Anda di halaman 1dari 24

TINDAK PIDANA

KHUSUS
(KORUPSI)
KELOMPOK 3

1. DEA ANANDA HAKIM (2033001052)


2. AL GHANI POETRA (2033001117)
3. NIKE OKTAVIA NAIBAHO (203301218)
4. BANGKIT SURYA ERLANGGA (2033001056)
5. GARUDA WINATA KSATRIA (2033001045)
01.
PENGERTIAN
KORUPSI
Korupsi berasal dari bahasa latin: corruption dari kata kerja corrumpere berarti
busuk, rusak, memutar balik, menyogok. Menurut Transparency International
adalah perilaku pejabat publik baik pollitikus/politisi maupun pegawai negeri
yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan kepada mereka.
Sedangkan dalam KBBI, korupsi secara harfiah berarti: buruk, rusak, suka
memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok
(melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).
Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan
oleh mereka yang justru merasa sebagai kaum terdidik dan terpelajar.
Korupsi juga dimungkinkan terjadi pada situasi dimana seseorang memegang
suatu jabatan yang melibatkan pembagian sumber dana dan memiliki
kesempatan untuk menyalahgunakannya guna kepentingan pribadi.
FAKTOR PENYEBAB KORUPSI
1. Penegakan hukum tidak konsisten, penegakan hukum hanya sebagai make up politik, sifatnya
sementara selalu berubah setiap berganti pemerintahan.

2. Penyalahgunaan kekuasaan/wewenangan takut dianggap bodoh kalau tidak menggunakan


kesempatan.

3. Langkanya lingkungan antikorup, sistem, dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas
formalitas.

4. Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah.

5. Budaya permisif/serba memperbolehkan, tidak mau tau, menganggap biasa sering terjadi.
Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
FENOMENA ORUPSI DI INDONESIA
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah:

1. Proses moderninasi belum ditunjang oleh kemampuan SDM pada lembaga-lembaga politik
yang ada.
2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkann oleh mudahnya “oknum”
lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keagamaan, kedaerahan,
kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik namun sebenarnya banyak di
antara mereka yang tidak mampu
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
kepentingan rakyat.
02.
JENIS-JENIS
KORUPSI
JENIS-JENIS KORUPSI

Menunjuk kepada adanya kesepakatan


KORUPSI
timbal balik antara pemberi dan penerima
TRANSAKTIF demi keuntungan kedua belah pihak.

Menunjuk adanya pemaksaan kepada pihak


KORUPSI pemberi untuk menyuap guna mencegah
YANG kerugian yang sedang mengancam dirinya,
MEMERAS kepentingannya, atau hal-hal yang
dihargainya.
Adalah pemberian barang/jasa tanpa ada
KORUPSI pertalian langsung dengan keuntungan
INVESTIF tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan
akan diperoleh di masa yang akan datang

Adalah penunjukan yang tidak sah terhadap


teman/sanak saudara untuk memegang
KORUPSI
PERKERABATAN
jabatan dalam pemerintahan/tindakan yang
memberikan perlakuan istimewa secara
bertentangan dengan norma dan aturan yang
berlaku.
Adalah korban korupsi dengan pemeran.
KORUPSI
Korupsinya adalah dalam rangka
DEFENSIVE mempertahankan diri.

KORUPSI
OTOGENIK
Adalah korupsi yang dilakukan oleh seorang
diri.
KORUPSI Adalah korupsi yang dilakukan untuk
DUKUNGAN memperkuat korupsi yang sudah ada.
Korupsi dilihat dari proses terjadinya perilaku korupsi yang dibedakan menjadi 3
bentuk, yaitu:

a. Graft: korupsi yang bersifat internal. Korupsi ini terjadi karena mereka
mempunyai kedudukan & jabatan di kantor tersebut. Dengan wewenangnya para
bahwan tidak dapat menolak permintaan atasannya.
b. Bribery (penyogokan, penyuapan): tindakan korupsi yang melibatkan orang
lain diluar dirinya (instansinya). Tindakan ini dilakukan agar mempengaruhi
objektivitas dalam membuat keputusan/keputusan yang dibuat akan
menguntungkan pemberi, penyuap, atau penyogok.

c. Nepotism: korupsi berupa kecenderungan pengambilan keputusan yang tidak


berdasar pada pertimbangan objektif, rasional tapi didasarkan atas pertimbangan
“nepotis” dan “kekerabatan”.
Sedangkan korupsi jika dilihat dari sifat korupsinya dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Korupsi invidualis: penyimpangan yang dilakukan salah satu/beberapa orang


dalam suatu organisasi dan berkembang suatu mekanisme muncul, hilang dan jika
ketahuan pelaku korupsi akan terkena hukuman yang bia disudutkan, dijauhi,
dicela, dan bahkan diakhiri nasib karirnya.

b. Korupsi sistemik: korupsi yang dilakukan sebagian besar orang dalam suatu
organisasi.
03.
PENGELOMPOKKAN
TIPIKOR
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi dijelaskan dalam 13 Pasal di
dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk tindak pidana korupsi. Ke-
30 bentuk tersebut dikelopompokan sebagai: kerugian keuangan negara,
suap-menyuao, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang,
benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Selain bentuk pidana korupsi diatas, masih ada tindak pidana lain yang
berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenisnya yaitu:
a. Merintangi proses pemeriksaan tipikor
b. Tidak memberi keterangan/tidak memberi keterangan yang benar
c. Bank yang tidak memberikan rekening tersangka
d. Saksi/ahli yang tidak memberi keterangan/keterangan palsu
e. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan
keterangan/keterangan palsu
f. Saksi yang membuka identitas pelapor
04.
PASAL YANG
BERKAITAN DENGAN
TIPIKOR
MELAWAN
HUKUM UNTUK Diatur di pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999
MEMPERKAYA jo. UU No. 21 Tahun 2001
DIRI

MENYALAHGUNAKAN Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No.


KEWENANGAN 20 Tahun 2001
MENYUAP
Diatur di pasal 5 ayat (1) UU No. 31
PEGAWAI Tahun 2009 jo. UU No. 20 Tahun 2001
NEGERI

PEMBORONGAN Pasal 7 ayat (1) UU No. 31 Tahun1999 jo.


BERBUAT CURANG UU No. 20 Tahun 2001
PEGAWAI NEGERI
MENERIMA
HADIAH/JANJI Diatur di pasal 11 UU No. 31 Tahun 2009
BERHUBUNGAN jo. UU No. 20 Tahun 2001
DENGAN
JABATANNYA

PEGAWAI NEGERI
MEMERAS DAN
Pasal 12 UU No. 31 Tahun1999 jo. UU
TURUT SERTA DALAM
PENGADAAN No. 20 Tahun 2001
DIURUSNYA
GRATIFIKASI DAN
Diatur di pasal 12 B UU No. 31 Tahun
TINDAK LAPOR
2009 jo. UU No. 20 Tahun 2001
KPK
Thanks
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics &
images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai