Anti Inflamasi Fix Sekali
Anti Inflamasi Fix Sekali
TOKSIKOLOGI
INFLAMASI
DOSEN PENGAMPU apt. Masria Pheteresia Sianipar, S.Farm., M.Si
KELOMPOK 5
NAMA KELOMPOK
5
1. IGEDE ANDREAN PRAWIRAWAN 21. 18. 050
2. IRENE BINAWATI SIMANJORANG 21. 18. 054
3. MARTATINNA BOANGMANALU 21. 18. 066
4. MUTHI MAWADDAH 21. 18. 078
5. VIKA AYU LESTARI 21. 18. 141
6. YOPITA APRILIANTI S. 21. 18. 149
7. GLORIA ANGELINA LESTARI 21. 18. 156
8. YESICA S. 21. 18. 160
9. JENNY VERONICA AMBARITA 21. 18. 165
INFLAMASI
Inflamasi merupakan respon normal
terhadap cedera. Ketika terjadi cedera,
zat seperti histamin, bradikinin dan
prostaglandin serta serotonin
dilepaskan,sehingga zat-zat di atas
menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas dinding
kapiler.
PENYEBAB INFLAMASI
• Keberadaan Benda Asing Dalam Jaringan
Jaringan Donor
Agen Biologis
Benda Mati
2. INFLAMASI KRONIS
Inflamasi kronik terjadi bila penyembuhan pada radang akut tidak sempurna, bila penyebab jejas
menetap atau bila penyebab ringan dan timbul berulang-ulang. Dapat pula diakibatkan oleh reaksi
immunologik. Radang berlangsung lama (berminggu-minggu, berbulan- bulan). Radang kronik
ditandai dengan lebih banyak ditemukan sel limfosit, sel plasma, makrofag, dan biasanya disertai
pula dengan pembentukan jaringan granulasi yang menghasilkan fibrosis (Mitchell et al, 2015).
ANTI-INFLAMASI
4 5
Meningkatkan fungsi Meningkatkan kualitas hidup pada penderita
saluran pernapasan pada penyakit kronis dengan mengurangi
asma dengan mengurangi peradangan dan rasa sakit yang
peradangan pada saluran berhubungan dengan kondisi tersebut
pernapasan
Anti inflamasi terbagi menjadi dua yaitu:
1. Anti-inflamasi Kortikosteroid
untuk mencegah efek inflamasi melalui
pembentukan jaringan ikat & neovaskularisasi
-Merupakan inhibitor sintesis prostaglandin dan berperan sebagai anti-inflamasi dan analgesik
-keuntungan NSAID dibanding Kortikosteroid adalah bahwa NSAID tidak memicu penurunan
aktivitas sistem pertahanan tubuh dan tidak meningkatkan TIO( Tekanan Intra Okular)
- NSAID tidak berinteraksi dengan sistem hemodinamik
1. Betametason
Betamesaton adalah obat steroid. Ini digunakan untuk sejumlah penyakit termasuk gangguan rematik
seperti rheumatoid arthritis dan lupus eritematosus sistemik, penyakit kulit seperti dermatitis.
2. Dexamethasone
merupakan obat kortikosteroid yang diresepkan sebagai obat semprot yang berguna untuk mengatasi
rinitis alergi, atau juga diresepkan sebagai tetes mata untuk mengobati iritis dan otitis eksterna.
3. Methylperdnisolon
Metilprednisolon adalah obat kortikosteroid atau glukokortikoid sintetis. Obat ini dipasarkan di Amerika
Serikat dan Kanada dengan merek Medrol dan Solu-Medrol. Obat ini tersedia sebagai obat generik.
Nama dagang: diklofenak ,ibuprofen ,ketofren,peroksikam , meloksikam , etoricoxib, dan ibuprofen.
4. Prednisolone
Prednisolone adalah obat untuk mengatasi berbagai kondisi peradangan. Beberapa kondisi yang bisa diatasi oleh obat
ini antara lain radang sendi, radang pada mata, atau asma. Prednisolone tidak boleh digunakan sembarangan dan harus
sesuai resep dokter. Prednisolone termasuk dalam kelompok obat kortikosteroid. Obat ini merupakan replika dari
hormon steroid yang secara alami dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Prednisolone bekerja dengan menekan reaksi sistem
kekebalan tubuh yang terlalu aktif, sehingga mengurangi peradangan dan gejala reaksi alergi. Merek dagang
prednisolone: Borraginol-S, Cendo Cetapred, Chloramfecort-H, Colipred, Klorfeson, Lupred, P-Pred, Polypred.
5. Triamcinolone
Triamcinolone memiliki fungsi utama untuk meredakan peradangan dan gejala alergi. Obat ini tersedia dalam bentuk
obat minum, obat oles, suntik, serta semprotan hidung. Masing-masing bentuk sediaan triamcinolone memiliki tujuan
yang berbeda.Triamcinolone termasuk dalam kelompok obat kortikosteroid. Triamcinolone bekerja dengan cara
meredakan peradangan dan respons imun yang berlebihan. Dengan begitu, gejala peradangan dan alergi, seperti
bengkak, nyeri, rasa gatal, biduran, atau sesak, dapat berkurang. Merek dagang triamcinolone: Amtocort, Bufacomb,
Econazine, Flamicort, Genalog, Kenacort, Kenalog in Orabase, Ketricin, Krim Pi Kang Shuang, Konicort, Lonacort,
Nasacort AQ, Opicort, Omenacort, Tremacort, Triacilon, Triamcort-Triamcinolone, Triamcinolone Acetonide, Triacilon,
Trilac, Trinolon, Rafacort, Sinocort, Ziloven.
7. Budesonide
Budesonide adalah obat kortikosteroid yang digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi
peradangan, seperti asma, rhinitis alergi, croup, atau penyakit Crohn. Obat ini tersedia dalam
berbagai bentuk sediaan, yaitu inhaler, cairan nebulizer, semprotan hidung, dan
kapsul.Budesonide inhaler dan cairan nebulizer bekerja dengan cara meredakan peradangan
pada saluran pernapasan, sehingga sering digunakan pada asma dan croup. Merek dagang
budesonide: Budesonide, Budesma, Budenofalk, Cortiment, Sonide, Symbicort.
Klasifikasi obat anti-inflamasi non-steroid secara umum adalah sebagai berikut:
A. AINS Inhibitor Non-selektif
Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan danselektivitas yang berbeda. AINS pada
golongan ini adalah inhibitor darisiklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2 (COX-2). Jenis –
jenisnya antara lain:
1. Asam Salisilat
Asam salisilat adalah asam organik sederhana yang cepat diabsorbsi dari lambung dan usus bagian atas,
menghasilkan kadar puncak dalam plasma dalam waktu 1-2 jam. Asam salisilat terikat pada
albumin, tetapi ikatan dan metabolisme salisilat dapat menjadi jenuhsehingga fraksi yang tidak terikat
meningkat seiring menigkatnya konsentrasi total. Contoh obat yaitu aspirin dan diflunisal.
2. Derivat Para-Aminofenol
Kerja dari golongan ini yaitu menghambat sintesis prostaglandin secara lemah dan tidak mempunyai efek
pada agregasi platelet. Di Indonesia derivate para-aminofenol lebih dikenal dengan nama
parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas. Contohnya adalah asetaminofen
3. Derivat Asam Asetat
Sifat antiinflamasi, analgetik dan antipiretik pada golongan ini lebih menonjol seperti asam salisilat. Kerja
dari golongan ini merupakan inhibitor COX yang poten daripada derivat salisilat. Obat yang termasuk ke
derivat asam asetat yaitu indometasin, sulindak dan
etodolak.
2. Nimesulid
Nimesulid merupakan senyawa sulfonanilide tersedia di Eropa yang menunjukan selektivitas terhadap
COX-2 yang sama dengan selekoksib pada uji darah lengkap.
KASUS
KASUS 1
JUDUL : Perempuan 55 Tahun Dengan Reumatoid Atritis
KASUS : Pasien perempuan, 55 tahun dengan keluhan nyeri sendi inflamatif di sendi bahu,
kedua tangan, kedua kaki yang mengganggu aktivitas. Anggota keluarga tidak ada yang
mengalami sakit sendi dengan gelaja yang sama.
HASIL :
1.hasil pemeriksaan fisik secara umum :stabil
2.Hasil pemeriksaan laboratorium
•Didapatkan LED 109 mm/jam, rheumatoid factor positif, HbsAg rapid non reaktif.
Pemeriksaan HbsAg pada pasien dilakukan untuk mengetahui tingkat resiko pemberian
terapi imunosuprean yang akan diberikan.
•Hasil foto thorax menunjukkan tidak ditemukan adanya TBC sehingga pasien dapat
diberikan imunosupresan.
•Hasil foto manus tampak penyempitan sela sendi distal interphalangeal digiti 1 manus
bilateral ec artritis.
• Hasil foto pedis tampak penyempitan sela sendi interphalangeal digiti V pedis bilateral ec
artritis.
•Hasil foto sendi bahu/ shoulder joint tampak bayangan opak proksimal humerus dextra.
DIAGNOSIS
Rheumatoid arthritis(RA)
TERAPI FARMAKOLOGIS
Diberikan methylprednisolone 3x8 mg, CaCo3 3x500 mg, vitamin D3 1x400 IU, methotrexate 1x7,5 mg
PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan fisik secara umum keadaan pasien stabil ,Namun pada pemeriksaan laboratorium
dinyatakan pasien mengidap penyakit Rheumatoid Arthritis dilihat dari hasil foto manus,foto pedis dan
foto sendi bahu yang menunjukkan gambaran osteoporosis juxta artikular dan penyempitan celah
sendi.Terapi farmakologis diberikan obat methylprednisolone 3x8 mg, CaCo3 3x500 mg, vitamin D3
1x400 IU, methotrexate 1x7,5 mg
KESIMPULAN
Diperoleh pasien perempuan 55 tahun didiagnosis penyakit Rheumatoid Arthritis.Rheumatoid arthritis
(RA) adalah penyakit inflamasi kronis. Penyakit ini adalah bentuk paling umum dari arthritis inflamasi
kronis dan sering menyebabkan kerusakan sendi dan cacat fisik. Telah dilakukan terapi farmakologis
dengan pemberian obat Antiinflamasi Steroid/Kortikosteroid yaitu Methylprednisolone ,suplemen
CaCo3,Vitamin D3 ,dan methotrexate .Pengobatan bertujuan mengendalikan perjalanan penyakit, tidak
menyembuhkan.
KASUS 2
JUDUL : Sindrom Nefrotik pada Pasien Pengguna Obat Antiinflamasi Non Steroid (OAINS)
pada Dewasa: sebuah Laporan Kasus
KASUS : Pria usia 20 tahun, datang ke poli Penyakit Dalam rumah sakit dengan keluhan
bengkak seluruh tubuh sejak 2 hari. Bengkak muncul bertahap sekitar 1 minggu yang lalu,
diawali dari muka, tangan-kaki, hingga ke perut. Pasien juga mengeluhkan sesak yang
semakin memberat seiring meluasnya bengkak tubuh, sesak dirasakan setiap saat, dan
tidak membaik dengan istirahat. Pasien mengeluhkan batuk tanpa dahak 2 minggu yang
lalu, mual, dan muntah. Tidak ada keluhan BAB dan BAK. Pasien memiliki riwayat sering
mengkonsumsi obat pegal linu dan minuman berenergi tinggi. Pasien mengaku membeli
dan mengonsumsi obat pegal linu dari apotek tanpa resep dokter sejak 1 tahun yang lalu,
saat pasien mulai bekerja sebagai tukang kayu. Pasien tidak mengetahui kandungan dari
obat yang dibeli. Pasien menggunakan obat tersebut kurang lebih 3-4x dalam seminggu
HASIL :
TERAPI SUPORTIF
yang diberikan yaitu tirah baring dan retriksi cairan sekitar 600-750cc tiap 24jam.
TERAPI MONITORING
•mengamati keluhan dan tanda-tanda vital
•melakukan pengukuran urin tampung dan penimbangan berat badan setiap hari.
PEMBAHASAN
Dari anamnesis, hasil pemeriksaan fisik yang ditandai dengan edema fasial dan ekstremitas,
serta hasil laboratorium berupa hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan proteinuria, maka
pasien didiagnosa dengan sindrom nefrotik. Hasil pemeriksaan penunjang lain menunjukkan
efusi pleura sinistra yang pada rontgen toraks, selaras dengan suara ronki halus pada satu per
tiga bagian bawah paru kiri. Peningkatan SK mencapai 2,01 mg/dl disertai temuan USG abdomen
berupa gambaran penyakit parenkim ginjal difus bilateral sehingga dapat disimpulkan pasien
mengalami gagal ginjal akut. Gambaran asites juga ditemukan pada pemeriksaan USG abdomen
KESIMPULAN
Pada laporan kasus ini, laki-laki usia 20 tahun yang terdiagnosis SN dengan riwayat penggunaan
OAINS dalam jangka waktu lama berespon baik terhadap terapi steroid. Untuk menentukan
penyebab pasti serta pilihan terapi yang tepat maka diperlukan pemeriksaan seperti biopsi
ginjal. Tenaga medis juga perlu melakukan anamnesis dan pemeriksaan holistik serta
komprehensif terkait faktor risiko penyebab SN.
KASUS 3
Terapi Farmakologis
1.Terapi abortif dengan NSAID (aspirin, warfarin, heparin, dan prednison)
2.Terapi profilaksis dengan pemberian asam valproate 500mg dosis tunggal dan flunarizin
5mg tiap 12 jam
PEMBAHASAN
Pemeriksaan fisik yg didapatkan kesadaran baik dan pemeriksaan lainnya dalam batas
normal. Pasien tidak dalam serangan migrain saat dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan
oftalmologi didapatkan visus menurun pada mata kanan 5/40. Pemeriksaan laboratorium
rheumatoid factor dan tes ANA negatif. Pemeriksaan EEG dan MRI kepala dengan kontras
tidak didapatkan kelainan. Tatalaksana farmakologis abortif dengan NSAID yang diikuti
dengan pemberian asam valproate 500mg dosis tunggal sebagai terapi profilaksis belum
memberikan perbaikan intensitas nyeri. Pemberian flunarizin 5mg tiap 12 jam sebagai terapi
profilaksis, memberikan penurunan intensitas nyeri dan mengurangi kekambuhan nyeri
kepala.
KESIMPULAN
Diperoleh seorang wanita 23 tahun dengan keluhan nyeri kepala berulang sisi kiri yang didahului
gangguan visual berupa skotoma, pandangan kabur dan gelap. Gangguan visual terjadi pada mata
kiri, durasi 5 sampai 15 menit sebelum nyeri kepala terjadi. Pasien memenuhi kriteria diagnostik
migrain retinal menurut the 3rd edition of the International Classification of Headache Disorder
(ICHD-3). Terapi abortif dan profilaksis harus dilakukan secara seksama karena beberapa golongan
terapi abortif NSAID memiliki efek vasokontriksi yang dapat mengeksaserbasi vasospasme dari
retina. Pilihan terapi profilaksis harus sesuai untuk mencegah timbulnya komplikasi. Flunarizin
sebagai terapi profilaksis golongan calcium channel blocker yang diberikan dapat menurunkan
intensitas nyeri dan kekambuhan dari migrain retinal.
“AYU TINGTING MAKAN
KEPITING THANK U FOR
EVERYTHING”