PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2023 A. Pendahuluan Kepercayaan terhadap kelangsungan hidup, suatu kehidupan sesudah mati, suatu persamaan antara yang hidup, yang mati, dan generasi-generasi yang belum lagi dilahirkan adalah asası untuk semua kehidupan agama, sosial, dan politik Afrika. Jadi, walaupun penulisan yang serius mengenai sejarah Afrika baru saja dimulai, suatu rasa tentang sejarah dan tradisi telah selalu merupakan suatu bagian dari cara hidup orang Afrika. Kepercayaan yang asasi kepada adanya kelanjutan hidup terdapat di antara semua orang Afrika. Inilah unsur inti dalam historiografi tradisi Afrika. B. Tradisi-tradisi Mengenai Asal Mula Setiap komuniti-kelurga, klen, desa, kota, atau negara-besar atau kecil, mempunyai tradisi yang tetap mengenai asal mulanya. Komuniti itu mungkin terpecah-pecah, bermigrasi, dan mengasimilasi unsur-unsur yang baru, atau ditaklukkan oleh yang lainnya dan diserap oleh imigran-imigran baru. Pada setiap tingkat dari transformasi, tradisi berada dalam pengkristalan kembali untuk mengakomodasi kondisi-kondisi yang berubah, dan suatu tradisi baru. Tradisi-tradisi ini menjadi dasar pokok dari pandangan komuniti mengenai sejarah. Proses sesungguhnya dari pembuatan tradisi dan akulturasi di dalam komuniti, dan dari penyampaian tradisi ke generasi-generasi yang berikutnya, mengembangkan suatu kesadaran sejarah yang menjadi tersebar luas di Afrika. Dalam hal ini historiografi tradisional Afrika menyerupai historiografi Eropa sebelum revolusi ilmu pengetahuan memecah filsafat ke dalam berbagai bagian. Pembuatan dan penyampaian tradisi bukanlah pekerjaan ahli-ahli sejarah sebagaimana menurut pandangan modern, tetapi pekerjaan pendeta-pendeta dan ahli- ahli agama, orang-orang tua, dan orang-orang bijaksana pada umumnya. Tradisi tidak hanya menjelaskan hubungan antara para nenek moyang dari komuniti-komuniti yang berbeda-beda tetapi juga hubungan antara komuniti yang ada, para nenek moyang, dan dewa-dewa. Pembuatan dan penyampaian tradisi adalah berlainan dari suatu tempat ke tempat lain. Hal ini tergantung kepada luas, sifat alamiah, kepercayaan, dan sumber- sumber penghasilan dari suatu komuniti tertentu. C. Penyampaian Dari Mulut Ke Mulut Cara yang paling umum dalam menyampaikan tradisi adalah melalu cerita-cerita, fabel-fabel, dan peribahasa-peribahasa yang diceritakan oleh orang-orang yang lebih tua kepada mereka yang lebih muda sebagai bagian dari pendidikan umum. Di dalam kesempatan-kesempatan bercerita itu, sesudah makan malam di dalam kelompok-kelompok keluarga atau selama pesta-pesta bulan purnama ketika orang-orang tidak tidur sampai jauh malam, tradisi-tradisi menceritakan asal mula adanya hubungan dari seluruh komuniti atau dari keluarga atau klen tertentu. Kejadian-kejadian yang lebih akhir, yang telah muncul di dalam sejarah dapat diingat, khususnya hal-hal yang terjadi dua atau tiga generasi yang terdahulu, juga diceritakan. Tradisi-tradisi disampaikan secara lebih formal bila ada pranata-pranata pendidikan yang terorganisasi, umpamanya yang berhubungan dengan ritual masa dewasa, inisiasi ke dalam tingkat-tingkat umur dan kelompok-kelompok rahasia, atau selama latihan atau pendidikan untuk menjadi pendeta atau ahli agama. Proses penyampaian tradisi tidak dapat dipisahkan dari proses pembentukan tradisi. Tradisi dibuat oleh mereka yang menyampaikannya orang-orang lebih tua di desa. D. Tradisi-tradisi Berdasarkan Kenyataan Versus Kesusastraan Adalah penting untuk membedakan berbagai bentuk tradisi, atau tradisi lisan sebagaimana umunya sekarang ditulis. Pembedaan yang pertama adalah antara tradisi-tradisi dari suatu bentuk yang berdasarkan atas kenyataan dan sejarah, dan tradisi-tradisi berbebtuk kesusastraan dan filsafat. Keaslian dari tradisi-tradisi mengenai kejadian-kejadian di masa yang lampau adalah sebagian besar tergantung pada pranata-pranata yang khusus, yang telah ada untuk membuat dan menyampaikan tradisi (Vansina, 1961). Tradisi yang lebih berbentuk kesusastraan meliputi peribahasa-peribahasa dan ungkapan-ungkapan, nyanyian-nyanyian, dan lirik-lirik yang beberapa di antaranya adalah bersifat umum dan lainnya berhubungan secara khusus dengan kelompok-kelompok seniman tertentu, kelompok-kelompok tingkatan umur, dan perkumpulan-perkumpulan lainnya. Tradisi-tradisi yang lebih bersifat filsafat terselimut di dalam doa-doa suci dari organisasi-organisasi keagamaan dan kultus yang berbeda-beda, umpamanya puisi-puisi yang memuja dewa-dewa, puisi-puisi suci, nyanyian-nyanyian berkabung, litugi-liturgi, dan hymne-hymne. E. Pengaruh Ethiopia Terdapat tradisi-tradisi sejarah di Afrika yang pengaruhnya terhadap historiografi. Salah satu contoh yang penting adalah tradisi sejarah Ethiopia, yang sebagian bersifat Afrika dan yang sebagian lagi berinspirasikan Yudea-Kristen. Keunggulan dari dinasti Solomon, kesatuan dari geraja dan negara, dan integritas dari geraja yang monophysite adalah kekuatan-kekuatan sejarah yang dinamis. Sebagaimana halnya di bagian-bagian lain dari Afrika, pada abad ke-12, Ethiopia mengembangkan suatu legenda yang menghubungkan dinasti yang berkuasa dengan Tanah Suci. Tetapi itu adalah tradisi tertulis, tercakup dalam Buku Raja-Raja yang menjadi acara yang utama, dipertunjukkan dalam rite-rite pentahbisan raja. Biara-biara mencatat annals atau catatan- catatan secara kronologi tentang kejadian-kejadian yang telah terjadi pada tahun-tahun yang lalu dari setiap masa kekuasaan dan merawat teks-teks dan peraturan-peraturan yang penting. Walaupun demikian, perhatian yang utama dai kehidupan intelektual Ethiopia adalah hal-hal yang berhubungan dengan teologi, dan bukan sejarah. F. Pengaruh Islam Pengaruh Islam tidak hanya penting di Afrika Utara tetapi juga di Afrika Timur, seluruh daerah Sudan, dan bahkan di beberapa daerah-daerah hutan rimba belantara. Sebagai tambahan kepada genealogi spiritual atau roh dan genealogi yang nyata, penulis-penulis Islam menghasilkan sejumlah tarikh dan kronika, khususnya antara abad-abad ke-11 dan ke-17. Kesemuanya ini meliputi catatan-catatan bedasarkan pengamatan, tradisi lisan, dan bukti-bukti dari catatan-catatan lebih awal yang dibuat oleh ahli-ahli ilmu bumi, pengembara, dan pedagang. Penulis-penulis Islam khusunya tertarik kepada penyebaran dan pengaruh Islam, serta kepada kehidupan keagamaan dan ekonomi dari pusat-pusat utama agama Islam. Faktor-faktor ini berdiri sendiri di luar tradisi- tradisi dan kehidupan Afrika secara menyeluruh dan telah diberikan penekanan yang berlebih-lebihan. Di pusat- pusat agama Islam yang penting seperti Timbuktu, Gao, Djenne, Kano, Katsina, dan Bornu di Afrika Barat dan Tengah, atau Kilwa, Malindi, dan Mombasa di Afrika Timur, tradisi-tradisi rakyat dibuat tertulis, pada umumnya dalam bahasa Arab tetapi kadang-kadang juga di dalam tulisan Arab dengan bahasa lokal. Catatan- catatannya berpusat pada kepribadian tokoh-tokoh komuniti Islam dan bukannya pada negara-negara atau klen- klen yang tradisional. Diakui bahwa Prolegomena dari Ibnu Khaldun, sarjana Tunisia yang terkenal dari abad ke-14 adalah salah satu dari karya-karya yang terpenting dalam historiografi. Dimana dia menekankan pentingnya sosiologi dalam sejarah dan mempelajari masa lampau bukan hanya di dalam hal-hal kegiatan individual tetapi juga dengan melakukan analisa hukum, adat-istiadat, dan pranata dari berbagai bangsa, begitu juga hubungan antara Negara dengan masyarakat. G. Pengaruh Eropa Pada abad ke-19, ketika pengaruh Eropa masuk ke Afrika, pengaruh itu tidaklah dibangun di atas tradisi- tradisi sejarah yang ada, tetapi menantang dan menggantikan tempat tradisi-tradisi sejarah tersebut. Pandangan Eropa tentang sejarah yang bersifat dokumenter membantu propaganda penguasa-penguasa kolonial; Afrika tidak mempunyai sejarah tercatat yang ada harganya; karena sejarah dari para pedagang Eropa, penyebar- penyebar agama, penyelidik-penyelidik, penakluk-penakluk, dan penguasa-penguasa adalah yang membuat sejarah Afrika. Sejarah Eropa dan sejarah ekspansi Eropa mulai menggantikan sejarah dan tradisi lokal di dalam pendidikan orang-orang muda Afrika, walaupun beberapa perhatian diberikan kepada sumber-sumber Arab dan lainnya. Ahli-ahli sejarah Eropa abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 berusaha untuk menjelaskan perdagangan budak di daerah Atlantik; keunggulan dari teknologi Eropa, dan ketaklukkan Afrika, tidak dilihat dari segi studi sejarah dari benua ini tetapi dilihat dari segi prasangka-prasangka rasial dan psikologi tentang kekalahan yang merupakan ciri yang utama dri orang-orang yang mempunyai warna kulit hitam. Bahkan kelompok-kelompok penyebar agama Kristen mengintroduksi penjelasan agama yang mengatakan bahwa orang-orang Afrika adalah anak-anak Ham dan mereka berada di bawah kutukan Nabi Nuh untuk menjadi pemotong-pemotong kayu dan penimba air bagi mereka yang mempunyai kulit yang lebih putih. Historiografi Afrika akhirnya hanya menjadi suatu alat pembenaran bagi imperialisme Eropa. H. Penutup Kepercayaan yang asasi kepada adanya kelanjutan hidup terdapat di antara semua orang Afrika. Inilah unsur inti dalam historiografi tradisi Afrika. Di setiap tempat di daerah sub-Sahara Afrika kita bertemu dengan kepercayaan akan adanya hubungan yang berlangsung antara yang sudah mati dengan kehidupan dari yang masih hidup masa kini dan dari generasi-generasi yang akan datang. Hubungan yang berlangsung antara yang sudah mati dengan kehidupan dinyatakan dalam kepercayaan bahwa setiap komuniti didirikan oleh seorang nenek moyang atau sekelompok nenek moyang, bahwa apapun kedudukan dan milik-milik komuniti itu, kesemuanya adalah milik nenek moyang. Tradisi Historiografi Afrika diantaranya Tradisi-Tradisi Mengenai Asal Mula, Penyampaian dari mulut ke mulut, dan Tradisi-tradisi Berdasarkan Kenyataan Versus Kesusastraan. Beberapa Negara yang ikut berpengaruh pada historiografi Afrika, diantaranya Pengaruh Ethiopia, Pengaruh Islam, dan Pengaruh Eropa. TERIMAKASIH