejala Klinis Akut

Gejala klinis akut berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang disertai demam, sakit kepala, rasa lemah
dan timbulnya abses. Abses dapat pecah dan kemudian mengalami penyembuhan dengan meninggalkan parut,
terutama di daerah lipat paha dan ketiak. Parut lebih sering terjadi pada infeksi B. malayi dan B. timori
dibandingkan karena infeksi W. bancrofti, demikian juga dengan timbulnya limfangitis dan limfadenitis, tetapi
sebaliknya, pada infeksi W. bancrofti sering terjadi peradangan buah pelir (orkitis), peradangan epididimus
(epididimitis), dan peradangan funkulus spermatikus (funikulitis).

2. Gejala Klinis Kronis Gejala kronis terdiri dari limfedema, lymp scrotum, kiluria, dan hidrokel.

Limfedema Pada infeksi W. bancrofti, terjadi pembengkakan seluruh kaki, seluruh lengan, skrotum, penis,
vulva vagina dan payudara, sedangkan pada infeksi Brugia, terjadi pembengkakan kaki di bawah lutut, lengan di
bawah siku tetapi siku dan lutut masih normal.
Lanjutan...
Lymph Scrotum, Lymph scrotum adalah pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit skrotum, kadang-kadang
pada kulit penis, sehingga saluran limfe tersebut mudah pecah dan cairan limfe mengalir keluar membasahi pakaian.
Ditemukan juga lepuh (vesicles) besar dan kecil pada kulit, yang dapat pecah dan membasahi pakaian. Hal ini berisiko
tinggi terhadap terjadinya infeksi ulang oleh bakteri dan jamur, serangan akut berulang dan dapat berkembang menjadi
limfedema skrotum. Ukuran skrotum kadang-kadang normal kadang-kadang sangat besar.

Kiluria, Kiluria adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan pembuluh darah di ginjal (pelvis renal) oleh
cacing filaria dewasa spesies W. bancrofti, sehingga cairan limfe dan darah masuk ke dalam saluran kemih. Gejala yang
timbul adalah sebagai berikut:
1).Air kencing seperti susu karena air kencing banyak mengandung lemak dan terkadang disertai darah
2). Sukar kencing
3). Kelelahan tubuh
4). Kehilangan berat badan.

Hidrokel, Hidrokel adalah pelebaran kantung buah zakar karena terkumpulnya cairan limfe di dalam tucina
vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah zakar, dengan gambaran klinis dan epidemiologis.
Lanjutan...
4. Patofisiologi
Perkembangan klinis filariasis dipengaruhi oleh faktor kerentanan individu terhadap parasit, seringnya
mendapat tusukan nyamuk, banyaknya larva infektif yang masuk ke dalam tubuh dan adanya infeksi sekunder oleh
bakteri atau jamur. Secara umum perkembangan klinis filariasis dapat dibagi menjadi fase dini dan fase lanjut.
Pada fase dini timbul gejala klinis akut karena infeksi cacing dewasa bersama-sama dengan infeksi oleh bakteri dan
jamur. Pada fase lanjut terjadi kerusakan saluran limfe kecil yang terdapat di kulit. Pada dasarnya perkembangan
klinis filariasis tersebut disebabkan karena cacing filaria dewasa yang tinggal dalam saluran limfe menimbulkan
pelebaran (dilatasi) saluran limfe dan penyumbatan (obstruksi), sehingga terjadi gangguan fungsi sistem limfatik.
Penimbunan cairan limfe menyebabkan aliran limfe menjadi lambat dan tekanan hidrostatiknya meningkat,
sehingga cairan limfe masuk ke jaringan menimbulkan edema jaringan. Adanya edema jaringan akan
meningkatkan kerentanan kulit terhadap infeksi bakteri dan jamur yang masuk melalui luka-luka kecil maupun
besar. Keadaan ini dapat menimbulkan peradangan akut (acute attack).
Terganggunya pengangkutan bakteri dari kulit atau jaringan melalui saluran limfe ke kelenjar limfe.
Akibatnya bakteri tidak dapat dihancurkan (fagositosis) oleh sel Reticulo Endothelial System (RES), bahkan mudah
berkembang biak dapat menimbulkan peradangan akut (acute attack).
Kelenjar limfe tidak dapat menyaring bakteri yang masuk dalam kulit. Sehingga bakteri mudah berkembang
biak yang dapat menimbulkan peradangan akut (acute attack).
Lanjutan...
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang definitif pada filariasis adalah menemukan mikrofilaria pada apusan darah tepi
pengambilan darah malam hari. Pemeriksaan lainnya adalah strip tes deteksi antigen/antibodi cacing. Tes ini lebih
mudah dilakukan karena tidak harus dilakukan pengambilan darah pada malam hari, dan hasilnya yang cepat.
Selain itu, dapat dilakukan deteksi DNA mikrofilaria pada darah manusia lewat metode PCR (Polymerase Chain
Reaction). Sediaan Apusan Darah Tepi. Pemeriksaan apusan darah tepi (ADT) diambil dari darah ujung jari pasien
pada malam hari pukul 22.00-02.00. Apusan darah tebal kemudian diberi pewarna Giemsa atau hematoxylin dan
eosin, lalu dilihat di bawah mikroskop. Metode ini merupakan metode pilihan karena tidak mahal dan mudah
dilakukan.
Konsep dasar DHF (Dengue haemorragic fever)
1. Pengertian DHF
Dengue haemorrhagic fever (DHF) atau demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Demam berdarah juga adalah penyakit demam
akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu
demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya
renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian.

2. Etiologi
Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan sekarang dikenal sebagai genus flavivirus,
famili flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Infeksi dengan salah
satu serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal
di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis
serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue
yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan
bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe den-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan
kasus berat.
Lanjutan...
Penularan virus dengue melalui beberapa vektor. Sampai saat ini telah diketahui beberapa nyamuk sebagai
vektor dengue. Walaupun Ae. aegypti diperkirakan sebagai vektor utama penyakit dengue hemorrhagic
fever (DHF), pengamatan epidemiologis dan percobaan penularan di laboratorium membuktikan bahwa
Ae. scuttelaris dan Ae. polynesiensis yang terdapat di Kepulauan Pasifik Selatan dapat menjadi vektor
demam dengue.

3. Tanda dan Gejala


Demam berdarah menurut (WHO, 2015) adalah, penyakit seperti flu berat yang mempengaruhi bayi, anak-
anak dan orang dewasa, tapi jarang menyebabkan kematian. Dengue harus dicurigai bila demam tinggi (40
° C / 104 ° F) disertai dengan 2 dari gejala berikut: sakit kepala parah, nyeri di belakang mata, nyeri otot
dan sendi, mual, muntah, pembengkakan kelenjar atau ruam. Gejala biasanya berlangsung selama 2-7 hari,
setelah masa inkubasi 4-10 hari setelah gigitan dari nyamuk yang terinfeksi.
Gejala awal termasuk: Nafsu makan menurun, demam, Sakit kepala, Nyeri sendi atau otot, Perasaan sakit
umum dan Muntah.
Gejala fase akut termasuk kegelisahan diikuti oleh : Bercak darah di bawah kulit, Bintik-bintik kecil darah
di kulit Ruam Generalized dan Memburuknya gejala awal.
Lanjutan...
Fase akut termasuk seperti shock ditandai dengan: Dingin, lengan dan kaki berkeringat

4. Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk terjadi viremia, yang ditandai dengan
demam mendadak tanpa penyebab yang jelas disertai gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot,
pegal di seluruh tubuh, nafsu makan berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah pada kulit. Selain itu kelainan
dapat terjadi pada sistem retikulo endotel atau seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa.
Pelepasan zat anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta aktivitas dari sistem kalikrein menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding kapiler/vaskuler sehingga cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya
perembesaran plasma akibatnya terjadi pengurangan volume plasma yang terjadi hipovolemia, penurunan tekanan
darah, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Selain itu sistem retikulo endotel bisa terganggu
sehingga menyebabkan reaksi antigen antibodi yang akhirnya bisa menyebabkan anaphylaxia
Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran darah akan menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga akan
terjadi trombositopenia yang berlanjut akan menyebabkan 21 perdarahan karena gangguan trombosit dan kelainan
koagulasi dan akhirnya sampai pada perdarahan kelenjar adrenalin.
Lanjutan...
Plasma bocor sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat,
volume plasma dapat berkurang sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan
plasma yang tidak dengan segera diatasi maka akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Terjadinya renjatan ini biasanya pada hari ke-3 dan ke-7.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada DHF meliputi :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium sangat bermanfaat untuk mendiagnosis penyakit karena melibatkan berbagai aspek tubuh
yang tidak tampak dari luar. Pemeriksaan laboratorium salah satunya adalah digunakan untuk menegakkan diagnosa
penyakit dan juga memantau perkembangan pengobatan terhadap suatu jenis penyakit tertentu melalui pemeriksaan
yang diperlukan. Pemeriksaan laboratorium adalah merupakan suatu tindakan dan prosedur pemeriksaan khusus
dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita (pasien), yang bisa berupa urine (air kencing), darah, sputum
(dahak), dan sebagainya untuk menentukan diagnosis atau membantu menentukan diagnosis penyakit bersama
dengan tes penunjang dan pemeriksaan lainnya yang diperlukan.
Lanjutan...
2. Pemeriksaan Darah
Lengkap Pemeriksaan darah lengkap bertujuan untuk mengetahui jumlah setiap komponen penyusun darah.
Pemeriksaan darah lengkap biasanya disarankan kepada setiap pasien yang datang ke suatu rumah sakit yang di
sertai dengan suatu gejala klinis, dan jika di dapatkan hasil yang di luar normal biasanya dilakukan pemeriksaan
lanjutan yang lebih spesifik terhadap gangguan tersebut, sehingga diagnosa yang tepat segera di lakukan.
Penegakan diagnosis dari infeksi virus dengue selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, juga memerlukan
pemeriksaan penunjang. Adapun salah satu pemeriksaan penunjang tersebut yang biasanya dilakukan untuk melihat
pasien terdiagnosa demam berdarah dengue, yaitu dengan pemeriksaan darah lengkap dengan parameter yaitu
hemoglobin (HGB), hematokrit (HCT), leukosit (WBC), trombosit (PLT), eritrosit (RBC), MCV, MCH, dan
MCHC.
Konsep dasar Thypoid
1. Pengertian Thypoid
demam thypoid adalah merupakan suatu penyakit infeksi akut yang akan menyerang tubuh manusia khususnya
pada sistem saluran pencernaan yaitu pada usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi yang masuk
melalui makanan atau minuman yang tercemar dan ditandai dengan adanya demam berkepanjangan lebih dari satu
minggu yaitu gangguan pada sistem saluran pencernaan, serta kehilangan nafsu makan, mual, pusing dan lebih
diperburuk dengan adanya juga gangguan penurunan kesadaran. Penyakit sistemik yang bersifat akut atau dapat
disebut demam tifoid, mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang bervariasi dari ringan berupa demam, lemas
serta batuk yang ringan sampai dengan gejala berat seperti gangguan gastrointestinal sampai dengan gejala
komplikasi.

2. Etiologi
Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus di kalangan masyarakat adalah penyakit
infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonela typhi yang menyerang saluran pencernaan. Kuman ini masuk
ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar, baik saat memasak ataupun melalui tangan dan alat
masak yang kurang bersih.
Lanjutan...
3. Tanda dan Gejala
a). Gejala
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit.Demam berlangsung 3 minggu
bersifat febris, remiten dan suhu tidak terlalu tinggi.Pada awalnya suhu meningkat secara bertahap menyerupai
anak tangga selama 2-7 hari, lebih tinggi pada sore dan malam hari,tetapi demam bisa pula mendadak tinggi.Dalam
minggu kedua penderita akan terus menetap dalam keadaan demam, mulai menurun secara tajam pada minggu
ketiga dan mencapai normal kembali pada minggu keempat.Pada penderita bayi mempunyai pola demam yang
tidak beraturan, sedangkan pada anak seringkali disertai menggigil. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan
nyeri, perut kembung, konstipasi dan diare.Konstipasi dapat merupakan gangguan gastrointestinal awal dan
kemudian pada minggu kedua timbul diare.Selain gejala – gejala yang disebutkan diatas, pada penelitian
sebelumnya juga didapatkan gejala yang lainnya seperti sakit kepala , batuk, lemah dan tidak nafsu makan.

b). Tanda
Tanda klinis yang didapatkan pada anak dengan demam tifoid antara lain adalah pembesaran beberapa
organ yang disertai dengan nyeri perabaan, antara lain hepatomegali dan splenomegali.Penelitian yang dilakukan di
Bangalore didapatkan data teraba pembesaran pada hepar
Lanjutan...
berkisar antara 4 – 8 cm dibawah arkus kosta.Tetapi adapula penelitian lain yang menyebutkan dari mulai tidak teraba
sampai 7,5 cm di bawah arkus kosta. Penderita demam tifoid dapat disertai dengan atau tanpa gangguan
kesadaran.Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak terlalu dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Selain
tanda – tanda klinis yang biasa ditemukan tersebut,mungkin pula ditemukan gejala lain.Pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik kemerahan karena emboli dalam kapiler kulit.Kadang-kadang ditemukan
ensefalopati, relatif bradikardi dan epistaksis pada anak usia > 5 tahun. Penelitian sebelumnya didapatkan data bahwa
tanda organomegali lebih banyak ditemukan tetapi tanda seperti roseola sangat jarang ditemukan pada anak dengan
demam tifoid.

4. Patofisiologi
Patofisiologi demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella
typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus
pada ileum terminalis. Bakteri melekat pada mikrovili di usus, kemudian melalui barier usus yang melibatkan mekanisme
membrane ruffling, actin rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi
menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem limfatik. Bakteremia
primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil
yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh
tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang.
Lanjutan...
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan metode diagnostik utama demam tifoid. Teknik kultur merupakan standar
utama diagnosis demam tifoid, terutama kultur darah merupakan standar diagnosis demam tifoid yang
direkomendasikan oleh WHO. Pemeriksaan penunjang lain yang relatif lebih murah dan sederhana terus
dikembangkan untuk mempermudah diagnosa demam tifoid. Saat ini dua pemeriksaan yang paling umum
digunakan adalah Tes Widal dan Rapid Diagnostid Test (TUBEX), 
Tubex memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan tes Widal. Walaupun, Tubex memiliki
kekurangannya.
a). Pemeriksaan darah Tepi
Dari pemeriksaan gambaran darah tepi, pada pasien demam tifoid dapat ditemukan gambaran leukopenia
(sekitar 25% kasus), limfositosis relatif, monositosis dan trombositopenia ringan. Bila ditemukan gambaran
penurunan hemoglobin pada pemeriksaan darah di minggu ke 3-4, perlu dicurigai adanya komplikasi perdarahan
intraabdomen.
b). Tes serologis widal
Pemeriksaan widal adalah pemeriksaan serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen O
(permukaan) dan H (flagellar) salmonella. Titer antibodi yang menjadi rujukan tidak sama untuk setiap daerah
endemik, umumnya titer O 1:320 dapat menjadi penunjang kuat diagnosis demam tifoid. Penegakan diagnosis
demam tifoid dapat dilakukan bila terjadi peningkatan titer hingga empat kali lipat dengan jeda pengambilan
spesimen sekitar 5-7 hari.
Konsep asuhan keperawatan
Asuhan Keperawatan Malaria
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam asuhan keperawatan dan landasan proses keperawatan. Oleh
karena itu dibutuhkan pengkajian yang cermat guna mengenal masalah klien seperti mengumpulkan semua
informasi yang bersangkutan dengan masa lalu dan saat ini, data objektif dan subjektif dari klien, keluarga,
masyarakat, lingkungan, atau budaya.

1). Identitas pasien


2). Data riwayat kesehatan
3). Pemeriksaan Fisik (Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
4). Pola Kesehatan sehari-hari
Lanjutan...
Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan penelitian klinis tentang respon manusia terhadap gangguan kesehatan atau
proses kehidupan, atau kerentanan respon diri seorang individu, keluarga, kelompok maupun komunitas. Diagnosa
keperawatan biasanya berisi dua bagian. Yang pertama adalah description atau pengubah dan yang kedua fokus
pada diagnose atau konsep kunci dari diagnosis
.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus malaria adalah :
1). Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
2). Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

Intervensi
Diagnosa : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

Tujuan
Setelah dilakukan pengkajian selama 1x24 jam maka diharapkan pola nafas membaik dengan kriteria hasil:
Lanjutan...
1). Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan membaik
2). Penggunaan otot-otot bantu pernapasan menurun
3). Kapasitas vital meningkat

Intervensi
O : a). Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
b). Monitor bunyi nafas tambahan
T: a). Posisikan semi fowler atau fowler
b). Mempertahankan kepatenan jalan napas pasien.
E: Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Kolaborasi
K: Dalam pemberian terapi oksigen
Lanjutan...
Impementasi
Implementasi proses keperawatan terdiri rangkaian aktivitas keperawatan dari hari ke hari yang harus dilakukan dan
didokumentasikan dengan cermat. Perawat melakukan pengawasan terhadap efektifitas intervensi yang dilakukan,
bersamaan pula menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan

Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Evaluasi keperawatan dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosa
keperawatan. Evaluasi untuk 56 setiap diagnose keperawatan meliputi data subyektif (S) data obyektif (O), analisa
permasalahan (A) klien berdasarkan S dan O, serta perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa data diatas.
Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses. Semua itu dicatat pada formulir catatan perkembangan (progress note)
Lanjutan...
Asuhan Keperawatan Filariasis
Pengkajian
1). Data Umum
2). Riwayat Kesehatan
3). Pola Kesehatan sehari-hari
4). Pemeriksaan Fisik
5). Pemeriksaan diagnostik

Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Filariasis Meliputi :
1). Hipertermi
2). Gangguan eliminasi urine
3). Nyeri
Lanjutan...
Intervensi
Diagnosa : Hipertermi

Tujuan : Setelah di lakukan pengkajian selama 1x24 jam Suhu tubuh agar tetap berada  pada rentang normal
Kriteria hasil :
1). Menggigil menurun Suhu tubuh membaik Suhu kulit membaik

Intervensi
Manajemen Hipertermi
O : a). Identifikasi penyebab hipertermi
b). Monitor suhu tubuh
c). Monitor kadar elektrolit
d). Monitor haluan urine
e). Monitor komplikasi akibat hipertermi
Lanjutan...
T: a). Sediakan lingkungan yang dingin
b). Longgarkan atau lepaskan pakaian
c). Basahi dan kipasi permukaan tubuh
d). Berikan cairan oral
e). Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis
f). Lakukan pendinginan eksternal
g). Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
h). Berikan oksigen, jika perlu.

E : Anjurkan tirah baring koaborasi

K: Kolaborasi pemberian cairan si pemberian cairan dan elektrolit intravena, dan elektrolit intravena, jika perlu.
Lanjutan...
Implementasi
Implementasi proses keperawatan terdiri rangkaian aktivitas keperawatan dari hari ke hari yang harus dilakukan dan
didokumentasikan dengan cermat. Perawat melakukan pengawasan terhadap efektifitas intervensi yang dilakukan,
bersamaan pula menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. Bagian dari
pengumpulan data ini mempraksarai tahap evaluasi proses keperawatan. Pada tahap ini, perawat harus
melaksanakan tindakan keperawatan yang ada dalam rencana keperawatan. Tindakan dan respon pasien tersebut
langsung dicatat dalam format tindakan keperawatan (Dinarti et al., 2013) Dalam melakukan implementasi
keperawatan, perawat dapat melakukannya sesuai dengan rencana keperawatan dan jenis implementasi
keperawatan. Pada pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, antara lain independent
implementation, collaborative implementation dan dependent implementation

Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Evaluasi keperawatan dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosa
keperawatan. Evaluasi untuk 56 setiap diagnose keperawatan meliputi data subyektif (S) data obyektif (O), analisa
permasalahan (A) klien berdasarkan S dan O, serta perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa data diatas.
Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses. Semua itu dicatat pada formulir catatan perkembangan (progress note)
Lanjutan...
Asuhan Keperawatan DHF
Pengkajian
1). Data Umum
2). Riwayat Kesehatan
3). Pola Kesehatan sehari-hari
4). Pemeriksaan Fisik
5). Pemeriksaan diagnostik

Diagnosa
a. Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan
mukosa bibir kering
b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan) makanan ditandai dengan berat badan
menurun
c. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif ditandai dengan kurang informasi d. Resiko
Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan trombosit) ditandai dengan trombositopenia
Lanjutan...
Intervensi
Diagnosa : Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan mukosa bibir
kering

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan hipovolemia terpenuhi.

Kriteria Hasil :
Status Cairan
● Turgor kulit
● Perasaan lemah
● Keluhan haus
● Tekanan darah
● Intake cairan membaik
● Suhu tubuh
Lanjutan...
Intervensi
Manajemen hipovolemia
O: a). Periksa tanda dan gejala hipovolemik ( tekanan darah menurun, membrane mukosa kering, hematocrit
meningkat )
b). Monitor intake dan output cairan.

T: a). Hitung kebutuhan cairan


b). Berikan posisi modified trendelenburg
c). Berikan asupan cairan oral

E: a). Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral


b). Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

K : a). Kolaborasi pemberian cairan IV


b). isotonis ( misalnya : NaCl, RL ) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis ( missal : glukosa 2,5%, NaCl 0,4% )
- Kolaborasi pemberian cairan koloid ( misal albumin, plasmanate)
Lanjutan...
Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis
lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi
pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).

Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu : a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini
disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai b. Evaluasi somatif ,
merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP.
Lanjutan...
Asuhan Keperawatan Thypoid
Pengkajian
1). Data Umum
2). Riwayat Kesehatan
3). Pola Kesehatan sehari-hari
4). Pemeriksaan Fisik
5). Pemeriksaan diagnostik

Diagnosa
1). Hipovolemia
2). Defisit Nutrisi

Intervensi
Diagnosa : Hipovolemia

Tujuan : Setelah dilakukan pengkajian selama 1 x 24 jam masalah hipovolemia dapat teratasi.
Lanjutan...
Kriteria Hasil :
● Turgor kulit
● Output urine
● Berat badan Perasaan lemah
● Membran mukosa
● Kadar Hb
● Kadar Ht
● Suhu tubuh

Intervensi
Manajemen hipovolemia
Tindakan
O : a). Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, madi teraba lemah,tekanan darah
menurun, turgor kulit menurun,membrane mukosa kering,hematokrit meningkat,haus,lemah)
b). Monitor intake dan output cairan.
Lanjutan...
T : a). Hitung kebutuhan cairan
b). Berikan asupan cairan
c). Berikan posisi modified Trendelenburg.

E : a). Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral


b). Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

K : a). Kolaborasi pemberian cairan IV isotonic (mis. RL)


b). Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis ( mis.glukosa 2,5%, Nacl 0,4%)
c). Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.albumin, plasmaneta)
d). Kolaborasi pemberian produk darah

Pemantauan Cairan
Tindakan
O : a). Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b). Monitor tekanan darah - Monitor berat badan
c). Monitor elastisitas atau turgor kulit
d). Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
Lanjutan...
T : a). Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
b). Dokumentasikan hasil pemantauan

E : a). Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


b). Informasikan hasil pemantauan,jika perlu.

Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori dari prilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang dperkirakan dari
asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan.
Evaluasi
adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana
antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil
evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses
keperawatan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai