Anda di halaman 1dari 12

Tugas Mata Kuliah Qowaid Alfiqhiyah

(- Kaidah Asasiyah -)

Dosen Pembimbing :
MUFID ARSYAD, M.H.I
Disusun Oleh :
 Arifin (201130076)
 Nita Fauziah (201130039)

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU


(IAIM NU) METRO – LAMPUNG
Kaidah Ke -1

ِ ‫َأ ُأْل ُم ْو ُر بِ َم َق‬.


‫اص ِد َها‬
(Perbuatan-Perbuatan itu Tergantung pada Niatnya)
Maksud dari kaidah tersebut yaitu niat atau motif yang terkandung didalam
seseorang saat melakukan perbuatan, menjadi kriteria yang dapat
menentukan nilai dan status hukum amal perbuatan yang telah dilakukan,
baik berhubungan dengan peribadatan ataupun adat-kebiasaan.
Contoh Kaidah :
1. Dalam wudhu terdapat kewajiban niat. Demikian juga dalam mandi besar,
shalat dan puasa.
2. Seseorang melakukan perbuatan yang sebenarnya mubah, akan tetapi dia
berkeyakinan bahwa perbuatan tersebut tidak halal baginya. Misalnya:
seseorang berhubungan intim dengan wanita yang diyakini sebagai wanita
lain, lalu dia berzina dengan wanita tersebut. Ternyata, wanita itu istrinya
sendiri, maka perbuatan tersebut hukumnya haram.

3. Orang yang memeras anggur (hukumnya tergantung pada niatnya), apakah


niat membuat cuka (halal) ataukah khamr (haram).
ِ ‫ُأْل ُم ْو ُر بِ َم َق‬
6 Lingkup yang termasuk dalam kaidah   .َ ‫اص ِد َها‬

ُ َ‫ ِإ َذا َعيَّنَهُ َوَأ ْخطََأ لَ ْم ي‬،‫صي ًْال‬


. ‫ض َّر‬ ُ ُّ‫َما الَ يُ ْشتَ َرطُ اَ لتَّ َع ر‬
ِ ‫ض لَ هُ ُج ْملَ ًة َو َال تَ ْف‬
)1 (
 (Amalan yang Tidak Disyaratkan Ta’arrudh secara Global maupun Ta’yin
secara Rinci; Apabila Seseorang Ta’yin, lalu Salah, Maka Tidak Membatalkan
Amalan Tersebut.)
Contoh Kaidah, misalnya :
1. Salah dalam ta’yin tempat shalat. Misalnya: seseorang niat shalat zhuhur di
Mesir, padahal dia berada di Makkah, maka shalatnya tidak batal, karena
niatnya dinilai cukup. Sedangkan ta’yin tempat shalat tidak memiliki
keterkaitan dengan niat shalat, baik secara global maupun rinci.
2. Salah dalam ta’yin tempat shalat. Misalnya: seseorang niat shalat zhuhur di
Mesir, padahal dia berada di Makkah, maka shalatnya tidak batal, karena
niatnya dinilai cukup. Sedangkan ta’yin tempat shalat tidak memiliki
keterkaitan dengan niat shalat, baik secara global maupun rinci.

3. Salah dalam ta’yin waktu shalat. Misalnya: seseorang niat shalat ashar
pada hari kamis, padahal saat itu hari jum’at, maka shalatnya tidak batal.
)2(. ‫ فَا ْل َخطَُأ فِ ْي ِه ُم ْب ِط ٌل‬،‫شتَ َرطُ فِ ْي ِه التَّ ْعيِ ْي ُن‬
ْ ُ‫َما ي‬
(Amalan yang Disyaratkan Ta’yin di dalamnya, Maka Kesalahan Ta’yin Dapat
Membatalkan Amalan Tersebut).
Contoh Kaidah, misalnya :
1. Kesalahan dalam melakukan sholat dzuhur ke ashar dan sebaliknya, maka ketika
ia melakukan sholat dzuhur dan berniat sholat ashar maka hukumnya tidak sah.
2. Kesalahan dalam niat dari Kafarat Dzihar ke Kafarat Membunuh.
3. Kesalahan dalam niat dari Sholat Sunnah Rawatib Dzuhur ke Rawatib Ashar
4. Kesalahan dalam niat dari Sholat Idul Fitri ke Idul Adlha dan sebaliknya.
5. Kesalahan dalam niat dari Sholat dua rakaat Sunnah Ihram ke dua rakaat
sunnah Thawaf dan sebaliknya.
6. Kesalahan dalam niat dari puasa Arafah ke puasa Asyura dan sebaliknya.
َ ‫ص ْياًل ِإ َذا َعيَّنَهُ َوَأ ْخطََأ‬
)3(. ‫ض َّر‬ ِ ‫شتَ َرطُ تَ ْعيِ ْينُهُ تَ ْف‬
ْ ُ‫ض لَهُ ُج ْملَةً َواَل ي‬
ُ ‫ب التَّ َع ُّر‬
ُ ‫َو َما يَ ِج‬
(Amalan yang tidak diharuskan Ta’arrudh secara Global dan tidak
disyaratkan Ta’yin secara rinci; apabila seseorang melakukan Ta’yin, lalu
salah, maka dapat membatalkan amalan tersebut.)
Contoh Kaidah :
Misalnya, niat mensholati mayyitnya Bakar, ternyata yang disholatinya adalah
mayyit Khalid, atau niat sholat untuk mayyit laki-laki tapi ternyata mayyitnya
perempuan, atau sebaliknya, maka semua itu tidak sah. Karena dalam sholat
Janazah itu tidak wajib ta‟yin (menyatakan) siapa mayyit yang disholatinya,
hanya cukup berniat sholat terhadap mayyit saja.
َّ ‫ص اللَّ ْفظَ ا ْل َعا َّم َوالَ تُ َع ِّم ُم ا ْل َخ‬
‫اص‬ ِّ ‫)النِّيَّةُ فِي ا ْليَ ِم ْي ِن تُ َخ‬4(.
ُ ‫ص‬
 Kaidah ini menjelaskan bahwa niat memiliki pengaruh dan peran dalam
sumpah. Apabila seseorang bersumpah dengan lafadz yang umum dan ia
meniatkannya dengan sesuatu yang khusus, maka niatnya itu menjadkan
lafazh yang umum tersebut bermakna khusus, dan sumpah yang diucapkan
dihukumi sesuai apa yang ia niatkan. Demikian pula sebaliknya, apabila ia
mengucapkan lafadz khusus dan ia meniatkan sesuatu yang bersifat umum
maka niat itu menjadikan lafadz khusus tersebut bermakna umum, dan yang
danggap dan diterapkan adalah apa yang ia niatkan itu.
 Contoh :

Apabila seseorang mengucapkan sumpah untuk tidak mengajak bicara seorang


pun. Ketika bersumpah, niatnya adalah tidak mau berbicara dengan Zaid saja.
Jika kemudian ia mengajak bicara kepada seseorang selain Zaid maka ia tidak
dianggap melanggar sumpahnya. Dalam hal ini, meskipun sumpahnya bersifat
umum namun telah dikhususkan dengan niatnya
ِ ‫عل َى ِنيَّ ِة اللَّا ِف ِظ ِإلَّا ِفي َم ْو ِض ِع ال َْو‬
‫اح ِد َو ُه َو ال ْيَ ِميْ ِن ِعن ْ َد‬ َ ‫اص ُد اللَّفْ ِظ‬
ِ َ‫) َمق‬5(.
‫اضي‬ ِ َ‫عل َى ِنيَّ ِة الْق‬
َ ‫اضي َفِإن َّ َها‬ ِ َ‫الْق‬
Maksud dari lafadz tersebut adalah menurut orang yang mengucapkannya,
kecuali dalam satu tempat yakni dalam sumpah dihadapan qadhi (pengadilan).
Dalam keadaan demikian, maka maksud lafadz adalah menurut niat qadhi
 Contoh Kaidah :

1. Seorang suami mentalak istrinya berturut-turut samapi tiga kali tanpa


memekai kalimat penghubung antara talak yang satu dengan lainnya, maka
jika masing-masing kalimat itu siniatkan sebagai awal kalimat (isti’naf)
jatuh tiga kali. Akan tetapi kalau dimaksudkan hanya penguat saja, maka
hanya jatuh talak satu.
2. Orang yang makan, kalau dia berniat dengan makannya untuk bisa
menjalankan ibadah kepada Alloh, maka makannya berubah menjadi
ibadah yang berpahala, namun kalau tidak berniat sama sekali dan cuma
karena sudah kebiasaannya dia makan, maka dia tidak mendapatkan apa-
apa. Begitu juga amal perbuatan lain yang asalnya mubah.
ِ َ‫اص ِد َوال َْم َعا ِني ل َا لِلَْألْف‬
‫اظ‬ ِ َ‫)ال ِْع ْب ِر ُة ِفي ال ُْعقُ ْو ِد لِل َْمق‬6(.
 (yang dianggap (dipegang) dalam akad adalah
‫ي‬ ِ
‫ن‬ ‫ا‬‫ب‬َ ‫ْم‬
َ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫و‬
َ maksud-maksud dan
maknanya, bukan lafazh-lafadz dan bentuk lafadznya).
 Contoh kaidah :
 
Jika ada dua orang yang mengadakan suatu akad dengan lafadz memberi suatu
benda dengan syarat adanya pembayaran harga barang, maka akad itu
dipandang sebagai akad jual beli, bukan akad pemberian sebagaimana yang
dikehendaki oleh lafadz.

Anda mungkin juga menyukai