Anda di halaman 1dari 22

PENERAPAN BELAJAR DALAM KONTEKS

PERKEMBANGAN EMOSIONAL DAN


MORAL
DOSEN PENGAMPU : PROF. DR. ABDUL MUNIR, M.Pd.

MATA KULIAH : PSIKOLOGI PENDIDIKAN

KELOMPOK 6
ANGGOTA :
• ANDIKA FIRMAN SALOMO HUTAGALUNG ( 4203111084 )
• CICI MELANI ( 4203111026 )
• PATRICIA GLORIA BR SIAHAAN ( 4203111054 )
SITI ALIF AL ZUHRAH ( 420111024 )
1. Penerapan Belajar Dalam Konteks Perkembangan
Emosional

▪ Pendidikan adalah proses humanisasi (memanusiakan manusia).


Artinya pendidikan seyogyanya dapat membantu peserta didik untuk
mencapai kematangan dan kedewasaan jasmani dan rohani, sehingga
peserta didik dapat menjadi manusia yang paripurna (manusia
seutuhnya) baik dari aspek kecerdasan intelektual, emosional, spiritual,
dan sikap (Sumantri, 2015). Hal ini berarti, fungsi pendidikan tidak
hanya meningkatkan kecerdasan intelektual saja namun kecerdasan
emosional peserta didik juga harus dikembangkan.
▪ Salovey dan Mayer (dalam Khodijah, 2014: 145) menyatakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengenal
emosi dirinya, mengelola dan mengekspresikan dirinya dengan tepat
mengenali orang lain dan membina hubungan baik dengan orang lain.
▪ (Muslich, 2014: 152) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan
seseorang dalam mengendalikan diri. Dengan kata lain kecerdasan emosional
adalah kemampuan seseorang dalam mengekspresikan emosi yang tepat dalam
menghadapi berbagai situasi.
▪ Fitriastuti (dalam Barriyyah dan Latifah, 2019: 69) menyatakan bahwa kecerdasan
emosional adalah suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan kemampuan
seseorang dalam mengenal dengan baik emosi dirinya maupun emosi orang lain
dan kemampuan dirinya dalam membedakan emosi dirinya dengan orang lain yang
mana kemampuan ini digunakan untuk mengatur pola pikir dan prilakunya. Dapat
dikatakan bahwa kecerdasan emosional menjadi penentu sikap dan prilaku
seseorang.
▪ Kecerdasan emosional memiliki dua unsur penting yaitu empati dan kontrol diri
(Khodijah, 2014: 146) empati artinya dapat merasakan perasaan orang lain
terutama ketika orang lain dalam keadaan malang, sedangkan kontrol diri adalah
kemampuan mengendalikan emosi diri sehingga seseorang dapat bersikap dan
berperilaku yang dapat diterima oleh orang lain.
▪ Peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional akan dapat diterima dalam
lingkungan sosialnya, baik di lingkungan sekolah, masyarakat maupun
rumah. Selain itu, peserta didik mampu untuk beradaptasi dan memposisikan
dirinya di berbagai lingkungan karena mereka akan mampu mengatur dan
mengontrol emosinya pada kondisi-kondisi tertentu (Indaayu, 2017: 344).
▪ Emotional intelligence (kecerdasan emosional) merupakan sesuatu yang tidak
dapat diwariskan tetapi dapat dilatih dan dikembangkan pada diri seseorang
melalui pendidikan (Shapiro, 1997) Untuk itu, sekolah perlu mengembangkan
kecerdasan emosional peserta didik. karena kecerdasan emosional memiliki
kontribusi yang cukup besar terhadap keberhasilan belajar.
▪ Hal ini sejalan dengan pendapat (Kurniawan, 2013: 32) yang mengatakan
bahwa kecerdasan emosional merupakan modal dasar bagi peserta didik untuk
menyongsong masa depan karena dengan kecerdasan emosional seseorang
akan berhasil dalam menghadapi berbagai tantangan termasuk tantangan
untuk berhasil secara akademik.
▪ Besarnya kontribusi kecerdasan emosional terhadap kesuksesan seseorang dalam
hidup juga diakui oleh Daniel Goleman (dalam Khodijah, 2014: 145) yang
menyatakan bahwa kecerdasan intelektual hanya berpengaruh sebanyak 20%
terhadap keberhasilan hidup seseorang sedang 80% nya dipengaruhi oleh apa
yang disebutnya emotional intelligence (kecerdasan emosional).
▪ Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang ada dalam diri peserta
didik yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap hasil belajarnya. Seorang
peserta didik yang memperoleh hasil belajar yang baik berarti memiliki kecerdasan
emosional yang baik (Indriawati, 2018: 1-2), karena peserta didik yang memiliki
kecerdasan emosional akan mampu mengekspresikan emosi untuk bersikap dan
bertindak efektif, memotivasi diri, disiplin dan memiliki kontrol diri yang kuat.
▪ Sebaliknya jika peserta didik tidak memiliki kecerdasan emosional yang baik akan
bersikap dan bertindak diluar pemikirannya. Anak yang keinginannnya tidak
tercapai biasanya akan berubah sikap menjadi negasi dari sikap sebelumnya hal
ini terjadi karena anak tersebut tidak dengan cerdas mengelola emosinya (Lestari
dkk, 2019: 12).
▪ Kecerdasan emosional dapat menjadi dasar yang kuat dalam pendidikan
secara ilmiah. Dengan kecerdasan emosional anak akan memiliki
kemampuan untuk mengontrol diri dalam artian anak memahami kelemahan
dan kelebihannya.
▪ Anak yang memahami kelemannya dengan baik akan berusaha untuk
mengatasi kelemahannya dengan mandiri maupun dengan bantuan orang
lain dan kelebihan yang dimiliki menjadi motivasi dalam dirinya untuk terus
berusaha menjadi lebih baik.
▪ Sehingga dengan kecerdasan emosional yang dimiliki anak tidak akan
terbebani ketika belajar dan tidak pula merasa cemas dalam menghadapi
kesulitan (Pamungkas dalam Lestari dkk, 2019: 13).
Adapun aspek-aspek kecerdasan emosi menurut Salovey (dalan
Goleman, 2007:57-59) adalah sebagai berikut:

▪ (1) mengenali emosi diri


▪ (2) mengelola emosi
▪ (3) memotivasi diri sendiri
▪ (4) mengenal emosi orang lain
▪ (5) membina hubungan
▪ Berdasarkan paparan diatas, dapat dikatakan bahwa untuk menyiapkan
peserta didik menghadapi tantangan masa depan dunia pendidikan perlu
melakukan berbagai upaya salah satunya dengan mengembangkan
kecerdasan emosi peserta didik melalui pendidikan karakter.
▪ Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Agus Prasetyo dan
Emusti Rivasintha (dalam Kurniawan, 2013: 32) yang menyatakan bahwa
melalui pendidikan karakter seorang anak akan menjadi cerdas emosinya.
▪ Pendidikan karakter merupakan pendidikan budi pekerti, pendidikan
moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam mengambil keputusan, mencintai kebaikan dan
menerapkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan tulus (Indaayu,
2017: 345).
▪ Oleh karena itu, pengembangan kecerdasan emosional peserta didik dapat
dilakukan melalui pendidikan karakter.
▪ Dalam dunia pendidikan para pakar sepakat bahwa ada banyak variasi cara
mendidik anak namun haruslah disesuaikan dengan perkembangan (Slenzt
&krogh,2001).
▪ Perkembangan adalah perubahan psikologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang ditunjang oleh
faktor lingkungan dan proses belajar dalam peredaran waktu tertentu
menuju kedewasaan.
▪ Istilah emosi sendiri berasal dari kata “emotus” atau “emovere” atau
“mencerca” yang berarti sesuati yang mendorong terhadap sesuatu, misal
emosi gembira mendorong tertawa, atau perkataan lain emosi didefiniskan
suatu keadaan gejolak penyesuian diri yang berasal dari dalam dan
melibatkan hampir keseluruhan diri individu( Sujiono, 2009). Penerapan
belajar dalam konteks perkembangan emosional bisa kita mulai dari harga
diri, dan penghargaan diri individu.
▪ Penghargaan diri adalah pandangan keseluruhan dari individu tentang
dirinya. Penghargaan diri ini ialah salah satu aspek penting dari
perkembangan emosional anak yang berdampak pada belajar anak. Seorang
anak yang mendapatkan penghargaan diri yang baik akan dengan mudah
untuk belajar karena emosinya tidak tertekan dan ia merasa di hargai.
▪ Adapun cara yang dapat kita terapkan untuk meningkatkan rasa harga diri
anak berdasarkan riset (Bednar, Wells, Peterson, 1995; Harter, 1999) ialah :
1. Identifikasi penyebab rendah diri pada anak dan area kompetensi yang
paling tinggi pada diri.
2. Beri dukungan emosional.
3. Bantu anak mencapai tujuan atau berprestasi.
4. Kembangkan keterampilan mengatasi masalah.
Menurut Stein dkk (2000:5-6) dalam menanamkan karakter kepada anak
maka haruslah melibatkan orang tua dan komunitas-komunitas lain yang
menjadi stakholder untuk mendukung prinsip-prinsip penanaman karakter
sehingga komunitas sekolah menjadi aman, penuh kedisiplinan, dan tempat
belajar dan bekerja yang tenang dan ramah.
Lebih lanjut Stein dkk menegaskan bahwa untuk mencapai tujuan tujuan
yang dimaksud di atas, ada 4 (empat) prinsip pokok yang harus dilaksanakan
dalam pembelajaran dan sekolah.
Keempat prinsip itu disingkat dengan kata “rice” (respect, impulse control,
compassion, equity).
Keempat prinsip ini tepat untuk dipraktekkan dalam pembelajaran sosial
emosional anak untuk menanamkan pendidikan karakter pada pendidikan
anak.
▪ Respect: menampakkan penghormatan pada diri sendiri dan orang lain
▪ Impulse control: melakukan sesuatu yang benar dengan alasan yang
benar pula.
▪ Compassion: berusaha menemukan sesuatu dalam kelaziman dengan
orang lain, sekalipun orang lain terlihat berbeda. Hal seperti ini akan
mengembangkan sifat empati dan mengingatkan bahwa setiap orang
berhak mendapat kehormatan dan kepedulian.
▪ Equity: membiarkan setiap orang untuk mencapai apa yang diinginkan
guna kesuksesan. Sadar bahwa setiap manusia memiliki perbedaan dan
persamaan untuk saling melengkapi dalam menggapai kesuksesan.
2. Penerapan Belajar Dalam Konteks
Moral
Penguatan pendidikan moral atau pendidikan karakter dalam konteks sekarang
sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita.

Krisis tersebut antara lain meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka


kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja,
kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik
orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi
secara tuntas.
Krisis yang melanda pelajar mengindikasikan bahwa pendidikan agama dan moral
yang didapat di bangku sekolah tidak berdampak terhadap perubahan perilaku
manusia Indonesia.

Bahkan yang terlihat adalah begitu banyak perilaku manusia Indonesia yang tidak
koheren dengan ucapannya. Kondisi demikian, diduga berawal dari apa yang
dihasilkan oleh dunia pendidikan .
Pendidikan Karakter
▪ Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka
mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan
individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara
keseluruhan.
▪ Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai to deliberate us of all dimensions
of school life to foster optimal character development usaha kita secara sengaja
dari seluruh dimensi ke hidupan sekolah/madrasah untuk membantu
pembentukan karakter secara optimal.
▪ Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral , sikap moral , dan
perilaku moral. Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa
karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan
untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.
▪ Bagan di bawah ini merupakan bagan keterkaitan ketiga kerangka pikir
ini.
▪ Berdasarkan tujuan pendidikan nasional, maka pendidikan karakter
adalah suatu program pendidikan yang mengorganisasikan dan
menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan
memerhatikan pertimbangan psikologis untuk pertimbangan pendidikan.
▪ Tujuan pendidikan karakter adalah mengajarkan nilai-nilai tradisional
tertentu, nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan perilaku
yang baik dan bertanggungjawab.
Kurikulum
▪ Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi tentang ide-ide dan
gagasangagasan yang dirumuskan oleh pengembang kurikulum.
▪ Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi
tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus
dilakukan peserta didik, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi
yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan,
serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan nyata.
▪ Komponen - komponen kurikulum saling berkaitan dan saling mempengaruhi,
terdiri dari tujuan yang menjadi arah pendidikan, komponen pengalaman
belajar, komponen strategi pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi .
▪ Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan arah dan tujuan
pendidikan.
▪ Di era kurikulum 2004-2008 yang menggunakan kurikulum KBK dan
KTSP, pembelajaran lebih mendapatkan penegasan pada kewenangan
guru untuk menentukan indikator, pengalaman belajar, dan rangkaian
belajar yang bisa mengantarkan tercapainya Kompetensi Dasar dan
Standar Kompetensi yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat.
▪ Bahkan pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan sudah
mendapatkan pembobotan yang jelas, yakni PAI dengan akhlak mulia
atau budi pekerti dan PPKN terkonsentrasi pada kepribadian.
▪ Kalau saja mata pelajaran ini bisa diturunkan dalam pembelajaran nyata
di sekolah/madrasah, dengan fokus dan pendekatan yang jelas pada
akhlak mulia, budi pekerti, dan kepribadian, seharusnya sudah bisa
memberi harapan yang jauh lebih baik untuk memperbaiki akhlak siswa
dibanding dengan harapan pada kurikulum sebelumnya.
▪ Namun untuk melakukan penguatan bagi perubahan perilaku peserta
didik yang semakin berakhlak yang mengarah pada perolehan nilai-
nilai hidup, bukan sematamata nilai angka yang hanya
menggambarkan prestasi akademik, bukan belajar untuk berprestasi
dalam kehidupan.
▪ Desain kurikulum pendidikan karakter bukan sebagai teks bahan ajar
yang diajarkan secara akademik, tetapi lebih merupakan proses
pembiasaan perilaku bermoral.
▪ Nilai moral dapat diajarkan secara tersendiri maupun diintegrasikan
dengan seluruh mata pelajaran dengan mengangkat moral pendidikan
atau moral kehidupan, sehingga seluruh proses pendidikan
merupakan proses moralisasi perilaku peserta didik.
▪ Bukan proses pemberian pengetahuan moral, tetapi suatu proses
pengintegrasian moral pengetahuan
▪ Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya menanamkan kecerdasan
dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam
bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati
dirinya .
▪ Dari pengalaman ada dua pendekatan dalam pendidikan karakter, yaitu:
karakter yang diposisikan sebagai mata pelajaran tersendiri; dan karakter
yang built-in dalam setiap mata pelajaran.
▪ Sampai saat ini, pendekatan pertama ternyata lebih efektif dibandingkan
pendekatan kedua.
▪ Penamaan pendidikan karakter tidak bisa hanya sekedar transfer ilmu
pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu. Pendidikan karakter
perlu proses, contoh teladan, pembiasaan atau pembudayaan dalam
lingkungan peserta didik dalam lingkungan sekolah/madrasah, keluarga,
lingkungan masyarakat, maupun lingkungan media massa.
▪ Dari pengalaman ada dua pendekatan dalam pendidikan karakter, yaitu:
karakter yang diposisikan sebagai mata pelajaran tersendiri; dan karakter yang
built-in dalam setiap mata pelajaran. Sampai saat ini, pendekatan pertama
ternyata lebih efektif dibandingkan pendekatan kedua. Salah satu alasannya
ialah karena para guru mengajarkan masih seputar teori dan konsep, belum
sampai ke ranah metodologi dan aplikasinya dalam kehidupan.
▪ Idealnya, dalam setiap proses pembelajaran mencakup aspek konsep , teori ,
metode dan aplikasi .
.
▪ Jika para guru sudah mengajarkan kurikulum secara komprehensif melalui
konsep, teori, metodologi dan aplikasi setiap bidang studi, maka
kebermaknaan yang diajarkannya akan lebih efektif dalam menunjang
pendidikan karakter.
▪ Nilai-nilai karakter antara lain: Cinta kepada Allah I dan alam semesta
beserta isinya; tanggung jawab, disiplin dan mandiri; jujur; hormat dan
santun; kasih sayang, peduli, dan kerja sama; percaya diri, kreatif, kerja
keras dan pantang menyerah; keadilan dan kepemimpinan, baik dan
rendah hati, toleransi, cinta damai, dan persatuan.
▪ Implementasinya memerlukan kajian dan aplikasi nilai-nilai yang
terkandung dalam karakter bangsa pada kegiatan pembelajaran di
sekolah/madrasah. Integrasi nilai karakter bangsa pada kegiatan
pembelajaran dapat dilakukan melalui tahap-tahap perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.
REFERENSI

▪ S.F. Ilmi Al Idrus ,dkk. 2020. Pengembangan


Kecerdasan Emosional Peserta Didik Di Sekolah
Dasar Melalui Pendidikan Karakter. Jurnal
Pendidikan Dasar Indonesia. 4(1):137-146
▪ Santrock, Jhon W. 2017. Psikologi Pendidikan Edisi
Kedua. Jakarta : KENCANA.
▪ Hadi, Syamsul. 2011.Pembelajaran Sosial Emosiona
sebagai Dasar Pendidikan Karakter Anak Usia Dini.
Jurnal Tekonodik. 17.02

Anda mungkin juga menyukai