di ajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah hokum administrasi negara
ENJANG HENDARSYAH
HILMI
ASEP DIDIN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUBANG
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robi, Allah SWT , yang telah melimpahkan
segala rahmat taufik hidayah serta nikmat yang tiada batasnya sehingga penulis dapat
Tema yang di ambil oleh penulis dalam penyusunan karya tulis ini adalah mengenai
peradilan Tema ini di ambil karena Peradilan adalah organisasi yang diciptakan negara
menciptakan keadiulan[1] .
Adapun judul yang akan dikembangkan penulis dalam karya tulis ini adalah tinjauan
Melalui karya tulis ini penulis ingin menjelaskan sejarah terbentuknya Peradilan Tata
Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga
(mal administrasi) ataupun perbuatan yang bertentangan dengan hukum (abuse of power)
seiring dengan hal itu , penyusunan karya tulis ini juga bertujuan untuk memenuhi salah
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis
2
4. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan dorongan materil maupun
Penulis juga berharap semoga karya tulis ini bermanfaat oleh penulis khususnya dan oleh
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini sangat jauh dari sempurna , karena :
3. Karya tukis ini merupakan karya tulis yang pertama ditulis oleh penulis . jadi ,
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca .
3
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1986
4
K. Kewajiban tergugat dalam penyelsaian kasus sengketa TUN
L. pemanggilan pihak-pihak
M. Kewajiban hakim
N. Pihak ke tiga
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
5
BAB I
PENDAHULUAN
Dari sudut sejarah ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk
perbuatan yang bertentangan dengan hukum (abuse of power). Eksistensi Peradilan Tata
Usaha Negara diatur dalam peraturan perundang-undangan yang khusus yakni, Undang-
Undang No.5 Tahun 1986 Tentang PTUN yang kemudian dirubah dengan Undang-
Undang No.9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dirasa sudah memenuhi syarat untuk
kontrol yudisialnya. Namun, perlu disadari bahwa das sollen seringkali bertentangan
dengan das sein, salah satu contohnya terkait dengan eksekusi putusan, Pengadilan Tata
Usaha Negara bisa dikatakan belum profesional dan belum berhasil menjalankan
fungsinya.
Sebelum diundangkannya UU No. 9 Tahun 2004 putusan PTUN sering tidak dipatuhi
pejabat karena tidak adanya lembaga eksekutornya dan juga tidak ada sanksi hukumnya
serta dukungan yang lemah dari prinsip-prinsip hukum administrasi negara yang
6
dengan peradilan umum karena terbentur dengan asas dat de rechter niet op de stoel van
het bestuur mag gaan zitten (hakim tidak boleh duduk di kursi pemerintah atau
mencampuri urusan pemerintah) dan asas rechtmatigheid van bestuur yakni atasan tidak
berhak membuat keputusan yang menjadi kewenangan bawahannya atau asas kebebasan
Pejabat tak bisa dirampas. Setelah diundangkannya UU No.9 Tahun 2004 tersebut
diharapkan dapat memperkuat eksistensi PTUN. Namun, dalam UU No. 9 Tahun 2004 itu
pun ternyata masih saja memunculkan pesimisme dan apatisme publik karena tidak
mengatur secara rinci tahapan upaya eksekusi secara paksa yang bisa dilakukan atas
keputusan PTUN serta tidak adanya kejelasan prosedur dalam UU No. 9 Tahun 2004
Pasal 116 ayat (4) yakni jika pejabat tidak bersedia melaksanakan putusan maka dapat
dikenakan sanksi upaya paksa membayar sejumlah uang paksa dan/atau sanksi
administratif.
Eksekusi Putusan PTUN juga seringkali tertunda karena adanya upaya banding, kasasi,
atau peninjauan kembali (PK) sehingga memaksa majelis hakim menunda eksekusi, kalau
eksekusi tidak dapat dilaksanakan, maka PTUN berwenang untuk melaporkan kepada
1.2. Tujuan
Dalam karya tulis ini permasalahan yang akan di bahas yaitu mengenai hal-hal sebagai
berikut :
7
E. Perbedaan dengan hokum acara perdata
5 tahun 1986)
1986
I. pemanggilan pihak-pihak
Adapun rumusan masalah yang akan disajikan penulis dalam karya tulis ini adalah
sebagai berikut :
Indonesia ?
Negara ?
8
D. Apa Peradilan Tata Usaha Negara dalam Kenyataan ?
5 tahun 1986)
1986
TUN ?
sengketa TUN ?
TUN ?
sengketa TUN ?
I. pemanggilan pihak-pihak
9
1.3. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan karyatulis ini adalah :
Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang masalah ,tujuan, dan rumusan
masalah
Negara
tahun 1986)
II. Melalui Gugatan (vide pasal 1 angka 5 jo pasal 53 UU no. 5 tahun 1986
TUN
10
V. Kewajiban tergugat dalam penyelsaian kasus sengketa
TUN
I. pemanggilan pihak-pihak
Bab III Penutup, dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai kesimpulan.
11
BAB II
PEMBAHASAN
Latar Belakang Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara Dari sudut sejarah ide
dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan sengketa antara
bertentangan dengan hukum (abuse of power). Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara
Tahun 1986 Tentang PTUN yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang No.9 Tahun
2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negara dirasa sudah memenuhi syarat untuk menjadikan lembaga PTUN
perlu disadari bahwa das sollen seringkali bertentangan dengan das sein, salah satu
contohnya terkait dengan eksekusi putusan, Pengadilan Tata Usaha Negara bisa dikatakan
Sebelum diundangkannya UU No. 9 Tahun 2004 putusan PTUN sering tidak dipatuhi
pejabat karena tidak adanya lembaga eksekutornya dan juga tidak ada sanksi hukumnya
12
serta dukungan yang lemah dari prinsip-prinsip hukum administrasi negara yang
dengan peradilan umum karena terbentur dengan asas dat de rechter niet op de stoel van
het bestuur mag gaan zitten (hakim tidak boleh duduk di kursi pemerintah atau
mencampuri urusan pemerintah) dan asas rechtmatigheid van bestuur yakni atasan tidak
berhak membuat keputusan yang menjadi kewenangan bawahannya atau asas kebebasan
Pejabat tak bisa dirampas. Setelah diundangkannya UU No.9 Tahun 2004 tersebut
diharapkan dapat memperkuat eksistensi PTUN. Namun, dalam UU No. 9 Tahun 2004 itu
pun ternyata masih saja memunculkan pesimisme dan apatisme publik karena tidak
mengatur secara rinci tahapan upaya eksekusi secara paksa yang bisa dilakukan atas
keputusan PTUN serta tidak adanya kejelasan prosedur dalam UU No. 9 Tahun 2004
Pasal 116 ayat (4) yakni jika pejabat tidak bersedia melaksanakan putusan maka dapat
dikenakan sanksi upaya paksa membayar sejumlah uang paksa dan/atau sanksi
administratif.
Eksekusi Putusan PTUN juga seringkali tertunda karena adanya upaya banding, kasasi,
atau peninjauan kembali (PK) sehingga memaksa majelis hakim menunda eksekusi, kalau
eksekusi tidak dapat dilaksanakan, maka PTUN berwenang untuk melaporkan kepada
Pada masa Hindia Belanda, tidak dikenal Pengadilan Tata Usaha Negara atau dikenal
dengan sistem administratief beroep. Hal ini terurai dalam Pasal 134 ayat (1) I.S yang
13
berisi:
Kemudian, setelah Indonesia merdeka, yaitu pada masa UUDS 1950, dikenal tiga cara
Perubahan mulai terjadi dengan keluarnya UUU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
antara lain Peradilan Tata Usaha Negara. Kewenangan Hakim dalam menyelesaikan
sengketa administrasi negara semakin dipertegas melalui UU No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan dalam lingkup hukum publik, yang
14
Tata Usaha Negara, yaitu suatu sengketa yang timbul dalam bidang hukum TUN antara
orang atau badan hukum perdata (anggota masyarakat) dengan Badan atau Pejabat TUN
perundang-undangan yang berlaku “ (vide Pasal 50 Jo. Pasal 1 angka 4 UU No. 5 tahun
Berdasarkan uraian tersebut, secara sederhana dapat dipahami bahwa yang menjadi
subjek di Peratun adalah Seseorang atau Badan Hukum Perdata sebagai Penggugat, dan
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagai Tergugat. Sementara itu yang menjadi
objek di Peratun adalah Surat Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking). Subjek dan
Objek gugatan di Peratun ini lebih lanjut akan dijelaskan dalam pembahasan mengenai
Pengertian dari Surat Keputusan TUN disebutkan dalam Pasal 1 angka 3, yaitu :
“Keputusan Tata Usaha Negara adalah Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final yang
Selanjutnya dari pengertian ataupun definisi Keputusan TUN tersebut di atas, dapat
Penetapan Tertulis itu harus dalam bentuk tertulis, dengan demikian suatu tindakan
hukum yang pada dasarnya juga merupakan Keputusan TUN yang dikeluarkan secara
15
lisan tidak masuk dalam pengertian Keputusan TUN ini. Namun demikian bentuk tertulis
tidak selalu disyaratkan dalam bentuk formal suatu Surat Keputusan Badan/Pejabat TUN,
karena seperti yang disebutkan dalam penjelasan pasal 1 angka 3 UU No. 5 tahun 1986,
bahwa syarat harus dalam bentuk tertulis itu bukan mengenai syarat-syarat bentuk
formalnya akan tetapi asal terlihat bentuknya tertulis, oleh karena sebuah memo atau nota
pun dapat dikategorikan suatu Penetapan Tertulis yang dapat digugat (menjadi objek
- Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan didalamnya jelas bersifat
- Serta menimbulkan suatu akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.
Sebagai suatu Keputusan TUN, Penetapan tertulis itu juga merupakan salah satu
atau Pejabat TUN dalam rangka pelaksanaan suatu bidang urusan pemerintahan.
Badan atau Pejabat TUN sebagai subjek Tergugat, disebutkan dalam pasal 1 angka 2 :
“Badan atau Pejabat Tata Usaha negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan
Badan atau Pejabat TUN di sini ukurannya ditentukan oleh fungsi yang dilaksanakan
Badan atau Pejabat TUN pada saat tindakan hukum TUN itu dilakukan. Sehingga apabila
16
suatu pelaksanaan dari urusan pemerintahan, maka apa saja dan siapa saja yang
melaksanakan fungsi demikian itu, saat itu juga dapat dianggap sebagai suatu Badan atau
Pejabat TUN.
Sedang yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah segala macam urusan
mengenai masyarakat bangsa dan negara yang bukan merupakan tugas legislatif ataupun
yudikatif. Dengan demikian apa dan siapa saja tersebut tidak terbatas pada instansi-
instansi resmi yang berada dalam lingkungan pemerintah saja, akan tetapi dimungkinkan
juga instansi yang berada dalam lingkungan kekuasaan legislatif maupun yudikatif pun,
bahkan dimungkinkan pihak swasta, dapat dikategorikan sebagai Badan atau Pejabat
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa suatu Penetapan Tertulis adalah salah satu
bentuk dari keputusan Badan atau Pejabat TUN, dan keputusan yang demikian selalu
merupakan suatu tindakan hukum TUN, dan suatu tindakan hukum TUN itu adalah suatu
suatu hubungan hukum TUN yang telah ada. Dengan kata lain untuk dapat dianggap
suatu Penetapan Tertulis, maka tindakan Badan atau Pejabat TUN itu harus merupakan
suatu tindakan hukum, artinya dimaksudkan untuk menimbulkan suatu akibat hukum
TUN.
17
Kata “berdasarkan” dalam rumusan tersebut dimaksudkan bahwa setiap pelaksanaan
urusan pemerintahan yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat TUN harus ada dasarnya
undangan yang berlaku sajalah yang memberikan dasar keabsahan (dasar legalitas)
urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Badan atau Pejabat TUN (pemerintah). Dari
kata “berdasarkan” itu juga dimaksudkan bahwa wewenang Badan atau Pejabat TUN
untuk melaksanakan suatu bidang urusan pemerintahan itu hanya berasal atau bersumber
ataupun diberikan oleh suatu ketentuan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Keputusan TUN itu harus bersifat konkret, artinya objek yang diputuskan dalam
Keputusan TUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, seperti
Bersifat Individual artinya Keputusan TUN itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi
tertentu dan jelas kepada siapa Keputusan TUN itu diberikan, baik alamat maupun hal
yang dituju. Jadi sifat indivedual itu secara langsung mengenai hal atau keadaan tertentu
Bersifat Final artinya akibat hukum yang ditimbulkan serta dimaksudkan dengan
mengeluarkan Penetapan Tertulis itu harus sudah menimbulkan akibat hukum yang
definitif. Dengan mengeluarkan suatu akibat hukum yang definitif tersebut ditentukan
posisi hukum dari satu subjek atau objek hukum, hanya pada saat itulah dikatakan bahwa
18
suatu akibat hukum itu telah ditimbulkan oleh Keputusan TUN yang bersangkutan secara
final.
Menimbulkan Akibat Hukum disini artinya menimbulkan suatu perubahan dalam suasana
hukum yang telah ada. Karena Penetapan Tertulis itu merupakan suatu tindakan hukum,
maka sebagai tindakan hukum ia selalu dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum
bagi seseorang atau badan hukum perdata. Apabila tidak dapat menimbulkan akibat
hukum ia bukan suatu tindakan hukum dan karenanya juga bukan suatu Penetapan
Tertulis. Sebagai suatu tindakan hukum, Penetapan Tertulis harus mampu menimbulkan
suatu perubahan dalam hubungan-hubungan hukum yang telah ada, seperti melahirkan
hubungan hukum baru, menghapuskan hubungan hukum yang telah ada, menetapkan
Di samping pengertian tentang Keputusan TUN dalam pasal 1 angka 3 tersebut diatas,
dalam UU Peratun diatur juga ketentuan tentang pengertian yang lain dari Keputusan
(1) Apabila badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan,
sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan
(2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang
perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
19
(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2); maka setelah lewat jangka waktu
empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
Ketentuan dalam Pasal 3 ini merupakan perluasan dari pengertian Keputusan TUN
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 3 diatas, yang disebut dengan Keputusan
Uraian dari ayat (1) Pasal 3 tersebut merupakan prinsip dasar bahwa setiap Badan atau
Pejabat TUN itu wajib melayani setiap permohonan warga masyarakat yang diterimanya,
yang menurut aturan dasarnya menjadi tugas dan kewajibannya dari Badan atau Pejabat
TUN tersebut. Oleh karenanya apabila badan atau Pejabat TUN melalaikan
tersebut.
Ada kalanya dalam aturan dasarnya ditentukan jangka waktu penyelesaian dari suatu
permohonan, maka sesuai dengan ketentuan ayat (2) Pasal 3 tersebut, setelah lewat waktu
yang ditentukan oleh aturan dasarnya, Badan atau Pejabat TUN belum juga
yang diterimanya.
Sementara itu dalam ayat (3) nya menentukan bahwa apabila aturan dasarnya tidak
yang menjadi kewajibannya, maka setelah lewat waktu 4 bulan Badan atau Pejabat TUN
tersebut belum juga mengeluarkan keputusan, maka ia juga dianggap telah menolak
20
permohonan yang diterimanya. Secara keseluruhan, ketentuan dalam Pasal 3 ini
pengadilan).
sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 diatas, juga UU Peratun mengatur tentang ketentuan
pengadilan), artinya secara definisi masuk dalam pengertian suatu Keputusan TUN
seperti dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, akan tetapi secara substansial tidaklah dapat
dijadikan objek gugatan di Peratun. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 49, yang
menyebutkan :
Usaha Negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan :
a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa
Keadaan-keadaan tersebut diatas dapat terjadi pada prinsipnya tergantung pada hasil
undangan yang berlaku untuk masing-masing keadaan, seperti penetapan keadaan perang,
yaitu :“ Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut
undang-undang ini :
21
• Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.
• Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum.
• Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan
berlaku.
• Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
Di dalam praktek Peradilan Tata Usaha Negara pengujian Hakim Tata Usaha Negara
terhadap Surat Keputusan Tata Usaha Negara sesuai ketentuan Pasal 53 , adalah meliputi
1. Aspek kewenangan :
pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang ada) dan MANDAT (dalam hal ini tidak
2. Aspek Substansi/Materi :
22
yaitu meliputi pelaksanaan atau penggunaan kewenangannya apakah secara
3. Aspek Prosedural :
yaitu apakah prosedur pengambilan Keputusan Tata Usaha Negara yang disyaratkan oleh
atau tidak.
tetapi juga dengan memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB),
yaitu :
1. Asas yang berkaitan dengan proses persiapan dan proses pembentukan keputusan
keputusan ;
23
5. Asas keseimbangan ;
Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa perlindungan hukum bagi rakyat dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum
suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang defenitif, artinya perlindungan hukum
Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintah yang
didasarkan kepada kebebasan bertindak, karena dengan adanya perlindungan hukum yang
yang didasarkan pada diskresi. Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, tujuan
1. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak- hak
individu.
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
24
melalui dua jalur, yaitu melalui banding administrasi atau upaya administrasi dan
merupakan qonditio sine qua non dalam menegakan hukum. Penegakan hukum
merupakan qonditio sine qua non pula untuk merealisasikan fungsi hukum itu sendiri.
maupun sikap tindak warga apabila terjadi pertentangan dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat;
e) Korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tindak baik administrasi negara maupun warga
Objek sengketa dalam PTUN adalah keputusan tertulis pejabat administrasi negara
ermessen tersebut akan berbentuk beschikking yang berlaku secara konkrit, individual
dan final bagi orang atau badan hukum yang dimaksud. Dalam hal ini karena pejabat
melakukan sesuatu yang merugikan sasaran keputusan tertulisnya. Untuk mengontrol hal
25
itulah, maka PTUN dibentuk, yaitu sebagai sarana bagi masyarakat untuk melindungi
Setiap keputusan TUN (KTUN) dapat digugat oleh individu/badan hukum perdata, yang
terkena dampak langsung dari KTUN tersebut. Gugatan tersebut dapat diajukan melalui
dua cara, yang pertama melalui upaya administratif (Pasal 48 UU No. 9 Tahun 2004) atau
melalui PTUN (Pasal 50 UU No. 9 Tahun 2004). Bagi sengketa yang diajukan melalui
PTUN, terhadap putusannya dapat dilakukan upaya banding melalui PT TUN (Pasal 51
ayat (1) UU No. 9 Tahun 2004) sedangkan bagi sengketa yang diajukan melalui upaya
TUN (Pasal 51 ayat (3) UU No. 9 Tahun 2004) dan terhadap kedua upaya hukum ini
dapat dilakukan kasasi melalui Mahkamah Agung (Pasal 5 ayat (2) UU No. 9 Tahun
2004).
perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak- hak individu dan
kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut, seringkali
terhambat dengan proses penyelesaian sengketa yang membutuhkan waktu tidak sebentar.
Hal ini terlihat jelas pada tahun 2001 dalam kasus gugatan administrasi empat orang
menetapkan sanksi berupa skorsing selama dua semester bagi keempat mahasiswa
26
banding, dimana pada tingkat banding PT TUN mengeluarkan putusan yang menguatkan
membatalkan SK-nya. Namun, karena proses peradilan yang sampai pada tingkat kasasi
itu memakan waktu selama masa skorsing keempat mahasiswa tersebut, pada akhirnya,
putusan MA pun menjadi sia-sia dan SK sudah tidak dapat dibatalkan. Dengan demikian,
putusan MA tidak memberikan akibat hukum yang nyata bagi keempat mahasiswa itu.
mencapai tujuan pembentukan PTUN ini berasal dari upaya pembuat undang-undang
untuk menyediakan kesempatan bagi berbagai pihak untuk mencari penyelesaian yang
Hukum acara pengadilan tata usaha Negara merupakan hukum acara yang secara
1986.
Ada beberapa ciri khusus yang membedakan antara Pengadilan Tata Usaha Negara
• Peranan hakim yang aktif karena ia dibebani tugas untuk mencari kebenaran
materiil
27
• Adanya ketidak seimbangan antara kedudukan Penggugat dan Tergugat (Pejabat
Tata Usaha Negara). Dengan mengingat hal ini maka perlu diatur adanya
hukum perdata), adalah dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan Tergugat
membawa Penggugat ke dalam keadaan yang lebih buruk sepanjang hal ini
• Putusan hakim tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa, tetapi juga
• Para pihak yang terlibat dalam sengketa harus didengar penjelasannya sebelum
umum.
28
G. PENYELSAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA
Sengketa Tata Usaha Negara dikenal dengan dua macam cara antara lain:
1986)
Upaya administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan
masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang atau badan hokum perdata apabila ia
tidak puas terhadap suatu Keputusan tata Usaha Negara, dalam lingkungan administrasi
dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan
sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
Keputusan itu.
II. Melalui Gugatan (vide pasal 1 angka 5 jo pasal 53 UU no. 5 tahun 1986)
Apabila di dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui Upaya Administrasi, maka
seseorang atau Badan Hukum Perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan
Subjek atau pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada 2 pihak,
yaitu:
29
• Pihak penggugat, yaitu seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat atau di daerah.
• Pihak Tergugat, yaitu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
kepadanya.
HAK PENGGUGAT:
pemeriksaan sengketa TUN sedang berjalan, sampai ada putusan pengadilan yang
6. Mengubah alasan yang mendasari gugatannya hanya sampai dengan replik asal
disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat (pasal 75 ayat 1)
9. Membuat atau menyuruh membuat salinan atau petikan segala surat pemeriksaan
perkaranya, dengan biaya sendiri setelah memperoleh izin Ketua Pengadilan yang
30
10. Mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan pada saat pemeriksaan
pemeriksaan sengketa dipercepat dalam hal terdapat kepentingan penggugat yang cukup
ayat 1)
Tinggi TUN dalam tenggang waktu empat belas hari setelah putusan Pengadilan TUN
15. Menyerahkan memori banding dan atau kontra memori banding serta surat
keterangan bukti kepada Panitera Pengadilan TUN dengan ketentuan bahwa salinan
memori banding dan atau kontra memori banding diberikan kepada pihak lainnya dengan
16. Mengajukan permohonan pemeriksaan kasasi secara tertulis kepada MA atas suatu
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 132)
KEWAJIBAN PENGGUGAT:
31
HAK TERGUGAT:
3. Mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan duplik asal
disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat (pasal 75 ayat 2)
4. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan, pencabutan gugatan oleh
penggugat akan dikabulkan olen pengadilan hanya apabila disetujui tergugat (pasal 76
ayat 2)
Tinggi TUN dalam tenggang waktu empat belas hari setelah putusan Pengadilan TUN
9. Menyerahkan memori banding dan atau kontra memori banding serta surat keterangan
bukti kepada Panitera Pengadilan TUN dengan ketentuan bahwa salinan memori banding
dan atau kontra memori banding diberikan kepada pihak lainnya dengan perantara
10. Mengajukan permohonan pemeriksaan kasasi secara tertulis kepada MA atas suatu
32
11. Mengajukan permohonan pemeriksaan peninjauan kembali kepada MA atas suatu
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 132)
KEWAJIBAN TERGUGAT:
b. Mencabut Keputusan TUN yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan TUN yang
baru;
2. Apabila tidak dapat atau tidak dapat dengan sempurna melaksanakan putusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap disebabkan oleh berubahnya
keadaan yang terjadi setelah putusan Pengadilan dijatuhkan dan atau memperoleh
3. Memberikan ganti rugi dalam hal gugatan penggugat atas permohonan ganti rugi
33
H. PROSES PEMERIKSAAN GUGATAN DI PTUN
PEMANGGILANPIHAK-PIHAK:
dilakukan secara administrative yaitu dengan surat tercatat yang dikirim oleh panitera
pengadilan.
tahun 1986)
- Jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari 6 hari
kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan acara (pasal 64 UU No 5
tahun 1986)
KEWAJIBAN HAKIM:
(pasal 63)
2. Menjaga supaya tata tertib dalam persidangan tetap ditaati setiap orang dan
3. Mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah, atau
semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai
4. Mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah, atau
34
semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai
5. Mengundurkan diri apabila ia berkepentingan langsung atau tidak langsung atas suatu
7. Membacakan Putusan Pengadilan dalam sidang terbuka untuk umum (pasal 108
ayat1)
PIHAK KETIGA:
pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan
mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim dapat masuk dalam sengketa Tata
Usaha Negara, dan bertindak sebagai: pihak yang membela haknya; atau peserta yang
2. Apabila pihak ketiga yang belum pernah ikut serta atau diikut sertakan selama waktu
Pengadilan yang mengadili sengketa tersebut pada tingkat pertama (pasal 118 ayat 1)
35
I. HUBUNGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN
Dalam negara Republik Indonesia sebagai suatu negara yang didasarkan atas hukum,
rakyatnya. Pemerintah dan yang diperintah sebenarnya merupakan dua subyek yang
saling membutuhkan dan seharusnya saling melengkapi, saling membantu dan saling
pemerintah membentuk suatu instansi yang khusus dapat mengamati kehidupan serta
dibidang pelaksana penegakan hukum antara lain adalah Lembaga Mahkamah Agung
atau Pengadilan.
Bahwa eksistensi dari Indonesia sebagai negara hukum antara lain tercermin dari asas
bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan atas
hukum baik tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini membawa konsekwensi disatu sisi
hukum digunakan sebagai rel pijakan bagi pemerintah dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya, disisi lain hukum yang sama digunakan sebagai dasar pengujian terhadap
tindakan pemerintah.
Administrasi Negara Cq. Pemerintah yang disebut sebagai Badan/Pejabat TUN menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 adalah
yang diberi tugas oleh peraturan perundang-undangan untuk mengurus berbagai segi
kehidupan masyarakat.
36
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang untuk melakukan perbuatan Tata
lahirlah hubungan hukum antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan TUN yang bersangkutan dengan warga masyarakat atau badan
hukum perdata yang terkena oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Dari ke-3 (tiga)
macam perbuatan tersebut, yang menjadi wewenang Peradilan Tata Usaha Negara adalah
keputusan yang dikeluarkan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dapat dinilai oleh
Negara pada butir b dan c tidak termasuk kompetensi Peradilan TUN tetapi menjadi
Dengan demikian semua perbuatan Administrasi Negara dapat dinilai oleh Pengadilan,
walaupun yang menilai itu mungkin tidak termasuk lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara.
Bahwa yang dapat menjadi objek sengketa di Peradilan TUN adalah Keputusan Tata
Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, “Keputusan
Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat
Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan
37
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata”.
Dari bunyi ketentuan pasal tersebut diatas, dapat kita lihat bahwa yang dimaksud
Keputusan TUN yang dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara menunjukkan
Bahwa segenap elemen-elemen tersebut adalah bersifat kumulatif untuk dapat menjadi
Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tersebut, ada beberapa kategori
Keputusan TUN yang tidak dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara yaitu
Bahwa dalam tindakan Hukum Administrasi dianut asas “Presumtio Justae Causa” yang
maksudnya bahwa suatu Keputusan TUN harus selalu dianggap benar dan dapat
Badan Peradilan yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk menyatakan batal
atau tidak sah Keputusan Tata Usaha Negara adalah Peradilan Tata Usaha Negara
2004.
Bahwa secara umum syarat-syarat untuk sahnya suatu keputusan Tata Usaha Negara
38
SYARAT MATERIIL :
c) Keputusan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturan dasarnya dan
pembuatnya harus memperhatikan cara (prosedur) membuat keputusan itu, bilamana hal
d) Isi dan tujuan keputusan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasar ;
SYARAT FORMIL :
dipenuhi ;
d) Jangka waktu yang ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya
Bahwa bagi Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, masalah yang sangat erat
hubungannya dengan fungsi peradilan adalah masalah hak menguji (toetsing recht).
Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menganut pendirian
gugatan dapat diajukan ke Pengadilan. Maksudnya adalah agar diberi kesempatan untuk
39
menyelesaikan administrasi terlebih dahulu melalui saluran yang tersedia berdasarkan
Badan Peradilan Tata Usaha Negara hanya menilai apakah suatu tindakan Badan/Pejabat
TUN dalam menjalankan urusan pemerintah itu sudah sesuai dengan norma-norma
hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang berlaku bagi tindakan
tersebut. Dengan perkataan lain penilaian yang dilakukan oleh Peradilan Tata Usaha
Negara terbatas hanya dari segi hukumnya (peraturan perundang-undangan yang berlaku
Dasar pengujian sebagaimana diatur dalam pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5
a) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
b) Badan atau Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan keputusan telah menggunakan
c) Badan atau Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan
keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan
keputusan tersebut.
40
PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam sisitem ketatanegaraan Republik
Indonesia terdapat tiga pilar kekeuasaan negara, yaitu Kekuasaan Eksekutif, Legislatif
UUD 1945 (Perubahan) Jo. UU No. 4 Thn 2004, ditegaskan bahwa Kekuasaan
Kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) sebagai lingkungan peradilan yang terakhir
dibentuk, yang ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 5 tahun 1986 pada
disebutkan bahwa salah satu tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara
(PERATUN) adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera,
aman, tenteram serta tertib yang menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum
dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara
aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Dengan demikian
lahirnya PERATUN juga menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara hukum yang
menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
memiliki lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dari ketiga lembaga tersebut
eksekutif memiliki porsi peran dan wewenang yang paling besar apabila dibandingkan
dengan lembaga lainnya, oleh karenanya perlu ada kontrol terhadap pemerintah untuk
41
adanya check and balances. Salah satu bentuk konrol yudisial atas tindakan administrasi
pemerintah adalah melalui lembaga peradilan. Dalam konteks inilah maka Peradilan Tata
Usaha Negara (PERATUN) dibentuk dengan UU No. 5 tahun 1986, yang kemudian
dengan adanya tuntutan reformasi di bidang hukum, telah disahkan UU No. 9 Tahun 2004
Perubahan yang sangat mendasar dari UU No. 5 Tahun 1986 adalah dengan
pembinaan dan pengawasan umum bagi hakim PERATUN, yang kemudian semuanya
lembaga PERATUN.
Di samping itu adanya pemberlakuan sanksi berupa dwangsom dan sanksi administratif
serta publikasi (terhadap Badan atau Pejabat TUN (Tergugat) yang tidak mau
melaksanakan putusan PERATUN, menjadikan PERATUN yang selama ini dinilai oleh
sebagian masyarakat sebagai “macan ompong”, kini telah mulai menunjukan “gigi” nya.
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1991, yang sebelumnya ditandai dengan
diresmikannya tiga Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) di Jakarta, Medan,
dan Ujung Pandang, serta lima Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di jakarta, Medan,
didirikannya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di seluruh Ibu Kota Propinsi sebagai
pengadilan tingkat pertama. Hingga saat ini eksistensi dan peran PERATUN sebagai
suatu lembaga peradilan yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang memeriksa,
42
memutus dan mengadili sengketa tata usaha negara antara anggota masyarakat dengan
pihak pemerintah (eksekutif), dirasakan oleh berbagai kalangan belum dapat memberikan
kepada masyarakat serta di dalam menciptakan prilaku aparatur yang bersih dan taat
hukum, serta sadar akan tugas dan fungsinya sebagai pelayan dan pengayom masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
43
http://albatrozz.wordpress.com/2008/09/09/fungsi-tugas-wewenang-dan-mekanisme-
beracara-di-peradilan-tata-usaha-negara
http://74.125.153.132/search?q=cache:bY85mjjfObMJ:fhuk.unand.ac.id/handout/haptun.
pps+penyelesaian+sengketa+PTUN&cd=7&hl=id&ct=clnk&gl=idPOKOK
http://triwantoselalu.blogspot.com/2008/11/hukum-acara-ptun.html
UU 5/1986, PERADILAN TATA USAHA NEGARA
44