BAHASA INDONESIA
SEJARAH BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu
merupakan sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua
franca (bahasa pergaulan) di nusantara
Melayu Tinggi merupakan bentuk yang lebih resmi. Pada masa lalu
bentuk ini digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar
Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk ini lebih sulit karena
penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, agak sulit dimengerti
disbanding Melayu Pasar, tingkat toleransi kesalahan yang rendah,
dan tidak ekspresif sperti bahasa Melayu Pasar.
Perbedaan bahasa melayu tinggi dan
bahasa melayu pasar
1. BMT yang pertama adalah penggunaan kata singkat seperti ni, tu, je dan
sebagainya. Dalam BMT, penggunaan kata singkat itu tidak dibenarkan dan ia
perlu digantikan dengan kata standard. Misalnya, ni = ini, tu = itu, je =
sahaja, dan seterusnya. Contoh ayat yang tidak menggunakan BMT, ' Saya
makan nasi je. Korang makan apa pulak?' Apabila menggunakan BMT,
Ayatnya ditulis begini, ' Saya makan nasi sahaja. Kamu makan apa pula?'
( Diari Mat Despatch - ms: 4-5 / Bahruddin Bekri)
2. kedua pula adalah penggunaan kata ia itu kata percakapan yang salah maksud
penggunaannya..
Misalnya, 'Siapa bagi awak hadiah?' Penggunaan perkataan 'bagi' dalam ayat
itu tidak tepat. Perkataaan yang tepat adalah 'beri'. Begitu juga dengan ayat ini,
'Saya ingat dia tinggal dekat Manjung.' Penggunaan perkataan 'ingat' dan 'dekat'
juga salah dalam konteks ini. Ayat yang betul adalah, 'Saya fikir dia tinggal di
Manjung.' (Diari Mat Despatch - ms: 5 / Bahruddin Bekri)
KELAHIRAN BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia dianggap lahir atau diterima
keberadaannya pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang
menyebut sebagai bahasa persatuan. Namun, secara resmi,
bahasa Indonesia baru diakui keberadaannya pada tanggal
18 Agustus 1945. Undang-Undang Dasar RI 1945 Pasal 36
menyebut bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi.
12. Pada tahun 1976 Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia
dan terdapat 1.000 kata baru. Artinya, dalam waktu 23 tahun hanya
terdapat 1.000 penambahan kata baru.
15. Kongres Bahasa Indonesia V dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar
bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara dan peserta tamu dari negara
sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda,
Jerman, dan Australia. Kongres ini dilakukan di Jakarta pada 28
Oktober s.d. 3 November 1988. Kongres ini juga mempersembahkan
karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa berupa
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia.
Perkembangan Bahasa Indonesia
16. Kongres Bahasa Indonesia VI dilaksanakan pada 28 Oktober
s.d. 2 November 1993. Kongres ini pun tetap dilaksanakan di
ibukota, Jakarta dan belum pernah dilaksanakan di daerah-
daerah yang lain. Hasil kongres mengusulkan agar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa statusnya ditingkatkan
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia. Selain itu, juga
mengusulkan agar Undang-Undang Bahasa Indonesia disusun.
2. Ejaan Soewandi
Ejaan ini dipilih pemerintah Indonesia di masa-masa awal kemerdekaan
untuk menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Ejaan ini resmi
menggantikan ejaan Van Ophuijsen pada tanggal 19 Maret 1947. Karena
berdekatan dengan proklamasi, ejaan ini disebut Ejaan Republik.
Penamaan ini sekaligus menunjukkan semangat kemerdekaan yang baru
berumur hamper dua tahun. Ciri-ciri ejaan ini yaitu
huruf oe diganti dengan u, misalkan guru, itu, umur, dsb.
bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, misalkan tak, pak,
rakjat, dsb.
kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, misalkan kanak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an
awalan di- dan kata depan di ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya, misalkan dipasar, dipukul, dibaca
USAHA PENYEMPURNAAN EJAAN BAHASA
INDONESIA
3. Ejaan Melindo
Melindo merupakan kepanjangan dari Melayu—Indonesia. Ejaan Melindo
ini dikenal pada akhir tahun 1959. Peresmian ejaan ini batal karena faktor
perkembangan politik pada tahun-tahun berikutnya. Ejaan dengan nama
Melayu—Indonesia ini tentu tidak hanya berkaitan dengan Republik
Indonesia, melainkan juga dengan negeri tetangga kawasan Melayu, seperti
Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam.