Anda di halaman 1dari 17

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 gr, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada bulan pertama kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan matinya janin dalam rahim. Dengan pengetahuan yang serba terbatas serta jumlah tenaga ahli kebidanan dan penyakit kandungan di Indonesia yang masih sangat kurang yaitu pada tahun 1995 terdapat 700 orang tenaga berbanding dengan 197 juta penduduk (Manuaba, 1999) bila dibandingkan dengan negara di Asia Tenggara lain, contoh di Filipina terdapat 2.000 orang tenaga ahli kebidanan dalam jumlah penduduk 40 juta jiwa. Maka sudah dapat dibayangkan bahwa jumlah kematian ibu dan bayi di Indonesia menjadi paling tinggi di Asia Tenggara. Sebagai ukuran kemampuan pelayanan kesehatan satu negara ditetapkan berdasarkan angka kematian ibu dan angka kematian karena melahirkan. Sementara persalinan di Indonesia sebagian besar yaitu sekitar 70 80 % masih ditolong oleh dukun terutama di pedesaan dengan kemampuan dan peralatan yang serba terbatas. Penyebab kematian terjadi terutama karena perdarahan, infeksi, dan keracunan hamil serta terlambatnya sistem rujukan. Pemerintah sendiri telah mengupayakan berbagai cara untuk mengendalikan angka kematian ibu dan bayi yang sangat tinggi tersebut guna meningkatkan

kesejahteraan masyarakat pada umumnya serta kesehatan ibu pada khususnya. Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi dewasa ini, membuat model pengawasan terhadap masa kehamilan seperti yang dikembangkan di Paris pada tahun 1901 dengan nama plea of promaternity hspital yang bertujuan memberikan pelayanan kepada ibu selama masa kehamilan sehingga ibu dapat menyelesaikan masa kehamilannya dengan baik dan bayi dapat dilahirkan dengan sehat dan selamat. Di Indonesia sendiri model pengawasan tersebut semakin membuka pandangan masyarakat bahwa pengawasan yang ketat pada masa kehamilan menjadi hal yang sangat penting guna mengantarkan ibu dan bayi kepada keadaan yang sehat dan sejahtera. Oleh karenanya di Indonesia dikembangkan model pengawasan yang sama dengan nama BKIA yaitu Balai Kesehatan Ibu dan Anak. Dimana BKIA menjadi bagian terpenting dari program Puskesmas dan telah tersebar dis eluruh Indonesia yang dipimpin oleh beberapa orang dokter sehingga kemampuan pelayanannya dapat lebih ditingkatkan. Bahkan menjelang

pencapaian Indonesia Sehat 2010, dikembangkan program Bidan di Desa guna mengupayakan masyarakat di pelosok dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan dengan lebih mudah. Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada masalah kebidanan ini mengingat permasalahan yang muncul selama masa kehamilan adalah sangat kompleks yang meliputi masalah fisik, psikologis dan sosial. Bahkan dengan kecenderunagn angka kematian pada ibu yang sangat tinggi yang diakibatkan karena perdarahan, infeksi dan keracunan pada masa kehamilan, menjadikan

program pengawasan pada ibu hamil lebih diperketat dan ditingkatkan melalui upaya ANC (Ante Natal Care). Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada ibu hamil adalah keguguran atau abortus. Mengingat semkain berkembnagnya pendidikan dan pengethauan masyarakat khususnya wanita dengan emansipasinya dalam turut serta menghidupi ekonomi keluarga, membuat kejadian abortus menjadi cukup tinggi dalam dekade terakhir. Didukung pula oleh pengaruh budaya barat dengan pergaulan bebasnya menjadinya banyak kejadian kehamilan tidak diinginkan menjadi meningkat sehingga kecenderungan kejadian abortus provocatus juga meningkat. Bahkan semakin merebaknya klinik klinik aborsi di tanah air, semakin membuka peluang wanita untuk melakukan aborsi tanpa memikirkan akibatnya. Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-kadang hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkan mereka yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga wanita itu sendiri tidak mengetahui bahwa ia sudah hamil. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun. Dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus spontan. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian : 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura

antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka kami mengangkat

permasalahan abortus sebagai makalah, mengingat permasalahan abortus sendiri merupakan suatu permasalahan yang kompleks bagi ibu, suami/pasangan maupun keluarga.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Abortus Abortus adalah Berakhirnya masa kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar (Bagian Obgyn Unpad, 1999). Anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Definisi lain abortus adalah pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yang berbobot 500 gram atau kurang dari ibunya yang kira kira berumur 20 sampai 22 minggu kehamilan (Hacker and Moore, 2001).

Gambar 2.1 Proses aborsi

2.2 Etiologi Abortus 2.2.1 Kelainan telur Kelainan telur menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedinikian rupa hingga janin tidak mungkin hidup terus, misalnya karena faktor endogen seperti kelainan chromosom (trisomi dan polyploidi), blighted ovum.

Gambar 2.7 blighted ovum 2.2.2 Penyakit ibu Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus, yaitu: a. Infeksi akut yang berat: pneumonia, thypus dapat mneyebabkan abortus dan partus prematurus. b. Kelainan endokrin, misalnya kekurangan progesteron atau disfungsi kelenjar gondok. c. Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan langsung pada ibu. d. Gizi ibu yang kurang baik.

e. Kelainan alat kandungan: f. Hypoplasia uteri. - Tumor uterus - Cerviks yang pendek - Retroflexio uteri incarcerata - Kelainan endometrium g. Faktor psikologis ibu. 2.2.3 Faktor suami Terdapat kelainan bentuk anomali kromosom pada kedua orang tua serta faktor imunologik yang dapat memungkinkan hospes (ibu) mempertahankan produk asing secara antigenetik (janin) tanpa terjadi penolakan. 2.2.4 Faktor lingkungan Paparan dari lingkungan seperti kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol serta paparan faktor eksogen seperti virus, radiasi, zat kimia, memperbesar peluang terjadinya abortus.

2.3 Patofisiologi
Etiologi: - Faktor kelainan telur. - Faktor penyakit pada ibu - Faktor suami - Faktor lingkungan /eksogen

Buah kehamilan pada usia 20 minggu dan berat < 500 gram

Janin dapat beradaptasi

Janin tidak dapat beradaptasi

Usia kehamilan dapat dipertahankan > 37 minggu atau BB janin > 2500 gram

Janin gugur

Rangsangan pada uterus

Lepasnya buah kehamilan dari implantasinya

Terganggunya psikologis ibu

Kontraksi uterus

Terputusnya pembuluh darah ibu Perdarahan dan nekrose desidua

Kecemasan Defisit knowledge

Prostaglandin

Dilatasi serviks Resiko defisit volume cairan Kelemahan Resiko gawat janin Resiko terjadi infeksi

Nyeri

2.4 Macam dan Diagnosa Abortus 2.4.1 Spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran) Angka kejadian abortus spontan sekitar 20% dari semua abortus. Abortus spontan terdiri dari 7 macam, diantaranya : a. Abortus imminens (keguguran mengancam) adalah abortus ini baru mengancam dan ada harapan untuk mempertahankan. Tanda dan Gejala Perdarahan per-vaginam sebelum minggu ke 20. Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah menyertai perdarahan. Nyeri terasa memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali. Tidak ditemukan kelainan pada serviks. Serviks tertutup.

Gambar 2.2 abortus imminen

b. Abortus insipiens (keguguran berlangsung) adalah abortus sudah berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi. Tanda dan Gejala Perdarahan per vaginam masif, kadang kadang keluar gumpalan darah. Nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim kuat. Serviks sering melebar sebagian akibat kontraksi.

Gambar 2..3 Abortus insipiens c. Abortus incomplete (keguguran tidak lengkap) adalah Sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan tetapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di rahim. Tanda dan Gejala Perdarahan per vaginam berlangsung terus walaupun jaringan telah keluar. Nyeri perut bawah mirip kejang. Dilatasi serviks akibat masih adanya hasil konsepsi di dalam uterus yang dianggap sebagai corpus allienum.

10

Keluarnya hasil konsepsi (seperti potongan kulit dan hati).

Gambar 2.4 Abortus incomplete d. Abortus completus (keguguran lengkap) adalah Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan lengkap. Kontraksi rahim dan perdarahan mereda setelah hasil konsepsi keluar. Tanda dan Gejala: Serviks menutup. Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea. Gejala kehamilan tidak ada. Uji kehamilan negatif.

11

Gambar 2.5 Abortus completus e. Missed abortion (keguguran tertunda) adalah Missed abortion ialah keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke 22 tetapi tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati. Tanda dan Gejala: Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorpsi air ketuban dan macerasi janin. Buah dada mengecil kembali. Gejala kehamilan tidak ada, hanya amenorea terus berlangsung.

12

Gambar 2.6 Missed abortion f. Abortus habitualis (keguguran berulang ulang) adalah abortus yang telah berulang dan berturut turut terjadi sekurang kurangnya 3 kali berturut turut. g. Abortus febrilis adalah Abortus incompletus atau abortus incipiens yang disertai infeksi. Tanda dan Gejala: Demam kadang kadang menggigil. Lochea berbau busuk. 2.4.2 Abortus provocatus (disengaja, digugurkan) Angka kejadian abortus provocatus merupakan 80% dari semua abortus.Abortus provocatus terdiri dari 2 macam, diantaranya : a. Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeutics adalah Pengguguran kehamilan dengan alat alat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut bagi ibu, misal ibu berpenyakit berat. Indikasi pada ibu dengan penyakit jantung (rheuma), hypertensi essensialis, carcinoma cerviks.

13

b. Abortus provocatus criminalis Adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang syah dan dilarang oleh hukum. 2.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang ini diperlukan dalam keadaan abortus imminens, abortus habitualis dan missed abortion : 1.Pemeriksaan ultrasonographi atau Doppler untuk menentukan apakah janin masih hidup atau tidak, serta menentukan prognosis. 2.Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion 3.Tes kehamilan. 4.Pemeriksaan lain sesuai dengan keadaan dan diagnosis pasien. 2.6 Diagnosis Banding 1. KET : nyeri lebih hebat dibandingkan abortus. 2. Mola Hidantidosa : uterus biasanya lebih besar daripada lamanya anmenore danmuntah lebih sering. 3. Kehamilan dengan kelainan serviks seperti karsinoma servisi uteri, polipus uteri, dsb 2.7 Penatalaksanaan Abortus 2.7.1 Abortus imminens Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka pasien: a. Istirahat rebah (tidak usah melebihi 48 jam). b. Diberi sedativa misal luminal, codein, morphin. c. Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan mengurangi kerentanan otototot rahim (misal gestanon). d. Dilarang coitus sampai 2 minggu.

14

2.7.2 Abortus incipiens Kemungkinan terjadi abortus sangat besar sehingga: a. Penatalaksanaan bila kehamilan < 16 minggu dapat dilakukan evakuasi uterus dengan Aspiras iVakum Manual (AVM).Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera berikan ergometrin 0,2 mg I.M yang diulangi 15 menit kemudian jika perlu atau misoprostol 400 mg per oral dan bila masih diperlukan dapatdiulang setelah 4 jam jika perlu b. Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.Bila kehamilan > 16 minggu tunggu ekspulsi spontan kemudian

dilakukanevakuasi uterus dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM).Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera Induksi oksitosin20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai 8 tetes sampai40 tetes/ menit, sesuai kondisi kontraksi uterus sampai terjadi pengeluaran hasil konsepsi 2.7.3 Abortus incompletus Harus segera curetage atau secara digital untuk mengehentikan perdarahan. Bila perdarahan berhenti diberi ergometrine 0,2 mg I.M atau misoprostol 400 mg per oral. Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa konsepsi dengan kuret vakum (K V). Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, antibiotika prophilaksis. Bila terjadi infeksi beri Ampicillin 1 gr dan Metronidazol 500 mg setiap 8 jam. Bila anemia terapi dengan Fe kalau perlu transfusi darah 2.7.4 Abortus completus Observasi untuk melihat perdarahan banyak/tidak. Lakukan Pemantauan Pasca Abortus Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600mg/hariselama 2 minggu, jika anemia berat berikan tranfusi darah. 15

2.7.5 Abortus febrilis a. Pelaksanaan curetage ditunda untuk mencegah sepsis, kecuali perdarahan banyak sekali. b. Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup c. Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan dan uji kepekaan obat), berikan suntikan penisilin 1 juta satuan tiap 6 jam atau berikan suntikan streptomisin 500mg setiap 12 jam, atau antibiotika spektrum luas lainnya. d. Bila tetap terjadi perdarahan banyak setelah 1-2 hari lakukan dilatasi dankuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi. 2.7.6 Missed abortion a. Diutamakan penyelesaian missed abortion secara lebih aktif untuk mencegah perdarahan dan sepsis dengan oxytocin dan antibiotika. Segera setelah kematian janin dipastikan, segera beri pitocin 10 satuan dalam 500 cc glucose. b. Untuk merangsang dilatasi serviks diberi laminaria stift. 2.8 Penyulit Abortus a. Perdarahan hebat. b. Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba dapat menimbulkan kemandulan. c. Renal failure disebabkan karena infeksi dan shock. d. Shock bakteri karena toxin. e. Perforasi saat curetage

16

DAFTAR PUSTAKA 1. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung. 2. Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Jilid II Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 3. Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 4. Evans, Artur T. Pregnancy Loss and Spontaneous Abortion. In Manual of Obstetrics 7th Ed . Lippincott Williams & Wilkins, 2007. 5. Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta. 6. Cunningham FG, MacDonald PC,Gant NF. Abortion. In Williams Obstetrics 20th Ed. Appleton Lange, 1997, p 579. 7. Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 8. DeCherney, Alan H. Spontaneous Abortion. In current Diagnosis and

Treatment in Obstetrics and gynecology. McGraw-Hill Companies, 2003. 9. Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai