Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN

DENGAN GANGGUAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER ( DHF )

Disusun Oleh :
Kelompok 1

 
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
DIPLOMA III KEPERAWATAN TK II
2022
1. DEFINISI
■ Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue hemorrhagic
fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh
renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma 2015).
■ Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak dan orang
dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut,
perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born
Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus
(Wijayaningsih 2017 ).
2. ETIOLOGI

■ Penyebab utama DHF adalah virus dengue yaitu dari kelompok arbovirus
B. Sedangkan sebagai vektornya adalah melalui arthropoda seperti
nyamuk dan lalat. Di Indonesia yang paling banyak sebagai vector virus
dengue adalah jenis nyamuk aedes aegypti betina dan aedes albopictus.
Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang, telurnya
dapat bertahan sampai berbulan-bulan pada suhu 20-42C. Bila
kelembapan terlalu rendah telur ini akan menetas dalam waktu 4 hari,
kemudian untuk menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu 9 hari
(Arita Murwani, 2011).
3. PATOFISIOLOGI
■ Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal tersebut akan
menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat
bradikin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan
pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari
intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat
dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018).
■ Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia atau
perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatka adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk
melakukan mekanisme hemostatis secara normal, Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan
jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan
terbentuklah kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen.
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Adanya
kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan ditemukan cairan yang tertimbun
dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. (Murwani 2018).
4. MANIFESTASI KLINIS

■ DHF ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala lain seperti lemah, nafsu makan
berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut
menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-2 dan ke-3 demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragam
dimulai dari yang paling ringan berupa perdarahan dibawah kulit (petekia atau ekimosis), perdarahan gusi,
epitaksis, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan lambung, melena, dan juga
hematuria massif (Ngastiyah, 2014) .
■ Gejala klinis untuk diagnosis DBD, sebagai berikut :

1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab jelas

2) Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya salah satu bentuk perdarahan
yang lain misalnya petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena atau hematemesis

3) Pembesaran hati ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)

4) Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun ( menjadi 20 mmHg atau kurang),
tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba
dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar
mulut.
5. PATHWAY
6. PENATALAKSANAAN
■ Ngatsyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DHF ada penatalaksanaan medis
dan keperawataan diantanya :

a. Penatalaksanaan Medis

1) DHF tanpa renjatan

■ Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus.
Pemberian minum sedikit demi sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia
diatasi dengan obat antipiretik dan kompreshangat. Jika mengalami kejang-kejang diberi luminal
atau antikonvulsan lainnya.

1) DHF disertai renjatan

■ Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang infus sebagai pengganti cairan yang
hilang akibat kebocoran plasma. Caira yang biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada pasien dengan
renjatan berat pemberian infus harus diguyur.
a. Penatalaksanaan keperawatan

1) Perawatan pasien DBD derajat I

■ Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza biasa dengan gejala demam, lesu,
sakit kepala, dan sebagainya, tetapi terdapat juga gejala perdarahan.

2) Perawatan pasien DBD derajat II

■ Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat sudah dalam keadaan lemah,
malas minum dan tidak jarang setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh
kedalam keadaan renjatan.

3) Perawatan pasien DBD derajat III (DSS)

■ Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan penangan yang cepat dan tepat
akan menjadi fatal sehingga memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah
kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya dengan ditemuinya tubuh
pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena menjadi kental sehingga mempengaruhi curah
jantung dan menyebabkan gangguan saraf pusat.
7. KOMPLIKASI

■ Apabila penanganan pasien dengan DHF ini lambat, maka pada pasien DHF akam mengalami sebagai berikut
menurut Nur Wakhidah (2015) yaitu:

1) Efusi Pleura

■ Disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas membran, sehingga cairan akan
masuk ke dalam pleura.

2) Perdarahan Pada Lambung

■ Terjadi akibat pasien mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu makan pada pasien, sehingga akan
meningkatkan produksi asam lambung.
3) Pembesaran Pada Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening Terjadi akibat bocornya plasma yang mengandung
cairan dan mengisi bagian rongga tubuh.

4) Hipovolemik

■ Terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya plasma dinding pembuluh darah.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

■ Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita antara lain adalah (Wijayaningsih 2017) :
a) Pemeriksaan darah lengkap
■ Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit.
b) Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada
penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody.
c) Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue
yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi
inhibitor (HI).

d) Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)


■ Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Menggunakan metode plague
reduction neutralization test (PRNT).
e) ELISA anti dengue
■ Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination inhibitio (HI).
f) Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura.
9. KLASIFIKASI

■ Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :

a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan dalam uji
tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.

b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau perdarahan di tempat
lain.

c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan lemah, tekanan darah
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan
lembab dan anak tampak gelisah.

d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.
10. PENGKAJIAN
A. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan pada saat dikaji dan bersifat subjektif. Pada klien Dengue Haemoragic Fever keluhan
utama biasanya muncul demam tinggi, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual, nafsu makan menurun, nyeri sendi
(Desnawati, 2013).
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
■ Data yang didapat dari klien atau keluarga klien tentang perjalanan penyakit dari keluhan saat sakit hingga dilakukan
asuhan keperawatan. Biasanya klien mengeluh demam yang disertai menggil, mual, muntah, pusing, lemas, pegal-pegal
pada saat dibawa ke rumah sakit.
C. Riwayat Kesehatan yang Lalu
■ Pada klien DHF tidak ditemukan hubungan dengan riwayat penyakit dahulu. Hal ini dikarenakan DHF disebabkan oleh
virus dengue dengan masa inkubasi kurang lebih 15 hari.
D. Pengkajian Pola dan Fungsi Kesehatan
a) Nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dikarenakan klien mengalami mual, muntah setelah makan.
b) Aktifitas: klien biasanya mengalami gangguan aktifitas dikarenakan klien mengalami kelemahan, nyeri tulang dan sendi,
pegal-pegal dan pusing.
c) Istirahat tidur: demam, pusing, nyeri, dan pegal-pegal berakibat terjadinya terganggunya istirahat dan tidur.
d) Eliminasi: pada klien DHF didapatkan klien memngalami diare, hluaran urin menurun, BAB keras.
e) Personal hygine: klien biasanya merasakan pegal dan perasan seperti tersayat pada kulit karena demam sehingga pasien
memerlukan bantuan orang lain dalam memenuhi perawatan diri.
E. Pemeriksaan Fisik Persistem
a)Sistem Pernapasan
Respon imobilisasi atau tirah baring dapat terjadi penumpukan lendir pada bronchi dan bronkhiolus,
perhatikan bila klien tidak bisa batuk dan mengelurkan lendir lakukan auskultasi untuk mengetahui
kelembapan dalam paru-paru.
b)Sistem Kardiovaskular
Akan ditemukan nadi lemah, cepat disertai penurunan tekanan nadi (menjadi 20 mmhg atau kurang),
tekanan darah menurun (sistolik sampai 80 mmHg atau kurang), disertai teraba dingin di kulit dan
sianosis merupakan respon terjadi syok, CRT mungkin lambat karena adanya syok hipovolemik akibat
perdarahan hebat.
C) Sistem Persyarafan
a.Test Nervus Cranial
1)Nervus Olfaktorius (N.I)
Nervus Olfaktorius merupakan saraf sensorik yang fungsinya hanya satu, yaitu mencium bau,
(penciuman, pembauan). (Judha & Rahil, 2011).
2) Nervus Optikus (N.II)
Penangkap rangsang cahaya ialah sel batang dan kerucut yang terletak di retina.
3) Nervus Okulomotorius, Trochearis, Abdusen (N,III,IV,VI)
Fungsi nervus III,IV,VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama. Fungsinya ialah menggerakkan otot mata
ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata. Serabut otonom nervus III mengatur otot pupil (Judha & Rahil,
2011).
4) Nervus Trigeminus (N.V)
Terdiri dari dua bagian yaitu bagian sensorik (porsio mayor) dan bagian motorik (porsio minor). Bagian
motorik mengurusi otot mengunyah (Judha & Rahil, 2011).
5) Nervus Facialis (N. VII)
Nervus Fasialis merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah.
6) Nervus Auditorius (N.VIII)
Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengaran yang membawa rangsangan dari telinga ke otak.
7) Nervus Glasofaringeus
Sifatnya majemuk (sensorik dan motorik), yang mensarafi faring, tonsil dan lidah (Judha & Rahil, 2011).
8) Nervus Vagus
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut (Judha & Rahil, 2011).
9) Nervus Assesorius

Saraf XI menginervasi sternocleidomastoideus dan trapezius menyebabkan gerakan menoleh (rotasi) pada kepala (Judha & Rahil,
2011).

10) Nervus Hipoglosus

Saraf ini mengandung serabut somato sensorik yang menginervasi otot intrinsik dan otot ekstrinsik lidah (Judha & Rahil, 2011).

d) Sistem Pencernaan

Akan ditemukan rasa mual, muntah dapat terjadi sebagai respon dari infeksi Dengue Haemoragic Fever sehingga dapat
menyebabkan penurunan nafsu makan.

e) Sistem Endokrin

Melalui auskultasi, pemeriksa dapat mendengar bising. Bising kelenjar tiroid menunjukkan peningkatan vaskularisasi akibat
hiperfungsi tiroid (Muttaqin, 2012).

f) Sistem Integumen

Kebocoran plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler salah satunya akan berdampak pada perdarahan di bawah kulit
berupa, ptekie, purpura serta akan terjadi peningkatan suhu tubuh (hipertermi).

g) Sistem Muskuloskeletal

Biasanya ditemukan adanya keluhan nyeri otot dan sendi terutama bila sendi dan otot perut ditekan, pusing dan pegal-pegal
seluruh tubuh.
F. Pemriksaan Diagnostik

Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

1) Hb dan PVC meningkat (≥20%)

2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)

3) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)

4) Ig. D dengue positif

5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia

6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat

7) Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah

8) SGOT /SGPT mungkin meningkat.


g. Analisa Data
11. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS

1) Pola napas tidak efektif

2) Hipertermia

3) Nyeri akut

4) Defisit nutrisi

5) Hipovolemia

6) Intoleransi aktifitas

7) Defisit pengetahuan

8) Ansietas

9) Risiko perdarahan

10) Risiko syok


12. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
13. DAFTAR PUSTAKA
■ Centre of Health Protection (CHP). 2018. Dengue Fever. https://www.chp.gov.hk/files/pdf/df_factsheet_indonesian_tc.pdf
(diakses 21 Februari 2018)
■ Fauziah, Isna Arif. 2016. Upaya Mempertahankan Balance Cairan dengan Memberikan Cairan Sesuai dengan Kebutuhan pada
Klien DHF di RSUD pandan Arang Boyolali
■ Fitria, Anis. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Efektivitas Monitoring Intake: Studi
Kasus di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta Barat
■ Handayani, Ni Kadek Dwi. 2019. Gambaran Asuhan Keperawatan pada Pasien dengue Haemorraghic Fever (DHF) dengan
Hipertermia di RSUD sanjawani Gianyar
■ Jannah, Raudhatul, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Dengue haorragic Fever (DHF) di Ruang Jaya Negara
RSU. Dr. Wahidin sudirohusodo Mojokerto Vol 11 No.2 November 2019
■ Kardiudiana, Ni Ketut dan Brigitta Ayu dwi Susanti. 2019. Keperawatan medikal Bedah 1. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru
■ Musayyadah, Eirine. 2015. Asuhan Keperawatan Kekurangn Volume Cairan pada Klien dengan DHF (Dengue Hemorhagic
Fever). http://digilib.unusa.ac.id/data_pustaka-12314.html (diakses tahun 2015)
■ Nilam, Hasry Munandar. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak D yang mengalami Demam Berdarah Dengue (DBD)
dengan Masalah Keperawatan kekurangan Volume Cairan di Rumah Sakit Khusus Derah Ibu dan Anak pertiwi
■ Notoaojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma.
2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus edisi Revisi Jilid
1. Jogjakarta: Mediaction Jogja
■ Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai