Presentasi - MPPH
Presentasi - MPPH
OLEH :
Perjanjian nominee merupakan seluruh kaidah hukum yang mengkaji berbagai kontrak
yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat. Dalam perkembangannya, perjanjian
nominee dalam peraturan perundang- undangan tidak diperkenankan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).
Dalam mendirikan suatu perseroan terbatas adanya syarat-syarat yang terpenuhi agar
pendirian perseroan sesuai dengan aturan hukum. Syarat pendirian perseroan terbatas
dengan dua orang atau lebih ini juga memicu timbulnya pemegang saham nominee
(nominee shareholder), di mana pada umumnya pemodal asing ingin menguasai
perseroan terbatas secara tidak terbatas. Tujuan dari adanya Perjanjian nominee ini
dimaksudkan dalam rangka menyembunyikan kepemilikan nominee shareholder
terhadap masyarakat umum serta menghilangkan hubungan terafiliasi antara satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya yang sudah ada atau didirikan lebih dahulu.
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN NOMINEE DAN PEMBERIAN KUASA DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA 3
Pengertian Nominee
Kata nominee berasal dari bahasa Latin yang artinya “by name of or under the name of designation of....”
yang berarti dengan nama atau di bawah nama penunjukan. Jadi nominee berarti bahwa seseorang yang telah
ditunjuk atau diajukan untuk bertindak menggantikan seseorang lainnya. Dalam perjanjian nominee terdapat
pihak yang menunjuk nominee yang dikenal sebagai beneficiary. Nominee mewakili kepentingan-
kepentingan dari beneficiary dan karenanya nominee dalam melakukan tindakannya harus sesuai dengan
yang diperjanjikan dan tentunya harus sesuai dengan perintah yang diberikan oleh pihak beneficiar
4
Istilah penanaman modal atau investasi merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-
hari maupun dalam bahasa perundang-undangan. Istilah investasi merupakan istilah yang populer dalam
dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lazim digunakan dalam perundang-undangan
Mengenai definisi atau pengertian tentang PMA, dalam Pasal 1 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967
tentang PMA, ialah Pengertian PMA di dalam undang-undang ini hanyalah meliputi PMA secara langsung
yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan
untuk menjalankan Perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung
risiko dari penanaman modal tersebut
LARANGAN PERJANJIAN NOMINEE DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA 5
Penggunaan nominee dalam kepemilikan saham oleh pihak asing dan kepemilikan tanah oleh WNA
mempunyai tujuan yang hampir sama, yakni untuk mengatasi pembatasan-pembatasan yang ditetapkan
oleh pemerintah Indonesia. Secara garis besar dapat dilihat bahwa tujuan dari penggunaan nominee
dalam kepemilikan saham oleh pihak asing dan kepemilikan tanah oleh WNA ialah agar nama dan
identitas dari pihak beneficiary tidak diketahui oleh khalayak umum dan pemerintah.
Penggunaan nominee dalam pengelolaan perusahaan oleh Direktur Nominee hampir memiliki
tujuan yang sama juga dengan kepemilikan saham oleh pihak asing dan kepemilikan tanah oleh WNA,
yakni agar nama dan identitas diri dari pihak yang sesungguhnya mengendalikan perusahaan tidak
diketahui oleh khalayak umum. Hal ini dapat disebabkan karena adanya antipati ataupun respons
negatif dari masyarakat terhadap figur pihak tertentu, sehingga untuk menghindari hal tersebut
diperlukan penggunaan nominee dalam direksi perusahaan.
Pihak yang mendapati respons negatif akan menunjuk seseorang untuk menjadi Direktur Nominee
perusahaan. Direktur Nominee seolah-olah melakukan tindakan pengelolaan perusahaan, namun
sebenarnya setiap tindakan yang dilakukan ataupun kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur Nominee
atas perusahaan harus berdasarkan perintah beneficiary. Pihak yang pada umumnya menjadi beneficiary
ialah para pemegang saham mayoritas dari perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa penggunaan konsep nominee baik dalam kepemilikan saham oleh pihak asing,
kepemilikan tanah oleh WNA dan kepengurusan perusahaan oleh Direktur Nominee memiliki tujuan
yang sama, yakni untuk menjaga kerahasiaan nama dan identitas asli dari pihak yang memiliki benda
tersebut (saham, tanah atau wewenang pengelolaan perusahaan) dari khalayak umum dan pemerintah
Indonesia, sehingga pihak yang diakui dan memiliki kedudukan secara hukum ialah pihak nominee.
LARANGAN LARANGAN PERJANJIAN NOMINEE DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
6
Pengaturan mengenai kepemilikan saham oleh lebih dari satu orang memang diperbolehkan
menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), di mana diatur
dalam Pasal 52 ayat (5) bahwa beberapa orang yang memiliki saham tersebut harus menunjuk satu
orang sebagai wakil bersama akan tetapi, praktik pasal ini berbeda dengan praktik nominee, di mana
dalam pasal ini apabila saham dimiliki oleh lebih dari satu orang, maka orang-orang tersebut tetap
harus dicatatkan namanya sebagai menunjuk satu orang wakil untuk menggunakan hak yang timbul
dari saham tersebut dalam kasus nominee, seperti yang telah dijelaskan bahwa pihak investor asing
tidak tercatat namanya, yang mana hanya pihak nominee saja yang tercatat adanya larangan untuk
melakukan praktik nominee arrangement (pinjam nama) mengakibatkan timbulnya konsekuensi yakni
setiap penggunaan nama WNA sebagai pemilik dari saham- saham di Indonesia, WNA yang mana
namanya tercantum tersebut dianggap sebagai pemilik yang sah, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal
48 ayat (1) UUPT walaupun dibuat suatu ‘counter document’ berupa Akta Pernyataan atau Akta
Pengakuan dan Kuasa yang menyatakan bahwa sebenarnya WNA tersebut hanyalah ‘seolah-olah
pemilik’ dari saham-saham yang dimaksud dan melakukannya atas nama WNA tersebut selaku investor
asing, namun secara hukum yang diakui sebagai pemilik sah (legal owner) tetaplah WNA, bukan WNI
tersebut, karena ‘counter document’ tersebut dinyatakan batal demi hukum sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 33 ayat (2) UUPM
LARANGAN PERJANJIAN NOMINEE DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL
7
Berkaitan dengan ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata, UUPM ialah undang-undang yang
mengatur mengenai pembatasan kepemilikan saham asing dalam Perseroan Terbatas di Indonesia.
Menurut Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPM, investor dalam negeri maupun asing dilarang membuat
perjanjian atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam Persero untuk dan atas
nama orang lain, dan apabila perjanjian atau pernyataan tersebut tetap dibuat maka dinyatakan batal
demi hukum. Penjelasan mengenai Pasal tersebut menerangkan bahwa dilarangnya pembuatan
perjanjian atau pernyataan tersebut ialah semata-mata bertujuan untuk menghindari terjadinya
perseroan yang secara normatif dimiliki seseorang, tetapi secara materi atau substansi pemilik
Perseroan tersebut ialah orang lain
Pasal ini tidak lain merupakan penegasan bahwa Nominee Agreement dilarang untuk dilakukan
oleh investor dalam negeri dan investor asing dalam kepentingannya untuk melakukan penanaman
modal, selain itu, ketentuan dalam Pasal ini juga secara jelas dan tegas mengimplikasikan bahwa
Nominee Agreement/Documentation memang tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia, di mana
pembedaan antara legal/registered owner dan beneficial owner tidak dipisahkan dalam sistem hukum
Indonesia
ANALISIS PERJANJIAN NOMINEE TERHADAP PEMBERIAN KUASA WARGA NEGARA ASING DALAM KEPEMILIKAN SAHAM PERSEROAN TERBATAS PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI
Perjanjian Nominee lahir dari adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian, dan
karenanya termasuk perjanjian yang tidak diatur di dalam Undang-undang karena belum terdapat
pengaturan secara khusus mengenai konsep nominee. Oleh karena itu, perjanjian nominee dapat
dikategorikan sebagai perjanjian tidak bernama (innominat) yang timbul berdasarkan asas kebebasan
berkontrak, pacta sunt servanda dan itikad baik para pihak
Menurut Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPM, investor dalam negeri
maupun asing dilarang membuat perjanjian atau pernyataan yang
menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam Persero untuk dan atas
nama orang lain, dan apabila perjanjian atau pernyataan tersebut tetap
dibuat maka akibatnya ialah dinyatakan batal demi hukum
PEMBATASAN KEBEBASAN BERKONTRAK (FREEDOM OF
CONTRACT) D A L A M NOMINEE SHARE AGREEMENT ATAU 10
PERJANJIAN NOMINEE
Sebagai suatu perjanjian, perjanjian nominee ialah sah dan mempunyai
kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya ditinjau dari aspek
kebebasan untuk membuat perjanjian, kebebasan untuk menentukan isi
perjanjian dan kebebasan untuk menandatangani perjanjian. Ketiga aspek
tersebut merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak dan asas
kekuatan mengikat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata
Juncto Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.
Ketentuan yang mendasari kekuatan mengikat dan kebebasan berkontrak
perjanjian nominee dalam KUH Perdata terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1),
yang berbunyi, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang- undang bagi mereka yang membuatnya” Sehingga menurut
rumusan ketentuan di atas, setiap orang atau pihak yang membuat perjanjian
nominee dengan sah akan mengikat dan berlaku bagi mereka sebagai
undang-undang. Ketentuan tersebut sekaligus mengandung unsur atau
elemen dari kebebasan berkontrak, kekuatan mengikat dan kepastian hukum.
bahwa perjanjian nominee ialah sah dan mempunyai kekuatan mengikat
bagi para pihak yang membuatnya saja, tetapi tidak memiliki daya paksa di
depan hukum dan hanya menjadi perikatan alamiah belaka, hal ini
dikarenakan perjanjian nominee yang lahir karena kebebasan berkontrak
telah melanggar ketentuan hukum yang secara tegas berlaku di Indonesia
serta tidak memenuhi unsur itikad baik dalam penggunaannya.
AKIBAT HUKUM DARI NOMINEE SHARE AGREEMENT
ATAU PERJANJIANNOMINEE 11
12
13
Perjanjian Nominee lahir dari adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian, dan
karenanya termasuk perjanjian yang tidak diatur di dalam Undang-undang karena belum terdapat
pengaturan secara khusus mengenai konsep nominee. Oleh karena itu, perjanjian nominee dapat
dikategorikan sebagai perjanjian tidak bernama (innominat) yang timbul berdasarkan asas kebebasan
berkontrak, pacta sunt servanda dan itikad baik para pihak
saham dari suatu perseroan merupakan satu kesatuan yang utuh, termasuk hak-hak yang melekat
pada saham itu sendiri seperti halnya hak suara pengaturan mengenai kepemilikan saham oleh lebih
dari satu orang memang diperbolehkan menurut UUPT, di mana diatur dalam Pasal 52 ayat (5) bahwa
beberapa orang yang memiliki saham tersebut harus menunjuk satu orang sebagai wakil bersama akan
tetapi, praktik pasal ini berbeda dengan praktik nominee, di mana dalam pasal ini apabila saham
dimiliki oleh lebih dari satu orang, maka orang-orang tersebut tetap harus dicatatkan namanya sebagai
menunjuk satu orang wakil untukmenggunakan hak yang timbul dari saham tersebut dalam kasus
nominee, seperti yang telah dijelaskan bahwa pihak investor asing tidak tercatat namanya, yang mana
hanya pihak nominee saja yang tercatat.
Adanya larangan untuk melakukan praktik nominee arrangement (pinjam nama) mengakibatkan
timbulnya konsekuensi yakni setiap penggunaan nama WNA sebagai pemilik dari saham-saham di
Indonesia, WNA yang mana namanya tercantum tersebut dianggap sebagai pemilik yang sah,
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 48 ayat (1) UUPT Walaupun dibuat suatu “counter document”
berupa Akta Pernyataan atau Akta Pengakuan dan Kuasa yang menyatakan bahwa sebenarnya WNA
tersebut hanyalah “seolah-olah pemilik” dari saham-saham yang dimaksud dan melakukannya atas
nama WNA tersebut selaku investor asing, namun secara hukum yang diakui sebagai pemilik sah (legal
owner) tetaplah WNA, bukan WNI tersebut, karena “counter document” tersebut dinyatakan batal demi
hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (2) UUPM.
KESIMPULAN
15
TERIMA KASIH