(- Kaidah Asasiyah -)
Dosen Pembimbing :
MUFID ARSYAD, M.H.I
Disusun Oleh :
Arifin (201130076)
Nita Fauziah (201130039)
3. Salah dalam ta’yin waktu shalat. Misalnya: seseorang niat shalat ashar
pada hari kamis, padahal saat itu hari jum’at, maka shalatnya tidak batal.
)2(. فَا ْل َخطَُأ فِ ْي ِه ُم ْب ِط ٌل،شتَ َرطُ فِ ْي ِه التَّ ْعيِ ْي ُن
ْ َُما ي
(Amalan yang Disyaratkan Ta’yin di dalamnya, Maka Kesalahan Ta’yin Dapat
Membatalkan Amalan Tersebut).
Contoh Kaidah, misalnya :
1. Kesalahan dalam melakukan sholat dzuhur ke ashar dan sebaliknya, maka ketika
ia melakukan sholat dzuhur dan berniat sholat ashar maka hukumnya tidak sah.
2. Kesalahan dalam niat dari Kafarat Dzihar ke Kafarat Membunuh.
3. Kesalahan dalam niat dari Sholat Sunnah Rawatib Dzuhur ke Rawatib Ashar
4. Kesalahan dalam niat dari Sholat Idul Fitri ke Idul Adlha dan sebaliknya.
5. Kesalahan dalam niat dari Sholat dua rakaat Sunnah Ihram ke dua rakaat
sunnah Thawaf dan sebaliknya.
6. Kesalahan dalam niat dari puasa Arafah ke puasa Asyura dan sebaliknya.
َ ص ْياًل ِإ َذا َعيَّنَهُ َوَأ ْخطََأ
)3(. ض َّر ِ شتَ َرطُ تَ ْعيِ ْينُهُ تَ ْف
ْ ُض لَهُ ُج ْملَةً َواَل ي
ُ ب التَّ َع ُّر
ُ َو َما يَ ِج
(Amalan yang tidak diharuskan Ta’arrudh secara Global dan tidak
disyaratkan Ta’yin secara rinci; apabila seseorang melakukan Ta’yin, lalu
salah, maka dapat membatalkan amalan tersebut.)
Contoh Kaidah :
Misalnya, niat mensholati mayyitnya Bakar, ternyata yang disholatinya adalah
mayyit Khalid, atau niat sholat untuk mayyit laki-laki tapi ternyata mayyitnya
perempuan, atau sebaliknya, maka semua itu tidak sah. Karena dalam sholat
Janazah itu tidak wajib ta‟yin (menyatakan) siapa mayyit yang disholatinya,
hanya cukup berniat sholat terhadap mayyit saja.
َّ ص اللَّ ْفظَ ا ْل َعا َّم َوالَ تُ َع ِّم ُم ا ْل َخ
اص ِّ )النِّيَّةُ فِي ا ْليَ ِم ْي ِن تُ َخ4(.
ُ ص
Kaidah ini menjelaskan bahwa niat memiliki pengaruh dan peran dalam
sumpah. Apabila seseorang bersumpah dengan lafadz yang umum dan ia
meniatkannya dengan sesuatu yang khusus, maka niatnya itu menjadkan
lafazh yang umum tersebut bermakna khusus, dan sumpah yang diucapkan
dihukumi sesuai apa yang ia niatkan. Demikian pula sebaliknya, apabila ia
mengucapkan lafadz khusus dan ia meniatkan sesuatu yang bersifat umum
maka niat itu menjadikan lafadz khusus tersebut bermakna umum, dan yang
danggap dan diterapkan adalah apa yang ia niatkan itu.
Contoh :