Anda di halaman 1dari 10

HISTORIOGRAFI AFRIKA

Oleh:

SOFYAN SULEMAN
G2G122036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2023
A. Pendahuluan
Kepercayaan terhadap kelangsungan hidup, suatu kehidupan sesudah mati, suatu persamaan antara
yang hidup, yang mati, dan generasi-generasi yang belum lagi dilahirkan adalah asası untuk semua kehidupan
agama, sosial, dan politik Afrika. Jadi, walaupun penulisan yang serius mengenai sejarah Afrika baru saja
dimulai, suatu rasa tentang sejarah dan tradisi telah selalu merupakan suatu bagian dari cara hidup orang Afrika.
Kepercayaan yang asasi kepada adanya kelanjutan hidup terdapat di antara semua orang Afrika. Inilah unsur inti
dalam historiografi tradisi Afrika.
B. Tradisi-tradisi Mengenai Asal Mula
Setiap komuniti-kelurga, klen, desa, kota, atau negara-besar atau kecil, mempunyai tradisi yang tetap
mengenai asal mulanya. Komuniti itu mungkin terpecah-pecah, bermigrasi, dan mengasimilasi unsur-unsur
yang baru, atau ditaklukkan oleh yang lainnya dan diserap oleh imigran-imigran baru. Pada setiap tingkat dari
transformasi, tradisi berada dalam pengkristalan kembali untuk mengakomodasi kondisi-kondisi yang berubah,
dan suatu tradisi baru. Tradisi-tradisi ini menjadi dasar pokok dari pandangan komuniti mengenai sejarah.
Proses sesungguhnya dari pembuatan tradisi dan akulturasi di dalam komuniti, dan dari penyampaian tradisi ke
generasi-generasi yang berikutnya, mengembangkan suatu kesadaran sejarah yang menjadi tersebar luas di
Afrika.
Dalam hal ini historiografi tradisional Afrika menyerupai historiografi Eropa sebelum revolusi ilmu
pengetahuan memecah filsafat ke dalam berbagai bagian. Pembuatan dan penyampaian tradisi bukanlah
pekerjaan ahli-ahli sejarah sebagaimana menurut pandangan modern, tetapi pekerjaan pendeta-pendeta dan ahli-
ahli agama, orang-orang tua, dan orang-orang bijaksana pada umumnya. Tradisi tidak hanya menjelaskan
hubungan antara para nenek moyang dari komuniti-komuniti yang berbeda-beda tetapi juga hubungan antara
komuniti yang ada, para nenek moyang, dan dewa-dewa. Pembuatan dan penyampaian tradisi adalah berlainan
dari suatu tempat ke tempat lain. Hal ini tergantung kepada luas, sifat alamiah, kepercayaan, dan sumber-
sumber penghasilan dari suatu komuniti tertentu.
C. Penyampaian Dari Mulut Ke Mulut
Cara yang paling umum dalam menyampaikan tradisi adalah melalu cerita-cerita, fabel-fabel, dan
peribahasa-peribahasa yang diceritakan oleh orang-orang yang lebih tua kepada mereka yang lebih muda
sebagai bagian dari pendidikan umum. Di dalam kesempatan-kesempatan bercerita itu, sesudah makan malam
di dalam kelompok-kelompok keluarga atau selama pesta-pesta bulan purnama ketika orang-orang tidak tidur
sampai jauh malam, tradisi-tradisi menceritakan asal mula adanya hubungan dari seluruh komuniti atau dari
keluarga atau klen tertentu. Kejadian-kejadian yang lebih akhir, yang telah muncul di dalam sejarah dapat
diingat, khususnya hal-hal yang terjadi dua atau tiga generasi yang terdahulu, juga diceritakan.
Tradisi-tradisi disampaikan secara lebih formal bila ada pranata-pranata pendidikan yang terorganisasi,
umpamanya yang berhubungan dengan ritual masa dewasa, inisiasi ke dalam tingkat-tingkat umur dan
kelompok-kelompok rahasia, atau selama latihan atau pendidikan untuk menjadi pendeta atau ahli agama.
Proses penyampaian tradisi tidak dapat dipisahkan dari proses pembentukan tradisi. Tradisi dibuat oleh mereka
yang menyampaikannya orang-orang lebih tua di desa.
D. Tradisi-tradisi Berdasarkan Kenyataan Versus Kesusastraan
Adalah penting untuk membedakan berbagai bentuk tradisi, atau tradisi lisan sebagaimana umunya
sekarang ditulis. Pembedaan yang pertama adalah antara tradisi-tradisi dari suatu bentuk yang berdasarkan atas
kenyataan dan sejarah, dan tradisi-tradisi berbebtuk kesusastraan dan filsafat. Keaslian dari tradisi-tradisi
mengenai kejadian-kejadian di masa yang lampau adalah sebagian besar tergantung pada pranata-pranata yang
khusus, yang telah ada untuk membuat dan menyampaikan tradisi (Vansina, 1961).
Tradisi yang lebih berbentuk kesusastraan meliputi peribahasa-peribahasa dan ungkapan-ungkapan,
nyanyian-nyanyian, dan lirik-lirik yang beberapa di antaranya adalah bersifat umum dan lainnya berhubungan
secara khusus dengan kelompok-kelompok seniman tertentu, kelompok-kelompok tingkatan umur, dan
perkumpulan-perkumpulan lainnya. Tradisi-tradisi yang lebih bersifat filsafat terselimut di dalam doa-doa suci
dari organisasi-organisasi keagamaan dan kultus yang berbeda-beda, umpamanya puisi-puisi yang memuja
dewa-dewa, puisi-puisi suci, nyanyian-nyanyian berkabung, litugi-liturgi, dan hymne-hymne.
E. Pengaruh Ethiopia
Terdapat tradisi-tradisi sejarah di Afrika yang pengaruhnya terhadap historiografi. Salah satu contoh yang
penting adalah tradisi sejarah Ethiopia, yang sebagian bersifat Afrika dan yang sebagian lagi berinspirasikan
Yudea-Kristen. Keunggulan dari dinasti Solomon, kesatuan dari geraja dan negara, dan integritas dari geraja
yang monophysite adalah kekuatan-kekuatan sejarah yang dinamis. Sebagaimana halnya di bagian-bagian lain
dari Afrika, pada abad ke-12, Ethiopia mengembangkan suatu legenda yang menghubungkan dinasti yang
berkuasa dengan Tanah Suci. Tetapi itu adalah tradisi tertulis, tercakup dalam Buku Raja-Raja yang menjadi
acara yang utama, dipertunjukkan dalam rite-rite pentahbisan raja. Biara-biara mencatat annals atau catatan-
catatan secara kronologi tentang kejadian-kejadian yang telah terjadi pada tahun-tahun yang lalu dari setiap
masa kekuasaan dan merawat teks-teks dan peraturan-peraturan yang penting. Walaupun demikian, perhatian
yang utama dai kehidupan intelektual Ethiopia adalah hal-hal yang berhubungan dengan teologi, dan bukan
sejarah.
F. Pengaruh Islam
Pengaruh Islam tidak hanya penting di Afrika Utara tetapi juga di Afrika Timur, seluruh daerah Sudan, dan
bahkan di beberapa daerah-daerah hutan rimba belantara. Sebagai tambahan kepada genealogi spiritual atau roh
dan genealogi yang nyata, penulis-penulis Islam menghasilkan sejumlah tarikh dan kronika, khususnya antara
abad-abad ke-11 dan ke-17. Kesemuanya ini meliputi catatan-catatan bedasarkan pengamatan, tradisi lisan, dan
bukti-bukti dari catatan-catatan lebih awal yang dibuat oleh ahli-ahli ilmu bumi, pengembara, dan pedagang.
Penulis-penulis Islam khusunya tertarik kepada penyebaran dan pengaruh Islam, serta kepada kehidupan
keagamaan dan ekonomi dari pusat-pusat utama agama Islam. Faktor-faktor ini berdiri sendiri di luar tradisi-
tradisi dan kehidupan Afrika secara menyeluruh dan telah diberikan penekanan yang berlebih-lebihan. Di pusat-
pusat agama Islam yang penting seperti Timbuktu, Gao, Djenne, Kano, Katsina, dan Bornu di Afrika Barat dan
Tengah, atau Kilwa, Malindi, dan Mombasa di Afrika Timur, tradisi-tradisi rakyat dibuat tertulis, pada
umumnya dalam bahasa Arab tetapi kadang-kadang juga di dalam tulisan Arab dengan bahasa lokal. Catatan-
catatannya berpusat pada kepribadian tokoh-tokoh komuniti Islam dan bukannya pada negara-negara atau klen-
klen yang tradisional.
Diakui bahwa Prolegomena dari Ibnu Khaldun, sarjana Tunisia yang terkenal dari abad ke-14 adalah salah
satu dari karya-karya yang terpenting dalam historiografi. Dimana dia menekankan pentingnya sosiologi dalam
sejarah dan mempelajari masa lampau bukan hanya di dalam hal-hal kegiatan individual tetapi juga dengan
melakukan analisa hukum, adat-istiadat, dan pranata dari berbagai bangsa, begitu juga hubungan antara Negara
dengan masyarakat.
G. Pengaruh Eropa
Pada abad ke-19, ketika pengaruh Eropa masuk ke Afrika, pengaruh itu tidaklah dibangun di atas tradisi-
tradisi sejarah yang ada, tetapi menantang dan menggantikan tempat tradisi-tradisi sejarah tersebut. Pandangan
Eropa tentang sejarah yang bersifat dokumenter membantu propaganda penguasa-penguasa kolonial; Afrika
tidak mempunyai sejarah tercatat yang ada harganya; karena sejarah dari para pedagang Eropa, penyebar-
penyebar agama, penyelidik-penyelidik, penakluk-penakluk, dan penguasa-penguasa adalah yang membuat
sejarah Afrika. Sejarah Eropa dan sejarah ekspansi Eropa mulai menggantikan sejarah dan tradisi lokal di dalam
pendidikan orang-orang muda Afrika, walaupun beberapa perhatian diberikan kepada sumber-sumber Arab dan
lainnya. Ahli-ahli sejarah Eropa abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 berusaha untuk menjelaskan
perdagangan budak di daerah Atlantik; keunggulan dari teknologi Eropa, dan ketaklukkan Afrika, tidak dilihat
dari segi studi sejarah dari benua ini tetapi dilihat dari segi prasangka-prasangka rasial dan psikologi tentang
kekalahan yang merupakan ciri yang utama dri orang-orang yang mempunyai warna kulit hitam. Bahkan
kelompok-kelompok penyebar agama Kristen mengintroduksi penjelasan agama yang mengatakan bahwa
orang-orang Afrika adalah anak-anak Ham dan mereka berada di bawah kutukan Nabi Nuh untuk menjadi
pemotong-pemotong kayu dan penimba air bagi mereka yang mempunyai kulit yang lebih putih. Historiografi
Afrika akhirnya hanya menjadi suatu alat pembenaran bagi imperialisme Eropa.
H. Penutup
Kepercayaan yang asasi kepada adanya kelanjutan hidup terdapat di antara semua orang Afrika. Inilah
unsur inti dalam historiografi tradisi Afrika. Di setiap tempat di daerah sub-Sahara Afrika kita bertemu dengan
kepercayaan akan adanya hubungan yang berlangsung antara yang sudah mati dengan kehidupan dari yang
masih hidup masa kini dan dari generasi-generasi yang akan datang. Hubungan yang berlangsung antara yang
sudah mati dengan kehidupan dinyatakan dalam kepercayaan bahwa setiap komuniti didirikan oleh seorang
nenek moyang atau sekelompok nenek moyang, bahwa apapun kedudukan dan milik-milik komuniti itu,
kesemuanya adalah milik nenek moyang. Tradisi Historiografi Afrika diantaranya Tradisi-Tradisi Mengenai
Asal Mula, Penyampaian dari mulut ke mulut, dan Tradisi-tradisi Berdasarkan Kenyataan Versus Kesusastraan.
Beberapa Negara yang ikut berpengaruh pada historiografi Afrika, diantaranya Pengaruh Ethiopia, Pengaruh
Islam, dan Pengaruh Eropa.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai