Anda di halaman 1dari 28

PERTOLONGAN PERTAMA

KEGAWAT DARURATAN
OBSTETRIC DAN NEONATAL
(PPGDON)

DI SUSUN OLEH :
NAILUL MUNA
MISLA KHUSNI
MELADESI
NATASYA DAHLIANA
MULIA SARI
KEGAWATAN PADA
PRE-EKLAMSIA

• Preeklampsia adalah
hipertensi yang timbul
setelah 20 minggu
kehamilan disertai
dengan proteinuria
(Prawirohardjo, 2008).
PENANGANAN

• Tujuan utama penanganan ialah :


• Pencegahan terjadi pre-eklamsia berat
dan eklamsia
• Melahirkan janin hidup
• Melahirkan janin dengan trauma sekecil
kecilnya.
• pengobatan untuk mencegah
timbulnya kejang dapat diberikan :
• Larutan magnesium sulfat 40%
sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikkan
intra muskulus pada bokong kiri dan
kanan sebagai dosis permulaan, dan
dapat diulang 4 gram tiap jam
menurut keadaan. Obat tersebut
selain menenangkan juga
menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan dieresis.
• Klorpomazin 50 mg intramuskulus.
• Diazepam 20 mg intramuskulus.
Penanganan umum meliputi :
– Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110
mmHg, beri obat anti hipertensi sampai tekanan
diastolik di antara 90-100mmHg.
– Pasang infus dengan jarum besar (16G atau lebih
besar).
– Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi
overload cairan.
– Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan
proteinuria.
– Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam, hentikan
magnesium sulfat dan berikan cairan IV NaCl 0,9% atau
Ringer laktat 1 L/ 8 jam dan pantau kemungkinan
edema paru.
Lanjutan
– Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang
disertai aspirasi muntah dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin.
– Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut
jantung tiap jam.
– Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda
edema paru.
– Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic
(mis: furosemid 40 mg IV sekali saja jika ada
edema paru).
– Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak
terjadi sesudah 7 menit (kemungkinan terdapat
koagulopati).
KEGAWATAN PADA HPP
(HEMORRHAGIC POST PARTUM)

• Perdarahan setelah melahirkan


atau hemorrhagic post partum
(HPP) adalah konsekuensi
perdarahan berlebihan dari tempat
implantasi plasenta, trauma di
traktus genitalia dan struktur
sekitarnya, atau keduanya.
ETIOLOGI

• Atonia uteri
• Robekan jalan lahir
• Retensio plasenta
• Gangguan
pembekuan darah
Pencegahan dan Penanganan

• Penanganan umum pada perdarahan post


partum :
– Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
– Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih
dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca
persalinan)
– Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca
persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
– Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
– Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan
apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
lanjutan
– Atasi syok
– Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah,
lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM
dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan
permenit.
– Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi
kemungkinan robekan jalan lahir.
– Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
– Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output
cairan
– Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
Penanganan atonia uteri
• Pada umunya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal
sebagai berikut :
• a. Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan
oksigen.
• b. Sekaligus merangsang konstraksi uterus dengan cara :
• - Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
• - Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, atau s.c
• - Memberikan derivat prostaglandin
• - Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal
• - Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal
• - Kompresi aorta abdominalis
lanjutan
• c. Bila semua tindakan itu gagal, maka
dipersiapkan untuk dilakukan tindakan
operatif laparotomi dengan pilihan bedah
konservatif (mempertahankan uterus) atau
melakukan histerektomi.
• Penanganan Episiotomi, robekan perineum,
dan robekan vulva :
• Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.
Penangana hematoma :

– Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar


hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan
operatif, cukup dilakukan kompres.
– Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan
anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan
hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian
hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan
dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber
perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau
menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan
kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang
drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan
meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.
Penanganan Robekan dinding vagina :

– Robekan dinding vagina harus dijahit.


– Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke
rumah sakit.


Penanganan robekan serviks :

• Bibir depan dan bibir belakang serviks dijepit


dengan klem Fenster. Kemudian serviks ditarik
sedikit untuk menentukan letak robekan dan
ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit
dengan catgut kromik dimulai dari ujung
robekan untuk menghentikan perdarahan.
Penanganan retensio plasenta :

• kalau placenta dalam ½ jam setelah anak lahir,


belum memperlihatkan gejala-gejala
perlepasan, maka dilakukan pelepasan, maka
dilakukan manual plasenta.
– Teknik pelepasan placenta secara manual: alat kelamin luar
pasien di desinfeksi begitu pula tangan dan lengan bawah si
penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia
disingkap, tangan kanan masuk secara obsteris ke dalam
vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam kini
menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh
asisten.
– Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi
ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir
yang sudah terlepas.
– Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta
dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas
dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan
dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta
dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik ke luar.
Penanganan sisa plasenta

• Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.


Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat
dikeluarkan secara manual.
• Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
• Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
• Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta
dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien
akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
lanjutan
• Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan
dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol
1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.
• Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan
mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik
hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi
sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase
• Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar
Hb>8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10
hari. 5
PENANGANAN SECARA UMUM HEMORAGIC POST PARTUM :

– Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat


masuk)
– Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih
dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca
persalinan)
– Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca
persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
– Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
– Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan
apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
lanjutan
– Atasi syok
– Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan
darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU
IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40
tetesan permenit.
– Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi
kemungkinan robekan jalan lahir.
– Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
– Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-
output cairan
– Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
3. KEGAWATAN PADA ASFIKSIA

• Asfiksia neonatorum merupakan suatu


kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah
lahir. Keadaan tersebut dapat disertai
dengan adanya hipoksia, hiperkapnea,
sampai asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi
karena kurangnya kemampuan organ bayi
dalam menjalankan fungsinya, seperti
pengembangan paru.
Asfiksia neonatarum dapat disebabkan oleh beberapa factor,
diantaranya

• penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi,


gangguan atau penyakit paru, dan gangguan kontraksi
uterus;
• pada ibu yang kehamilannya beresiko;
• factor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta;
• factor janin itu sendiri, seperti terjadi kelainan pada tali
pusat, seperti tali pusat menumbung atau melilit pada
leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan
jalan lahir; serta
• factor persalinan seperti partus lama atau partus
dengan tindakan tertentu.
Penatalaksanaan pada bayi dengan asfiksia
neonatorum
• Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi
system jantung dan paru dengan melakukan
resusitasi, memberikan oksigen yang cukup,
serta memantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam.
• Mempertahankan jalan napas agar tetap baik,
sehingga proses oksigenasi cukup agar
sirkulasi darah tetap baik. Cara mengatasi
asfiksia adalah sebagai berikut.
• Asfiksia Ringan APGAR skor (7-10)
• Cara mengatasinya adalah sebagai berikut :
– Bayi dibungkus dengan kain hangat
– Bersihkan jalan napas dengan menghisap lender pada hidung
kemudian mulut.
– Bersihkan badan dan tali pusat
– Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR skor, dan
masukkan ke dalam incubator.
• Asfiksia Sedang APGAR skor (4-6)
• Cara mengatasinya adalah sebagai berikut :
– Bersihkan jalan napas
– Berikan oksigen 2 liter per menit
– Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila
belum ada reaksi, bantu pernapasan dengan masker
(ambubag).
– Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dekstrosa 40%
sebanyak 4cc disuntikkan melalui vena umbilikalis secara
perlahan-lahan untuk mencegah tekanan intracranial
meningkat.
• Asfiksia Berat APGAR skor (0-3)
• Cara mengatasinya adalah sebagai berikut :
– Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
– Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
– Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT
(endotracheal tube)
– Bersihkan jalan napas melalui ETT.
– Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis
berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc.
Selanjutnya berikan dekstrosa 40% sebanyak 4cc.

Anda mungkin juga menyukai