Anda di halaman 1dari 19

PEMERIKSAAN FISIK

Afif Hilmi
KONSEP DASAR PEMERIKSAAN
FISIK
 Prinsip Dasar
 Data Subjektif (Allo/Auto anamnesa)
 Data Objektif
 Teknik
 Inspeksi (periksa pandang/observasi)
 Palpasi (periksa raba)
 Auskultasi (periksa dengar)
 Perkusi (periksa ketuk)
GLASGOW COMA SCALE (GCS)
GCS adalah sistem penilaian yang paling umum
digunakan untuk menggambarkan tingkat
kesadaran seseorang

Tingkat kesadaran seseorang bisa dinilai dari


tiga indikator, yaitu mata, kemampuan
berbicara, serta gerakan tubuh. 
1. Mata
 Nilai (4) untuk mata terbuka dengan spontan.
 Nilai (3) untuk mata terbuka ketika diberikan
respons suara atau diperintahkan membuka
mata.
 Nilai (2) untuk mata terbuka ketika diberikan
rangsangan nyeri.
 Nilai (1) untuk mata tidak terbuka meskipun
diberikan rangsangan.
2. Respons verbal
 Nilai (5) untuk mampu berbicara normal dan
sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
 Nilai (4) untuk cara bicara yang tidak jelas atau
diulang-ulang, serta mengalami disorientasi
atau tidak mengenali lingkungannya.
 Nilai (3) untuk mampu berbicara tapi tidak
dapat berkomunikasi
 Nilai (2) untuk bersuara namun tidak berkata-
kata atau hanya mengerang saja.
 Nilai (1) untuk tidak bersuara sama sekali.
3. Gerakan tubuh
 Nilai (6) untuk dapat mengikuti semua perintah yang
diinstruksikan.
 Nilai (5) untuk dapat menjangkau atau menjauhkan
stimulus ketika diberikan rangsangan nyeri.
 Nilai (4) untuk dapat menghindari atau menarik tubuh
menjauhi stimulus ketika diberi rangsangan nyeri.
 Nilai (3) untuk satu atau kedua tangan
menekuk (abnormal flexion) ketika diberikan
rangsangan nyeri.
 Nilai (2) untuk satu atau kedua tangan lurus (abnormal
extension) ketika diberikan rasa nyeri.
 Nilai (1) untuk tidak ada respons sama sekali.
PENILAIAN TINGKAT KESADARAN

 Compos mentis adalah kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini,


respon pasien terhadap diri sendiri dan lingkungan sangat baik. Pasien
juga dapat menjawab pertanyaan penanya dengan baik. Nilai GCS untuk
compos mentis adalah 15-14.

 Apatis adalah kondisi di mana seseorang tidak peduli atau merasa segan


terhadap lingkungan sekitarnya. Nilai GCS untuk apatis adalah 13-12.

 Delirium adalah kondisi menurunnya tingkat kesadaran yang disertai


dengan kekacauan motorik. Pada kondisi ini pasien mengalami
gangguan siklus tidur, merasa gelisah, mengalami disorientasi, merasa
kacau, hingga meronta-ronta. Nilai GCS adalah 11-10.

 Somnolen adalah kondisi mengantuk yang cukup dalam namun masih


bisa dibangunkan dengan menggunakan rangsangan. Ketika rangsangan
tersebut berhenti, maka pasien akan langsung tertidur kembali. Nilai
GCS untuk somnolen adalah 9-7.
 Sopor adalah kondisi mengantuk yang lebih dalam dan hanya dapat
dibangunkan melalui rangsangan yang kuat seperti rangsangan nyeri.
Meskipun begitu pasien tidak dapat bangun dengan sempurna dan
tidak mampu memberikan respons verbal dengan baik. Nilai GCS
adalah 6-5.

 Semi-koma atau koma ringan adalah kondisi penurunan kesadaran di


mana pasien tidak dapat memberikan respons pada rangsangan verbal
dan bahkan tidak dapat dibangunkan sama sekali. Tetapi jika diperiksa
melalui mata maka masih akan terlihat refleks kornea dan pupil yang
baik. Pada kondisi ini respons terhadap rangsangan nyeri tidak cukup
terlihat atau hanya sedikit. Nilai GCS untuk semi-koma adalah 4.

 Koma adalah kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat dalam.


Dalam kondisi ini tidak ditemukan adanya gerakan spontan dan tidak
muncul juga respons terhadap rangsangan nyeri. Nilai GCS untuk koma
adalah 3.
PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH
Tekanan Darah Sistolik
 Tekanan maksimal yang ditimbulkan pada
arteri sewaktu darah disemprotkan ke dalam
pembuluh selama periode sistol dengan
rerata adalah 120 mmHg

Tekanan Darah Diastolik


 Tekanan minimal di dalam arteri ketika
darah mengalir keluar menuju ke pembuluh
yang lebih kecil di hilir selama periode
diastol dengan rerata adalah 80 mmHg. 8
PENGUKURAN TENSIMETER
 Komponen suara jantung disebut suara korotkoff yang
berasal dari suara vibrasi saat manset dikempiskan.

Suara korotkoff sendiri terbagi menjadi 5 fase yaitu :


1. Fase I : Saat bunyi terdengar, dimana 2 suara terdengar
pada waktu bersamaan, disebut sebagai tekanan sistolik.
2. Fase II : Bunyi berdesir akibat aliran darah meningkat,
intensitas lebih tinggi dari fase I.
3. Fase III : Bunyi ketukan konstan tapi suara berdesir
hilang, lebih lemah dari fase I.
4. Fase IV : Ditandai bunyi yang tiba-tiba
meredup/melemah dan meniup.
5. Fase V : Bunyi tidak terdengar sama sekali disebut
sebagai tekanan diastolik.
CARA PENGUKURAN TEKANAN DARAH
1. Duduk dengan tenang dan rileks sekitar 5
(lima) menit
2. Jelaskan manfaat rileks tersebut, yaitu
agar nilai tekanan darah yang terukur
adalah nilai yang stabil
3. Pasang manset pada lengan dengan ukuran
yang sesuai, dengan jarak sisi manset
paling bawah 2,5 cm dari siku dan rekatkan
dengan baik
4. Posisikan tangan di atas meja dengan posisi
sama tinggi dengan letak jantung.
5. Bagian yang terpasang manset harus terbebas dari
lapisan apapun.
6. Pengukuran dilakukan dengan tangan di atas meja
dan telapak tangan terbuka ke atas.
7. Rabalah nadi pada lipatan lengan diletakkan pada
arteri brakialis yang dapat diidentifikasi dengan
menekan 2 jari diatas fossa cubiti bagian medial,
lekukan antara muskulus bicep brachii dengan
muskulus brachialis atau tepat di bawah lipatan siku
(rongga antekubital)
8. Pompa alat hingga denyutan nadi tidak teraba lalu
dipompa lagi hingga tekanaan meningkat sampai 30
mmHg di atas nilai tekanan nadi ketika denyutan nadi
tidak teraba.
9. Tempelkan steteskop pada perabaan denyut nadi, lepaskan
pemompa perlahanlahan dan dengarkan suara bunyi denyut
nadi.
Bunyi tersebut dikenal sebagai bunyi Korotkoff yang terjadi
bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar
dari arteri brakhialis sampai tekanan dalam manset turun di
bawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut bunyi akan
menghilang.
10. Catat tekanan darah sistolik yaitu nilai tekanan ketika suatu
denyut nadi yang pertama terdengar dan tekanan darah
diatolik ketika bunyi keteraturan denyut nadi tidak terdengar
11. Sebaiknya pengukuran dilakukan 2 kali. Pengukuran ke-2
setelah selang waktu 2 (dua) menit.
12. Jika perbedaan hasil pengukuran ke-1 dan ke-2 adalah 10
mmHg atau lebih harus dilakukan pengukuran ke-3.
PEMERIKSAAN DENYUT NADI
 Jelaskan prosedur pada pasien.
 Cuci tangan.
 Atur posisi pasien.
 Letakkan kedua lengan terlentang di sisi tubuh.
 Tentukan letak arteri (denyut nadi yang akan
dihitung)
 Periksa denyut nadi (arteri) dengan
menggunakan ujung jari telunjuk, jari tengah,
dan jari manis.
 Catat hasil.
 Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
 Meraba dengan tiga jari tangan (digiti I, II, IV
manus) tepat di atas arteri radialis. Digiti II
dan IV digunakan untuk fiksasi dan digiti I
untuk deteksi denyutan.
 Setelah denyut nadi teraba jari-jari
dipertahankan pada posisinya kemudian
dilakukan pengukuran frekuensi dan irama
nadi.
 Pemeriksaan dilakukan selama 1 menit
 Rata-rata nadi orang dewasa normal adalah
60-80 kali permenit.
 Jika pulse lebih dari 100 kali permenit
disebut takikardia.
 Sedangkan jika pulse kurang dari 60 kali
permenit disebut bradikardia. 
PERNAFASAN
Tujuan : untuk menilai frekuensi pernafasan

Teknik : Perawat melihat pasien tanpa


sepengetahuan pasien kemudian dilakukan
observasi sangkar dada. dihitung jumlah
gerakan sangkar dada (siklus fase inspirasi dan
ekspirasi) dalam 1 menit.
Intepretasi : Kecepatan respirasi normal
 Bayi adalah 24-30 siklus per menit
 Anak-anak adalah 20-24 siklus per menit
 Remaja dan dewasa muda adalah 12-18 siklus
per menit
 Dewasa adalah 8-12 siklus per menit
SUHU TUBUH
Tujuan : untuk menentukan suhu tubuh
penderita

Teknik : menggunakan berbagai alat tera suhu


tubuh , disesuaikan alat tera yang digunakan

Intepretasi :
 Suhu tubuh orang dewasa normal 36,1 C
sampai dengan 37,5 C
 Sub febris 37,5 C sampai dengan 38,5 C
 Febris di atas 38,5 C

Anda mungkin juga menyukai