Sumber hukum acara perdata adalah tempat dimana dapat ditemukannya
ketentuan-ketentuan hukum acara perdata di Indonesia. Pengaturan hukum acara perdata di Indonesia: • HIR (Het Herzine Indonesich Reglemen) atau Reglemen Indonesia Baru, Staatblad 1848. • RBg (Reglemen Buitengwesten) Staatblad 1927 No 277 • Rv (Reglemen Hukum Acara Perdata Untuk golongan Eropa) Staatblad No 52 Jo Staatblad 1849 No.63. namun sekarang ini Rv tidak lagi digunakan karena berisi ketentuan hukum acara perdata khusus bagi golongan Eropa dan bagi mereka yang dipersamakan dengan mereka dimuka (Raad van Justitie dan Residentiegerecht. Tetapi Raad Van Justitie telah dihapus, sehingga Rv tidak berlaku lagi. Akan tetapi dalam praktek peradilan saat ini eksistensi ketentuan dalam Rv oleh Judex Facti (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi) serta mahkamah agung RI tetap dipergunakan dan dipertahankan. Misal : Ketentuan tentang Uang paksa (dwangsom) dan intervensi gugatan perdata. • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. • Undang-Undang a. UU No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. b. UU No.5 Tahun 2004 ) Tentang Mahkamah Agung, yang mengatur tentang hukum acara kasasi jo UU No. 48 Tahun 2009 (kewenangan MA) c. UU No.8 Tahun 2004 dan UU No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum. d. UU No.3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama. e. UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya. f. UU No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. • Hukum adat atau kebiasaan • Yurisprudensi • Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) • Instruksi dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) • Doktrin Asas-asas Hukum Acara Perdata • Asas Negara Hukum Indonesia: asas terpenting dari Undang-Undang Dasar 1945 serta menjadi salah satu asas penting pula dari Hukum Tata Negara dan Peradilan • Hakim bersifat menunggu: inisiatif mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan (Pasal 118 HIR/142 RBg ). • Hakim bersifat Pasif: ruang lingkup atau luas sempitnya pokok perkara ditentukan para pihak perkara bukan oleh hakim. • Persidangan terbuka untuk umum. Ketentuan dalam pasal 13 ayat (1) UU 48/2009 setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan perkara, walaupun ada beberapa perkara yang dilakukan pemeriksaannya secara tertutup. Contoh dalam perkara perceraian. • Mendengar kedua belah pihak. Tercermin dalam pasal 4 ayat (1) UU Nomor 48 tahun 2009, Pasal 145 dan 157 RBg, Pasa; 121 dan 132 HIR. Pengadilan harus memperlakukan kedua belah pihak sama, memberi kesempatan yang sama kepada para pihak, untuk memberi pendapatnya dan tidak memihak. • Putusan harus disertai dengan alasan-alasan (motievering Plicht ) • Berperkara dikenai biaya. Biaya perkara ini dipakai untuk biaya kepaniteraan, biaya panggilan, biaya pemberitahuan, biaya materai, dan lain-lain. • Tidak ada keharusan untuk mewakilkan dalam beracara. • Beracara tidak harus diwakilkan bisa langsung ke pihak yang berperkara beracara di pengadilan atau dapat diwakilkan. • Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME “. UU nomor 48 tahun 2009 dalam pasal 2 ayat (4) dan pasal 4 ayat (2) mensyaratkan adanya asas penting dalam hukum acara perdata yaitu sederhana, cepat, dan biaya ringan. • Asas objektivitas Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan-bedakan orang (pasal 4 ayat 1 UU 49/2009) • Asas Persidangan berbentuk Majelis pasal 11 ayat 1 Pengadilan memeriksa dengan susunan majelis sekurang-kurangnya 3 org hakim, kecuali UU menentukan lain. • Pemeriksaan dalam Dua Tingkat. Tingkat pertama Original Yurisdiction Tingkat Banding Apellate Jurisdiction Judex Fakctie. Mahkamah Agung judex Iuris. Susunan Badan Peradilan di Indonesia Mahkamah Agung RI
Peradilan Tata Usaha
Peradilan Umum Peradilan Agama Peradilan Militer Negara