Anda di halaman 1dari 12

PERKAWINAN DAN KELUARGA

KRISTEN

MATERI 14
Ajaran Kristen mengenai perkawinan bertolak
dari keyakinan bahwa perkawinan adalah
anugerah Allah sendiri, yang berlaku bagi
seorang laki-laki dan seorang perempuan (asas
monogami), yang seiman (asas seiman) dan
berlaku seumur hidup (asas tak boleh cerai),
yang dijalani dengan kesetiaan seksual terhadap
pasangan (asas kesucian).
PRINSIP PERKAWINAN
Pertama: perkawinan dilembagakan Allah untuk
melengkapi kehidupan manusia dengan seorang
penolong yang sepadan. Posisi penolong tidak lebih
rendah, melainkan merupakan sebagian dari dirinya
sendiri: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging
dari dagingku” (ay 23); dan keduanya “menjadi satu
daging” (ay 24). Prinsip monogami dalam
perkawinan Kristen dihubungkan dengan ke
sedaging-an ini, dalam andaian isteri adalah rusuk
yang disatukan kembali.
Kedua, dalam ikatan perkawinan hubungan laki
laki dan perempuan sebagai suami dan isteri
mengatasi hubungan anak dengan orangtuanya.
Suami dan isteri adalah satu tubuh: "Inilah dia,
tulang dari tulangku dan daging dari
dagingku ...”
Yang ketiga, perkawinan dilembagakan Allah
sebagai bagian dari tata penciptaan, yakni ketika
manusia belum jatuh ke dalam dosa.
Perkawinan tidak merupakan bagian dari tata
pemeliharaan – di mana pelembagaan negara/
kekuasaan pemerintahan diperlukan, sekalipun
perkawinan memerlukan status hukum sesuai
peraturan pemerintah.
Hakikat Pernikahan
Pernikahan yang baik adalah komitmen total dari
dua orang di hadapan Tuhan dan sesama.
Pernikahan yang baik didasarkan pada kesadaran
bahwa pernikahan ini adalah kemitraan yang
mutual. Pernikahan yang baik juga melibatkan
Tuhan secara proaktif di dalam setiap pengambilan
keputusan, sebab pernikahan adalah sebuah
rencana ilahi yang istimewa. Dengan demikian,
pernikahan seharusnya tetap dijaga dan
dipertahankan di dalam kekuatan Roh yang
mempersatukan kedua insan.
 Pernikahan adalah Suatu Perjanjian ("Covenant")
Menurut Balswick, ada tiga hal yang dapat kita pelajari
dari perjanjian yang Allah tetapkan. Pertama, perjanjian
itu sepenuhnya merupakan tindakan Allah, bukan sesuatu
yang bersifat kontrak. Kedua, Allah menghendaki respons
dari manusia. Namun, ini bukan berarti perjanjian
tersebut bersifat kondisional. Perjanjian itu tetap menjadi
satu perjanjian yang kekal, terlepas dari apakah umat
Tuhan melakukannya atau tidak. Ketiga, Allah
menyediakan berkat-berkat dan keuntungan bagi mereka
yang menuruti perjanjian tersebut. Manusia diberi
kebebasan untuk memilih, untuk hidup dalam perjanjian
itu atau menolaknya.
b. Pernikahan adalah Kesaksian
Dalam Efesus 5:32, Paulus menggambarkan
hubungan suami dan istri seperti hubungan
Allah dan jemaat-Nya. Artinya, dengan menikah,
orang Kristen dipanggil masuk ke dalam satu
panggilan pelayanan khusus, yakni menyaksikan
Kristus melalui wadah keluarga. Implikasinya
adalah hubungan dan komunikasi suami istri
menjadi wadah anak-anak belajar mengenal
kasih Tuhan.
Tujuan Pernikahan
• Heuken : menyebutkan beberapa tujuan lain yang
tidak kuat sebagai landasan untuk menikah.
Pertama, demi keperluan psikologis, yakni supaya
merasa tidak sendirian atau kesepian. Kedua, demi
kebutuhan biologis, yakni agar dapat memuaskan
nafsu seks secara wajar. Ketiga, demi rasa aman,
yakni supaya memunyai status sosial dan dihargai
masyarakat. Keempat, agar memunyai anak. Ini
semua bukan merupakan alasan atau tujuan yang
kuat mengapa seseorang menikah.
• 1. Pertumbuhan
• Pertumbuhan yang diharapkan adalah agar suami istri dapat
melayani Allah dan menjadi saluran berkat bagi sesamanya.
Agar pernikahan itu bertumbuh, maka ada dua syarat yang
harus dimiliki setiap pasangan.
• a. Masing-masing sudah menerima pengampunan Kristus,
sehingga mampu saling mengampuni selama berada dalam
rumah tangga, yang masing-masing penghuninya bukanlah
orang yang sempurna. Usaha diri sendiri pasti akan gagal.
• b. Kemampuan beradaptasi, artinya masing-masing tidak
memaksa atau menuntut pasangannya, sebaliknya mampu
saling memahami dan memberi. Masing-masing
menjalankan peran dengan baik, serta mampu menerima
kelemahan dan kekurangan pasangannya.
• 2. Menciptakan Masyarakat Baru Milik Allah
• John Stott mengatakan bahwa pernikahan dibentuk
Allah dengan tujuan untuk menciptakan satu
masyarakat baru milik Allah ("God's new society") --
satu masyarakat tebusan yang dapat menjadi berkat
dan membawa kesejahteraan bagi sesamanya.
Wadah yang Allah pilih sebagai sarana
mensejahterakan manusia tebusan-Nya di dunia ini
adalah keluarga. Rencana ini telah Allah tetapkan
jauh sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Untuk
itu, Allah pertama-tama memilih keluarga Abraham,
Ishak, Yakub, dan seterusnya sampai akhirnya dalam
keluarga Yusuf dan Maria yang melahirkan Yesus
Keluarga merupakan sebuah kelompok yang paling
penting bagi seorang manusia, karena dari situlah ia
berasal dan dibentuk. Keluarga sangat penting di
mata Allah, karena Ia sendiri yang merancang,
memberkati dan memberi tujuan-tujuan yang baik
bagi setiap keluarga. Kenyataannya banyak keluarga
Kristen yang tidak membawa damai dan sukacita
bagi anggota keluarga tersebut. Karenanya penting
bagi setiap orang yang mempersiapkan diri dalam
berkeluarga, serta mereka yang sudah memiliki
keluarga untuk belajar prinsip-prinsip ilahi tentang
keluarga sebagai dasar untuk memiliki keluarga yang
membawa sukacita.

Anda mungkin juga menyukai