Anda di halaman 1dari 83

PENGKAJIAN

KEPERAWATAN
Faridah

1
Pemeriksaan Fisik
Head-To-Toe
PEMERIKSAAN KEPALA - LEHER
 Anatomi Kepala-Leher

3
Pemerikasaan Umum
 Inspeksi:
 Amati kesimetrisan muka, rambut, kulit kepala.

 Penilaian lingkar kepala. Lingkar kepala yang lebih besar dari normal, disebut
makrosefali, biasanya dapat ditemukan pada penyakit hidrocefalus. Sedangkan lingkar
kepala yang kurang dari normal disebut mikrosefali.
 Palpasi:
 Lakukan palpasi pada permukaan kulit kepala, penilaian adanya deformitas, nyeri tekan

4
Pemeriksaan Mata
 Inspeksi:
 Amati bentuk bola mata, strabismus,
exophtalmus, konjungtiva, sklera, kornea dan iris
(dan iris : peradangan (ada / tidak), bagaimana
gerakan bola mata (normal / tidak), pupil kanan
kiri (bagaimana reflek pupil terhadap cahaya (baik
/ tidak), besar pupil kanan-kiri (sama /tidak), pupil
mengecil / melebar
 Periksa tekanan bola mata dan adanya nyeri tekan
 Ukur tekanan bola mata pasien dengan
menggunakan tonometer.
 Nilai normal tekanan intra okuli 11 – 21 mmHg
(rata – rata 16 ± 2,5 mmHg)
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-NC-ND

5
Test ketajaman penglihatan
Periksa visus Okuli Dekstra (OD) dan Okuli Sinistra (OS)

 Dengan grafik alfabet Snellen di jarak


5 – 6 meter.
 5/5 atau 6/6 = normal
 1/ 60 = (Normal) Mampu melihat
dengan hitung jari
 1/300 = (Normal) Mampu melihat
dengan lambaian tangan
 1/ ~ = (Normal) Mampu melihat gelap
dan terang
 0 = Tidak mampu melihat

This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-NC-ND

6
Pemeriksaan Telinga
Inspeksi Amati daun telinga, liang telinga (Lubang
telinga, kalau perlu gunakan otoskop (periksa
ada / tidak) : serumen, benda asing,
Perdarahan), membran timpani (utuh / tidak)

Palpasi: Temukan adanya nyeri tekan,

Perkusi: Uji ketajaman pendengaran

This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-SA

7
Tes Pendengaran
 Beberapa jenis gangguan pendengaran:
 Gangguan pendengaran konduktif
Gangguan pendengaran ini terjadi ketika gelombang suara tidak dapat masuk ke dalam
telinga. Gangguan pendengaran konduktif umumnya ringan dan hanya terjadi sementara.
 Gangguan pendengaran sensorineural
Kondisi ini terjadi ketika ada gangguan pada organ di dalam telinga atau saraf yang
mengontrol pendengaran. Tingkat keparahan gangguan pendengaran sensorineural bisa ringan
sampai tuli total.
 Gangguan pendengaran campuran
Gangguan pendengaran campuran adalah kondisi ketika gangguan pendengaran konduktif
terjadi bersamaan dengan gangguan pendengaran sensorineural.

8
Indikasi Tes Pendengaran
Merasa ada dengungan pada telinga (Tinitus)  Tinnitus bukanlah suatu penyakit, melainkan
gejala dari kondisi lain, misalnya gangguan di organ dalam telinga, gangguan di dalam
pembuluh darah, atau karena efek samping obat-obatan

Bicara terlalu keras hingga membuat lawan bicara terganggu

Sering meminta lawan bicara mengulang ucapannya

Sulit mendengar percakapan

Menonton televisi dengan suara yang keras hingga mengganggu orang lain

9
Jenis-jenis tes pendengaran
 1. Tes bisik
 2. Tes garputala
 3. Tes audiometri tutur
 4. Tes audiometri nada murni
 5. Brainstem auditory evoked response (BAER)
 6. Otoacoustic emissions (OAE)
 7. Acoustic reflex measures
 8. Timpanometri

10
11
1. Tes Bisik (whispered voice test)

 Tes bisik dipergunakan untuk skrining adanya gangguan


pendengaran dan membedakan tuli konduktif dengan tuli
sensorineural
 Pasien diminta untuk menutup lubang telinga yang tidak
diperiksa dengan jari. Setelah itu dibisikkan kata atau
kombinasi huruf dan angka, kemudian meminta pasien
mengulangi apa yang dibisikkan.
 Saat berbisik pada pasien, pemeriksa akan berada kurang
dari 1 meter di belakang pasien untuk mencegah pasien
membaca gerak bibir. Jika pasien tidak dapat mengulangi
kata yang dibisikkan, akan digunakan kombinasi huruf
dan angka yang berbeda atau membisikkan kata lebih
keras sampai pasien bisa mendengarnya.
 Setelah tes pada satu telinga selesai, tes akan diulangi
pada telinga yang lain.
 Pasien dianggap lulus tes bisik jika mampu mengulangi
50% kata yang diucapkan oleh pemeriksa.

12
TES GARPUTALA
Bertujuan untuk menilai ada
tidaknya gangguan pendengaran
(tuli+ hearing loss) dan
membedakan tuli hantaran
(conductive hearing loss) dan tuli
sensorineural (sensorineural hearing
loss)

Garputala yang dipakai biasanya


adalah garputala frekuensi 512 Hz

13
Jenis Tes Garputala
TES
TES RINNE: TES WEBER: SCHWABACH
:
Tes untuk
Tes untuk
Tes pendengaran untuk membandingkan
membandingkan
membandingkan hantaran tulang orang
hantaran melalui
hantaran tulang telinga diperiksa dengan
udara dan hantaran
kiri dengan telinga pemeriksa yang
melalui tulang pad
kanan pendengarannya
telinga yang diperiksa
normal

Tes weber dilakukan


Membantu menegakkan setelah tes rinne"
diagnosis tuli hantaran bertujuan untuk
(conducti/ehearing membedakan tuli
loss) konduktif dan tuli
sensorieural

14
Tes Rinne
 Untuk menilai hantaran udara, ujung
lengan panjang garputala yang sudah
digetarkan dipasang 1 inci di depan
MAE (A)
 Pasien ditanya apabila sudah tidak
mendengar
 Setelah itu, prosedur diatas dibalik,
pemeriksaan dimulai dari B ke A
 Interpretasi hasil :
 Tes Rinne (+) : AC>BC  Normal
 Tes Rinne (-) : BC>AC __> Tuli
konduksi atau tuli sensori
15
Tes Weber

Garputala yang sudah digetarkan diletakkan


di verteks atau di tengah dahi

Pasien ditanya 3 suara terdengar sama keras


atau lebih keras di satu sisi (kiri+kanan)

interpretasi hasil :
• suara terdengar sama keras di telinga kiri dan kanan 
normal
• suara terdengar lebih keras di satu sisi  ada lateralisasi
• Lateralisasi ke arah telinga yang terganggu  tuli
konduktif
• Lateralisasi ke arah telinga yang sehat  tuli
sensorineural

16
Tes Schwabach
 Cara pemeriksaan :
 Garputalah 512 Hz digetarkan
 Diletakkan pada Processus Mastoideus
pemeriksa lebih dahulu 
 Sampai tidak terdengar bunyi
 Tangkai garputala segera dipindahkan
pada Prosc mastoideus OP
 Bila OP masih dapat mendengar bunyi
maka OP Schwabach memanjang
 Bila pasien dan pemeriksa sama-sama
pendengarannya  schwabach sama
dengan pemeriksa

17
Kesimpulan Tes
Garputala

18
Pemeriksaan hidung
 Inspeksi
 Amati adanya deformitas, aliran
pengeluaran udara, mukosa,
 Palpasi:
 Dilakukan pada pangkal, septum,
dan cuping hidung, temukan nyeri
tekan pada area sinus
 Perkusi:
 Temukan adanya nyeri ketuk area sinus

19
Pemeriksaan keadaan mulut

 Inspeksi
 Amati bibir, mukosa, gusi, gigi,
lidah, faring, tonsil,
kebersihan/bau mulut
 Palpasi:
 Lakukan palpasi pada pipi,
palatum dan lidah

 Perkusi:
 Dilakuk
an pada
gigi

20
Pemeriksaan leher

 Inspeksi

 Amati bentuk leher, denyut karotis,


vena jugularis

 Palpasi

 Kelenjar limfe (pembesaran dengan


diameter lebih dari 10 mm
menunjukkan adanya kemungkinan
tidak normal atau indikasi penyakit
tertentu), kelenjar tiroid, trachea,
adanya kaku kuduk. Berikut ini
adalah lokasi limfonodi kepala-leher
yang harus diperiksa: 21
PEMERIKSAAN DADA
PEMERIKSAAN PARU
• Posisi pasien dapat duduk dan atau berbaring
• Dari arah atas tentukan kesimetrisan dada, dari arah samping dan belakang
tentukan bentuk dada
• Bentuk thorax : normal / ada kelainan
• Ukuran dinding dada, kesimetrisan
• Keadaan kulit, ada luka atau tidak
• Klavikula, fossa supra dan infraklavikula, lokasi costa dan intercosta pada kedua
sisi
• Ada bendungan vena atau tidak
• Pemeriksaan dari belakang perhatikan bentuk atau jalannya vertebra, bentuk
scapula

22
Bentuk Dada

 Gerakan napas dan tanda-tanda sesak napas  Dari arah depan, catat :
 Normal: Gerak napas simetris 12- 24 x/menit, abdominal / thorakoabdominal, tidak
ada penggunaan otot napas dan retraksi interkostae

23
Abnormal :
Tachipneu napas cepat ( frekuensi > 24 x/menit ), misalnya pada demam, gagal jantung

Bradipneu (napas lambat) ( frekuensi < 12 x/menit), misalnya pada uremia, koma DM, stroke

Cheyne Stokes→ napas dalam, kemudian dangkal dan diserta apneu berulang-ulang. Misalnya pada stroke, penyakit
jantung, ginjal.
Biot→ dalam dan dangkal disertai apneu yang tidak teratur, misalnya meningitis

Kusmaull → Pernapasan cepat dan dalam, misalnya koma DM, asidosis metabolik

Hyperpneu → napas dalam, dengan kecepatan normal

Apneustik → inspirasi tersengal, ekspirasi sangat pendek, misal pada lesi pusat pernapasan.

Dangkal → emfisema, tumor paru, pleura Efusi.

Asimetris → pneumonie, TBC paru, efusi pericard/pleura, tumorparu.Dari arah depan tentukan adanya pelebaran vena
dada, normalnya : tidak ada

24
Palpasi:
Dengan posisi duduk merunduk, letakkan ke dua tangan pada
punggung di bawah scapula, tentukan : kesimetrisan gerak dada,
dan daya kembang paru

Lakukan pemeriksaan stem fremitus dengan cara meletakkan


kedua tangan dengan posisi tangan agak ke atas, minta pasien
untuk bersuara (88), tentukan getaran suara dan bedakan kanan
dan kiri. Stem fremitus meningkat pada konsolidasi paru,
pneumonie, TBC, tumor paru, ada masa paru. Stem fremitus
menurun pada efusi pleura, emfisema, paru fibrotik, caverne paru
25
Perkusi:
Atur posisi pasien berbaring / setengah duduk

Lakukan perkusi paru-paru posterior. Perkusi mulai dari supraskapula ke bawah


sampai batas atas abdomen. Bandingkan sisi kanan dan kiri

Gunakan tehnik perkusi, dan tentukan batas-batas paru


• Batas paru normal :
• Atas : Supraskapularis (seluas 3-4 jari di pundak)
• Bawah : Setinggi vertebra torakal X di garis skapula
• Kiri : ICS VII – VIII
• Kanan : ICS IV – V
• Abnormal :
• Batas bawah paru lebih tinggi : anak, fibrosis, konsolidasi, efusi, ascites
• Batas bawah Menurun: orang tua, emfisema, pneumothorak

26
Suara perkusi
 Paru-paru normal: resonan (“dug dug
dug”)
 Tumor paru: pekak/dullness (“bleg
bleg bleg”) → bagian padat lebih
banyak dari bagian udara
 Pneumothoraks: hiperresonan (“deng
deng deng”) → udara lebih banyak dari
padat
 Daerah yang berongga: timpani (“dang
dang dang”)
 Jaringan padat (jantung, hati):
pekak/datar
 Gambar 3 : Teknik Perkusi
27
Perkusi
Lakukan perkusi secara merata pada daerah
paru, catat adanya perubahan suara perkusi :
• Normal : sonor/resonan ( dug )
• Abnormal :
• Hipersonor → menggendang ( dang ) : thorax berisi
udara, kavitas
• Hiposonor → "deg" : fibrosis, infiltrate, pleura menebal
• Redup → "bleg" : fibrosis berat, edema paru
• Pekak → seperti bunyi pada paha : tumor paru, fibrosis
28
Auskultasi:

Atur posisi pasien duduk / berbaring

Dengan stetoskop, auskultasi paru secara sistematis pada trachea,


bronkus dan paru, catat : suara napas dan adanya suara tambahan

Suara napas  Normal :


• Trachea bronkhial → suara di daerah trachea, seperti meniup besi, inpirasi lebih keras
dan pendek dari ekspirasi.
• Bronkhovesikuler → suara di daerah bronchus (coste 3-4 di atas sternum), inspirasi
seperti vesikuler, ekspirasi seperti tracheo- bronkhial.
• Vesikuler → suara di daerah paru, nada rendah inspirasi dan ekspirasi tidak terputus
29
Auskultasi:
Abnormal : Suara tambahan

• Suara tracheo-bronkhial Normal : bersih, tidak ada suara


tambahan
terdengar di daerah
bronchus dan paru ( misal ; Abnormal :
pneumonie, fibrosis )
• Ronkhi → suara tambahan pada bronchus akibat
• Suara bronkhovesikuler timbunan lendir atau sekret pada bronchus.
terdengar di daerah paru • Krepitasi / rales → berasal daru bronchus, alveoli,
kavitas paru yang berisi cairan ( seperti gesekan
• Suara vesikuler tidak rambut / meniup dalam air )
• Whezing → suara seperti bunyi peluid, karena
terdengar. Missal : fibrosis, penyempitan bronchus dan alveoli.
• Pleural friction rub : bunyi yang terdengar “kering”
effuse pleura, emfisema seperti suara gosokan amplas pada kayu
30
Lokasi Suara Nafas

31
PRECORDIUM
 Inspeksi dan Palpasi
 1. Posisi telentang dengan kepala diangkat 30-40 derajat
 2. Letakkan tangan pada ruang intercostae II (area aorta dan pulmonal), lalu amati
ada tidaknya pulsasi. Normalnya tidak ada
 3. Geser tangan ke ruang intercostae V parasternal sinister (area ventrikel
kanan/tricuspid). Amati adanya pulsasi, normalnya tidak ada
 4. Dari area tricuspid, geser tangan ke area midclavicula sinister (area apical/point
of maximal impulse)
 5. Tentukan letak ictus cordis di ICS V garis midklavikula kiri. Untuk mempertajam
getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3 tangan kanan
 6. Ictus cordis disebabkan karena denyutan dinding thorax karena pukulan pada
ventrikel kiri, normalnya berada ICS V midclavicula sinister sebesar 1 cm.
32
Lokasi PMI (point of maximal impulse)

33
Perkusi
 Untuk memeriksa batas jantung
 ICS II (area aorta pada sebelah kanan dan pulmonal pada sebelah kiri)
 ICS V Mid Sternalis kiri (area katup trikuspid atau ventrikel kanan)
 ICS V Mid Clavikula kiri (area katup mitral)
 Untuk mengetahui batas, ukuran dan bentuk jantung secara kasar. Batas-
batas jantung normal adalah :
 Batas atas : ICS II Mid sternalis
 Batas bawah : ICS V
 Batas Kiri : ICS V Midclavikula Kiri
 Batas Kanan: ICS IV MidSternalis Kana

34
Auskultasi
 1. Dengarkan BJ I pada :
 ICS V garis midsternalis kiri (area katup trikuspid)
 ICS V garis midklavicula kiri (area katup mitral): terdengar LUB lebih keras akibat
penutupan katub mitral dan trikuspid
 2. Dengarkan BJ II pada :
 ICS II garis sternalis kanan (area katup aorta)
 ICS II garis sternalis kiri (area katup pulmonal): terdengar DUB akibat penutupan
katup aorta dan pulmonal.
 3. Dengarkan adanya suara tambahan (BJ III) pada fase sistolik-diastolik, BJ
IIIterdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh tapi tidak melebihi separuh
dari fase diastolic
 4. BJ III normal pada anak dan dewasa muda

35
Auskultasi
 5. BJ III pada decompensasi kiri disebut Gallop Rhythm, yaitu suara yang timbul akibat
getaran derasnya pengisian diastolic dari atrium kiri ke ventrikel kiri yang sudah
membesar
 6. Dengarkan adanya Murmur (bising jantung), yaitu suara tambahan pada fase sistolik,
diastolic, maupun keduanya yang disebabkan karena adanya fibrasi/getaran dalam
jantung atau pembuluh darah besar yang disebabkan karena arus turbulensi darah.
Derajat murmur :
 I : hampir tidak terdengar
 II : Lemah
 III : Agak keras
 IV : Keras
 V : sangat keras
 VI : masih terdengar jelas ketika stetoskop diangkat sedikit
36
DAERAH KETIAK DAN
PAYUDARA
 Inspeksi
 Ukuran payudara, bentuk, kesimetrisan, dan adakah pembengkakan. Normalnya
melingkar dan simetris dengan ukuran kecil, sedang atau besar.
 Kulit payudara, warna, lesi, vaskularisasi,oedema.
 Areola : Adakah perubahan warna, pada wanita hamil lebih gelap.
 Putting : Adakah cairan yang keluar, ulkus, pembengkakan
 Adakah pembesaran pada kelenjar limfe axillar dan clavikula
 Palpasi
 Adakah nyeri, adakah nyeri tekan, dan kekenyalan
 Adakah benjolan massa atau tidak

37
PEMERIKSAAN ABDOMEN
Empat Kuadran Abdomen Sembilan Kuadran Abdomen

38
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
 Permukaan perut  Bentuk perut
 Perhatikan kulit perut : apakah  Perhatikan : kesimetrisan (baik pada
tegang, licin, tipis (bila ada orang yang gemuk/kurus).
pembesaran organ dalam perut) Pembesaran perut secara simetris
atau kasar, keriput (bila mengalami disebabkan penimbunan cairan di
distensi). Apakah terdapat luka rongga peritonium, penimbunan
jahit atau luka bakar. udara di dalam usus dan orang
terlampau gemuk. Pembesaran
 Perhatikan warna kulit perut : perut asimetris ditemukan pada
apakah kuning / tidak (pada pasien kehamilan, tumor di dalam rongga
ikterus), apakah tampak pelebaran perut, tumor ovarium atau kandung
pembuluh darah vena / tidak kencing. Pembesaran setempat :
 Perhatikan adanya striae (tanda dijumpai pada pembesaran hepar,
peregangan pada ibu hamil) limpa, ginjal, kandung empedu, dan
tumor pada organ-organ tersebut
39
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi

Gerakan dinding perut


• Minta pasien untuk nafas dalam dan perhatikan
gerakan perut saat inspirasi dan ekspirasi. Normal
perut mengempis pada ekspirasi dan mengembang
pada inspirasi. Pada kelumpuhan diafragma
terdapat gerakan dinding perut yang berlawanan
• Amati adanya gerakan peristaltik. Pada orang yang
sangat kurus kadang peristaltik normal terlihat
40
Pemeriksaan abdomen
Auskultasi

Sumber suara abdomen : suara dari struktur vaskuler, dan


peristaltik usus

Dengarkan di setiap kuadran dengan stetoskop selama 1 menit


dan perhatikan : intensitas, frekuensi, dan nada. Normal
frekuensi peristaltik 5-35 x/menit

Dengarkan suara vaskuler dari : aorta (di epigastrium), arteri


hepatika (di hipokondrium kanan), arteri lienalis : di
hipokondrium kiri
41
Pemeriksaan abdomen
Perkusi

Dengan perkusi abdomen dapat ditentukan : pembesaran


organ, adanya udara bebas, cairan bebas di dalam rongga
perut

Perhatikan bunyi dan resistensinya. Lakukan pada tiap


kuadran untuk memperkirakan distribusi suara timpani dan
redup
• Biasanya suara timpani yang dominan karena adanya gas pada saluran
pencernaan
• Cairan dan feses memberikan suara redup
• Perkusi di daerah epigastrium dan hipokondrium kiri menimbulkan timpani

42
Pemeriksaan abdomen
Auskultasi

Perkusi Hepar Perkusi Limpa

Lakukan perkusi pada garis


midklavikula kanan, mulai dari bawah Pekak limpa
umbilikus (di daerah suara timpani) ke
atas, sampai terdengar suara pekak seringkali
yang merupakan batas bawah hepar
ditemukan
Lakukan perkusi dari daerah paru ke diantara ICS 9 dan
bawah untuk menentukan batas atas
hepar yaitu dari perpindahan suara
ICS 11 di garis
resonan sampai pekak aksila anterior kiri
43
Pemeriksaan abdomen
Palpasi
Tahap awal palpasi dengan menggunakan satu tangan. Letakkan tangan kanan di atas perut, telapak
tangan dan jari-jari menekan dinding perut dengan tekanan ringan. Dengan perlahan, rasakan di tiap
kuadran

Rasakan : adanya ketegangan otot atau tidak, nyeri tekan atau tidak

Tahap berikutnya lakukan palpasi dalam untuk memeriksa massa di abdomen

Rasakan konsistensinya : apakah padat keras (seperti tulang), padat kenyal (seperti meraba hidung),
lunak (seperti pangkal pertemuan jempol dan telunjuk), atau kista (ditekan mudah berpindah seperti
balon berisi air, berisi cairan

Jika dirasakan adanya massa, maka ukuran massa ditentukan dengan meteran / jangka sorong panjang,
lebar, tebal (kalau tidak ada peralatan, bisa dengan ukuran jari penderita)

44
Pemeriksaan abdomen
Palpasi

Palpasi Hepar Palpasi Limpa


 Palpasi lien dimulai dari hipogastrium ke
Letakkan tangan kiri pemeriksa di belakang pasien, hipokondrium kiri
menyangga costa ke 11 dan costa ke 12 sebelah
kanan pasien dengan posisi sejajar. Anjurkan pasien  Dengan teknik palpasi bimanual : letakkan telapak
menekuk kakinya. Pasien dalam keadaan rileks tangan kanan pemeriksa di daerah hipokondrium kiri
pasien, dengan jari-jari mengarah ke samping atas.
Tangan kiri pemeriksa diletakkan dipinggang kiri
Tempatkan tangan kanan pemeriksa pada abdomen pasien. Dengan tangan kanan pemeriksa menekan
pasien sebelah kanan bawah, dengan ujung jari sambil menggerakkan tangan itu sedikit demi sedikit
ditempatkan di batas bawah daerah redup hepar. ke bawah tulang-tulang iga. Pasien diminta menarik
Dengan posisi jari tangan mengarah ke atas. nafas dalam, dan penekanan dilakukan pada puncak
inspirasi. Tangan kiri pemeriksa merupakan landasan
bagi tekanan yang dilakukan oleh tangan kanan
Anjurkan pasien menarik nafas. Pada akhir inspirasi,
lakukan perabaan pada hepar dengan cara : tangan  Dengan palpasi bimanual ini kita memeriksa tepi,
naik mengikuti irama nafas dan gembungan perut konsistensi dan permukaan lien yang membesar.
kemudian tekan secara lembut dan dalam. Normal Normal limpa tidak teraba. Hati-hati terjadi rupture
hepar tidak teraba lien.

45
Pemeriksaan abdomen
Palpasi
Palpasi pada titik
Palpasi Ginjal Mc.Burney
Dengan teknik bimanual : tangan kiri mengangkat
ginjal ke anterior pada area lumbal posterior,
tangan kanan diletakan pada bawah arcus costae,
kemudian lakukan palpasi dan deskripsikan adakah
nyeri tekan, bentuk dan ukuran. Normal ginjal tidak
teraba

46
Palpasi dan Perkusi untuk Melihat Cairan
Acites
1. Atur posisi telentang

2. Letakkan pinggir lateral tangan pada abdomen (linea alba)

3. Tangan pemeriksa diletakkan pada samping dinding abdomen

4. Satu tangan mengetuk dinding abdomen, tangan yang lain merasakan getaran. Bila ada
getaran, berarti ada cairan bebas pada rongga abdomen

5. Kemudian lakukan perkusi, perkusi dimulai dari bagian tengah abdomen menuju dinding
lateral abdomen. Perubahan suara dari tympani ke dullness (pekak) merupakan batas cairan
pada abdomen

6. Ubah posisi pasien ke posisi miring (cairan akan pindah ke bawah). Lakukan perkusi pada
kedua bagian lateral abdomen. Bila terdapat cairan akan didapatkan : daerah sisi lateral
abdomen yang semula pekak akan berubah menjadi tympani, sedangkan bagian lateral lainnya
berubah menjadi pekak. Keadaan ini disebut shifting dullness. 47
PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL
Inspeksi
 Perhatikan :
 Penampilan umum, gaya jalan, ketegapan, cara bergerak, simetris tubuh dan
extremitas (bandingkan sisi yang satu dengan yang lain → ekstemitas atas / bawah,
kanan/ kiri). Adanya perasaan tidak nyaman, pincang, atau nyeri saat berjalan
 Kelumpuhan badan dan atau anggota gerak. Adanya fraktur atau tidak
 Warna kulit pada ekstremitas (kemerahan / kebiruan / hiperpigmentasi)
 Periksa adanya benjolan / pembengkakan pada ekstremitas. Adanya atrofi /
hipertrofi otot, struktur tulang dan otot. Amati otot kemungkinan adanya kontraksi
abnormal dan tremor

48
PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL
palpasi

Palpasi pada setiap ekstremitas


dan rasakan :
• 1. Kekuatan / kualitas nadi perifer
• 2. Adanya nyeri tekan atau tidak
• 3. Adanya krepitasi atau tidak
• 4. Konsistensi otot (lembek / keras)
49
PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL
Kaji ROM (Range of Motion)
Minta pasien menarik atau mendorong tangan pemeriksa dan
bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dan kiri. Kekuatan
otot juga dapat diuji dengan cara meminta pasien menggerakkan
anggota tubuh secara bervariasi (misal menggerakkan kepala atau
lengan). Normal pasien dapat menggerakkan anggota tubuh ke
arah horizontal terhadap gravitasi
Amati kekuatan suatu bagian tubuh dengan cara memberi tahanan
secara resisten. Secara normal kekuatan otot dinilai dalam 5
tingkatan gradasi

50
Penilaian Kekuatan Otot
Sekala Normal Ciri
Kekuatan (%)
0 0 Paralisis total
1 10 Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi
otot
2 25 Gerakan otot penuh menentang gravitasi, dengan
sokongan
3 50 Gerakan normal menentang gravitasi
4 75 Gerakan normal menentang gravitasi dengan sedikit
tahanan
5 100 Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan
tahanan penuh
51
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

 PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN (Kualitatif)


 1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
 2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
 3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriakteriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
 4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
 5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadapnyeri.
 6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).

52
PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS

Saraf Kranial adalah bagian dari


susunan sistem saraf perifer,
walaupun terletak di dekat
sistem saraf pusat (SSP).
Terkait dengan organ-organ Saraf
kranial didalam tubuh manusia.

53
Fungsi Dan Jenis Saraf Kranial

54
Cara Pemeriksaan Nervus Kranialis
NERVUS CARA PEMERIKSAAN
I Olfaktorius Minta pasien untuk mengidentifikasi aroma non iritatif seperti kopi dengan mata tertutup

II Opticus Minta klien membaca bagan Snellen


III Oculomotorius Kaji delapan pergerakan mata dan reaksi serta akomodasi pupil terhadap cahaya
IV Troclearis Kaji delapan pergerakan mata
V Trigeminus a. Sentuhkan kapas secara perlahan pada kornea untuk menguji reflex kornea
b. Minta klien menutup mata, kemudian sentuhkan kapas, jarum, dan klip kertas secara bergantian pada kulit wajah klien
c. Kaji kemampuan klien mengatupkan gig

VI Abdusens Kaji arah tatapan klien

VII Facialis a. Minta klien untuk tersenyum, mengembungkan pipi, menaikkan dan menurunkan alis mata, kemudian perhatikan
kesimetrisannya
b. Minta klien untuk mengidentifikasi rasa manis dan asin di bagian depan dan pinggir lidah

VIII Vestibulococlearis Kaji kemampuan klien untuk mendengarkan kata yang diucapkan pemeriksa

IX Glossopharingeus a. Minta klien untuk mengidentifikasi rasa asam, asin, dan manis pada bagian posterior lidah
b. Gunakan spatel lidah untuk memeriksa reflek gags
c. Minta klien untuk menggerakkan lidahnya

X Vagus a. Minta klien untuk mengucapkan kata “ah” dan observasi pergerakan palate, dan faring
b. Gunakan spatel lidah untuk memeriksa reflex gags
c. Kaji adanya suara parau ketika klien berbicara

XI Accesorius Minta klien untuk mengangkat bahu dan memallingkan wajah ke sisi yang ditahan oleh tangan anda secara pasif

XII Hipoglossus Minta klien untuk menjulurkan lidah sejajar garis tengah tubuh, kemudian menggerakkannya ke kanan dank e kiri
55
PEMERIKSAAN REFLEK FISIOLOGIS
1. Reflek Biseps 2. Reflek Triseps
Posisi: dilakukan dengan pasien duduk, dengan Posisi : dilakukan dengan pasien duduk. Dengan
membiarkan lengan untuk beristirahat di pangkuan perlahan tarik lengan keluar dari tubuh pasien,
pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari 90 sehingga membentuk sudut kanan di bahu atau
derajat di siku. lengan bawah menjuntai ke bawah langsung di
siku
Identifikasi tendon: minta pasien memflexikan di siku
sementara pemeriksa mengamati dan meraba fossa Cara : ketukan pada tendon otot triseps, posisi
antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa seperti lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
tali tebal.
Cara: ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan
pada tendon muskulus biseps, posisi lengan setengah
diketuk pada sendi siku
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
Respon: fleksi lengan pada sendi siku

56
PEMERIKSAAN REFLEK FISIOLOGIS
3. Reflek Brachioradialis 4. Reflek Patella
Posisi : dapat dilakukan dengan duduk. Lengan Posisi : dapat dilakukan
bawah rileks di pangkuan pasien.
dengan duduk atau berbaring
terlentang
Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis Cara : ketukan pada tendon
(sisi ibu jari pada lengan bawah) sekitar 10 cm
proksimal pergelangan tangan. Posisi lengan patella
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.

Respons : flexi pada lengan bawah dan supinasi Respon : plantar fleksi kaki
pada siku dan tangan

57
PEMERIKSAAN REFLEK FISIOLOGIS
5. Reflek Glabela 6. Reflek Rahang Bawah (Jaw Reflex)

Cara : Klien disuruh membuka


Cara : Ketukkan hammer mulutnya sedikit dan telunjuk
pada glabela atau sekitar pemeriksa ditempatkan
daerah supraorbitalis melintang di dagu. Setelah itu
telunjuk diketok dengan hammer
Respon : kontraksi otot masseter
Respon : Kontraksi sehingga mulut merapat /
singkat kedua otot menutup
orbikularis okuli

58
PEMERIKSAAN REFLEK FISIOLOGIS
7. Reflek Achiles

Posisi: pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja

Identifikasi tendon: tungkai difleksikan pada pinggul dan


lutut

Cara : ketukan hammer pada tendon achilles

Respon : plantar fleksi kaki


59
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL .

 KAKU KUDUK.
Pemeriksaan dilakukan sbb:
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala
pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala
ditekukkan ( fleksi) dan diusahakan agar dagu
mencapai dada. Selama penekukan
diperhatikan adanya tahanan.
Bila terdapat kaku kuduk, kita dapatkan
tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat
60
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL .

 KERNIG SIGN.
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang
berbaring difleksikan pahanya pada persendian
panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada
persendian lutut sampai membentuk sudut
lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila
teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau
kurang dari sudut 135 derajat , maka
dikatakan kernig sign positif.
61
62
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL .

 BRUDZINSKI SIGN.
Ini meliputi :
 Tanda leher menurut Brudzinski,
 Tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski,
 Tanda pipi menurut Brudzinski,
 Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski

63
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL .

Tanda Leher menurut Brudzinski


Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan
tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien
yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang
satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan kemudian
kepala pasien difleksikan sehingga dagu
menyentuh dada.
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala
disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan
panggul kedua tungkai secara reflektorik.
64
65
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL

 Tandatungkai kontra lateral menurut


Brudzinski.
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan
dirangsang diextensikan pada sendi lutut,
kemudian tungkai atas difleksikan pada sendi
panggul.
Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa
fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut
dan panggul ini menandakan test ini postif.
66
67
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL

Tanda pipi menurut Brudzinski Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski

Penekanan pada pipi Penekanan pada


kedua sisi tepat dibawah simfisis pubis akan
os zygomaticus akan disusul oleh
disusul oleh gerakan
fleksi secara reflektorik
timbulnya gerakan
dikedua siku dengan fleksi secara
gerakan reflektorik reflektorik pada
keatas sejenak dari kedua kedua tungkai disendi
lengan. lutut dan panggul
68
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL .

 Tanda Lasegue.
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang
berbaring lalu kedua tungkai diluruskan ( diekstensikan )
, kemudian satu tungkai diangkat lurus, difleksikan pada
persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus
selalu berada dalam keadaan ekstensi ( lurus ) .
Keadaan normal dapat mencapai sudut 70 derajat
sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah
timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70
derajat maka disebut tanda Lasegue positif.
Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil
patokan 60 derajat.
69
70
71
PEMERIKSAAN REFLEK
PATOLOGIS
Babinski
• Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari
posterior ke anterior.
• Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning)
jari – jari kaki.
Chaddock
• Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral,
sekitar malleolus lateralis dari posterior ke anterior.
• Respons : seperti babinski
72
PEMERIKSAAN REFLEK
PATOLOGIS
Oppenheim
• Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari
proksimal ke distal
• Respons : seperti babinski

Gordon
• Stimulus : penekanan betis secara keras
• Respons : seperti babinski
73
PEMERIKSAAN REFLEK
PATOLOGIS
Schaffer
• Stimulus : memencet tendon achilles secara keras
• Respons : seperti babinski
Gonda
• Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat
• Respons : seperti babinski
Stransky
• Stimulus : penekukan ( lateral ) maksimal jari kaki kelima
• Respons : seperti babinski
Rossolimo
• Stimulus : pengetukan pada telapak kaki
• Respons : fleksi jari – jari kaki pada sendi interphalangealnya
74
Refleks Primitif

Graps refleks
• Stimulus : penekanan / penempatan jari si
pemeriksa pada telapak tangan pasien.
• Respons : tangan pasien mengepal
Palmo – mental refleks
• Stimulus : goresan ujung pena terhadap kulit
telapak tangan bagian Thenar.
• Respons : kontraksi otot mentalis dan
orbicularis oris ipsilateral.
75
PEMERIKSAAN GENETALIA DAN ANUS
Pria
1. Inspeksi rambut pubis: perhatikan penyebaran, pola pertumbuhan, dan kebersihannya

2. Inspeksi kulit dan ukuran penis: adakah lesi, pembengkakan atau benjolan, dan adanya kelainan lain yang tampak pada batang penis

3. Inspeksi kepala penis untuk melihat meatus uretra: apakah ada cairan yang keluar, adakah lesi/oedema/inflamasi atau tidak, lubang uretra
normalnya terletak di tengah kepala penis

4. Pada yang belum di sirkumsisi, tarik prepusium untuk melihat kepala penis dan meatus uretra (secara normal prepusium seharusnya dapat ditarik
dengan mudah). Bila pasien merasa malu, penis dapat dibuka oleh pasien sendiri. Pada kepala penis akan tampak sedikit smegma (kerak) putih
kekuningan seperti keju. Bila pasien telah disirkumsisi, kepala penis terlihat kemerahan dan dalam keadaan kering tanpa smegma

5. Inspeksi skrotum dan perhatikan: ukuran, bentuk, kesimetrisan, warna (normal hiperpigmentasi), adanya lesi/edema atau tidak

6. Palpasi permukaan kulit skrotum: adakah benjolan atau tidak. Normalnya teraba longgar dan kasar. Skrotum kontraksi pada suhu dingin dan relaks
pada suhu hangat

76
PEMERIKSAAN GENETALIA DAN ANUS
Pria
7. Palpasi skrotum dan testis dengan menggunakan jempol dan tiga jari pertama. Palpasi tiap
testis dan perhatikan ukuran, konsistensi, bentuk, dan kelicinannya. Testis normalnya teraba
lunak, elastis, licin, tidak ada benjolan atau massa, berukuran sekitar 2-4 cm, dan testis kiri lebih
rendah dibanding testis kanan
8. Lakukan palpasi penis untuk mengetahui: adanya nyeri tekan atau tidak, adanya benjolan pada
batang penis, dan kemungkinan adanya cairan kental yang keluar

9. Inspeksi anus: adakah hemoroid/kutil/herpes/benjolan atau tidak, perhatikan kebersihan

10. Palpasi anus dan rektum dengan jari (menggunakan sarung tangan dan beri pelumas),
perhatikan: adakah nyeri tekan atau tidak, adakah cairan/darah yang keluar, raba dinding rektum
(adakah benjolan/ polip atau tidak), raba kelenjar prostat (apakah mengalami hiperplasia atau
tidak)
77
Genetalia eksterna pria

78
PEMERIKSAAN GENETALIA DAN ANUS
Wanita
1. Inspeksi rambut pubis: penyebaran, pola pertumbuhan, dan kebersihannya

2. Inspeksi labia mayora dan bagian dalam (klitoris, labia minora, orifisium uretra, orifisium vaginal) dengan cara buka
lebar ke arah lateral labia mayora dengan jari-jari dari satu tangan, perhatikan: labia simetris atau tidak, warna mukus
membran normal merah muda, adakah iritasi/inflamasi atau tidak, keluaran sekret (warna putih/kuning, berbau/tidak),
dan amati adanya polip/benjolan atau tidak
3. Inspeksi perineum: normal kulit perineal lebih gelap, halus, dan bersih

4. Inspeksi anus: adakah hemoroid/kutil/herpes/benjolan atau tidak, perhatikan kebersihan

5. Palpasi anus dan rektum dengan jari (menggunakan sarung tangan dan beri pelumas), perhatikan: adakah nyeri tekan
atau tidak, adakah cairan/darah yang keluar, raba dinding rektum (adakah benjolan/ polip atau tidak), raba kelenjar
prostat (apakah mengalami hiperplasia atau tidak)

79
Pemeriksaan genetalia wanita

80
Genetalia Interna Wanita

81
Pemeriksaan ekstremitas (Integumen dan
kuku)
 Amati kebersihan kulit pasien
 Amati adanya kelainan pada kulit seperti : Eritema, papula, vesikula, pustule, ulkus,
crusta, excoriasi, fissure, cicatrix, ptechie, hematoma, naevus pigmentosus, vititigo,
tattoo, hemangioma, spider nevi, lichenifikasi, striae, anemi, sianosis, ikterus
 Amati adanya Clubbing Fingers
 Periksa kehangatan, kelembaban, dan tekstur kulit
 Amati turgor kulit dengan cara mencubit perut, kondisi normal jika bekas cubitan
kembali kurang dari 3 detik
 Amati pengisian darah kapiler / capillary Refill Time (CRT) dengan cara menekan
ujung jari. Kondisi normal Jika warnanya kulit kembali kurang dari 3 detik.

82
THANK YOU
Insert the Subtitle of Your Presentation

Anda mungkin juga menyukai