Anda di halaman 1dari 30

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA

TANAMAN PADI SECARA ORGANIK


KELOMPOK 5

1. Annisa Wulandari (H0718026)


2. Bima Prabowo (H0718039)
3. Clara Magdalena (H0718046)
4. Khanza Mutiara (H0718082)
PENDAHULUAN
Padi merupakan tanaman serealia penting dan digunakan sebagai
makanan pokok oleh bangsa Indonesia. Itulah sebabnya produksi padi
sangat perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi
faktor penggangu yang dapat berakibat pada penurunan produksi.
(Tarunoku, 2011).

Kendala utama yang sering dihadapi oleh petani adalah adanya


Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Dimana Organisme pengganggu
ini berupa hama penyakit dan gulma yang dapat menyebabkan
rendahnya produktivitas padi per hektar, bahkan dapat menyebabkan
gagal panen atau puso. ( Untung K, 2010).
Karakteristik padi
Tanaman padi pada umumnya merupakan
tanaman semusim dengan empat fase
pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat,
vegetatif lambat, reproduktif dan
pemasakan. Secara garis besar, tanaman
padi terbagi kedalam dua bagian yaitu
bagian vegetatif dan bagian generatif,
dimana bagian vegetatif terdiri dari
akar,batang, daun dan bagian generatif
terdiri dari malai yang terdiri dari bulir-bulir,
daun dan bunga (Tiku, 2008).
Syarat Tumbuh
• Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45o LU - 45o LS
dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi.
• Rata-rata curah hujan 200 mm/bulan atau 1500-2000
mm/tahun. Di dataran rendah 0-650 m dpl dengan
temperatur 22o C-27 o C, sedangkan di dataran tinggi 650-
1.500 m dpl dengan temperatur 19 o C-23o C.
• Penyinaran matahari penuh tanpa naungan.
• Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau
tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah
permukaan tanah. Menghendaki tanah lumpur yang subur
dengan ketebalan 18-22 cm.
• Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah,
penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral 7,0

(Makarim dan Suhartatik, 2007).


HAMA UTAMA
• Umumnya di Indonesia terdapat 5 spesies penggerek batang padi, yaitu penggerek
kuning (Scirpophaga incertulas), penggerek putih (Scirpophaga innotata),
penggerek bergaris (Chilo suppressalis), penggerek berkepala hitam (Chilo
polychrysus) dan penggerek merah jambu (Sesamia inferens) (Baehaki, 2013).
• Diantara lima jenis penggerek batang padi yang dikenal di Indonesia, penggerek
batang padi kuning (Scirpophaga incertulas) merupakan spesies yang paling
dominan (Soejitno, 1991). Imago akan meletakkan telurnya di daun. Kemudian
setelah menetas larvanya menggerek ke dalam batang masuk dari pelepah daun,
lalu hidup hingga menjadi pupa di dalam batang dengan memakan jaringan dalam
batang (Khan et al., 1991).
Gejala serangan pada fase Tunas yang sedang
vegetatif tumbuh menjadi kering,
coklat dan gagal membuka

Sundep dan
Beluk

Gejala serangan pada fase Malai mati dengan bulir


generatif hampa yang kelihatan
berwarna putih
Serangan penggerek batang
efektif dikendalikan dengan
penaburan karbofuran,
insektisida anjuran bersifat
sistemik, akan tetapi
Pengendalian penggunaannya yang tidak
bijaksana telah menimbulkan
Hama resistensi pada penggerek
batang padi putih (Scirpophaga
innotata) di beberapa wilayah
pantai utara Jawa Barat
(Soejitno et al., 1994).
Rekomendasi

Penyemprotan
fungisida tepat
anjuran
1
Penggunaan Nematoda 2 Penanaman bibit
Entomopatogen 3 unggul
(Steinernema dan
Heterorhabditi)
4 Tanam serempak dan
penggunaan perangkap
lampu (light trap)
(Chaerani dan Nurbaeti, 2007) , (Baehaki, 2013)
PENYAKIT PENTING

Blas Kerdil hampa

Tungro Kerdil rumput


PENYAKIT BLAS

Penyebab penyakit blas yaitu jamur Pyricularia oryzae Cav. yang berkembang dan
menyebar di alam dengan membentuk spora berupa konidia.

• Gejala bercak daun blas mulai terlihat pada saat tanaman padi berumur 40 hari
setelah tabur benih. Gejala awal berupa bercak kecil berwarna hijau gelap keabu-
abuan kemudian meluas sehingga daun padi menjadi kering dan tanaman mati.
• Pada stadia generatif, sering ditemukan penyakit blas pada leher malai
menimbulkan gejala busuk kering berwarna cokelat kehitaman (gosong) seperti
terkena letupan api (blast).

(Yulianto, 2017)
PENYAKIT BLAS
Berdasarkan penelitian Suganda et al. (2016)

Intensitas penyakit blas daun 55,6%, blas leher malai 37,75% pada
tanaman padi varietas Ciherang. Potensi kehilangan hasil padi pada
perlakuan kontrol ini mencapai 9,12 kg (37%).

Kerugian hasil padi di Jepang berkisar antara 20-100%, di Brasil


mencapai 100%, di India antara 5-10%, Korea 8%, China 14%, Itali
22-26% dan Iran 20-80% (Wang et al. 2014).
PENGENDALIAN PENYAKIT BLAS

PENULARAN PENGENDALIAN

Pemanfaatan mikroorganisme
Langsung Benih Trichoderma sp. untuk
menghambat dan mengurangi
keparahan penyakit blas.
PENGENDALIAN PENYAKIT BLAS

Perendaman benih padi


Benih padi dikering
dalam suspensi konidia
anginkan selama 10-15
Trichoderma sp selama
menit
24 jam

Perendaman benih padi


dalam suspensi konidia P.
oryzae selama 24 jam

Benih padi dikering


Benih Hidayat et al.
padi disemai 2014
dalam
anginkan selama 10-15
Hidayat et al. 2014
PENYAKIT TUNGRO

Penyakit Tungro disebabkan oleh


interaksi dua virus yaitu RTBV
(Rice tungro baciliform virus) dan
RTSV (Rice tungro spherical virus)
yang ditularkan oleh wereng hijau
(Nephotettix virescens)

Gejala khas penyakit tungro yaitu daun


paling muda yang telah telah terbuka
menguning sampai jingga, daun sedikit
melintir, tinggi tanaman berkurang
karena jarak antar buku (internoda)
memendek, disamping itu jumlah anakan
dan gabah hampa menyebabkan
tanaman tidak mencapai potensi
produksi. Rosida dan Erna, 2012
PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO
Infeksi awal penyakit tungro ditentukan populasi vektor infektif yang migrasi ke pertanaman,
persentase infeksi awal akan menentukan perkembangan serangan.

Ekstrak sambiloto
(Andrographis paniculata)
memiliki kemampuan mengurangi aktifitas menghisap wereng hijau.

Cendawan entomopatogen Metarhizium anisopliae


Menekan populasi wereng hijau dengan aksi ganda secara langsung dapat mematikan dan secara tidak
langsung mengurangi keperidian.

Widiarta, 2017
PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO

1
Daun sambiloto dikering anginkan
kemudian dihaluskan sampai
diperoleh serbuk.

40 mg serbuk dilarutkan dalam air

2
ditambahkan deterjen konsentrasi
1% air hingga 1 Liter, diaduk rata

Setelah 2 jam, ekstrak disaring


dengan kain kasa kemudian diambil
3
cairan perasannya.

Penyemprotan untuk 1 ha dengan


knapsack sprayer yaitu 500 liter.
Ekstrak Daun Sambiloto
4
Widiarta, 2017
PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO

Aplikasi Metharizium anisopliae

M. Anisopliae diisolasi dari wereng hijau, dimurnikan pada media potato


1 dextrose agar (PDA)

2 Cendawan murni diperbanyak pada PDA miring dalam tabung reaksi

Memasukkan 10 gr cendawan murni dan media biakan kedalam aquades 100


3 ml diaduk rata kemudian disaring dengan kain kasa

4 Jumlah konidia dihitung dengan Haemocytometer, M anisopliae diaplikasikan pada konsentrasi 1,4 x
107 konidia per ml air, penambahantween 5% untuk mencegah penggumpalan inokulum.

Widiarta, 2017
Widiarta, 2017
Widiarta, 2017
PENYAKIT KERDIL HAMPA
Penyakit kerdil hampa pertama kali di Indonesia pada tahun
1976. penyakit ini dapat ditemukan di Jawa, Sumatra, Bali,
Sulawesi, dan Lombok. Kehilangan hasil di Indonesia mencapai
53-82% apabila terdapat 34-76% pertanaman terinfeksi.

Penyebab
Penyebab penyakit kerdil hampa yaitu Rice
ragged stunt virus (RRSV). Vektor RRSV adalah
wereng batang coklat.

Daun berwarna gelap, tepi daun bergerigi dan


Gejala
ujungnya memutar, tulang daun bagian bawah
mengalami pembengkakan , malai hanya keluar
sebagian dan gabah hampa.
PENYAKIT KERDIL RUMPUT
Pertama kali di Indonesia tahun 1971 yang disebut
kerdil rumput tipe I dan pada tahun 2006 sebagai
kerdil rumput tipe II.

Penyebab
Disebabkan oleh Rice Grassy Stunt
Virus(RGSV) melalui vector wereng coklat.

Gejala
Tanaman kerdil, memiliki anakan banyak,
daun berwarna hijau pucat sampai kuning,
daun menyempit, memendek dan berkarat,
tumbuh tegak seperti rumput.
PENGENDALIAN
KERDIL RUMPUT DAN KERDIL HAMPA

1. Varietas Resisten
Penyebaran penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput dapat dihambat dengan
menekan populasi wereng cokelat sebagai vektor, dengan menanam varietas
tahan (Inpari-13, Inpari-18, dan Inpari-33) secara serempak dan didukung
oleh teknologi budi daya anjuran (Nuryanto 2018).
2. Gerakan tanam serempak
Penanaman serempak pada musim hujan 2011/2012 di Desa Sentono Klaten
terbukti dapat meredam serangan wereng coklat penyebab penyakit kerdil
rumput dan kerdil hampa, dan mennekan biaya 43-60%.. Kegiatan yang
sama dilakukan di Kecamatan Ciasem, Subang, Jawa Barat pada MK 2011
seluas 1.000 ha. Pada kegiatan ini, hasil padi meningkat 30-60% dan
menekan penggunaan pestisida 50% (Baehaki 2013)
PENGENDALIAN
KERDIL RUMPUT DAN KERDIL HAMPA

2. Pergiliran Tanaman

3. Eradikasi

4. Pemanfaatan musuh alami


Anagrus sp. mampu memarasit telur WBC hingga 38% pada tanaman padi.
Predator L. pseudoannulata mampu memangsa 7 WBC/hari dan Ophionea sp.
mampu memangsa 3 WBC/hari.

5. Pemanfaatan pestisida nabati


Ekstrak daun mimba, daun kirinyuh, jarak pagar, cengkeh.
KESIMPULAN
• Pengendalian hama penggerek batang padi dapat dilakukan dengan cara
penyemprotan fungisida tepat anjuran, penggunaan nematoda
entomopatogen (Steinernema dan Heterorhabditi), penanaman bibit
unggul, tanam serempak dan penggunaan perangkap lampu (light trap).
• Pemanfaatan Trichoderma sp. mampu menghambat dan menekan
keparahan penyakit blas.
• Ekstrak sambiloto dan Metarhizium anisopliae mampu menekan
intensitas penyakit Tungro dan menekan populasi hama vektor wereng
hijau
• Pengendalian penyakit kerdil hampa dapat dilakukan dengan cara
menggunakan varietas resisten, gerakan tanam serempak, pergiliran
tanaman, eradikasi, pemanfaatan musuh alamu dan pestisida nabati
DAFTAR PUSTAKA
Baehaki SE. 2013. Hama penggerek batang padi dan teknologi pengendalian. J Iptek
Tanaman Pangan 8(1): 1-14.
Baehaki, S.E. 2013. Budi daya tanam padi berjamaah suatu upaya meredam ledakan hama dan
penyakit dalam rangka swasembada pangan berkelanjutan. Badan Litbang Pertanian.
Subang. Jawa Barat hlm. 230.
Chaerani, Nurbaeti B. 2007. Uji efektivitas nematoda entomopatogen (Rhabditida: Steinernema
dan Heterorhabditis) sebagai musuh alami non-endemik penggerek batang padi kuning
(Scirpophaga incertulas)
Dini, AFB., I wayan W., Sri HH. 2015. Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Kerdil pada Tanaman
Padi di Sukamandi, Jawa Barat. Jurnal Fitopatologi Indonesia 11(6):205-210.
Febrianti., Dwi R. 2012. Aktivitas insektisidal ekstrak etanol daun kirinyuh (Eupatorium
odoratum L.) terhadap wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Prosiding Seminar
Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS. 9(1):660-664.
Hidayat YS, Muhammad N, Suskandini RD. 2014. Penggunaan Trichoderma sp. sebagai agensia
pengendalian terhadap Pyricularia Cav. penyebab blas pada padi. J Agrotek Tropika 2(3):
414-419.
DAFTAR PUSTAKA
Khan, Z.R., J.A. Barrion, F.F.D. Villaneuva, N.J. Fernandez, & L.D. Taylo. 1991. World
bibliography of rice stem borers 1794-1990. IRRI & ICIPE.
Nuryanto, Bambang. 2018. Pengendalian penyakit tanaman padi berwawasan lingkungan
melalui pengelolaan komponen epidemik. Jurnal LitBang Pertanian 37(1):1-12.
Rosida N, Erna K. 2012. Pengendalian penyakit tungro dengan musuh alami untuk
meningkatkan nilai tambah dan daya saing padi. Seminar Nasional Kemandirian
Pangan.
Soejitno, J. 1991. Bionomi dan pengendalian hama penggerek padi, halaman 713-716
dalam: 78 J. HPT Tropika, 7(2) September 2007 Soenarjo, E., D.S. Damarjati, & M.
Syam eds. Buku Padi 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Bogor.
Suganda T, Endah Y, Fitri W et al. 2016. Intensitas penyakit blas (Pyricularia oryzae
Cav.) pada padi varietas ciherang di lokasi endemik dan pengaruhnya terhadap
kehilangan hasil. Jurnal Agrikultura 27(3): 154-159.
DAFTAR PUSTAKA
Wang X, S Lee, J Wang et al. 2014. Current advances on genetic resistance to rice
blast disease. Chapter t in Rice-Germplam, Genetic and Improvement.
Widiarta IN. 2017. Pengendalian penyakit tungro melalui eliminasi peran vektor
wereng hijau dengan pengendalian ramah lingkungan. J Ilmu Pertanian
29(2): 77-88.
Yulianto. 2017. Pengendalian penyakit blas secara terpadu pada tanaman padi.
Iptek Tanaman Pangan 12(1): 25-33.

Anda mungkin juga menyukai