Anda di halaman 1dari 32

PROGRAM STUDI PROFESI

KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021

HIDROSEFALUS PADA ANAK

Kelompok R1
Hidrosofalus
Hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat
memerlukan pelayanan medis yang khusus.
Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal
dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang
subdural (Darsono, 2015). Bila masalah ini tidak segera
diatnggulangi dapat mengakibatkan kematian dan dapat
menurunkan angka kelahiran di suatu wilayah atau negara
tertentu sehingga pertumbuhan populasi di suatu daerah
menjadi kecil.
Menurut penelitian WHO untuk wilayah ASEAN jumlah
penderita Hidrosefalus di beberapa Negara adalah
sebagai berikut, di Singapura pada anak 0-9 th : 0,5%,
Malaysia pada anak 5-12 th : 15%, India pada anak 2-4 th
: 4%, di Indonesia terdapat 3%.
Manifestasi Klinis

Hidrosefalus terjadi pada masa neonates

Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital


dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama
kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah
frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan
tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok
Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
 CT Scan kepala
 Lingkaran kepala
 Ventrikulografi
 Ultrasonografi
 MRI (Magnetic Resonance Imaging)
 Transimulasi
 Rontgen foto kepala
 CT Scan kepala An. H
 Lingkaran kepala (LIKA An H = 61 cm)
RIWAYAT KESEHATAN
An.H berusia 3 bulan BB/PB (7kg/62cm) dirawat di ruangan HCU RSUP Dr Mdjamil Padang
dengan keluhan utama kejang berulang pada seluruh tubuh sejak 5 hari sebelum masuk RS,
ibu S mengatakan kepala anak tampak semakin membesar sejak lahir tidak sesuai dengan
ukuran badannya. Ibu S mengatakan, An.H hanya sekali mendapatkan imunisasi, yaitu saat
pemulangan dari faskes setelah lahir (BCG)

Pada saat dilakukan pengkajian lingkar kepala anak 61 cm dan tampak Kranium terdistensi
dalam semua arah, terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa.
Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tampak Vena-vena di sisi samping kepala
tampak melebar dan berkelok dengan jelas dikepala, anak tampak rewel sering menangis dengan
kencang dan tiba tiba dan susah tidur, pemeriksaan TTV di dapatkan Suhu 36,8 °C, Nadi 166x
menit dan pernafasan 36x menit. Saat ini anak masih mengalami kejang dengan durasi 1 menit,
Ibu mengatakan anaknya sering muntah ±3-4x sehari setelah minum susu, anak tampak lemah
dan lesu, mukosa bibir kering, turgor kulit jelek. Terlihat ada bekas luka post operasi
pemasangan VP shunting pada kepala sebelah kanan pada tanggal 5 november 2021. Pasien
saat ini terpasang infus D5 1/2 + KCL 21 cc/jam. Balance = +41
Hasil labor menunjukan nilai natrium, kalium, Hemoglobin, Eritrosit dan Hematokrit turun dari
rentang normaln dan Hasil CT Scan menunjukan pembesaran pada ventrikel
Analisa data
No Data Patofisiologi Masalah
1 DS : Kelainan kongenital Risiko Perfusi Serebral

Ibu mengatakan kepala anak Tidak Efektif


-
membesar tidak sesuai dengan Edema

ukuran badannya
Ibu mengatakan anak masih Peningkatan TIK
-
sering kejang dengan durasi 1
menit
- Ibu mengatakan anak susah
tidur
DO :
- Suhu : 36, 8 °C

- Nadi : 166 x / menit

- Pernafasan : 36x / menit

- Kesadaran Compos Mentis

- Kepala tampak membesar


dengan LK : 61 Cm
2 DS : Kelainan Hipovolemia
kongenital
- Ibu mengatakan klien muntah 3-4 kali
sehari setiap setelah minum susu dan
Edema
pada shift ini sudah 3 kali muntah

DO : Peningkatan
- Frekuensi muntah ±3x-4x sehari (±50 TIK
cc)
- Frekuensi nadi : 166x/menit Mual muntah

- Turgor kulit jelek


Kehilangan
- Mukosa bibir tampak kering
cairan aktif
- Balance Cairan (Input – output) : +41
3. DS : Efek prosedur Risiko infeksi
invasif
- Ibu mengatakan bekas luka di
kepala anak terlihat merah

DO :

- Telah dilakukan tindakan VP Shunt


pada tanggal 5 November 2021
- Terdapat luka bedah pada kepala
bagian kanan
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
BERDASARKAN PRIORITAS (SDKI)
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan
hidrosefalus (peningkatan TIK)
2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
ASUHAN
KEPERAWATAN
No Diagnosis Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
1 Risiko perfusi PERFUSI SEREBRAL MANAJEMEN PENINGKATAN TIK (I.09325)
serebral tidak
(L.01014) Aktivitas :
efektif
berhubungan Indikator : a. Observasi
dengan - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. lesi, gangguan
 Tingkat kesadaran
peningkatan metabolisme, edema serebri)
meningkat
TIK - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis.
 Kognitif meningkat
TD meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola nafas ireguler,
 Sakit kepala menurun kesadaran menurun)
 Gelisah menurun - Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
- Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
 Kecemasan menurun - Monitor PAWP, jikaperlu
 Agitasi menurun - Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (Intra Cranial Pressure)
 Demam menurun
- Monitor CPP(Cerebral Perfusion Pressure)
 Tekanan arteri rata-rata
- Monitor status pernafasan
membaik
 Tekanaintrakranial - Monitor intake dan output
membaik
 Tekanan darah sistolik
membaik
 Tekanan darah diastolik
membaik
 Reflek saraf membaik
    Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler (30-400)
- Hindari maneuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan
antikoavulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika
perlu
2 Hipovolemia b.d Status cairan (L.03028) Kriteria Manajemen hipovolemia
kehilangan cairan hasil : (I.03116)
Aktivitas :
aktif  Turgor kulit meningkat
a. Observasi
 Membran mukosa membaik
 intake cairan membaik - Periksa tanda-tanda hipovolemi
- Monitor intak ouput
b. Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan asupan cairan oral
a. Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
d. kolaborasi
- kolaborasi pemberian cairan isotonis
misalnya Nacl/RL
- Kolaborasi pemberian cairan hipotonis
(glukosa, nacl koreksi)
3. Risiko infeksi Tingkat infeksi (L.14137) Pencegahan infeksi
b.d efek Kriteria hasil: (I.14539)
prosedur  kemerahan menurun
Observasi
invasif  nyeri menurun • Monior tanda gejala infeksi lokal dan
sitemik
Terapeutik
• Berikan perawatan kulit
• Pertahankan teknik asepik
Edukasi
• Jelaskan anda dan gejala infeksi
• ajarkan mencuci tangan dengan
benar
• Ajarkan cara mememriksa kondisi
luka operasi
• Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi dan cairan
3. Risiko infeksi b.d Tingkat infeksi (L.14137) PERAWATAN LUKA ( I.14564 )
efek prosedur invasif Kriteria hasil: Observasi
 kemerahan menurun • Monitor karakteristik luka (mis:
 nyeri menurun drainase,warna,ukuran,bau)
• Monitor tanda–tanda inveksi
Terapeutik
• lepaskan balutan dan plester secara perlahan
• Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
• Bersihkan dengan cairan NACL atau pembersih non
• toksik,sesuai kebutuhan
• Bersihkan jaringan nekrotik
• Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika perlu
• Pasang balutan sesuai
• jenis luka
• Pertahan kan teknik steril saat perawatanLuka
• Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
• Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau
sesuai kondisi pasien
• Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/har
• Berikan suplemen vitamin dan mineral
• (mis vitamin
• A,vitamin
• C,Zinc,Asam amino),sesuai indikasi
• Berikan terapi TENS (Stimulasi syaraf
• transkutaneous), jika perlu
3. Risiko infeksi b.d Tingkat infeksi (L.14137) PERAWATAN LUKA ( I.14564 )
efek prosedur invasif Kriteria hasil: Edukasi
 kemerahan menurun • Jelaskan tandan dan gejala infeksi
 nyeri menurun • Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium
dan protein
• Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri

Kolaborasi
• Kolaborasi prosedur debridement (mis:
enzimatik biologis mekanis,autolotik), jika
perlu
• Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
PEMBAHASAN
Menganalisis pengkajian keperawatan pada pasien dengan Hidrosepalus di
ruangan HCU Anak RSUP Dr. M Djamil Padang

Dari pengkajian pasien didapatkan An. H berusia 3 bulan dirawat di ruangan HCU
RSUP Dr Mdjamil Padang dengan keluhan utama kejang berulang pada seluruh
tubuh sejak 5 hari sebelum masuk RS, ibu S mengatakan kepala anak tampak
semakin membesar sejak lahir tidak sesuai dengan ukuran badannya. Saat ini anak
masih mengalami kejang dengan durasi 1 menit, Ibu mengatakan anaknya sering
muntah ±3-4x sehari setelah minum susu.
Dari hasil pengkajian, didapatkan gejala yang terjadi pada anak sesuai dengan teori
yang ada. Menurut Nannylia Dewi, Vivian (2010) pembesaran pada kepala anak
dengan hidrosefalus disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospnial yang
menyebabkan pembesaran ventrikel sehingga tulang tengkorak tampak membesar.
Keluhan lain yang sering muncul yaitu sutura melebar, terjadinya peningkatan
intrakranial, kejang, muntah, hiperfleksi, dan strabismus. Peningkatan tekanan
intrakranial mengakibatkan kerusakan pada nervus occulomotorius yaitu kerusakan
pengontrolan otot bola mata, gerak mata dan kelopak mata yang menyebabkan
mata anak eye sunset appearance.
Riwayat kesehatan dahulu, An.H lahir secara caesar dengan kehamilan 38 minggu
dengan masalah kehamilan kelainan kongenital hidrosefalus, An.H sudah melakukan
operasi Vp shunting sebanyak 1 kali pada tanggal 5 November 2021.

Dari riwayat kesehatan dahulu yang didapatkan sejalan dengan hasil penelitian
Apriyanto (2013) mengatakan sebagian besar anak dengan hidrosefalus telah
mengalami hal ini sejak lahir atau segera setelah lahir. Beberapa penyebabnya
terutama ada stenosis, akuaduktus sylvii, malformasi dandy walker,
holopresenchephaly, myelomeningokel, dan malformasi arnold chiari. Penyebab lain
dapat berupa infeksi in-utero, lesi destruktif dan faktor genetik. Menurut Marmi
(2015) beberapa etilogi hidrosefalus adalah faktor keturunan, gangguan tumbuh
kembang janin, komplikasi lahir prematur dan infeksi yang disebabkan oleh virus.

Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada anak, anak tampak rewel sering
menangis dan susah tidur, pemeriksaan TTV di dapatkan Suhu 36,8 °C, Nadi 166x
menit dan pernafasan 34x menit. Saat ini BB anak 7 Kg dengan Panjang Badan 62
cm, lingkar kepala 61,5 cm. Pada anak ditemukan eyesunset appearance pada bola
pupil mata. , anak tampak lemah dan lesu, mukosa bibir kering, turgor kulit jelek.
Balance cairan anak +41
Menurut Dewi (2016) manifestasi klinis penyakit hidrosefalus adalah kepala membesar karena
adanya absorbsi cairan serebrospinal sehingga menyebabkan Sutura melebar, Fontanella
anterior makin menonjol, tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak dan mata ke
arah bawah (sunset phenomena), Perkusi kepala: “carcked pot sign” atau seperti semangka
masak, vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas saat anak menangis. Mata melihat
kebawah ( tandasettingsun) akibat adanya tarikan pada kulit kepala, mudah terstimulasi, rewel
dan lemah, kemampuan makan kurang, perubahan kesadaran akibat penekanan pada saraf
otak, Opisthotonus, spastik pada ekstremitas bawah. Hasil penelitian Khalilullah (2011)
mengatakan gejala klinis yang tampak pada anak dengan hidrosefalus berupa peningkatan
tekanan intrakranial yang meninggi, pembesaran abnormal yang progresif dan ukuran kepala
Menganalisis diagnosa keperawatan pada pasien Hidrosepalus di ruangan HCU Anak RSUP
Dr. M Djamil Padang

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien An.H didapatkan 3 diagnosa keperawatan yaitu
Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d hidrosefalus, Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif dan Resiko infeksi
b.d efek prosedur invasif.
1. Hasil penelitian Dermawati (2017) gejala hidrosefalus berupa sakit kepala, kesadaran menurun, gelisah,
mual muntah, hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak , ketajaman penglihatan akan menurun dan
lebih lanjut akan mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II. Menurut Dewi (2016)manifestasi
klinis penyakit hidrosefalus diantaranya peningkatan tekanan intrakranial, seperti: Mual, muntah, oedema
papil saraf, gelisah, menangis dengan suara tinggi (pitched), peningkatan sistole pada tekanan darah,
penurunan nadi, peningakatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi, stupor. Berdasarkan
pada data yang diperoleh saat pengkajian pada An.H ditegakkan diagnosa risiko perfusi serebral tidak
efektif berhubungan dengan hidrosefalus sudah sesuai dengan teori dengan batasan karakteristik, pada
saat dilakukan pemeriksaan fisik An.H mengalami kejang berulang, mual muntah, anak terlihat rewel dan
gelisah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan tingkat kesadaran anak normal
dengan GCS composmentis.
2. Faktor pendukung diagnosa kedua yaitu, Karna saat di lakukan pengkajian An.H mengalami muntah
setelah minum susu dengan frekuensi muntah 4-5 kali/hari, turgor kulit jelek, mukosa bibir juga tampak
kering. Hal ini sesuai dengan teori yang mana berdasarkan diagnosa keperawatan SDKI terdapat 5
penyebab hipovolemi pada pasien yaitu adanya kehilangan cairan aktif (muntah).
Operasi shunting pada anak hidrosefalus bertujuan untuk membuat saluran baru antara aliran
likuor dengan kafitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritonium. Biasanya cairan cerebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada
hidrosefalus komunikans ada yang di drain rongga subaraknoid lumbar. Ada dua hal yang perlu
diperhatikan pada periode pasca operasi shunting,yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap
kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang di pasang, infeksi
pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan
kematian (Marmi,2015). Menurut penulis tegaknya diagnosa keperawatan risiko infeksi
berhubungan dengan efek prosedure invasif sesuai dengan teori. Pemeliharaan luka kulit
terhadap kontaminasi bakteri agar anak tidak terinfeksi dan perlunya pemantauan kelancaran
pada fungsi alat shunt yang dipasang. Perubahan posisi pada slang shunt akan menyebabkan
kelancaran pada fungsi alat terganggu sehingga akan di lakukan operasi reposisi Vp shunting ,
ditambah lagi pada An.H baru pertamakali dilakukan prosedur vp shuning, sehingga diagnosa
resiko infeksi berhubungan dengan prosedure invasif bisa ditegakkan.
1. Menganalisis rencana intervensi keperawatan pada pasien Hidroseplus di ruangan HCU
Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
 Implementasi keperawatan untuk diagnosa risiko gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan tumor otak, neoplasma otak, cedera kepala adalah memantau adanya
parastase: mati rasa atau adanya rasa kesemutan, melakukan pemeriksaan pada pupil mata,
monitor kemampuan BAB, monitor adanya thromboplebitis, melakukan vital sign. kolaborasi
dalam permberian obat Diamox 3x100mg PO. Respon sistem saraf akibat penekanan pada
jaringan dan syaraf otak adalah terjadinya sakit kepala, kesadaran menurun, gelisah, mual
muntah, hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak, ketajaman penglihatan akan
menurun dan lebih lanjut dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi pada papila N.II.

 Implementasi keperawatan pada An.H dengan diagnosa hypovolemia adalah memonitor


tanda gejala hypovolemia (cek turgor kulit, lihat mukosa bibir), memonitor intake output,
kolaborasi pemberian cairan hipotonis berupa IVFD D5 ½ N5, KCL 5mg/kolf.
 Implementasi keperawatan pada An.H dengan diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan
efek prosedur invasif adalah Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kontak
dengan pasien, mengukur suhu badan, memperbaiki infus, mengobservasi tanda-tanda
infeksi pada luka insisi yang terpasang shunting, monitor tanda- tanda vital, melakukan
kolaborasi pemberian obat antibiotic (ceftriaxone 1x250mg IV). Menurut analisa penulis
pelaksanaan intervensi pada diagnosa ini sangat penting untuk mengurangi risiko terjadinya
infeksi pada anak. Mengurangi risiko infeksi dengan cara mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan kontak dengan pasien, Pengukuran suhu tubuh dapat mengindikasikan
adanya infeksi, dan mengobservasi tandatanda infeksi pada luka insisi untuk mengetahui
adanya perubahan warna yang menandai adanya infeksi.
Menganalisis evaluasi penerapanintervensi keperawatan pada pasien Hidroseplus di ruangan
HCU Anak RSUP Dr. M Djamil Padang

Pada tanggal 9 November 2021, setelah dilakukan implementasi keperawatan didapatkan


bahwa ibu pasien mengatakan anak masih kejang, anak masih terlihat rewel dan gelisah, ,untuk
itu tetap pantau tanda-tanda vital pasien, bantu ADL pasien, pantau keadaan umum dan
tingkat kesadaran pasien dan tetap berikan terapi sesuai order.
Untuk masalah hipovolemi yang dirasakan pasien setelah dilakukan implementasi keperawatan,
pasien masih mengalami muntah selaah minum susu dengan frekuensi sebanyak 2-4 kali sehari.
Turgor kulit An.H sudah Mulai membaik, mukosa bibir masih terlihat kering, untuk itu tetap
pantau tanda-tanda vital pasien, pantau intake output pasien dan tetap berikan terapi sesuai
order.
Untuk masalah ganguan resiko infeksi setelah dilakukan implementasi keperawatan, masih
terdapat kemerahan pada luka bekas vp shunting, luka terlihat bersih, telah diberikan antibiotic
ceftriaxone jalur intravena, untuk itu tetap pantau tanda-tanda vital pasien, bantu ADL pasien,
pantau tanda-tanda infeksi, kebersihan luka dan pemahaman keluarga terkait infeksi dan tetap
berikan terapi sesuai order.
Kesimpulan
Serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga
terdapat pelebaran ventrikel. Penyakit hidrosefalus ini dapat terjadi karena kelainan bawaan,
infeksi, neoplasma, perdarahan – perdarahan yang terjadi sebelum dan sesudah lahir dalam
otak. Dari pengkajian yang sudah dilakukan maka didapatkan 3 diagnosa keperawatan yang
bisa diangkat untuk penyakit hidrosefalus yaitu resiko perfusi serebral tidak efektif karena
didapatkan dari data kepala anak membesar tidak seiring dnegan usianya serta anak sering
kejang. Diagnosis yang kedua yaitu resiko ketidakseimbangan elektrolit, karena didapatkan data
anak mengalami muntah 4 sampai 5 kali dalam sehari, diagnose yang ketiga yaitu resiko
gangguan integritas kulit berhubungan karena terlihat bekas luka pembedahan di kepala
sebelah kiri pasien, tampak anak juga sulit bergerak
SARAN
Demikian makalah seminar kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan hidrosefalus pada anak di ruang
Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP. M.Djamil Padang ini kami buat. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua baik yang membuat maupun yang membacanya. Kami menyadari bahwasanya makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, saran dan kritik dengan sifat membangun dari pembaca kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
5. Berikan ASI sebanyak mungkin pada Cara perawatan luka di rumah
bayi supaya daya tahan tubuh dan
proses pemulihan bayi lebih maksimal, ALAT:
karena ASI mengandung nutrisi 1. Baskom
terbaik bagi bayi. 2. air hangat yang sudah di didihkan PROGRAM STUDI PROFESI
3. kasa KEPERAWATAN
6. Posisikan bayi saat tidur dengan 4. betadine FAKULTAS KEPERAWATAN
hati-hati supaya shunt tidak 5. Air mengalir untuk cuci tangan UNIVERSITAS ANDALAS
mengalami penyumbatan. Pastikan 6. Plester 2021
posisi tidur bayi senyaman mungkin 7. Alkohol swab
supaya bayi dapat beristirahat dengan LANGKAH:
maksimal. 8. Siapkan alat
9. Cuci tangan menggunakan sabun dan
7. Ganti balutan minimal satu kali jaga kesterilan tanga dari benda yang
sehari, mencuci tangan sebelum dan tidak steril
sesudah mengganti balutan, alat dan 10. Buka balutan jika luka tertutup dengan
bahan yang akan digunakan untuk sambil mengoleshkan alkohol swab
mengganti balutan harus dalam 11. Bersihakan luka menggunakan kasa dan
keadaan steril atau bersih, minum obat air hangat
sesuai anjuran misalnya obat antibiotic 12. Oles luka dengan satu arah
untuk mencegah infeksi. 13. Foto dan catat penampakan luka, PENATALAKSANAAN
ukuran, jenis cairan yang keluar,
HIDROSEFALUS PADA ANAK
kedalaman luka, tingkat nyeri anak, dan
Setelah pemasangan VP shunt
sampaikan pada saat cek kesehatan
anak
14. Keringkan dengan tap tap kasa kering Kelompok R
15. Oles betadine
16. Tutup luka  dengan  kasa
17. Plester
Perawatan Pasca Operasi
HIDROSEFALUS Operasi Vp Shunt
Vp Shunt
Solusi untuk mengurangi 1. Pastikan asupan makanan bayi penuh
tekanan pada otak karena dengan nutrisi, seperti misalnya
cairan serebrospinal yang perbanyak konsumsi buah dan sayuran
melebihi dari volume normal supaya tubuh menyerap banyak vitamin
maka di lakukan operasi oleh dan mineral untuk masa pemulihan.
dokter bedah saraf dengan
Ventriculoperitoneal shunt 2. Lakukan terapi pemulihan dengan
yang membawa cairan pada teratur dan sabar supaya proses tumbuh
otak ke perut dan cairan di kembang bayi tetap maksimal. Misalnya
otak menjadi seimbang tetap melatih bayi bicara sedikit demi
kembali. sedikit atau berjalan perlahan dengan
tuntunan.
Hydrocephalus adalah jenis Normalnya, cairan serebrospinal akan 3. Pastikan bayi cukup tidur dan istirahat
penyakit yang terjadi akibat mengalir melalui ventrikel ke dasar otak. supaya proses pemulihan berjalan
gangguan aliran cairan di dalam Cairan ini kemudian membasahi otak dan maksimal. Apabila bayi terlalu lelah
otak (cairan serebrospinal). sumsum tulang belakang sebelum diserap dikhawatirkan dapat memicu
Secara tipikal ditandai dengan kembali ke dalam darah. memburuknya kondisi kesehatan fisik
pembesaran kepala, menonjolnya
bayi.
dahi, deteriorasi mental, dan Ketika alirannya terganggu, maka
kejang-kejang (Sudarti dan Afroh penumpukan cairan akan terjadi. Kondisi ini 4. Perhatikan apabila terjadi efek macam
Fauziah, 2010). dapat menciptakan tekanan berbahaya – macamyang kurang baik pasca operasi,
pada jaringan otak. Bila penumpukan terus sehingga dapat diambil tindakan lanjutan
terjadi, otak akan mengalami kerusakan. yang penting untuk kesehatan dan
kesembuhan bayi.
REFERENSI
Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2015. Buku Ajar Neurologi Klinis.
Yogyakarta: UGM Press.
Nanny,L., Vivian.2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.Yogyakarta: Salemba Medika.
Sarwono,P. 2017. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Ropper, Alan dan Robert H Brown. 2015. Adams and Victors Principles Of
Neurology.USA.Eight Edition
Sudarti.2010 Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi Dan Anak Balita.Yogyakarta:Numed
Bulechek, G.M, et al, 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi keenam.Indonesia : CV. Mocomedia
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. 2015, Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10.
Jakarta: EGC
Moorhead, S, et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan. Edisi kelima.
Indonesia : CV. Mocomedia
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika:
Jakarta
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (edisi 1). DPP PPNI
PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (edisi 1). DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai