Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar, kebutuhan pangan juga amat tinggi, Indonesia dengan pangsa pasar yang sedemikian besar, tentunya memberikan kesempatan bagi pelaku usaha untuk meraup keuntungan melalui bisnis yang berhubungan dengan penyediaan pangan. Di satu sisi , kondisi iklim, kondisi geografis maupun kesuburan tanah di Indonesia memungkinkan berbagai macam industri pangan menghasilkan bahan baku maupun berproduksi dengan baik. Produk pangan yang dihasilkan pelaku usaha di Indonesia, bahkan tidak hanya ditujukan untuk memenuhi pasar lokal saja melainkan juga pasar internasional. Salah satu produk pangan yang paling diminati di Indonesia adalah industri daging ayam. Sejauh ini tingkat konsumsi daging ayam di Indonesia baru mencapai 7 kg/kapita/tahun. Jumlah ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia atau China yang tingkat konsumsi daging ayamnya telah mencapai 25 kg/kapita/tahun. Hal ini menunjukkan pangsa pasar daging ayam di Indonesia masih bisa dikembangkan lebih jauh lagi, dan memungkinkan kesempatan bagi pelaku usaha baru untuk berusaha di bidang ini1.

Tingkat Konsumsi Daging Ayam Masyarakat Indonesia , www.bussinessnews.co.aid, diakses tanggal 11 Maret 2012

Dewasa ini masyarakat Indonesia cenderung memenuhi kebutuhan protein hewaninya dengan mengkonsumsi daging ayam broiler, dibandingkan dengan ayam buras atau lebih dikenal dengan ayam kampung,maupun daging sapi dan ikan.Hal ini berarti, kebutuhan pasar akan daging ayam broiler semakin tinggi, dan usaha di bidang penyediaan daging ayam broiler akan semakin menjanjikan. Persaingan usaha pun dengan banyaknya pelaku usaha , semakin ketat dan sulit. Produk produk pangan yang membanjiri pasaran bersaing ketat, akibatnya ada pelaku usaha yang menggunakan strategi strategi bisnis yang baik disengaja maupun tidak , menyebabkan kerugian baik pada pelaku usaha lain, konsumen bahkan pemerintah demi mendapatkan keuntungan sebesar besarnya. Ayam Pedaging merupakan komoditi yang unik karena merupakan makhluk hidup sehingga memiliki keterbatasan untuk sampai ke tangan konsumen dalam kondisi hidup atau segar. Untuk sampai kepada konsumen, ayam pedaging memungkinkan dijual dalam kondisi hidup pada berbagai fase kehidupannya. Ayam pedaging dapat dijual ketika berumur sehari (Day Old Chick ), seminggu, hingga saat berusia sebulan dan siap potong.Hal tersebut membuat daging ayam menjadi komoditi yang harganya fluktuatif, sebab, kenaikan biaya produksi maupun harga jual dari satu tahap ke tahap lain akan dengan mudah mempengaruhi harga daging ayam ketika sampai di pasaran. Salah satu yang mempengaruhi harga daging ayam yaitu harga bibit ayam broiler (ayam pedaging ) berumur sehari. Komoditi daging ayam memiliki pasar yang bersifat oligopoli sehingga rentan melakukan praktek monopoli. Padahal daging ayam merupakan salah satu sumber

pangan yang penting untuk memenuhi kebutuhan gizi. Sumber gizi seperti daging ayam dapat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, apabila didukung dengan persaingan usaha yang sehat oleh para Pelaku Usaha di bidang ini. Apabila terjadi praktek monopoli maupun persaingan usaha yang tidak sehat, komoditi ini amat mudah mengalami fluktuasi harga sehingga harganya bisa melambung hingga tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, maupun langka pasokannya. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagai a tool of Sosial Control and a tool of Sosial Engineering
2

yang berarti adanya undang undang ini adalah untuk

menjaga kepentingan umum serta mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Diharapkan dengan adanya undang undang ini mampu meningkatkan efisiensi ekonomi sosial serta mewujudkan iklim usaha yang kondusif. Pada pasal 3 Undang Undang Nomor 5 tahun 1999 , tujuan Undang Undang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, meliputi : a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil. c. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha dan d. Terciptanya efektifitas dan efisiensi kegiatan usaha.3

Hermansyah, Pokok Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2008, h.5.
2

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, LN tahun 1999 no.33
3

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur 2(dua) unsur larangan yaitu praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pasal 1 angka 6 UU Nomor 5 Tahun 1999 menjelaskan, yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat yaitu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. KPPU memiliki beberapa wewenang terkait usaha untuk mencapai tujuan Undang Undang Nomor 5 tahun 1999. Berdasarkan Pasal 36, wewenang Komisi meliputi: a) Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; b) Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; c) Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditentukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya; d) Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; e) Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pada tahun 2002, KPPU berinisiatif melakukan penyelidikan terhadap indikasi adanya Kartel pada segmen penjualan ternak ayam umur sehari (Day Old Chick) yang melibatkan 5 (lima) Pelaku Usaha yang tergabung dalam Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), yaitu : PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk;PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk; PT Leong Hap; PT Wonokoyo Rojokoyo dan PT Anwar Sierad. Penyelidikan dilakukan atas insiatif KPPU setelah melakukan

public hearing pada 16 Mei 2001, yang membahas kembali laporan yang berkaitan dengan penjualan DOC yang dihadiri oleh Perhimpunan Peternakan Unggas Indonesia yang selanjutnya disebut PPUI, Gabungan Pengusaha Makanan Ternak yang selanjutnya disebut GPMT, Asosiasi Obat Hewan Indonesia yang selanjutnya disebut ASOHI, GPPU, Gabungan Perusahaan Peternak Indonesia yang selanjutnya disebut GAPPI, Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan, PT Charoen Pokphand Indonesia, PT Wonokoyo Rojokoyo, PT Anwar Sierad, ahli perunggasan dari Institut Pertanian Bogor, dan sejumlah media massa. KPPU menetapkan hasil public hearing yang berkaitan dengan peternakan ayam khususnya DOC final stock tersebut sebagai masalah yang perlu dimonitor, karena diperkirakan 5 (lima) perusahaan tersebut telah menetapkan harga DOC bagi kalangan breeding farm kecil dan menengah. Pada saat itu , harga DOC naik dari harga semula Rp 2.500,00 per ekor menjadi Rp 2.750 hingga Rp 3.000,00 per ekor, menjelang hari hari besar seperti Bulan ramadhan, Hari natal dan Tahun Baru, sementara biaya produksi DOC sebenarnya berkisar Rp 1.500,00 per ekor. Pada pasar bibit DOC final stock indikasi adanya usaha untuk mempengaruhi harga terlihat dari harga DOC final stock yang harganya seragam, padahal kondisi mutunya berbeda beda. Keseragaman harga tersebut tidak hanya pada tingkat peternak mandiri, namun juga DOC final stock yang dihasilkan oleh breeding farm kelas menengah dan kecil. Diduga hal tersebut terjadi karena breeding farm kelas menengah dan kecil telah dihimbau oleh Para terlapor dalam perkara tersebut untuk menjual DOC final stock dengan harga yang telah ditentukan, dan akan dikenakan

sanksi yaitu tidak dapat memperoleh DOC parent stock. Hal tersebut mungkin dilakukan karena para pelaku usaha terlapor, selain memproduksi DOC final stock , juga memproduksi DOC parent stock dan menjualnya ke breeding farm kelas menengah dan kecil. Para pelaku usaha yang di indikasikan melakukan kartel itu sendiri adalah pelaku usaha yang memiliki usaha yang terkait dengan pembibitan hingga pengolahan daging ayam seperti : breeding farm: pembibitan induk ayam grand parent stock, pembibitan ayam komersial/DOC final stock, usaha pabrik pakan unggas, usaha bahan baku pakan unggas, usaha budi daya ayam ras komersial dan usaha budi daya ayam dengan kemitraan dengan ketentuan yang dibuat oleh Perusahaan Inti, dan membuka pangkalan ayam ras hidup di pasar-pasar tradisional, serta mengusahakan pengolahan ayam siap saji. Sebagai produsen DOC, para pelaku Usaha tersebut memiliki teknologi mutakhir untuk memproduksi pakan DOC serta memiliki akses kepada bahan baku pembibitan DOC . Bila terjadi kelebihan stock DOC di pasaran, kelima pelaku usaha ini kemudian menghentikan suplai DOC ke pasaran dengan cara tidak menetaskan telur bibit DOC, sehingga terjadi pengendalian suplai di pasar yang menyebabkan harga DOC menjadi mahal. Kelima pelaku usaha yang diindikasi melakukan pelanggaran pasal 11 Undang Undang Nomor 5 tahun 1999 tersebut menguasai sebagian besar pasar DOC, dan pasar bersangkutan, sehingga peternak tidak memiliki pilihan lain selain membeli DOC final stock tersebut dengan harga mahal.

Dalam undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 sendiri , mengenal dua macam perbuatan yang dilarang yaitu : Perjanjian yang dilarang dan kegiatan yang dilarang. Berdasarkan Pasal 1 angka 7 , definisi perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Kartel adalah salah satu perjanjian yang dilarang dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1999 yang diatur dalam pasal 11 : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Kartel dapat terjadi dalam berbagai bentuk, sebagai contoh, para pemasok mengatur agen penjual tunggal (agen yang ditunjuk oleh pihak produsen secara resmi) yang membeli semua produk dengan harga yang telah disetujui dan mengadakan pengaturan dalam pemasaran produk, menentukan harga produk yang sama sehingga meniadakan persaingan harga. Dalam perkara adanya indikasi kartel oleh produsen DOC final stock, KPPU bertugas melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat . Apabila telah terjadi indikasi adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat oleh pelaku usaha maka KPPU memiliki wewenang untuk mengambil tindakan konkret untuk menanganinya.

1.2 .Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Apa saja unsur unsur praktek kartel dalam keputusan KPPU Nomor 02/KPPUI/2001 mengenai Indikasi Kartel Produsen Ayam Niaga Umur Sehari (Day Old Chick Final Stock) berdasarkan pasal 11 Undang Undang Nomor 5 tahun 1999? 2. Apakah terjadi struktur pasar oligopoli dalam industri unggas di Indonesia?

1.3 .Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan yang hendak dicapai penulis dalam skripsi ini adalah ; a. Memahami dan menganalisa apa saja unsur unsur praktek kartel, yang terdapat pada pasar DOC final stock yang dilakukan oleh 5 (lima) pelaku usaha terbesar ,berdasarkan pasal 11 undang Undang Tahun 1999 yang harus dibuktikan b. Menganalisa dampak struktur pasar oligopoli dalam industri unggas terhadap kondisi persaingan usaha khususnya terhadap munculnya praktek kartel. 1.4. Metode Penelitian 1.4.1 . Tipe Penelitian Skripsi ini adalah tipe penelitian normatif, pendekatan yang digunakan dalam skripsi dilakukan dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang undangan

1.4.2. Pendekatan masalah Digunakan 3 metode pendekatan masalah yaitu : a. Statute Approach (pendekatan peraturan perundang undangan) , yang dilakukan dengan menelaah semua berbagai peraturan perundang undangan terkait dan regulasi lainnya yang berhubungan dengan isu hukum yang sedang ditangani. 4.Dalam skripsi ini yang dimaksud adalah peraturan perundang undangan mengenai Hukum Persaingan Usaha dan Praktek kartel, salah satunya yang utama yaitu Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan KPPU Nomor 04 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksaaan Pasal 11 Tentang Kartel b. Conceptual Approach, pendekatan konseptual beranjak dari pandangan pandangan dan doktrin doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum5. Dengan begitu bisa didapat pengertian pengertian hukum dan konsep konsep hukum yang relevan dengan permasalahan dalam skripsi ini c. Case Approach .Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap6. Pada skripsi ini digunakan pendekatan terhadap Putusan KPPU No. 02/KPPU-I/2002 . Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum, Kencana Prenada Media group, Jakarta,2006,h.93
5 4

Ibid,h.95 Ibid,h.94

1.4.3 Sumber Bahan Hukum Sumber bahan hukum dalam penyusunan skripsi ini terdiri dari : a. Bahan Hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang meliputi peraturan perundang undangan, risalah resmi dalam pembuatan perundang undangan dan putusan putusan hakim. Peraturan Perundang undangan yang digunakan terutama Undang Undang Nommor 5 tahun 1999, Putusan KPPU No. 02/KPPU-I/2002 dan Peraturan KPPU Nomor 04 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksaaan Pasal 11 Tentang Kartel. b. Bahan Hukum Sekunder yang sifatnya menjelaskan dan menunjang bahan hukum sekunder meliputi buku buku hukum ,laporan, makalah dan artikel di internet yang terkait dengan hukum persaingan usaha khususnya mengenai kartel. 1.4.4 Teknik Pengumpulan Bahan hukum Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan melakukan studi kepustakaan, kemudian menginventaris dan mengklarifikasi bahan hukum yang telh didapat sesuai dengan permasalahan yang dibahas , juga dihubungkan dengan peraturan perundang undangan yang terkait.. Bahan hukum tersebut kemudian dirumuskan dalam suatu pokok bahasan yang sistematis. 1.4.5 Teknik Analisa Bahan Hukum Bahan hukum yang telah terkumpul kemudian dianalisa dengan penalaran yang bersifat deduktif yaitu dengan menganalisa suatu hal yang bersifat umum ,kemudian ditarik menjadi suatu kesimpulan yang bersifat khusus, sehingga dari

bahan hukum yang didapat , permasalahn yang ada dapat dikaji dan dianalisa untuk menghasilkan kesimpulan sebagai upaya pemecahan suatu masalah.

1.5. Pertanggungjawaban Sistematika Pertanggungjawaban sistematika bertujuan agar penulisan ini dapat terarah dan sistematis. Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis membagi menjadi 4 bab, dengan keterangan sebagai berikut ; Bab Pertama merupakan pendahuluan, berisi uraian mengenai latar belakang maslah, rumusan masalah, penjelasan judul, alas an pemilihan judul, tujuan serta manfaat penulisan, metode penulisan dan pertanggungjawaban sistematika. Bab Kedua,Penulis menulis mengenai permasalahan yang pertama yaitu menguraikan mengenai apa saja unsur unsur dari Pasal 11 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai kartel, yang harus dipenuhi dan dibuktikan, Bab Ketiga, penulis menjabarkan mengenai permasalahan yang kedua, yaitu menganalisa fakta fakta,keterangan saksi, bukti- bukti dan pertimbangan hakim dalam putusan KPPU Nomor 2/KPPU-I/2002 untuk mengetahui apakah struktur pasar dalam industri unggas khususnya dalam pasar DOC final stock berbentuk oligopoli, dan menjabarkan dampak struktur pasar oligopoli terhadap persaingan usaha berdasarkan pendapat para ahli . Bab keempat, merupakan penutup berisi kesimpulan dari apa yang telah diuraikan dalam skripsi dan saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan hukum persaingan usaha di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai