diberikan PS ASA III? • PS ASA III Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam nyawa. • Pada kasus ini diberikan status fisik PS ASA III dikarenakan pasien memiliki penyakit sistemik berat yaitu Pre eklamsia berat karena memiliki tekanan darah 150/100mmHg dengan proteinuiria +2 di umur kehamilan lebih dari 20 minggu dan memiliki faktor komorbid lain yaitu anemia dimana kadar HB adalah 6,7 g/dL • Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. 2. Mengapa pada kasus ini, jenis anestesi yang di pilih adalah anestesi Spinal bukan anestesi umum? • Berdasarkan teori, sebaiknya teknik anestesi yang digunakan adalah anestesi umum, karena pada anestesi umum indikasinya yaitu dilakukan pada kasus preeklamsia atau eklamsia, gangguan koagulopati. • Namun menurut sumber lain, tidak ada yang bisa membuktikan bahwa salah satu teknik anestesi merupakan pilihan yang terbaik dibandingkan yang lainnya pada pasien preeklampsia dan eklampsia. Maka pemilihan teknik anestesi oleh dokter spesialis anestesi harus berdasarkan kondisi pasien yang saat itu dihadapi beserta penyulit-penyulit yang ada, serta perhitungan risiko dan manfaat yang baik. • Karena pada anestesi spinal onsetnya lebih cepat, tekniknya lebih mudah untuk dikerjakan, dan memiliki hasil apgar score pada bayi yang lbih baik dari anestesi umum. Dan anestesi spinal lebih direkomendasikan ketika terjadi fetal distress. • Pada kasus ini juga sudah terjadi fetal distress (gawat janin) sehingga anestesi yang dipilih adalah teknik anestesi spinal karena menghasilkan score apgar yang lebih baik dibanding anestesi umum. • Banyak para ahli menganggap bahwa tehnik anestesi neuraxial merupakan pilihan terbaik untuk menangani pasien pre eklampsia jika tidak ada kontra indikasi. • Pada tehnik subarachnoid block, selain memberikan anestesia yang baik, juga menekan sekresi epinefrin dan norepinefrin, dimana keduanya dapat memperburuk aliran darah ke uterus dan ginjal. Keuntungan lain yang didapat adalah perfusi perifer yang lebih baik, aliran darah uteroplasenter meningkat, pengaruh obat anestesi pada bayi minimal, tidak memanipulasi jalan nafas ibu hamil. • Anestesi umum relatif kurang aman karena berpotensial terjadi masalah jalan napas sulit, respon hipertensi berlebihan terhadap laringoskopi dan intubasi, risiko pneumonia aspirasi dan interaksi obat antara relaksan otot magnesium dan non depolarisasi. Meningkatnya kemungkinan aspirasi dan regurgitasi, peningkatan tekanan intraabdominal dan sulitnya penanganan jalan nafas adalah diantara alasan yang menyebabkan anestesia regional lebih disukai untuk wanita hamil. 3.Mengapa anestesi umum seharusnya di gunakan pada pasien dengan kasus ini, bila berdasarkan teori? Karena pada teknik anestesi umum menghindari sewaktu-waktu terjadinya eklamsia di meja operasi, sehingga teknik anestesi umum juga dilakuakn pada kasus dengan peningkatan tekanan intrakranial. Karena pada kasus wanita hamil dengan PEB dapat terjadi suatu peningkatan TIK maupun suatu perdarahan intrakranial. Bila tekanan darahnya meningkat dan tidak dapat di kontrol. Anestesi umum direkomendasikan pada preeclampsia berat yang akan menjalani prosedur pembedahan yang bersifat emergency dan memiliki koagulopati 4. Bagaimana tindakan kita sebagai dokter dalam menangani kasus seperti ini dalam manajemen preoperatif?
• Pada kasus seperti ini manajemen yang harus dilakukan yaitu:
• Pemberian Oksigen yang adekuat, karena ketika terjadi PEB merupakan suatu faktor risiko terjadinya juga fetal distress sehingga aliran uteroplasenta terganggu. • Pemberian MgS04 sebagai pencegahan terjadinya eklamsia atau sindrome HELLP atau impending eklamsia. • Pemberian Nifedipin, untuk mengontrol tekanan darah pasien. • Penilaian preoperatif pada pasien pre-eklampsia/eklampsia bertujuan untuk: menilai status kejang dan fungsi neurologis, terutama peningkatan tekanan intrakranial, pemeliharaan kebutuhan cairan/balance cairan, kontrol tekanan darah, oksigenasi yang cukup dan uji laboratorium meliputi darah rutin, faktor koagulasi dan fungsi hepar. • bertujuan untuk mencegah kejang dengan cara menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada ransangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular sehingga terjadi inhibisi kompetitif antara ion kalsium dan ion magnesium. MgSO4 juga dapat meningkatkan aliran darah plasenta sehingga terpenuhinya nutrisi janin dan perkembangan janin dan meningkatkan fleksibilitas arteri sentral. 5. Apa akibat yang terjadi bila pada kasus ini, tidak segera ditangani? • Berkurangnya aliran darah menuju plasenta Pre eklamsia akan mempengaruhi pembuluh darah arteri yang membawa darah menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga pertumbuhan janin melambat • Lepasnya Plasenta Preeklamsia meningkatkan risiko lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum lahir, sehingga terjadi perdarahan dan dpt mengancam bayi maupun ibunya • Sindrom HELLP (Haemolisis Elevated Liver Enzym and low platelet count) Meningkatnya kadar enzym di dalam hati dan rendahnya jumlah sel darah dalam darah. • Eklamsia Jika pre eklamsia tidak terkontrol, maka akan terjadi eklamsia. Eklamsia menyebabkan kerusakan permanen organ tubuh ibu sperti otak, hati dan ginjal. • Peningkatan TIK 6. Pada kasus PEB seperti ini, apa saja hal yang penting yang harus dilakukan dalam pemilihan teknik anestesi? • Pentingnya melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Perlu dilakukan secara multidisiplin dalam penangan kasus seperti ini. Karena mempengaruhi morbiditas dan motalitas pasien. • pada pasien dengan preeklampsia berat dengan impending eklampsia dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi: keseimbangan cairan tubuh, status hemodinamik, koagulasi, fungsi ginjal, fungsi respirasi, fungsi hepar. Penting untuk dilakukan pemeriksaan status janin.Sistem koagulasi dipantau melalui pemeriksaan Bleeding Time (BT), Platelet Count, Partial Prothrombin Time (PPT), dan Activated Partial Thromboplastin Time (APTT). *Pertanyaan Kasus* 1. Mengapa pada kasus ini, status fisiknya diberikan PS ASA III? 2. Mengapa pada kasus ini, jenis anestesi yang di pilih adalah anestesi Spinal? 3. Mengapa berdasarkan teori anestesi umum seharusnya di gunakan pada pasien dengan kasus ini? 4. Bagaimana tindakan kita sebagai dokter dalam menangani kasus seperti ini dalam manajemen preoperatif? 5. Apa akibat yang terjadi bila pada kasus ini, tidak segera ditangani? 6. Pada kasus PEB seperti ini, apa saja hal yang penting untuk dilakukan dalam menangani kasus ini dalam bidang anestesi?