HUKUM BISNIS
BAB III
HUKUM PERIKATAN
PERIKATAN PADA UMUMNYA
Hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata. KUH
Perdata terdiri dari IV Buku, Buku I mengenai Perorangan
(Persoonrecht), Buku II mengenai Kebendaan (Zakenrecht), Buku III
mengenai Hukum Perikatan (Verbintenissenrecht), sedangkan Buku
ke IV mengatur mengenai Pembuktian dan Daluarsa (Bewijs en
Verjaring).
BW (KUH Perdata) sebagai UU yang mulai berlaku atau
diumumkan secara resmi pada tanggal 30 April 1847 (Stb. No. 23
Tahun 1847). Dari tahun pengundangannya jelas dapat kita ketahui
bahwa BW yang ada dalam Buku III mengatur Hukum Perikatan
adalah produk kolonial Belanda.
Pengertian Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
“verbintenis”. Berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai
bermacam-macam istilah untuk menerjemahkan Verbintenis dan
Overeenkomst, yaitu:
1. Kitab UU Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan
istilah Perikatan untuk Verbintenis dan Persetujuan untuk
Overeenkomst.
2. Utrecht, dalam bukunya pengantar dalam Hukum Indonesia memakai
istilah Perutangan untuk Verbintenis dan Perjanjian untuk
Overeenkomst.
3. Achmad Ihsan, dalam bukunya Hukum Perdata I B menterjemahkan
Verbintenis dengan Perikatan dan Overeenkomst dengan Persetujuan.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata bahwa untuk Verbintenis
dikenal tiga istilah di Indonesia, yaitu Perikatan, Perutangan, dan
Perjanjian. Sedangkan untuk Overeenkomst dipakai dua istilah yaitu
Perjanjian dan Persejutuan.
Verbintenis berasal dari kata kerja Verbinden yang artinya
mengikat. Overeenkomst berasal dari kata kerja Overeenkomen yang
artinya setuju atau sepakat.
Contoh: perjanjian jual beli, Penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang dan
menjamin kenikmatan yang aman tentram serta cacat tersembunyi, sedangkan si
pembeli berkewajiban untuk membayar harga pembelian. Sebaliknya si penjual
berhak atas harga pembelian dan pembeli berhak untuk menerima barang yang
menjadi obyek perjanjian dan menikmati dengan aman tentram. Pihak yang merasa
dirugikan karena tidak dipenuhinya prestasi oleh pihak lain berdasarkan atas
hubungan hukum ini dapat menuntutnya di muka hakim.
Jadi dapat dilihat bahwa dalam satu Perikatan terdapat hak di satu pihak dan kewajiban di
pihak lain, dan perjanjian melahirkan (atau menjadi sumber) perikatan, bahkan suatu
perjanjian bisa melahirkan banyak perikatan.
Unsur-unsur perikatan :
1. Hubungan hukum.
Hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Hubungan yang berada di luar hubungan
hukum bukan merupakan akibat dari hukum.
2. Harta kekayaan.
Suatu hubungan dianggap dapat dinilai dengan uang, jika kerugian yang diderita
seseorang dapat dinilai dengan uang. Namun tidak semerta-merta hanya dinilai dengan uang
saja, perikatan juga dapat terjadi akibat perbuatan seseorang yang berupa cacat badaniah.
Hak Absolut: suatu hak yang dinyatakan berlaku untuk setiap orang. Pitlo
menganggap hak absolut merupakan sinonim dari hak kebendaan.
Terdapat juga beberapa sarjana yang menyatakan bahwa hak kebendaan
merupakan bagian dari hak absolut.
Hak perorangan atau relatif tidak dapat dipisahkan secara tegas daripada
hak mutlak. Sebagai contoh, dengan terjadinya jual beli timbul hak
perorangan atas penyerahan barang tersebut dan dengan diserahkannya
barang timbullah hak milik sebagai hak kebendaan. Hak kebendaan
bersifat “droit de suit” sedangkan hak perorangan tidak.
SUMBER PERIKATAN
Pasal 1233 KUH Perdata
“tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena UU”
Perikatan
1233 KUH Perdata
Debitur Kreditur
schuld haftung
d. Perikatan fakultatif.
Perikatan fakultatif adalah perikatan yang hanya mempunyai satu objek prestasi,
dimana debitur mempunyai hak untuk mengganti dengan prestasi yang lain, bilamana
debitur tidak mungkin memenuhi prestasi yang telah ditentukan semula. Misalnya
debitur diwajibkan menyerahkan sebuah rumah, akan tetapi bila penyerahan “tidak
mungkin” dilakukan, prestasi itu dapat diganti dengan sejumlah uang. Dengan
penyerahan uang sebagai pengganti, berarti debitur telah melaksanakan prestasi yang
sempurna. Contoh lainnya adalah hutang sebesar Rp1.000.000,- diganti atau dibayar
dengan sebuah radio.
e. Perikatan generik dan spesifik.
Perikatan generik adalah perikatan dimana objeknya hanya
ditentukan “jenis” dan “jumlah” barang yang harus diserahkan
debitur kepada kreditur. Pada perjanjian generik, dalam
memenuhi kewajibannya, debitur tidak berkewajiban untuk
menyerahkan jenis yang “terbaik”, walaupun demikian
debiturpun tidak boleh menyerahkan jenis yang “terburuk”.
2. Tempat Pembayaran
Jika dalam perjanjian tidak ditetapkan tempat pembayaran, maka
pemenuhan prestasi mengenai barang tertentu harus dilaksanakan di
tempat, dimana barang tersebut berada sewaktu perjanjian di buat.
Pembayaran mengenai barang-barang generik harus dilakukan di
tempat kreditur.
f. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.
Perikatan yang dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya dapat
dibagi, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu. Suatu
perikatan dikatakan dapat dibagi-bagi (deelbaar) kalau prestasinya dapat
dipecah-pecah sedemikian rupa, sehingga masing-masing bagian berdiri
sendiri, tetapi tetap sebagai satu keseluruhannya. Contohnya adalah
perikatan untuk menyerahkan 10 komputer, pengirimannya (kewajiban
prestasinya) dapat dilakukan berurutan, setiap pengiriman dua buah.
Sedangkan perikatan yang tidak dapat dibagi adalah perikatan yang
apabila prestasinya dibagi akan mengubah sifat hakikat prestasi itu.
Contohnya adalah orang wajib menyerahkan seekor burung murai (hidup),
tidak dapat pertama-tama mengirim kepalanya, kemudian dilanjutkan
dengan mengirim sayap dan kakinya.
Perikatan berdasarkan Subyeknya
a. Perikatan tanggung menanggung (tanggung renteng).
Perikatan tanggung menanggung adalah perikatan dimana debitur dan/atau kreditur
terdiri dari beberapa orang. Jika debiturnya yang terdiri dari beberapa orang dan hal ini
yang paling lazim, maka tiap-tiap debitur dapat dituntut untuk memenuhi seluruh
prestasi, dan dengan dipenuhinya seluruh prestasi oleh salah seorang debitur kepada
kreditur, perikatan menjadi hapus. Tetapi perikatan semacam belakangan ini sedikit sekali
terdapat dalam praktek.
Apabila krediturnya terdiri dari dua orang atau lebih, maka setiap kreditur tersebut
masing-masing berhak menagih “seluruh” prestasi terhadap debitur, dan dengan
pemenuhan prestasi tadi kepada salah satu kreditur membebaskan debitur terhadap
pelaksanaan perjanjian terhadap kreditur selebihnya. Keadaan ini disebut dengan
perjanjian tanggung menanggung yang sebagaimana diatur dalam pasal 1278 KUH
Perdata. Perikatan tanggung menanggung terjadi apabila pihak kreditor terdiri dari
beberapa orang. Hak pilih dalam hal ini terletak pada debitor
Pada perjanjian tanggung menanggung pasif sebagaimana diatur dalam
pasal 1280 KUH Perdata, debiturnya terdiri dari dua orang atau lebih
berhadapan dengan kreditur, dimana masing-masing debitur dapat dituntut/
ditagih melaksanakan “seluruh” prestasi. Jika salah seorang debitur telah
memenuhi seluruh prestasi perjanjian, berarti membebaskan debitur-debitur
selebihnya atas kewajiban pelaksanaan perjanjian.
Menurut ketentuan pasal 1282 KUH Perdata, perjanjian tanggung
menanggung (tanggung renteng) dapat terjadi karena:
a) Kehendak para pihak.
Perjanjian tanggung menanggung yang terjadi karena pernyataan
kehendak para pihak dapat dituangkan baik dalam persetujuan
(overseenkomst) maupun dalam suatu testamen, dan hal ini baru dianggap
ada pada pihak debitur jika hal itu secara “tegas” dinyatakan. Tidak boleh
hanya anggapan saja.
b) Ketentuan undang-undang.
Pada umumnya perjanjian tanggung menanggung yang terjadi karena undang-
undang bersifat perjanjian tanggung menanggung pasif, yaitu “debitur” masing-
masing bertanggung jawab “seluruhnya” atas pemenuhan prestasi/ hutang.
c) Kekuatan kebiasaan.
Pada pasal 1339 KUH Perdata menyebutkan bahwa : “persetujuan tidak hanya
mengikat sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam perjanjian secara tegas,
tetapi juga segala apa yang19 diharuskan menurut sifat persetujuan, menurut
kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang.
Contoh perikatan tanggung menanggung adalah misal B, C, D bersama-sama
secara tanggung menanggung meminjam uang kepada A sebesar Rp 3.000.000,-,
masing-masing mereka mendapat Rp 1.000.000,-. Walaupun B, C, dan D masing-masing
mendapat Rp 1.000.000,- tidak berarti bahwa B, C dan D masing-masing hanya
bertanggung jawab sebesar Rp 1.000.000,- tetapi juga mereka masing-masing
bertanggung jawab untuk keseluruhannya sebesar Rp 3.000.000,-. Contoh lain yaitu
jika dua A dan B secara tangggung-menanggung berhutang Rp. 100.000, kepada C
maka A dan B masing-masing dapat dituntut membayar Rp. 100.000
b. Perikatan pokok dan tambahan.
Perikatan pokok adalah perikatan antara debitur dan kreditur yang berdiri
sendiri tanpa bergantung kepada adanya perikatan yang lain, misalnya
perjanjian pinjam meminjam uang. Adapun yang dimaksud dengan perikatan
tambahan adalah perikatan antara debitur dan kreditur yang diadakan sebagai
perikatan tambahan daripada perikatan pokok, atau perikatan yang ada dan
berakhirnya tergantung pada perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokok
hapus, maka hapuslah perjanjian tambahannya.
Contohnya adalah perjanjian jaminan yang melahirkan Hak Tanggungan
dibuat oleh para pihak dengan tujuan untuk melengkapi perjanjian pokok yang
umumnya merupakan perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit.
Sehingga dapat ditarik suatu pemahaman, bahwasannya hubungan hukum
antara para pihak itu dijalin oleh 2 (dua) jenis perjanjian, yakni perjanjian kredit
selaku perjanjian pokok dan perjanjian jaminan sebagai perjanjian tambahan
(accessoir).
Perikatan berdasarkan mulai dan berakhirnya perikatan
a. Perikatan bersyarat.
Syarat merupakan bagian khusus yang dapat dikatakan sebagai bagian
accidentalia dari perjanjiannya sendiri. Sebenarnya bukan perbuatan
hukumnya yang bersyarat tetapi akibat hukumnya. Perbuatan hukumnya
sendiri tidak bersyarat, tetapi dengan adanya syarat yang dijanjikan
berakibat ditundanya akibat hukum setelah dipenuhi syarat tersebut.