Anda di halaman 1dari 32

FARMAKOLOGI

TOKSIKOLOGI
INFLAMASI
DOSEN PENGAMPU apt. Masria Pheteresia Sianipar, S.Farm., M.Si

KELOMPOK 5
NAMA KELOMPOK
5
1. IGEDE ANDREAN PRAWIRAWAN 21. 18. 050
2. IRENE BINAWATI SIMANJORANG 21. 18. 054
3. MARTATINNA BOANGMANALU 21. 18. 066
4. MUTHI MAWADDAH 21. 18. 078
5. VIKA AYU LESTARI 21. 18. 141
6. YOPITA APRILIANTI S. 21. 18. 149
7. GLORIA ANGELINA LESTARI 21. 18. 156
8. YESICA S. 21. 18. 160
9. JENNY VERONICA AMBARITA 21. 18. 165
INFLAMASI
Inflamasi merupakan respon normal
terhadap cedera. Ketika terjadi cedera,
zat seperti histamin, bradikinin dan
prostaglandin serta serotonin
dilepaskan,sehingga zat-zat di atas
menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas dinding
kapiler.
PENYEBAB INFLAMASI
• Keberadaan Benda Asing Dalam Jaringan
 Jaringan Donor
 Agen Biologis
 Benda Mati

• Kerusakan Jaringan yang menimbulkan


 Infeksi
 Radiasi
 Racun
 Suhu ekstrim
 Respon imun
 Trauma fisik/ cidera
CIRI-CIRI INFLAMASI
1. RUBOR (REDNESS) = KEMERAHAN
2. KALOR (HEAT) = PANAS
3. TUMOR (SWELLING) = BENGKAK
4. DOLOR (PAIN) = RASA SAKIT
5. FUNGSIOLAESA (LOSS OF FUNCTION) =
FUNGSI JARINGAN/ ORGAN TERGANGGU
MEKANISME INFLAMASI
KLASIFIKASI
1. INFLAMASI AKUT
INFLAMASI
Pada inflamasi akut proses berlangsung singkat beberapa menit hingga beberapa hari, dengan
gambaran utama eksudasi cairan dan protein plasma serta emigrasi sel leukosit terutama neutrofil.
Rubor, kalor, dan tumor pada inflamasi akut terjadi karena peningkatan aliran darah dan edema.
Inflamasi akut biasanya terjadi tiba-tiba, ditandai oleh tanda-tanda klasik, dimana proses eksudatif
dan vaskularnya dominan.

2. INFLAMASI KRONIS
Inflamasi kronik terjadi bila penyembuhan pada radang akut tidak sempurna, bila penyebab jejas
menetap atau bila penyebab ringan dan timbul berulang-ulang. Dapat pula diakibatkan oleh reaksi
immunologik. Radang berlangsung lama (berminggu-minggu, berbulan- bulan). Radang kronik
ditandai dengan lebih banyak ditemukan sel limfosit, sel plasma, makrofag, dan biasanya disertai
pula dengan pembentukan jaringan granulasi yang menghasilkan fibrosis (Mitchell et al, 2015).
ANTI-INFLAMASI

Antiinflamasi merupakan zat atau obat yang berfungsi


untuk mengurangi respon tubuh terhadap inflamasi yang
berlebih.Obat antiinflamasi yang biasanya digunakan
adalah golongan non steroid, dimana obat ini memiliki
efek samping utama dan paling sering terjadi pada
saluran pencernaan berupa erosi, ulserasi, perforasi
sampai perdarahan yang bahkan mengakibatkan
kematian.
FUNGSI INFLAMASI
1 2 3
Mengurangi demam yang disebabkan Mengurangi rasa sakit pada migrain,
Meredakan nyeri dan peradangan
oleh infeksi atau peradangan sakit gigi, dan kondisi lin yang
pada kondisi seperti arthritis,
menyebabkan nyeri. Mengurangi risiko
lupus, dan radang sendi lainnya.
serangan jantung dan stroke dengan
mengurangi peradangan dalam
pembuluh darah

4 5
Meningkatkan fungsi Meningkatkan kualitas hidup pada penderita
saluran pernapasan pada penyakit kronis dengan mengurangi
asma dengan mengurangi peradangan dan rasa sakit yang
peradangan pada saluran berhubungan dengan kondisi tersebut
pernapasan
Anti inflamasi terbagi menjadi dua yaitu:

1. Anti-inflamasi Kortikosteroid
untuk mencegah efek inflamasi melalui
pembentukan jaringan ikat & neovaskularisasi

Mekanisme Kerja Anti Inflamasi


vaskular
permiabilitias pembuluh darah
Selular :
- penghambatan proliferasi limfosit (limfosit T), dengan imunitas
selular

- penekan kerja limfokin dalam migrasi makrofag dan produksi


faktor pertumbuhan
- inhibisi degranulasi netrofil granulosit, makrofag, sel mast dan
basofil
- supresi sintesis asam arakidonat produksi prostaglandin
2. Anti-Inflamasi NON-Steroid

-Merupakan inhibitor sintesis prostaglandin dan berperan sebagai anti-inflamasi dan analgesik
-keuntungan NSAID dibanding Kortikosteroid adalah bahwa NSAID tidak memicu penurunan
aktivitas sistem pertahanan tubuh dan tidak meningkatkan TIO( Tekanan Intra Okular)
- NSAID tidak berinteraksi dengan sistem hemodinamik

Mekanisme Kerja NSAID


- Menghambat cyclooxygenase (COX) menghambat produksi protaglandin

terdapat 2 jenis COX:


1.COX-1 penting dalam kondisi non inflamasi penghambatan COX 1 dapat
menghindari ESO (misal ESO lambung)

2.COX-2 diinduksi pada kondisi inflamasi inhibisi COX-2 berperan dalam


antiinflamasi

-Aspirin, ibuprofen- menghambat COX-1 & COX-2


- Sebagian besar NSAID menghambat COX-1 dan COX-2

- Penghambatan jalur sintetik dari asam arakidonat menjadi


prostaglandin dapat menimbulkan peningkatan leukotrien
yang dapat menimbulkan inflamasi

- Hal ini dapat menimbulkan konsekuensi serius pada


beberapa pasien misalnya Serangan Asthma
PENGGOLONGAN OBAT ANTI
INFLAMASI
A . Obat anti inflamasi steroid
Obat anti inflamasi golongan steroid bekerja menghambat sintesis prostaglandin dengan cara menghambat
enzim fosfolipase, sehingga fosfolipid yang berada pada membran sel tidak dapat diubah menjadi asam
arakidonat. Akibatnya prostaglandin tidak akan terbentuk dan efek inflamasi tidak ada.
Contoh: Deksametason, Betametasone, Methylprednisolone, Prednisolone, Triamcinolone, Budesonide.

B. Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)


Obat anti inflamasi non steroid bekerja dengan cara menghambat pembentukan isoenzim COX-1
(cyclooxygenase-1) dan COX-2 (cyclooxygenase-2) sehingga prostaglandin dan tromboksan tidak
terbentuk.
Contoh: Ibuprofen, Aspirin, Diklofenak, Celecoxib, Asam mefenamat, Piroxicam, Meloxicam, Ketoprofen,
Dexketoprofen.
Berikut adalah contoh obat dari golongan steroid :

1. Betametason
Betamesaton adalah obat steroid. Ini digunakan untuk sejumlah penyakit termasuk gangguan rematik
seperti rheumatoid arthritis dan lupus eritematosus sistemik, penyakit kulit seperti dermatitis.

2. Dexamethasone
merupakan obat kortikosteroid yang diresepkan sebagai obat semprot yang berguna untuk mengatasi
rinitis alergi, atau juga diresepkan sebagai tetes mata untuk mengobati iritis dan otitis eksterna.

3. Methylperdnisolon
Metilprednisolon adalah obat kortikosteroid atau glukokortikoid sintetis. Obat ini dipasarkan di Amerika
Serikat dan Kanada dengan merek Medrol dan Solu-Medrol. Obat ini tersedia sebagai obat generik.
Nama dagang: diklofenak ,ibuprofen ,ketofren,peroksikam , meloksikam , etoricoxib, dan ibuprofen.
4. Prednisolone
Prednisolone adalah obat untuk mengatasi berbagai kondisi peradangan. Beberapa kondisi yang bisa diatasi oleh obat
ini antara lain radang sendi, radang pada mata, atau asma. Prednisolone tidak boleh digunakan sembarangan dan harus
sesuai resep dokter. Prednisolone termasuk dalam kelompok obat kortikosteroid. Obat ini merupakan replika dari
hormon steroid yang secara alami dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Prednisolone bekerja dengan menekan reaksi sistem
kekebalan tubuh yang terlalu aktif, sehingga mengurangi peradangan dan gejala reaksi alergi. Merek dagang
prednisolone: Borraginol-S, Cendo Cetapred, Chloramfecort-H, Colipred, Klorfeson, Lupred, P-Pred, Polypred.

5. Triamcinolone
Triamcinolone memiliki fungsi utama untuk meredakan peradangan dan gejala alergi. Obat ini tersedia dalam bentuk
obat minum, obat oles, suntik, serta semprotan hidung. Masing-masing bentuk sediaan triamcinolone memiliki tujuan
yang berbeda.Triamcinolone termasuk dalam kelompok obat kortikosteroid. Triamcinolone bekerja dengan cara
meredakan peradangan dan respons imun yang berlebihan. Dengan begitu, gejala peradangan dan alergi, seperti
bengkak, nyeri, rasa gatal, biduran, atau sesak, dapat berkurang. Merek dagang triamcinolone: Amtocort, Bufacomb,
Econazine, Flamicort, Genalog, Kenacort, Kenalog in Orabase, Ketricin, Krim Pi Kang Shuang, Konicort, Lonacort,
Nasacort AQ, Opicort, Omenacort, Tremacort, Triacilon, Triamcort-Triamcinolone, Triamcinolone Acetonide, Triacilon,
Trilac, Trinolon, Rafacort, Sinocort, Ziloven.
7. Budesonide
Budesonide adalah obat kortikosteroid yang digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi
peradangan, seperti asma, rhinitis alergi, croup, atau penyakit Crohn. Obat ini tersedia dalam
berbagai bentuk sediaan, yaitu inhaler, cairan nebulizer, semprotan hidung, dan
kapsul.Budesonide inhaler dan cairan nebulizer bekerja dengan cara meredakan peradangan
pada saluran pernapasan, sehingga sering digunakan pada asma dan croup. Merek dagang
budesonide: Budesonide, Budesma, Budenofalk, Cortiment, Sonide, Symbicort.
Klasifikasi obat anti-inflamasi non-steroid secara umum adalah sebagai berikut:
A. AINS Inhibitor Non-selektif
Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan danselektivitas yang berbeda. AINS pada
golongan ini adalah inhibitor darisiklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2 (COX-2). Jenis –
jenisnya antara lain:

1. Asam Salisilat
Asam salisilat adalah asam organik sederhana yang cepat diabsorbsi dari lambung dan usus bagian atas,
menghasilkan kadar puncak dalam plasma dalam waktu 1-2 jam. Asam salisilat terikat pada
albumin, tetapi ikatan dan metabolisme salisilat dapat menjadi jenuhsehingga fraksi yang tidak terikat
meningkat seiring menigkatnya konsentrasi total. Contoh obat yaitu aspirin dan diflunisal.

2. Derivat Para-Aminofenol
Kerja dari golongan ini yaitu menghambat sintesis prostaglandin secara lemah dan tidak mempunyai efek
pada agregasi platelet. Di Indonesia derivate para-aminofenol lebih dikenal dengan nama
parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas. Contohnya adalah asetaminofen
3. Derivat Asam Asetat
Sifat antiinflamasi, analgetik dan antipiretik pada golongan ini lebih menonjol seperti asam salisilat. Kerja
dari golongan ini merupakan inhibitor COX yang poten daripada derivat salisilat. Obat yang termasuk ke
derivat asam asetat yaitu indometasin, sulindak dan
etodolak.

4. Derivat Fenamat (N-fenilantranilat)


Secara terapeutik, senyawa ini tidak mempunyai keuntungan yang lebih dari golongan obat AINS yang lain
dan sering menyebabkan efek samping gastrointestinal. Contoh obat yaitu asam mefenamat,meklofenamat,
asam flufenamat, tolmetin, ketorolak, dan diklofenak.

5. Derivat Asam Propionat


Derivat asam propionat digunakan pada terapi simtomatik artritis rheumatoid, osteoarthritis, spondylitis
ankilosa dan artritis pirai akut,obat ini juga digunakan sebagai analgesik untuk tendinitis akut danbursitis,
dan untuk dismenorea primer. Contoh obat yaitu ibuprofen,
naproksen, fenoprofen, ketoprofen, flurbiprofen, oksaprozin.
6. Derivat Asam Enolat
Derivat asam enolat atau oksikam merupakan inhibitor COX-1 dan COX-2 dan mempunyai aktivitas
antiinflamasi, analgetik, danantipiretik. Pada umumnya, derivat ini merupakan inhibitor COX
selektif, meskipun salah satunya (meloksikam) memperlihatkan selektivitas terhadap COX-2 yang
sebanding dengan selekoksib dandisetujui sebagai inhibitor COX-2 selektif di beberapa negara.
Efikasinya sama dengan aspirin, indometasin, atau naproksen untuk pengobatan jangka panjang artritis
rheumatoid atau osteoarthritis.Keuntungan utama penggunaan senyawa ini adalah waktu paruhnyayang
panjang sehingga dapat diberikan satu kali sehari. Contoh obatnya adalah piroksikam , meloksikam, dan
nabumeton.

B. AINS Inhibitor Selektif


Penggunaan AINS inhibitor non-selektif telah dibatasi karena ditolerir dengan buruk. Pasien yang
menggunakan jangka panjang cenderung mengalami iritasi di gastrointestinal sampai 20% kasus. Oleh
karena itu ditemukan obat yang hanya menghambat COX-2 contohnya adalah selekoksib,
valdekoksib, parekoksib, etorikoksib, lumirakoksib.
1. Apazon
Apazon mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik dan merupakan senyawa urikosurik
yang poten. Obat ini tersedia di Eropa, tetapi tidak di Amerika Serikat. Beberapa fungsinya dihasilkan dari
kemampuannya untuk menghambat migrasi neutrofil,degranulasi, dan produksi superoksida.Apazon telah
digunakan untuk pengobatan artritis rheumatoid,osteoarthritis, spondylitis ankilosa, dan pirai, tetapi
biasanya dibatasi pada kasus ketika pengobatan menggunakan AINS lainnya telah gagal.

2. Nimesulid
Nimesulid merupakan senyawa sulfonanilide tersedia di Eropa yang menunjukan selektivitas terhadap
COX-2 yang sama dengan selekoksib pada uji darah lengkap.
KASUS
KASUS 1
JUDUL : Perempuan 55 Tahun Dengan Reumatoid Atritis

KASUS : Pasien perempuan, 55 tahun dengan keluhan nyeri sendi inflamatif di sendi bahu,
kedua tangan, kedua kaki yang mengganggu aktivitas. Anggota keluarga tidak ada yang
mengalami sakit sendi dengan gelaja yang sama.

HASIL :
1.hasil pemeriksaan fisik secara umum :stabil
2.Hasil pemeriksaan laboratorium
•Didapatkan LED 109 mm/jam, rheumatoid factor positif, HbsAg rapid non reaktif.
Pemeriksaan HbsAg pada pasien dilakukan untuk mengetahui tingkat resiko pemberian
terapi imunosuprean yang akan diberikan.
•Hasil foto thorax menunjukkan tidak ditemukan adanya TBC sehingga pasien dapat
diberikan imunosupresan.
•Hasil foto manus tampak penyempitan sela sendi distal interphalangeal digiti 1 manus
bilateral ec artritis.
• Hasil foto pedis tampak penyempitan sela sendi interphalangeal digiti V pedis bilateral ec
artritis.
•Hasil foto sendi bahu/ shoulder joint tampak bayangan opak proksimal humerus dextra.
DIAGNOSIS
Rheumatoid arthritis(RA)

TERAPI FARMAKOLOGIS
Diberikan methylprednisolone 3x8 mg, CaCo3 3x500 mg, vitamin D3 1x400 IU, methotrexate 1x7,5 mg

PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan fisik secara umum keadaan pasien stabil ,Namun pada pemeriksaan laboratorium
dinyatakan pasien mengidap penyakit Rheumatoid Arthritis dilihat dari hasil foto manus,foto pedis dan
foto sendi bahu yang menunjukkan gambaran osteoporosis juxta artikular dan penyempitan celah
sendi.Terapi farmakologis diberikan obat methylprednisolone 3x8 mg, CaCo3 3x500 mg, vitamin D3
1x400 IU, methotrexate 1x7,5 mg

KESIMPULAN
Diperoleh pasien perempuan 55 tahun didiagnosis penyakit Rheumatoid Arthritis.Rheumatoid arthritis
(RA) adalah penyakit inflamasi kronis. Penyakit ini adalah bentuk paling umum dari arthritis inflamasi
kronis dan sering menyebabkan kerusakan sendi dan cacat fisik. Telah dilakukan terapi farmakologis
dengan pemberian obat Antiinflamasi Steroid/Kortikosteroid yaitu Methylprednisolone ,suplemen
CaCo3,Vitamin D3 ,dan methotrexate .Pengobatan bertujuan mengendalikan perjalanan penyakit, tidak
menyembuhkan.
KASUS 2

JUDUL : Sindrom Nefrotik pada Pasien Pengguna Obat Antiinflamasi Non Steroid (OAINS)
pada Dewasa: sebuah Laporan Kasus

KASUS : Pria usia 20 tahun, datang ke poli Penyakit Dalam rumah sakit dengan keluhan
bengkak seluruh tubuh sejak 2 hari. Bengkak muncul bertahap sekitar 1 minggu yang lalu,
diawali dari muka, tangan-kaki, hingga ke perut. Pasien juga mengeluhkan sesak yang
semakin memberat seiring meluasnya bengkak tubuh, sesak dirasakan setiap saat, dan
tidak membaik dengan istirahat. Pasien mengeluhkan batuk tanpa dahak 2 minggu yang
lalu, mual, dan muntah. Tidak ada keluhan BAB dan BAK. Pasien memiliki riwayat sering
mengkonsumsi obat pegal linu dan minuman berenergi tinggi. Pasien mengaku membeli
dan mengonsumsi obat pegal linu dari apotek tanpa resep dokter sejak 1 tahun yang lalu,
saat pasien mulai bekerja sebagai tukang kayu. Pasien tidak mengetahui kandungan dari
obat yang dibeli. Pasien menggunakan obat tersebut kurang lebih 3-4x dalam seminggu
HASIL :

1.Hasil pemeriksaan fisik awal


• tekanan darah meningkat (142/95 mmHg),
•takikardi (113 denyut per menit)
•suhu tubuh normal (36,8°C)
•saturasi oksigen 98%
•laju napas normal (22 kali per menit)
•berat badan 60 kg
•pada kepala ditemukan edema fasial
•pada leher dan jantung dalam batas normal.
•Pada pemeriksaan paru ditemukan suara ronki halus pada satu per tiga bagian bawah paru kiri.
•Ditemukan asites pada pemeriksaan abdomen.
•Pitting edema pada kedua tangan dan kaki derajat lll

2.Hasil pemeriksaan laboratorium


•kadar albumin 2,4 g/dL (normal 3,5 – 5,5 g/dL)
•kadar nitrogen urea darah (blood urea nitrogen/BUN) 51,28 mg/dL (normal 10-20 mg/dL)
•serum kreatinin (SK) 2,01 mg/dL (normal 0,8 – 1,5 mg/dL)
•kolesterol 455 mg/dL (normal < 200mg/dL)
•Pada pemeriksaan urine lengkap ditemukan protein urin +3 (normal negatif).
DIAGNOSIS
•hasil pemeriksaan fisik yang ditandai dengan edema fasial dan ekstremitas, serta hasil
laboratorium berupa hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan proteinuria, maka pasien
didiagnosa dengan sindrom nefrotik.
• Hasil pemeriksaan penunjang lain menunjukkan efusi pleura sinistra yang pada rontgen
toraks, selaras dengan suara ronki halus pada satu per tiga bagian bawah paru kiri.
Peningkatan SK mencapai 2,01 mg/dl disertai temuan USG abdomen berupa gambaran
penyakit parenkim ginjal difus bilateral sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami gagal
ginjal akut. Gambaran asites juga ditemukan pada pemeriksaan USG abdomen.
Terapi farmakologis
rawat inap diberikan steroid intravena, yaitu metilprednisolon 125mg setiap 8 jam selama 4
hari, serta terapi oral berupa penghambat reseptor angiotensin 2 (ARB) yaitu irbesartan
1x300mg, dan antikoagulan yaitu clopidogrel 1x75mg.

TERAPI SUPORTIF
yang diberikan yaitu tirah baring dan retriksi cairan sekitar 600-750cc tiap 24jam.

TERAPI MONITORING
•mengamati keluhan dan tanda-tanda vital
•melakukan pengukuran urin tampung dan penimbangan berat badan setiap hari.
PEMBAHASAN
Dari anamnesis, hasil pemeriksaan fisik yang ditandai dengan edema fasial dan ekstremitas,
serta hasil laboratorium berupa hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan proteinuria, maka
pasien didiagnosa dengan sindrom nefrotik. Hasil pemeriksaan penunjang lain menunjukkan
efusi pleura sinistra yang pada rontgen toraks, selaras dengan suara ronki halus pada satu per
tiga bagian bawah paru kiri. Peningkatan SK mencapai 2,01 mg/dl disertai temuan USG abdomen
berupa gambaran penyakit parenkim ginjal difus bilateral sehingga dapat disimpulkan pasien
mengalami gagal ginjal akut. Gambaran asites juga ditemukan pada pemeriksaan USG abdomen

KESIMPULAN
Pada laporan kasus ini, laki-laki usia 20 tahun yang terdiagnosis SN dengan riwayat penggunaan
OAINS dalam jangka waktu lama berespon baik terhadap terapi steroid. Untuk menentukan
penyebab pasti serta pilihan terapi yang tepat maka diperlukan pemeriksaan seperti biopsi
ginjal. Tenaga medis juga perlu melakukan anamnesis dan pemeriksaan holistik serta
komprehensif terkait faktor risiko penyebab SN.
KASUS 3

JUDUL : MIGRAIN RETINAL


KASUS :
Seorang wanita 23 tahun datang ke Instalasi Rawat Jalan Neurologi RSUD Dr. Soetomo dengan keluhan
nyeri kepala sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri kepala hilang timbul dan memberat dalam 2 minggu terakhir.
Skala nyeri 7-8 diukur dengan Numeric Pain Rating Scale (NPRS) saat nyeri kepala terjadi. Nyeri dirasakan
di sekitar mata kiri sampai pelipis kiri, berdenyut, berlangsung selama 4-24 jam bila tidak diobati. Nyeri
dapat berulang 2-3 kali sehari. Pasien mengeluh mata kiri terasa kabur, muncul bulatan hitam lalu
pandangan gelap, dengan durasi 5 sampai 15 menit, diikuti oleh nyeri kepala sisi kiri yang terjadi 15 menit
setelah gangguan penglihatan, sehingga pasien hanya melihat dengan mata kanan. Pandangan kabur dan
gelap yang terjadi membaik sempurna sebelum 60 menit. Pasien berbaring saja ketika kambuh. Mata
kanan juga terasa kabur sejak 1 tahun terakhir karena riwayat miopia, namun penglihatan mata kanan
membaik dengan kacamata. Pasien merasa mual namun tidak muntah, tidak dapat beraktivitas saat nyeri
kepala terjadi, diantara serangan pasien merasa normal, tidak nyeri kepala, mata kiri tidak kabur, namun
terkadang merasa gelisah akan terulangnya pandangan kabur saat nyeri kepala. Pasien tidak
mengeluhkan adanya perubahan karakteristik, intensitas dan durasi nyeri kepala saat menstruasi. Pasien
tidak menggunakan kontrasepsi hormonal. Riwayat penyakit dahulu mata kanan myopia, tidak didapatkan
riwayat nyeri kepala sebelumnya, tidak didapatkan riwayat stroke, hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, dan tumor. Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak
monosodium glutamate (MSG) dan tidak menggunakan kontrasepsi hormonal.
HASIL :
1.Hasil pemeriksaan fisik
•kesadaran baik, GCS E4V5M6
•tekanan darah 110/70mmHg
•nadi 88 kali per menit
•pernafasan 18 kali per menit
•temperatur 36.5 °C
2.pemeriksaan neurologis
Dalam batas normal. Pasien tidak dalam serangan migrain saat dilakukan
pemeriksaan.
3.Pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus menurun pada mata kanan 5/40.
4.Pemeriksaan laboratorium rheumatoid factor dan tes ANA negatif.
5.Pemeriksaan EEG dan MRI kepala dengan kontras tidak didapatkan kelainan.

DIAGNOSIS : migrain retinal

Terapi Farmakologis
1.Terapi abortif dengan NSAID (aspirin, warfarin, heparin, dan prednison)
2.Terapi profilaksis dengan pemberian asam valproate 500mg dosis tunggal dan flunarizin
5mg tiap 12 jam
PEMBAHASAN
Pemeriksaan fisik yg didapatkan kesadaran baik dan pemeriksaan lainnya dalam batas
normal. Pasien tidak dalam serangan migrain saat dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan
oftalmologi didapatkan visus menurun pada mata kanan 5/40. Pemeriksaan laboratorium
rheumatoid factor dan tes ANA negatif. Pemeriksaan EEG dan MRI kepala dengan kontras
tidak didapatkan kelainan. Tatalaksana farmakologis abortif dengan NSAID yang diikuti
dengan pemberian asam valproate 500mg dosis tunggal sebagai terapi profilaksis belum
memberikan perbaikan intensitas nyeri. Pemberian flunarizin 5mg tiap 12 jam sebagai terapi
profilaksis, memberikan penurunan intensitas nyeri dan mengurangi kekambuhan nyeri
kepala.

KESIMPULAN
Diperoleh seorang wanita 23 tahun dengan keluhan nyeri kepala berulang sisi kiri yang didahului
gangguan visual berupa skotoma, pandangan kabur dan gelap. Gangguan visual terjadi pada mata
kiri, durasi 5 sampai 15 menit sebelum nyeri kepala terjadi. Pasien memenuhi kriteria diagnostik
migrain retinal menurut the 3rd edition of the International Classification of Headache Disorder
(ICHD-3). Terapi abortif dan profilaksis harus dilakukan secara seksama karena beberapa golongan
terapi abortif NSAID memiliki efek vasokontriksi yang dapat mengeksaserbasi vasospasme dari
retina. Pilihan terapi profilaksis harus sesuai untuk mencegah timbulnya komplikasi. Flunarizin
sebagai terapi profilaksis golongan calcium channel blocker yang diberikan dapat menurunkan
intensitas nyeri dan kekambuhan dari migrain retinal.
“AYU TINGTING MAKAN
KEPITING THANK U FOR
EVERYTHING”

Anda mungkin juga menyukai