Anda di halaman 1dari 39

Pengembangan Parasitoid

ISOLASI

Eksplorasi
PARASITOID
PERBANYAKAN

HAMA AUGMENTASI
Persiapan
 Ilmu Pengetahuan :
- Taksonomi
- Biologi
- Ekologi
- Perilaku
- Seleksi parasitoid
- Metodologi
- Sistem PHT
- Analisis ekonomi
Persiapan

 Teknik
- Mass rearing
- Penyimpanan
- Transportasi dan Release
- Kesesuaian habitat dan manipulasi
- Evaluasi
ISOLASI PARASITOID
KRITERIA DIDAERAH
ISOLASI EKSPLORASI :
1.Pencarian awal di daerah asal
2.Iklim dan lingkungan similar
3.Flora, fauna dan habitat beragam
EKSPLORASI 4.Cukup luas dan beragam
5.Dekat dari centre of foreign

TAHAPAN :
1. Teknik pencarian
2. Teknik koleksi
3. Teknik pengiriman
PERBANYAKAN (MASS REARING)
PARASITOID
Masalah : perlu perbanyakan
1.Tanaman
- Tidak membutuhkan pemeliharaan
- Tahan lama
- Ukurannya kecil
2. Inang
- Inang alami
- Inang alternatif
- Inang pengganti (factitious host)
- Inang/makanan buatan (artificial diet)
3. Parasitoid
- Kuantitas
- Kualitas
Parasitoid Aphidius matricariae
UMUM
 Endoparasitoid pada nimfa
kutu daun.
 Betina meletakkan 50-150
telur dalam nimfa dari semua
ukuran.
 Kutu daun mati sekitar 7-10
hari, kutu daun berubah
menjadi mumi berbentuk
halus, mengkilap, dan
cokelat keemasan.
Metode Perbanyakan

TANAMAN

 Tanaman yang menjadi inang kutu daun yaitu tanaman Apel, Ketimun,
melon, paprik, terong, tomat, stroberi, pohon buah-buahan dan tanaman
hias, bunga mawar, krisan.
 Perbanyakan tanaman menggunakan anakan yang ditanam pada media
tanam yang berisi campuran gabah padi dan pupuk kandang dengan
perbandingan 2:1.
 Setelah bibit di persemaian berdaun dua atau bibit dari anakan di polibag
kecil dengan ukuran 18 x15 cm siap pindah, bibit dipindahkan ke polibag
besar ukuran 30 x 20 cm berisi media yang sama.
 Tanaman yang telah diperbanyak diambil daunnya lalu tangkai daun
dilapisi dengan kapas yang telah dibasahi air.
Serangga Inang

Inang alami (kutu daun)


Cara perbanyakan kutu daun pada daun tanaman:
 Daun tanaman dan kutu daun dimasukkan dalam sebuah
gelas.
 Setelah didapatkan nimfa lalu dipindahkan ke gelas lain
 Parasitoid A. matricariae dimasukkan untuk mendapatkan
mumi kutu yang telah diparasit oleh A. matricariae.

Inang Alternatif pada Myzus persicae


Cara perbanyakan inang alternatif
Dipelihara pada daun tembakau atau kentang.
Selama pemeliharaan, Myzus persicae disuplai dengan larutan
madu encer (80%).
Parasitoid
 Parasitoid dikumpulkan dari lapangan (daun tanaman)
pada tahap mumi
 disimpan secara individual dalam Cawan Petri sampai
munculnya imago.
 Imago betina yang didapatkan dikawinkan setelah
munculnya generasi kemudian disimpan dalam tabung
reaksi (5 × 1 cm) selama 24 jam.
Cara perbanyakan pada inang alami

Parasitoid yang hidup dan kutu


daun yang telah menjadi mumi
dimasukkan dalam gelas plastik
Gelas plastik ditutupi kain kasa
yang memungkinkan aliran udara
dan untuk mencegah kutu daun dan
parasitoid keluar.
Kemudian ditetesi larutan madu
dan air sebagai makanan imago
parasitoid . Sampel tersebut ditandai
dengan cara menuliskan tanggal dan
lokasi pengambilan sampel (tempat
pengumpulan).
Proses parasitisasi
Kuantitas dan Kualitas Parasitoid

Kuantitas parasitoid Aphidius matricariae


yaitu dapat diperbanyak sampai
beberapa keturunan.
Kualitas parasitoid A. matricariae yaitu
tingkat parasitisme parasitoid A.
matricariae lebih tinggi dan lebih cepat
dibandingkan dengan parasitoid Aphidius
colemani.
Perbanyakan Parasitoid Trichogramma sp. pada
inang pengganti (C. cephalonica)
Perbanyakan Parasitoid Trichogramma sp.
CONTOH : PARASITOID Diadegma semiclausum

 I. Perbanyakan tanaman inang


Pot
Pesemaian Bumbung
(14 -21 hari )
(7 hari ) (7-14 hari )

kubis siap dipakai (± 100 tanaman)


Perbanyakan inang (P. xylostella)

PEMBIAKAN MASSAL Plutella xylostella

3-6 hari 1-2 hari

3-6 hari
Pupa P.xylostella
(400 puPupa P.xylostella
( pa/kPupa P.xylostella
urungan) imago
instar I

4 hari

6 hari
Instar II

2 hari

3 hari
Instar III
Simpan sbg
III. Perbanyakan parasitoid D. semiclausum

PEMBIAKAN MASSAL Diadegma semiclausum


22oC (16-25oC)

3-6 1 hari 3 hari

Kokon D.eucerophaga telur Larva

7 hari

\
Kokon

Diadegma semiclausum
Pada 7º (4-10oC)

Selama 2 minggu Lepas di lapangan
Contoh : Perbanyakan predator Coccinella sp.

I. Perbanyakan Tanaman inang


II. Perbanyakan mangsa alami (kutu daun)
III. Perbanyakan predator Coccinella sp.

Kutu daun + imago Coccinella sp.

Untuk pengujian

Telur Larvar Pupa Imago


Pembuatan formulasi makanan buatan
untuk predator Coccinella sp.

diblender

Larva lebah madu

Freezer
Contoh : Perbanyakan predator burung hantu,
(Tito alba )

T. alba muda akan


mencari sarang di
sekitar lokasi sarang
induknya
Secara alami

 Secara alami, T. alba  bersarang di lubang-lubang


pohon, gua, sumur, bangunan-bangunan tua atau
pada tajuk pepohonan yang berdaun lebat. Kebiasaan
bersarang di lubang pohon misalnya, cukup beresiko
terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan
anakan, jika lubang pohon yang ada tidak cukup
memberikan ruang gerak.
 Penempatan sarang buatan haruslah
memperhatikan luasan kebun yang
ingin dicakupi. Sebagai contoh, pada
areal kelapa sawit yang berbatasan
dengan pemukiman dimana diketahui
terdapat burung hantu, dipasang sarang
buatan pada jarak 500 – 1000 meter.
 Apabila sarang buatan telah dihuni, maka secara
sistematis dipasang sarang buatan dengan jarak kurang
lebih 500 meter, sehingga satu sarang buatan mencakupi
kurang lebih 25 hektar tanaman. Beberapa pilihan lain
dari desain sarang buatan yang dapat dipergunakan
sebagai sarana memperbanyak populasi T. alba  pada
suatu areal kebun
Contoh : Perbanyakan bakteri B. thuringiensis

ISOLASI :

-Kadafer
-Tanah
-Tumbuhan
-Kotoran hewan
Isolasi dengan seleksi asetat

 Beberapa gram sumber isolat disuspensikan ke dalam media


pertumbuhan bakteri yang mengandung natrium asetat
 Kocok.
 Setelah beberapa jam media tersebut dipanaskan pada suhu
80°C selama beberapa menit. Pemanasan ini akan
membunuh sel-sel bakteri atau mikroorganisme yang sedang
tumbuh termasuk spora-spora bakteri lain yang tumbuh.
 Sebagian kecil dari suspensi yang telah dipanaskan
diratakan pada media padat.
 Koloni-koloni yang tumbuh kemudian dipindahkan ke media
sporulasi Bt.
 Koloni yang tumbuh pada media ini dicek keberadaan spora
atau protein kristalnya untuk menentukan apakah koloni
tersebut termasuk isolat Bt
Cara Perbanyakan pada Media Cair

 Yang diperlukan sebagai bioinsektisida adalah


protein kristalnya, maka diperlukan media yang
dapat memicu terbentuknya kristal tersebut.
 Media yang mengandung tryptose telah diuji
cukup efektif untuk memicu sporulasi Bt.
 Dalam 2–5 hari Bt akan bersporulasi dalam
media ini dengan pengocokan pada suhu 30°C.
Kadafer :
-Penggerek batang
-Ulat grayak
-Penggerek polong kedelai
Sistem kontrol kualitas perbanyakan
agens hayati

Quality Control in Insect Mass Production

Production control Process control Product control

Performance of Rearing Process Rearing Product


Rearing Operations quality quality
1. Perbanyakan tanaman atau bagian
tanaman
2. Perbanyakan inang

                                                                                                                                                                                                

Figure 2: Adult (left) and larva (right) of P. reichei


3. Perbanyakan parasitoid untuk hama
Brontispa
Three wasp parasitoids of B.
longissima are known in Java.
Two of these are egg
parasitoids: the
trichogrammatid Hispidophila
brontispa; and the encyrtid
Ooencyrtus pindarus. One H.
brontispa wasp develops per
Brontispa egg, producing
about 15-17 percent
parasitism (Kalshoven, 1981;
Waterhouse and Norris, 1987
Parasitoid Tetrastichus brontispae
 Three wasp parasitoids of B. longissima are known in Java. Two of these are egg
parasitoids: the trichogrammatid Hispidophila brontispa; and the encyrtid Ooencyrtus
pindarus. One H. brontispa wasp develops per Brontispa egg, producing about 15-17
percent parasitism (Kalshoven, 1981; Waterhouse and Norris, 1987), and O. pindarus
produces about 10 percent parasitism (Kalshoven, 1981). The eulophid, Tetrastichus
brontispa, which is found in 60-90 percent of the pupae (Awibowo, 1934) and 10 percent
of the larvae, develops in 18 days; about 20 specimens emerge from one Brontispa
pupa.
 Parasitized larvae may die before pupation, but parasitoids will emerge. However, the
level of parasitization by T. brontispa is not always high and Lange (1950) recorded an
average of only 16 percent in pupae. The life cycle of T. brontispa is 16-21 days (Lever,
1936a, b; Lange, 1953). Tetratichus brontispa (Fern.) was introduced to Taiwan from
Guam to control B. longissima in 1983. The percentage of parasitism recorded from field
recoveries made in Chen-chin-hu and Lin-bien were 21.2-79.2 percent and 9.3-36.2
percent, respectively
 Two native wasp parasitoids are known in the Rabaul district of Papua New Guinea: the
non-specific egg parasitoid, Trichogrammatoidea nana, and the eulophid larval
parasitoid, Chrysonotomyia sp. A large percentage of Brontispa eggs are attacked by T.
nana, which has also been bred from Brontispa eggs in the Solomon Islands.
Chrysonotomyia sp. is comparatively rare.

 International protocols for importing biological control agents were strictly followed.
A dossier was prepared and all necessary authorization was obtained from relevant
ministries.
 5. Mass rearing of biological control agent at laboratory condition
 At the laboratory provided by the management of Sun Island resort, mass rearing of
the parasitoid began upon arrival of the parasitoids. To mass rear the parasitoids,
the coconut hispid beetle was also required to be reared. Both these activities were
carried out at Sun Island by MOFAMR staff assisted by resort staff.

 The rearing procedure developed by Long Nam University, Viet Nam was followed.
 Following the exposure of the first generation of parasitoids (i.e. those that
emerged from the mummies imported from Viet Nam) to Brontispa host larvae for
parasitization, a representative sample (some 100 dead parasitoids preserved in a
vial with 80 percent ethanol) were sent to the Natural History Museum, London,
United Kingdom, for verification and confirmation of the identity of A. hispinarum.
This follows international protocols to ensure that the only the desired species is
imported and used for mass rearing in the recipient country.
 International protocols for importing biological control agents were strictly followed. A
dossier was prepared and all necessary authorization was obtained from relevant
ministries.
 5. Mass rearing of biological control agent at laboratory condition
 At the laboratory provided by the management of Sun Island resort, mass rearing of
the parasitoid began upon arrival of the parasitoids. To mass rear the parasitoids,
the coconut hispid beetle was also required to be reared. Both these activities were
carried out at Sun Island by MOFAMR staff assisted by resort staff.

 The rearing procedure developed by Long Nam University, Viet Nam was followed.
 Following the exposure of the first generation of parasitoids (i.e. those that emerged
from the mummies imported from Viet Nam) to Brontispa host larvae for
parasitization, a representative sample (some 100 dead parasitoids preserved in a
vial with 80 percent ethanol) were sent to the Natural History Museum, London,
United Kingdom, for verification and confirmation of the identity of A. hispinarum.
This follows international protocols to ensure that the only the desired species is
imported and used for mass rearing in the recipient country.

Anda mungkin juga menyukai