Anda di halaman 1dari 12

KISI2 UTS 2018

JAWABLAH PERTANYAAN DI BAWAH INI DENGAN TEPAT!


1. Jelaskan mengenai Tritunggal Maha Kudus!
2. Apa yang dimaksud dengan suara hati manusia!
3. Sebutkan dan jelaskan mengenai 3 (tiga) pilar Gereja Katolik!
4. Bagaimana hari minggu dipahami!
5. Apa saja yang dilarang dalam perintah kelima!
6. Apa pandangan Yesus mengenai perceraian!
7. Aborsi dilarang keras oleh Gereja. Bilamana hal itu bisa dimaklumi oleh Gereja!
8. Apa pandangan negara dan Gereja perihal praktek Euthanasia!
9. Mengapa pengalaman religius dibedakan dari iman!
10. Bagaimana pandangan Gereja di Indonesia mengenai KBA (Keluarga Berencana
Alamiah)?
1. JELASKAN MENGENAI
TRITUNGGAL MAHA KUDUS!
“Allah itu Esa, dan Esa pula pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Yesus
Kristus” (1 Tim 2: 5). Berbicara tentang Tritunggal atau Trinitas maka Allah orang Katolik
itu bukan tiga, melainkan satu; bukan polytheis melainkan monotheis. Allah Tritunggal
dimengerti sebagai 1 kodrat, 1 hakekat ilahi Allah, dalam 3 pribadi. Kata pribadi yang
dimaksudkan sedari awal bukan person (Inggris) tetapi prosopon (Yunani). Kata prosopon
berarti “topeng” dalam dunia seni peran. Allah itu satu, tetapi perannya dalam Sejarah
Keselamatan Allah berbeda – beda. Allah Bapa menciptakan alam semesta, alfa dan omega
(awal dan akhir) kehidupan, dan berkuasa atas segala sesuatu yang ada di atas bumi maupun
di bawah bumi (seluruh dunia dan alam semesta). Allah Putera merupakan manifestasi janji
keselamatan Allah. Yesus dalam Mat 1: 21 berarti Allah menyelamatkan umatNya dari dosa
mereka. Allah Roh Kudus merupakan Parakleitos, Roh Penolong yang lain (Yoh 14: 16).
Roh inilah yang membantu orang untuk percaya kepada Tuhan dalam nama Yesus,
senantiasa hidup murni di hadapan Allah, dan menjadi bertumbuh dalam iman, pengharapan,
dan kasih.
2. APA YANG DIMAKSUD DENGAN SUARA
HATI MANUSIA!

Suara hati ialah kemampuan manusia untuk menyadari tugas moral dan untuk
mengambil keputusan moral. Kesadaran moral tidak berarti bahwa manusia dibekali
dengan aturan jelas mengenai setiap tugas kewajiban. Namun ia menyadari, bahwa
dialah yang mesti mengambil keputusan dan bertindak. Suara hati juga bukan
perintah langsung dari Tuhan, yang memberitahukan apa yang harus dibuat sekarang
ini. Manusia harus mencari jalannya sendiri, mempertimbangkan banyak
kepentingan, dan mengambil sendiri keputusan yang adil mengenai tindakannya.
Dalam konteks hidup beriman, suara hati berarti perwujudan iman. Iman menjadi
hidup dalam keputusan mengenai tugas dan kewajiban sehari – hari di hadapan Allah.
“Hai saudara – saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah
kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih
hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir.....” (Fil 2: 12).
3. SEBUTKAN DAN JELASKAN MENGENAI 3 (TIGA)
PILAR GEREJA KATOLIK!

Kitab Suci adalah kesaksian tentang pewahyuan diri Allah dan kehendak kudusNya terhadap manusia yang
ingin menyapa manusia sebagai sahabat - sahabatNya. Kitab Suci ditulis oleh Pengarang Suci yang mendapat
ilham dari Roh Kudus. Mereka menuliskan pengalaman iman dan rohaninya ke dalam tulisan – tulisan suci.
Tradisi adalah Sabda Allah sejauh diterima dan dihayati Gereja dalam hidupnya, ajarannya dan ibadahnya.
D.k.l Tradisi adalah iman Gereja terhadap wahyu Allah/Sabda Allah. Tradisi (T besar) harus dibedakan dari
tradisi (t kecil): tradisi – tradisi. Tradisi berasal dari para rasul dan merupakan pewahyuan Tuhan. Sedangkan
tradisi – tradisi merupakan kebiasaan – kebiasaan Gereja yang manusiawi, dan karenanya tidaklah hakiki,
artinya bisa diganti dengan kebiasaan lain sesuai dengan tuntutan jaman dan kebudayaan. Penggunaan organ
dalam ibadat, lonceng dsb adalah tradisi Gereja yang manusiawi sehingga boleh dihapuskan atau diganti hal
lain. tetapi penggunaan roti dan anggur sebagai bahan untuk Misa adalah bagian dari Tradisi yang tidak bisa
diubah.  
Magisterium adalah kuasa mengajar Pimpinan Gereja. Gereja Katolik percaya bahwa kuasa menafsir Alkitab
secara resmi dan benar ada di tangan Magisterium. Sabda Allah perlu diteruskan dengan setia kepada umat
manusia di segala tempat dan di segala jaman. Maka diperlukan Gereja Kristus untuk menjaga harta iman itu.
Pimpinan Gereja itulah yang mendapat bimbingan khusus dari Roh Kudus untuk memelihara dan menafsir
Sabda Allah secara benar.
4. BAGAIMANA HARI MINGGU
DIPAHAMI!
Pemahaman tentang hari Minggu. Jika Sabat adalah “hari istirahat”, hari Minggu (dari bahasa
Portugis, Dominggo, yang berarti “Tuhan”). Keduanya tidak tepat sama. Orang Kristen mengambil alih
pekan tujuh hari dari orang Yahudi, tetapi mereka tidak mengambil alih hari Sabat, khususnya karena
hari Sabat telah menjadi tanda keagamaan Yahudi. Orang Kristen berkumpul pada hari pertama setiap
pekan untuk merayakan Kebangkitan Kristus, yang dengan kebangkitanNya telah diangkat menjadi
“Tuhan dan Kristus” (Kis 2: 36). Oleh karena itu, hari pertama itu dirayakan sebagai Hari Tuhan, dan
hari Tuhan itu pertama – tama hari ibadat. Tujuan hari Minggu ialah berkumpul untuk berdoa bersama
dan saling meneguhkan dalam iman.
Hari Minggu tidak dimaksudkan untuk menggantikan hari Sabat. Semula sebagian orang Kristen
masih tetap merayakan hari Sabat juga (di samping hari Minggu), sedangkan kelompok yang lain
membatasi diri pada hari Minggu. Mungkin pada mulanya hari Tuhan dirayakan pada Sabtu sore, ketika
hari Sabat sudah berakhir. Kemudian dirayakan pada hari berikut, yakni hari pertama dalam minggu.
Pada awal mulanya orang juga tidak dilarang bekerja pada hari Minggu. Larangan itu baru berkembang
kemudian, guna menunjang suasana kebaktian. Selanjutnya hukum Sabat mulai diterapkan pada hari
Minggu, dan sejak Kaisar Konstantin (awal abad ke – 4) hari Minggu menjadi hari istirahat umum di
dalam masyarakat.
Sejak zaman Gereja kuno, pokok ibadat hari Minggu ialah perayaan Ekaristi. Di samping ibadat,
dahulu juga ada amal bakti: pembagian sedekah kepada orang miskin, serta istirahat (sungguh pun tidak
menurut adat Yahudi).
5. APA SAJA YANG DILARANG DALAM
PERINTAH KELIMA!
Pembunuhan langung dan disengaja dan kerja sama untuk melakukannnya.
Aborsi langsung yang dikehendaki, baik sebagai tujuan maupun sarana, termasuk juga
kerja sama untuk melakukannya. Terkait dengan dosa ini ialah hukuman ekskomunikasi
(pengucilan) karena sejak saat dikandung manusia wajib dihormati secara mutlak dan
dilindungi keutuhannya.
Euthanasia langsung yang meliputi pengakhiran hidup orang yang cacat, sakit, atau
mereka yang dekat dengan kematian lewat suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan
yang diperlukan.
Bunuh diri dan kerja sama yang sadar dan disengaja, sejauh merupakan pelanggaran
berat melawan cinta kasih terhadap Allah, cinta kasih terhadap diri sendiri dan sesama.
Tanggungjawab seseorang bisa menjadi lebih berat karena skandal yang diakibatkannya,
atau berkurang jika orang tersebut terganggu secara psikologis atau mengalami ketakutan
yang hebat.
6. APA PANDANGAN YESUS MENGENAI PERCERAIAN!

Pandangan Yesus mengenai perceraian. Ketika ditanyai oleh seorang Farisi, “Apakah suami boleh menceraikan
istrinya?” Yesus menjawab, “Yang menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia berzinah terhadap istrinya”
(Mrk 10: 2.11). Yang dipersoalkan oleh orang Farisi sebetulnya bukan perceraian sendiri, sebab mereka sudah yakin bahwa
“Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai” (ay.4). Yang amat dipersoalkan di kalangan para
rabi ialah alasan untuk cerai, apakah suami boleh menceraikan istrinya dengan alasan apa saja (lih Mat 19: 3).
“Izin Musa” dalam Kitab Suci berbunyi: “Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan telah menjadi
suaminya, tetapi lalu ia tidak suka dengan perempuan itu, karena mendapat sesuatu yang tidak baik padanya, lalu ia (harus)
menulis surat cerai dan menyerahkannya kepada perempuan itu serta menyuruhnya pergi dari rumahnya” (Ul 24: 1). Kata
“tidak baik” dimengerti berbeda – beda. Mazhab Syammai: sesuatu yang tidak senonoh (melanggar kesopanan khususnya
dalam pergaulan). Pengikut Rabi Hilel berpendapat bahwa perceraian itu halal dengan alasan apa pun, biarpun karena
masakan wanita tidak enak atau karena rupanya sudah tidak cantik lagi atau karena sang suami tertarik kepada wanita lain.
Yesus tidak mempermasalahkan alasan untuk cerai. Yesus mempermasalahkan perceraian itu sendiri: “Karena ketegaran
hatimu, Musa memerintahkan supaya memberikan surat cerai, jika orang menceraikan istrinya” (lih Mat 19: 9). Jadi,
sebenarnya Yesus menganjurkan: Jangan bercerai! (Mat 5: 34) dan jangan bermusuhan (Mat 5: 22). Yesus juga berbicara
mengenai zinah di dalam hati (Mat 5: 28). Moral Yesus yang radikal berbicara mengenai hati. Ia tidak mau berbicara
mengenai seks, bahkan tidak mengenai peraturan perkawinan. Yesus berbicara mengani panggilan Allah dan panggilan
Allah itu mengenai hati manusia, laki – laki dan perempuan. Maka kalau berbicara mengenai perkawinan, Yesus berbicara
mengenai rencana Allah semula dan mengenai kesetiaan-Nya.
Bagi Yesus, zinah menyangkut kemurnian hati, ketulusan hidup. Sebab “dari hati orang timbul segala pikiran jahat,
pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu, dan hujat” (Mat 15: 19).
7. ABORSI DILARANG KERAS OLEH GEREJA. BILAMANA HAL ITU
BISA DIMAKLUMI OLEH GEREJA!

Aborsi dilarang keras, bilamana dimaklumi. Kongregasi ajaran iman (1974) menyatakan: “Dengan
pembuahan sel telur sudah dimulai hidup yang bukan lagi bagian dari hidup ayah atau ibunya,
melainkan adalah hidup manusia baru, dengan pertumbuhannya sendiri.” Singkatnya, sejak terjadi
pembuahan telah hidup seorang manusia baru seutuhnya. Secara prinsip, moral Katolik memegang
teguh keyakinan, bahwa begitu hidup pribadi manusia dimulai, pembunuhan sebelum kelahiran
dinilai sama seperti pembunuhan setelah kelahiran. Larangan aborsi sangat fundamental, namun ada
kekecualian. Hidup manusia dapat dikurbankan demi nilai yang lebih tinggi dan yang lebih
mendesak (baca hukuman mati). Maka teolog – teolog moral Katolik berpendapat bahwa kalau ada
sorang ibu yang tidak mungkin diselamatkan, bila kehamilan berlangsung terus dan kalau anak dalam
kandungan oleh karena penyakit sang ibu juga tidak mampu hidup sendiri di luar kandungan, dalam
konflik itu hidup ibu yang mesti berlangsung harus terus diselamatkan biarpun oleh karenanya hidup
anak tidak mungkin diselamatkan. Pokoknya, hidup harus dipelihara! Kalau tidak mungkin hidup ibu
dan anak, sekurang – kurangnya satu yang hidup terus. Contohnya adalah kasus ibu hamil yang
mengalami sakit malaria. Pilihannya adalah membiarkan Sang Ibu dan bayinya wafat karena tidak
ditolong dengan pengobatan medis atau tetap memberikan pengobatan medis dengan resiko sang bayi
tidak selamat. Maka, pengobatan untuk menyelamatkan Ibu dan Sang Bayi adalah pilihan utamanya.
Dengan tidak menutup kemungkinan bahwa akibat proses medis itu, bayinya tidak selamat.
8. APA PANDANGAN NEGARA DAN GEREJA PERIHAL
PRAKTEK EUTHANASIA!

Euthanasia berasal dari kata yunani eu: baik, nyaman, tenang; thanatos: mati. Artinya meninggal dalam keadaan
menyenangkan. Terdapat tiga macam euthanasia yaitu aktif, pasif dan tidak langsung. Euthanasia aktif adalah tindakan
secara sadar dan sengaja dengan memberikan suntikan tertentu untuk mempercepat kematian. Euthanasia pasif adalah
pengobatan sia – sia dihentikan atau sama sekali tidak dimulai. Euthanasia tidak langsung adalah pemberian obat
penangkal sakit untuk memperpendek hidupnya. Pendapat Gereja mengenai euthanasia aktif sangat jelas: “Tidak
sesuatu pun atau tak seorang pun dapat membiarkan seorang manusia yang tak bersalah dibunuh, entah dia itu janin
atau embrio, anak atau dewasa, orang jompo atau pasien yang tidak dapat sembuh ataupun orang yang sedang sekarat.
Selanjutnya tak seorangpun diperkenankan meminta perbuatan pembunuhan ini, entah untuk dirinya sendiri, entah
untuk orang lain yang dipercayakan kepadanya.... Juga tidak ada penguasa yang dengan sah dapat memerintahkannya
atau mengizinkan tindakan semacam itu” (Kongregasi ajaran iman untuk euthanasia, 5 Mei 1980).
Tidak dibenarkan mengakhiri hidup orang hanya karena kasihan atau rasa iba. Penderitaan harus diringankan
bukan dengan pembunuhan, melainkan dengan pendampingan oleh seorang teman. Sama halnya dengan pengguguran:
hanya orang sakit yang amat menderita mempunyai masalah nyata dengan euthanasia, dan orang yang minta supaya
hidupnya dihentikan sebetulnya mencari teman dalam penderitaan. Masalah praktis itu belum terjawab dengan
melarang euthanasia aktif. Demi salib Kristus dan demi kebangkitanNya, Gereja mengakui adanya makna dalam
penderitaan, sebab Allah tidak meninggalkan orang yang menderita. Dan dengan memikul penderitaan dalam
solidaritas, kita ikut menebus penderitaan. Maka, moral Kristen bertanya, bagaimana keyakinan umum itu menjadi
nyata bagi orang sakit yang amat menderita, melalui seseorang yang terlibat karena sayang akan hidup?
9. MENGAPA PENGALAMAN RELIGIUS
DIBEDAKAN DARI IMAN!
Pengalaman religius dibedakan dari iman, alasannya. Baik iman maupun pengalam
religius menyangkut hubungan manusia dengan Allah, tetapi arahnya berbeda. Pengalaman
religius berpangkal pada manusia sendiri, sedangkan iman bertolak dari sabda Allah.
Pengalaman religius mulai dengan kesadaran diri manusia sebagai makhluk, yang mengakui
Allah sebagai dasar dan sumber hidupnya. Sebaliknya iman berarti jawaban atas panggilan
Allah. Dalam pengalaman religius, manusia dalam keterbatasannya sadar bahwa ia terbuka
terhadap Yang Tak Terbatas.
Pengalaman religius pada hakekatnya berarti bahwa manusia mengakui hidupnya sendiri
sebagai pemberian dari Allah. Dengan mengakui hidup sebagai pemberian, ia mengakui
Allah sebagai “Pemberi Hidup”. Pengalaman ini terjadi dalam kehidupan manusia di tengah
– tengah dunia. Dalam pengalaman ini manusia mengalami dirinya sebagai makhluk yang
sangat terbatas, yang tidak berdaya, bahkan bukan apa – apa di hadapan Yang Ilahi, Allah,
yang menyentuhnya. Allah itulah segala – galanya, dasar dan sumber hidupnya, seluruh
keberadaannya. Dalam keterbatasannya manusia merasa ditarik dan terpesona oleh Yang
Ilahi, Yang Tak Terbatas, bahkan merasa ada ikatan dengan Yang Tak Terbatas itu, entah
dalam bentuk apa.
10. BAGAIMANA PANDANGAN GEREJA
DI INDONESIA MENGENAI KBA
(KELUARGA BERENCANA ALAMIAH)?
Pandangan Gereja di Indonesia mengenai KBA (Keluarga Berencana Alamiah). KBA adalah suatu
pencegahan kehamilan dengan metode kalender dan tidak menggunakan alat yang menghalangi adanya
konsepsi (kontrasepsi). Dasarnya yaitu Ensiklik Paus Paulus VI, Humanae Vitae tahun 1968 yang
mengajarkan: “bahwa setiap tindakan perkawinan (terutama sanggama) harus terbuka untuk penurunan
hidup”. Berpangkal dari situ, ditolak sterilisasi dan semua alat – obat yang mencegah kehamilan. Maka
diusulkan dan dianjurkan cara “Keluarga Berencana Alamiah”.
Pendapat MAWI (Majelis Agung Waligereja Indonesia) sekarang KWI tahun 1972: “kepada suami
– istri yang bingung karena merasa di satu pihak harus mengatur kelahiran, tetapi dari pihak lain tidak
dapat melaksanakannya dengan cara pantang mutlak atau pantang berkala. Dalam keadaan demikian,
mereka bertindak secara bertanggungjawab dan karena itu tidak perlu merasa berdosa, apabila mereka
menggunakan cara lain (dari cara yang oleh Humanae Vitae disebut halal), asal cara itu tidak
merendahkan martabat istri atau suami, tidak berlawanan dengan hidup manusiawi (misalnya
pengguguran dan pemandulan tetap) dan dapat dipertanggungjawabkan secara medis”. Sinode Uskup –
uskup sedunia tahun 1980 lebih hati – hati: “Cinta kasih antara suami dan istri harus sepenuhnya
manusiawi, eksklusif dan terbuka pada hidup yang baru”.

Anda mungkin juga menyukai