Anda di halaman 1dari 2

9.

Cara Mendiagnosa Dx
1) Anamnesis
- Didapatkan riwayat trauma
- Riwayat keluarnya darah atau cairan dari hidung dan atau telinga
- Mual
- Muntah
- Gangguan penglihatan
- Wajah mencong
- Gangguan mendengar

2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pertama kali diutamakan pada evaluasi A (airways), B (breathing) dan C (circulation). Dapat
disertai dengan cedera lain dan penurunan kesadaran.

Pemeriksaan lokalisasi Pemeriksaan Neurologis (jika didapatkan)


Gambaran khas : - Tingkat kesadaran Glasglow Coma Scale (GCS)
- Retro auricular / Mastoid Ecchymosis (Battle Sign) - Lesi N III, IV, VI
- Periorbital Ecchymosis (Racoon eyes) - Lesi N VII
- Clear Rhinorea - Lesi N VIII
- Clear Otorhea
- Hemotimpanum
3) Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan kepala
- CT-Scan Bone Window untuk melihat gambar tulang calvaria dan CT-Scan Brain Window untuk melihat lesi parenkim
otak atau perdarahan otak.
- Fraktur pada dasar tengkorak dapat menggunakan irisan tipis potongan axial bone window dasar tengkorak.
- Rinorea dan ottorhea merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan CT Scan.
b. X-Foto kepala
- Bila jejas cukup besar, cari garis fraktur, darah dalam sinus paranasalis, shift glandula pinealis, fragmen tulang dan korpus
alienum.
- Tidak untuk mencari fraktur basis penderita yang memerlukan CT-scan kepala tidak perlu dibuat X-foto kepala
c. X-Foto vertebra servikal
- Mencari cedera penyerta terutama bila jejas juga didapatkan di bahu, leher, dan dicurigai adanya cedera leher dari
pemeriksaan klinis.
d. X-Foto thoraks
- Mencari cedera penyerta
e. Lab Beta 2 Transferin
- Mencari bukti adanya leakage LCS
f. CT Scan Whole Body
- Whole Body CT (WBCT) digunakan pada kasus multitrauma untuk mengurangi waktu diagnosis, dapat digunakan pada
pasien dengan hemodinamik tidak stabil.

Anda mungkin juga menyukai