Anda di halaman 1dari 38

ASKEP KLIEN ADDISON DISEASE

Sukardi Sugeng Rahmad, SKp. MPH


Pengertian
Penyakit Addison/insufisiensi adrenokortikal terjadi bila fungsi
korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal.
Patofisiologi
Atrofi otoimun/idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab
pada 75% kasus penyakit Addison.
Penyebab lainnya adalah operasi pengangkatan kedua kelenjar adrenal
atau infeksi pada pada kedua kelenjar tersebut.
Tuberculosis dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering
ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal.
Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan
menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks
adrenal
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian
mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon
normal tubuhn terhadap keadaaan stress dan menganggu mekanisme
umpan balik normal.
Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 hingga 4
minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu,
kemungkinan penyakit addison harus diantisipasi pada pasien yang
mendapat kortikosteroid
Manifestasi klinis:
a. Kelemahan otot
b. Anoreksia
c. Mudah lelah
d. Tubuh kurus kering
e. Pigmentasi pada kulit, buku-buku jari, lutut, siku serta membran
mukosa
f. Hipotensi
g. Glukosa darah dan natrium serum rendah
h. Kalium serum tinggi
i. Pada kasus yang berat, gangguan metabolisme natrium dan kalium
dapat ditandai oleh pengurangan natrium dan air, serta dehidrasi
yang kronis dan berat. Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai
hipotensi akut sebagai akibat hipokortikoisme, pasien akan
mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh Sianosis
j. Panas dan Tanda syok (pucat, cemas, denyut nadi cepat dan lemah,
pernapasan cepat, tekanan darah renda).
k. Disamping itu, pasien dapat mengeluh sakit kepala, mual, nyeri
badomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-tanda
kebingungan serta kegelisahan.
l. Aktivitas jasmani yang sedikit berlebihan, terpajan udara dingin,
infeksi yang akut atau penurunan asupan garam dapat
menimbulkan kolaps sirkulasi, syok dan kematian jika tidak segera
diatasi
Penatalaksanaan
1. Terapi darurat ditujukan untuk mengatasi syok (memulihkan
sirkulasi darah, memberikan cairan, pemberian cairan glukosa dan
elektrolit, terapi penggantian kortikosteroid, pantau TTV dan
menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua
tungkai ditinggikan)
2. pembatasan aktivitas
3. Pendidikan kesehatan tentang cara dan dosis pemberian terapi
kortikosteroid, pasien dan keluarga perlu mengetahui tanda-tanda
terapi hormonal yang kurang atau berlebihan.
4. Timbulnya gejala edema atau kenaikan berat badan dapat
menandakan dosis pemberian hormon yang teralalu tinggi,
hipotensi postural biasanya menandakan dosis yang terlalu rendah
4. Jika kelenjar adrenal tidak dapat berfungsi kembali, pasien
memerlukan terapi pengganti preparat kortikosteroid dan
mineralokortikoid seumur hidup untuk mencegah timbulnya
kembali insufisiensi adrenal serta krisisn addisonian pada keadaann
stress atau sakit.
5. Pemeriksaan laboratorium: Hipoglikemi, Hiponatremi, Hiperkalemia,
Leukositosis (peningkatan jumlah sel darah putih). Diagnosa pasti
ditegakkan berdasarkan kadar hormon adrenokortikal yang rendah
dalam darah dan urin. Kadar kortisol serum menurun
Pengkajian
a. Riwayat kesehatan dan pemeriksaan pasien harus berfokus kepada
gejala ketidakseimbangan cairan serta tingkat stres yang dialami
pasien.
b. Tekanan darah dan frekuensi denyut nadi diukur dalam posisi
berbaring serta duduk untuk menegtahui apakah volume cairan
adekuat.
c. Warna kulit dan turgor dikaji untuk mendeteksi perubahan-
perubahan yang berhubungan dengan insufisiensi kronis adrenal dan
hipovolemia.
d. Riwayat perubahan berat badan, adanya kelemahan otot dan tingkat
kelelahan perlu dicatat.
e. Pasein dan keluarga ditanyakan tentang awitan sakitnya atau
peningkatan stress yang mungkin memicu krisis akut tersebut.
Diagnosis keperawatan dan perencanaan
1. Intoleransi aktivitas merupakan diagnosis keperawatan yang
didefinisikan sebagai ketidakcukupan energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. SDKI D.0056, kategori fisiologis,
subkategori aktivitas dan istirahat
DS:
Mengeluh lelah
DO:
Frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat
Penyebab (etiologi) untuk masalah intoleransi aktivitas adalah:
a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b. Tirah baring
c. Kelemahan
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton
Luaran (HYD) Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
luaran utama untuk diagnosis intoleransi aktivitas adalah: “toleransi
aktivitas meningkat” (L.05047) berarti respon fisiologis terhadap
aktivitas yang membutuhkan tenaga meningkat.
Kriteria hasil :
a. Keluhan Lelah menurun
b. Dispnea saat aktivitas menurun
c. Dispnea setelah aktivitas menurun
d. Frekuensi nadi membaik
Intervensi:
1. Manajemen Energi (I.05178): Manajemen energi adalah intervensi yang dilakukan
oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk
mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan.

a. Observasi
1)Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2)Monitor kelelahan fisik dan emosional
3)Monitor pola dan jam tidur
4)Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
b. Terapeutik
1)Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)
2)Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3)Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4)Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
c. Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
4) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
d. Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
2. Defisit Nutrisi [SDKI D.0019] Defisit nutrisi merupakan diagnosis
keperawatan yang didefinisikan sebagai asupan nutrisi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Diagnosis ini masuk dalam kategori fisiologis, subkategori nutrisi
dan cairan dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Penyebab (Etiologi)
a. Ketidakmampuan menelan makanan
b. Ketidakmampuan mencerna makanan
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
d. Peningkatan kebutuhan metabolisme
e. Faktor ekonomi (mis: finansial tidak mencukupi)
f. Faktor psikologis (mis: stres, keengganan untuk makan)
DS:
Tidak ada
DO:
Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal.
Luaran (HYD) (L.03030)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk
diagnosis defisit nutrisi adalah: “status nutrisi membaik.”
Kriteria hasil :
a. Porsi makan yang dihabiskan meningkat
b. Berat badan membaik
c. Indeks massa tubuh (IMT) membaik
Intervensi :
1. Manajemen Nutrisi (I.03119) Manajemen nutrisi adalah intervensi
yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan
mengelola asupan nutrisi yang seimbang.
a. Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
b. Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6) Berikan suplemen makanan, jika perlu
7) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat
ditoleransi
c. Edukasi
1) Ajarkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika perlu
2. Promosi Berat Badan (I.03136) adalah intervensi yang dilakukan
oleh perawat untuk memfasilitasi peningkatan berat badan.
a. Observasi
1) Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
2) Monitor adanya mual dan muntah
3) Monitor jumlah kalori yang di konsumsi sehari-hari
4) Monitor berat badan
5) Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
b. Terapeutik
1) Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
2) Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien (mis: makanan
dengan tekstur halus, makanan yang diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau gastrostomy, total parenteral nutrition
sesuai indikasi)
3) Hidangkan makanan secara menarik
4) Berikan suplemen, jika perlu
5) Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk peningkatan yang
dicapai
c. Edukasi
1) Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
2) Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
2. Hipovolemia [SDKI D.0023] merupakan diagnosis keperawatan
yang didefinisikan sebagai penurunan volume cairan intravaskular,
interstitial, dan/atau intraselular. masuk dalam kategori fisiologis,
subkategori nutrisi dan cairan dalam (SDKI).
Penyebab (etiologi) untuk masalah hipovolemia adalah:
a. Kehilangan cairan aktif
b. Kegagalan mekanisme regulasi
c. Peningkatan permeabilitas kapiler
d. Kekurangan intake cairan
e. Evaporasi
DS:
Tidak ada
DO:
a. Frekuensi nadi meningkat
b. Nadi teraba lemah
c. Tekanan darah menurun
d. Tekanan nadi menyempit
e. Turgor kulit menurun
f. Membran mukosa kering
g. Volume urin menurun
h. Hematokrit meningkat
Luaran (HYD) “status cairan membaik.”(L.03028 )
Status cairan membaik adalah kondisi dimana volume cairan ruang
intravascular, interstitial, dan/atau intraseluer membaik.
Kriteria hasil :
a. Kekuatan nadi meningkat
b. Output urin meningkat
c. Membran mukosa lembab meningkat
d. Ortopnea menurun
e. Dispnea menurun
f. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) menurun
g. Edema anasarka menurun
h. Edema perifer menurun
i. Frekuensi nadi membaik
j. Tekanan darah membaik
k. Turgor kulit membaik
l. Jugular venous pressure membaik
m. Hemoglobin membaik
n. Hematokrit membaik
Intervensi:
1.Manajemen Hipovolemia (I.03116) adalah intervensi yang dilakukan oleh
perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola penurunan volume cairan
intravaskuler.
a.Observasi
1)Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)
2)Monitor intake dan output cairan
b.Terapeutik
1)Hitung kebutuhan cairan
2)Berikan posisi modified Trendelenburg
3)Berikan asupan cairan oral
c. Edukasi
1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis: NaCL, RL)
2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis: glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
3) Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin, plasmanate)
4) Kolaborasi pemberian produk darah
2. Manajemen Syok Hipovolemik (I.03116) adalah intervensi yang dilakukan
oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola ketidakmampuan tubuh
menyediakan oksigen dan nutrient untuk mencukupi kebutuhan jaringan
akibat kehilangan cairan/darah berlebih.
Intervensi:
a. Observasi
1) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
napas, TD, MAP)
2) Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
3) Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
4) Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
5) Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS
(deformity/deformitas, open wound/luka terbuka, tenderness/nyeri
tekan, swelling/bengkak)
b. Terapeutik
1) Pertahankan jalan napas paten
2) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
3) Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
4) Lakukan penekanan langsung (direct pressure) pada perdarahan eksternal
5) Berikan posisi syok (modified trendelenberg)
6) Pasang jalur IV berukuran besar (mis: nomor 14 atau 16)
7) Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin
8) Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung
9) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
c. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1 – 2 L pada dewasa
2) Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB pada anak
3) Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
3. Intoleransi Aktivitas [SDKI D.0056] merupakan diagnosis keperawatan
yang didefinisikan sebagai ketidakcukupan energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Termasuk dalam kategori fisiologis,
subkategori aktivitas dan istirahat dalam SDKI.
DS: Mengeluh lelah
DO: Frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat
Penyebab (etiologi) untuk masalah intoleransi aktivitas adalah:
a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b. Tirah baring
c. Kelemahan
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton
Luaran (HYD) : “toleransi aktivitas meningkat” berarti respon
fisiologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga meningkat
(L.05047)

Kriteria hasil :
a. Keluhan Lelah menurun
b. Dispnea saat aktivitas menurun
c. Dispnea setelah aktivitas menurun
d. Frekuensi nadi membaik
Intervensi:
1. Manajemen Energi (I.05178) adalah intervensi yang dilakukan
oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola
penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan
dan mengoptimalkan proses pemulihan.
a. Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
b. Terapeutik
1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara,
kunjungan)
2) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
c. Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
d. Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
2. Terapi Aktivitas (I.01026) adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat
dalam menggunakan aktivitas fisik, kognitif, sosial, dan spiritual tertentu
untuk memulihkan keterlibatan, frekuensi, atau durasi aktivitas individu
atau kelompok.
a. Observasi
1) Identifikasi defisit tingkat aktivitas
2) Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
3) Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
4) Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
5) Identifikasi makna aktivitas rutin (mis: bekerja) dan waktu luang
6) Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap
aktivitas
b. Terapeutik
1) Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami
2) Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas
3) Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
4) Koordinasikan pemilhan aktivitas sesuai usia
5) Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
6) Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
7) Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
8) Fasilitasi aktivitas rutin (mis: ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
9) Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energi, atau
gerak
10) Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
11) Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai
12) Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
13) Fasilitasi aktivitas aktivitas dengan komponen memori implisit dan emosional (mis:
kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien demensia, jika sesuai
14) Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif
15) Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan
kecemasan (mis: vocal group, bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permainan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri,
dan teka-teki dan kartu)
16) Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
17) Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
18) Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
19) Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
20) Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
c. Edukasi
1) Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
2) Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3) Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan Kesehatan
4) Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
5) Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
2) Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai