PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Angka kematian ibu di Indonesia menempati urutan pertama di Negara
kawasan Asia Tenggara yaitu 307/100.000 kelahiran hidup sedangkan angka
kematian bayi juga masih tinggi yaitu 35/1000 kelahiran hidup (Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007). Sejalan dengan komitmen
pemerintah dalam menunjang upaya pencapaian Millenium Development
Goals (MDG’s) no 4 dan 5 didalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi
adalah pencapaian angka kematian ibu menjadi 112/100.000 kelahiran hidup
dan angka kematian bayi menjadi 20/1000 kelahiran hidup.
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi,
kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan
dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit
kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan
persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat
memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar
diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam
menanganan kondisi kegawatdaruratan.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum :
2. Tujuan khusus :
1) Untuk Mengetahui pertolongan pertama kegawat daruratan obstetric
1
2) Untuk Mengetahui Kegawatan Pada Pre-eklamsia
C. MANFAAT
1. Bagi institusi pendidikan
Bagi Pendidikan Ilmu Kebidanan sebagai bahan bacaan dan
menambah wawasan bagi Mahasiswa Ilmu Kebidanan dalam hal
pemahaman perkembangan dan upaya penatalaksanaan yang berhubungan
dengan pertolongan pertama kegawat daruratan obstetric dan neonatal
(ppgdon)
.
2. Bagi penulis
Untuk memperoleh pengalaman dalam hal mengadakan Karya
Tulis Ilmiah sehingga akan terpacu untuk meningkatkan potensi diri
sehubungan dengan pengetahuan tentang pertolongan pertama kegawat
daruratan obstetric dan neonatal (ppgdon) .
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
3
B. Etiologi
C. Klasifikasi Pre-eklamsi
1. Pre-eklamsia ringan :
a) kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90 mmHg
dengan 2 kali pengukuran berjarak 1jam atau tekanan diastolik
sampai 110mmHg.
b) kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau > atau mencapai
140 mmHg.
c) protein urin positif 1, edema umum, kaki, jari tangan dan muka.
Kenaikan BB > 1Kg/mgg.
2. Pre-eklampsia berat :
D. Patologi
4
infark, nerkosis ditemukan dalam berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut
mungkin sekali disebabkan oleh vasospasmus arteriola. Penimbunan fibrin
dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam patogenesis
kelainan-kelainan tersebut.
3. Otak
4. Paru-paru
5. Jantung
5
b) Spasme yang berlangsung lama, mengganggu pertumbuhan janin
7. Perubahan ginjal
Dimulai dengan kenaikan berat badan diikuti edema. Pada kaki dan
tangan, kenaikan tekanan darah, dan terakhir terjadi proteinuria. Pada pre-
eklamsi ringan gejala subjektif belum dijumpai, tetapi pada pre-eklamsia
berat diikuti keluhan sebagai berikut :
6
kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi
sebelum hamil.pada keadaan muda atau bulan postpartum akan sangat
berguna untuk membuat diagnosis.
H. Pencegahan Pre-Eklamsia
I. Penanganan
Jika salah satu diantara gejala atau tanda berikut ditemukan pada
ibu hamil, dapat diduga ibu tersebut mengalami preeklamsia
7
5. Pada pemeriksaan, ditemukan kadar enzim hati meningkat
disertai ikterus, perdarahan pada retina, dan trombosit kurang
dari 100.000/ mm.
1. Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, beri
obat anti hipertensi sampai tekanan diastolik di antara 90-
100mmHg.
2. Pasang infus dengan jarum besar (16G atau lebih besar).
3. Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload cairan.
8
4. Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan
proteinuria.
5. Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium sulfat
dan berikan cairan IV NaCl 0,9% atau Ringer laktat 1 L/ 8 jam dan
pantau kemungkinan edema paru.
6. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi
muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
7. Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung tiap jam.
8. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.
9. Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic (mis: furosemid 40
mg IV sekali saja jika ada edema paru).
10. Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7
menit (kemungkinan terdapat koagulopati).
9
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada
sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan
post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang
masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat
banyak.
A. Klasifikasi
B. Etiologi
1. Atonia uteri
10
c) Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita
penyakit menahun.
d) Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
e) Infeksi intrauterin (korioamnionitis)
f) Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
g) Umur yang terlalu muda / tua
h) Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
i) Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
a. Robekan Perineum
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum
Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus
partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi
persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan
spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks.
11
b. Hematoma vulva
d. Robekan serviks
3. Retensio plasenta
Faktor predisposisi :
a. Plasenta previa
b. Bekas SC
c. Kuret berulang
d. Multiparitas
Penyebab :
a. Fungsional
b. Patologi- Anatomis
12
2. Placenta increta : vilous menginvaginasi miometrium
13
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal
hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan
memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan
terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan
tes protombin dan PTT (partial thromboplastin time).
1. Sisa Plasenta
14
2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta
3. Anemia
3. Plasenta lengkap
1. Perdarahan pervagina
C. Diagnosis
15
apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam
keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka
yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan
untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
1) Bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif
dan banyak, bergumpal
2) Pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
3) Konstraksi yang lembek.
16
4) Perlu diperhatikan pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat
itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar
dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan
harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
17
11. Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
Pada umunya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai
berikut :
- Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, atau s.c
18
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I
atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau
bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih
dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit
dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir
robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
19
Penangana hematoma :
20
disingkap, tangan kanan masuk secara obsteris ke dalam
vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam
kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan
oleh asisten.
b. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi
ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir
yang sudah terlepas.
c. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta
dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas
dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan
dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta
dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik ke luar.
2. Plasenta akreta
21
2. Mengenal factor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti
mutiparitas, anak besar, hamil kembar, hidramnion, bekas seksio,
ada riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya dan
kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat
persalinan.
3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan
partus lama.
4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit
rujukan.
5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan
terlatih dan menghindari persalinan dukun
6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi
perdarahan pasca persalinan dan mengadakan rujukan sebagaimana
mestinya.
22
4. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan
3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria
dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.
5. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh
instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau
dilatasi dan kuretase
6. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr
%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5
23
3. KEGAWATAN PADA ASFIKSIA
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi dengan asfiksia neonatorum adalah sebagai
berikut :
24
Asfiksia Ringan APGAR skor (7-10)
25
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
26
DAFTAR PUSTAKA
27