Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PENGANTAR KLINIK

OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


Materi : Pertolongan Persalinan Normal dan Patologi Persalinan
Dosen : dr. Moch. Ma’roef, SpOG

Disusun Oleh :
Najwa J.H. 05020046

Oleh:
Afifa Helena
08020090

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER
2010

1
KALA I
Kala I dinamakan kala pembukaan, yaitu waktu untuk pembukaan serviks
sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm.
Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah ( bloody show ). Lendir yang bersemu
darah ini berasal dari kanalis cervikalis karena servik mulai membuka atau
mendatar. Sedangkan darahntya berasal dari pembuluh kapiler yang berada di
sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks
membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase :
1. fase laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat
lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm
2. fase aktif : dibagi dalam 3 fase
a. fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi
menjadi 4 cm
b. fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm
c. fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam
waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap
Mekanisme pembukaan serviks berbeda antara primigravida dan
multigravida. Pada primigravida osteum uteri internum membuka lebih dahulu
sehingga serviks mendatar dan menipis, baru kemudian ostium uteri eksternum
membuka. Pada multigravida ostium uteri internum dan eksternum sudah sedikit
terbuka. Penipisan dan pendataran serviks terjadi pada saat yang sama pada
pembukaan.
Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaaan hampir atau telah lengkap.
Bila ketuban telah pecah sebelum pembukaan 5 cm disebut ketuban pecah dini.
Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada
primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-
kira 7 jam.
(Ilmu Kebidanan Sarwono hal 182-183 ; Ilmu Bedah Kebidanan Sarwono 29-
30)

2
Manajemen Kala I
 Persiapan
o Beberapa pasang sarung tangan steril
o Gunting siebold, Gunting tali pusat
o Beberapa klem tali pusat dan klem lainnya
o Benang atau plastik klem untuk tali pusat
o Alat penghisap lendir Bayi
o Jodium tintur dengan kapas lidinya
o Alat-alat untuk penjahit luka
o Obat-obtan dan jarum suntiknya
o Kain kassa steril.
 Penanganan
o Bantu ibu dalam persalinan jika ia tampak gelisah, ketakutan,
dan kesakitan:
 Berilah dukungan dan yakinkan dirinya.
 Berikan informasi mengenai proses dan kemajuan
persalinan
 Dengarkan keluhannya dan cobalah untuk lebih
sensitif terhadap perasaannya
o Jika ibu tersebut tampak kesakitan dukungan/asuhan yang
dapat diberikan:
 Lakukan perubahan posisi
 Posisi sesuai dengan keinginan ibu tetapi jika ibu
ingin ditempat tidur sebaiknya dianjurkan tidur
miring ke kiri
 Sarankan ia untuk berjalan
 Ajaklah orang yang menemaninya untuk memijat
punggung dan membasuh muka ibu diantara kontraksi
 Ibu diperbolehkan melakukan aktifitas sesuai
kesanggupannnya

3
 Ajarkan kepadanya tehnik bernafas, ibu diminta untuk
menarik nafas panjang, menahan nafasnya sebentar
kemudian dilepaskan dengan cara meniup udara
keluar sewaktu terasa kontaraksi
 Jika diperlukan berikan petidin 1mg/kg BB (tetapi
jangan melebihi 100 mg) IM/IV secara perlahan atau
morfin 0,1 mg/kg BB IM atau tramadol 50mg/ oral
atau 100mg supostoria atau metamizol 500mgmg/oral
o Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan
antara lain menggunakan tirai atau penutup, tidak
menghadirkan orang lain tanpa seijin ibu.
o Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang terjadi
serta prosedur yang akan dilaksanakan.
o Membolehkan ibu mandi dan membasuh daerah kemaluan
setelah buang air kecil dan besar
o Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak keringat atasi
dengan cara:
 Gunakan kipas angin/ AC
 Menggunakan kipas biasa
 Menganjurkan ibu untuk mandi sebelumnya
o Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidarasi
berikan cukup minum
o Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin
 Pemantauan
Parameter Fase Laten Fase Aktif
Tekanan Darah Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Suhu Badan Setiap 4 jam Setiap 2 jam
Nadi Setiap 30-60 manit Setiap 30-60 manit
Denyut Jantung Janin Setiap 1 jam Setiap 30 menit
Kontraksi Setiap 1 jam Setiap 30 menit
Pembukaan Serviks Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Penurunan kepala Setiap 4 jam Setiap 4 jam

4
 Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan setiap 4 jam selama kala I pada
persalinan dan selaput ketuban pecah. Gambarkan temuan yang ada pada
partograf.
o Pada pemeriksaan dalam catatlah :
 Warna cairan amnion
 Dilatasi serviks
 Penurunan kepala
 Kemajuan Persalinan Dalam Kala I
o Kemajuan persalinan yang cukup baik :
 Kontraksi teratur yang progresif dengan peningkatan
frekuansi dan durasi
 Kecepatan pembukaan serviks paling sedikit 1
cm/jam selama persalinan fase aktif.
 Serviks tampak dipenuhi oleh bagian bawah janin.
o Kemajuan persalinan yang kurang baik :
 Kontraksi yang tidak teratur/tidak sering setelah fase
laten
 ATAU Kecepatan pembukaan serviks paling sedikit 1
cm/jam selama persalinan fase aktif.
 ATAU Serviks tampak dipenuhi oleh bagian bawah
janin.
 Kemajuan pada kondisi janin
o Jika DJJ tidak normal (< 100 atau > 180/mnt ) curigai adanya
gawat janin.
o Posisi atau presentasi selain oksiput anterior dengan verteks
fleksi sempurna digolongkan ke dalam malposisi dan
malpresentasi.
 Kemajuan pada kondisi Ibu
o Jika denyut nadi ibu ↑, mungkin sedang dalam keadaan
dehidrasi atau kesakitan. Pastikan hidrasi oral atau IV dan
berigan analgesia secukupnya.

5
o Jika tekanan ibu ↓ curigai adanya perdarahan
o Jika terdapat aceton didalam urin ibu, curigai masukan nutrisi
yang kurang, segera berikan dextrose IV.
( Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal hal N8-
N13 )
Patologi Kala I
 Fase laten memanjang ( prolonged latent phase )
Pemanjangan Fase latent dapat disebabkan dapat disebabkan karena serviks
yang belum matang, atau karena penggunaan analgesia yang terlalu cepat. Selain
itu juga dapat diakibatkan karena his yang tidak adekuat dari permulaan
persalinan yang disebut INERTIA UTERI HYPERTONIS dimana kontraksi tidak
terkoordinasi. Inertia uteri hypertonis sering disebut inertia spastis. Pasien
biasanya sangat kesakitan dan tanda-tanda fetal distress cepat terjadi
Pengobatan Terbaik ialah morphin 10 mg atau pethidin 50 mg dengan
maksud menimbulkan relaksasi dan istirahat supaya pada saat pasien bangun
kembali timbul his yang normal. Tapi kalau his yidak menjadi baik dalam waktu
tertentu lebih baik dilakukan SC.
( Obstetri Patologi UNPAD hal 156-157)
Selain hal tersebut diatas adapun kriteria prolonged latent phase: Pembukaan
servik tidak melewati 4cm sesudah 8 jam in partu dengan his yang teratur.
Lamanya waktu pembukaan dihitung setelah pembukaan 1 cm.
Jika fase laten >8 jam dan tidak ada tanda – tanda kemajuan maka lakukan
penilaian ulang terhadap servik :
o jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan servik
dan tidak ada gawat janin mungkin pasien belum in partu
o jika ada pendataran dan pembukaan servik, lakukan amniotomi dan
induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin
 lakukan penilaiaan ulang setiap 4 jam
 jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan
pemberian oksitosin selama 8 jam lakukan seksio sesaria
o jika didapatkan tanda – tanda infeksi (demam, cairan vagina bau) :

6
 lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin (cara =
induksi persalinan dengan oksitosin)
 berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan :
 Ampisilin 2 gr iv setiap 6 jam
 Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB iv setiap 24 jam
 Jika terjadi persalinan pervaginam hentikan
antibiotik
 Jika dilakukan Sectio sesarea, lanjutkan antibiotika
ditambah metronidazol 500mg I.V. setiap 8 jam
sampai ibu bebas demam selama 48 jam.
(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal,hal M49)
 Fase Aktif memanjang
o Disproporsi Sefalopelvik
Terjadi karena janin terlalu besar atau panggual ibu kecil, sehingga
persalinan macet.
 Jika diagnosis disproporsi lakukan SC.
 Jika bayi mati :
 Lakukan kraniotomi atau embriotomi
 Bila tidak mungkin lakukan SC
o Obstruksi ( partus macet )
 Jika bayi hidup dan pembukaan serviks sudah lengkap dan
penurunan kepala 1/5, lakukan ekstraksi vakum.
 Jika bayi hidup dengan pembukaan serviks belum lengakp
atau kepala bayi masih terlalu tinggi untuk ekstraksi vakum
lakukan SC.
 Jika bayi mati lahirkan dengan kraniotomi/embriotomi.
(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal,hal M56)
o His tidak adekuat
 Inertia Uteri Hypotonis dimana kontraksi terkoordinasi tapi
lemah. His kurang sering dan pada puncak kontrkasi
dinding rahim masih dapat ditekan ke dalam. Pasien tidak
nyeri dan fetal distress lambat terjadi.

7
Pengobatan :
Jika air ketuban positif maka pengobatan ialah dengan
pemecahan ketuban setelah itu kalau perlu baru diberi
pitocin drip, kandung kemih dan rectum harus
dikosongkan.
Apabila belum ada hasilnya setelah istirahat beberapa
waktu dicoba lagi, kalau dalam masa pemberian kedua
belum berhasi lakukan SC.
Panggul sempit Absolut tentu terapinya sectio cesarea.
(Obstetri Patologi UNPAD hal 157- 158)

KALA II
Kala II mulai bila pembukaan serviks lengkap. Umumnya pada akhir kala
I atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul,
ketuban pecah sendiri. His akan timbul lebih sering , lebih kuat dan lebih cepat
kira-kira 2-3 menit dan merupakan tenaga pendorong janin pula. Pada his
dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasakan pula tekanan pada rectum dan
hendak BAB. Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai
membuka, rambut kepala janin mulai tampak, perineum dan anus mulai teregang,
perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka.
( Ilmu Kebidanan, Sarwono hal 194; Ilmu Bedah Kebidanan hal 31 )
Manajemen Kala II
 Penanganan
1. memberikan dukungan terus menerus pada ibu dengan :
- mendampingi ibu agar merasa nyaman
- menawarkan minum, mengipasi, dan memijat ibu
2. menjaga kebersihan diri
- ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar dari infeksi
- jika ada darah lendir atau cairan ketuban segera
dibersihkan
3. mengipasi dam masase untuk menambah kenyamanan bagi ibu

8
4. memberi dukungan mentak untuk mengurangi kecemasan ibu
- menjaga privasi ibu
- penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan
- penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan
keterlibatan ibu
5. mengatur posisi ibu
- jongkok
- menungging
- tidur miring
- setengah duduk
6. menjaga kandung kemih tetap kosong
7. memberikan cukup minum : memberi tenaga, dan mencegah
dehidrasi
 Posisi Ibu saat Meneran
o Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman.
o Ibu dibimbing mengedan selama his, anjurkan ibu untuk
mengambil nafas.
o Periksa DJJ saat kontraksi dan setelah setiap kontraksi untuk
memastikan janin tidak mengalami Bradikardi
 Kelahiran kepala Bayi
o Mintalah ibu mengedan atau memberikan sedikit dorongan
saat kepala bayi lahir.
o Letakkan satu tangan ke kepala bayi agar defleksi tidak
terlalu cepat.
o Menahan perineum dengan 1 tangan lainnya
o Mengusap muka bayi untuk membersihkannya dari kotoran
lendir/ darah.
o Periksa Tali pusat
 Jika tali pusat mengelilingi kepala leher bayi dan
terlihat longgar, selipkan tali pusat melalaui kepala
bayi.

9
 Jika lilitan tali pusat terlalu ketat, tali pusat di klem
pada dua tempat kemudian digunting di antara kedua
klem tersebut, sambil melindungi leher bayi.
 Kelahiran Bahu dan anggota selurunya
o Biarkan kepala bayi berputar dengan sendirinya
o Tempatkan kedua tangan pada sisi kepala dan leher bayi
o Lakukan tarikan lembut ke bawah untuk melahirkan bahu
depan
o Lakukan tarikan lembut keatas untuk melahirkan bahu
belakang
o Selipkan 1 tangan anda ke bahu dan lengan bagian belakang
bayi sambil menyangga kepala dan selipkan satu tangan
lainnya ke punggung bayi untuk mengelurakan tubuh bayi
seluruhnya.
o Letakkan bayi tersebut diatas perut ibunya
o Secara menyeluruh, keringkan bayi, bersihkan matanya, dan
nilai pernafasan bayi.
o Klem dan potong tali pusat
o Pastikan bahwa bayi tetap hangat dan memiliki kontak kulit
dengan dada si ibu. Bungkus bayi dengan kain yang halus
dan kering, tutup dengan selimut, dan pastikan kepala bayi
terlindung dengan baik untuk menghindari hilangnnya panas
tubuh.
(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal hal N15-
17)

Patologi Kala II
 Inertia Uteri Hypotonis dimana kontraksi terkoordinasi tapi lemah. His
kurang sering dan pada puncak kontrkasi dinding rahim masih dapat
ditekan ke dalam. Pasien tidak nyeri dan fetal distress lambat terjadi.
Pengobatan :

10
Jika air ketuban positif maka pengobatan ialah dengan pemecahan ketuban
setelah itu kalau perlu baru diberi pitocin drip, kandung kemih dan rectum
harus dikosongkan.
Apabila belum ada hasilnya setelah istirahat beberapa waktu dicoba lagi,
kalau dalam masa pemberian kedua belum berhasi lakukan SC.
Panggul sempit Absolut tentu terapinya sectio cesarea.
(Obstetri Patologi UNPAD hal 157- 158)

 Prolonged expulsive Phase


o Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa disingkirkan,
berikan infus oksitosin
o Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala
 Jika kepala tidak lebih dari 1/5 diatas simphisis pubis,
lakukan ekstraksi vakum atau cunam.
 Jika kepala antara 1/5-3/5 diatas simphisis pubis lakukan
ekstraksi vakum.
 Jika kepala > 3/5 diatas simphisis pubis lakukan SC.
( Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal hal M-56 )

KALA III
Partus kala III disebut juga kala uri yang dimulai sejak bayu lahir lengkap
sampai plasenta lahir lengkap. Didapat 2 tingkat dalam kelahiran plasenta :
a. melepasnya plasenta dari implantasinya pada dinding uterus
b. pengeluaran plasenta dari dalam kavum uteri.
Pada keadaan normal umumnya plasenta lahir spontan dalam waktu sekitar
6 – 15 menit setelah bayi lahir lengkap dengan keluar spontan atau tekanan pada
fundus uteri.
( Ilmu Kebidanan, Sarwono hal 198; Ilmu Bedah Kebidanan hal 32 )

11
Manajemen aktif kala III
Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu
menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Pentalaksanaan aktif kala
III meliputi :
 Pemberian oksitosin dengan segera
 Pengendalian pada tali pusat
 Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir
Penanganan
 Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga
mempercepat pelepasan plasenta :
– oksitosin dapat diberikan dalam 2 menit setelah kelahiran bayi
– jika oksitosin tidak tersedia, rangsang puting payudara ibu atau
susu kan bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah atau
memberikan ergometrin 0,2mg I.M.
 Lakukan penegangan tali pusat terkendali atau PTT (CCT/Controled Cord
Traction) dengan cara :
– Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simphisis
pubis. Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan
gerakan dorso kranial – ke arah belakang dan ke arah kepala ibu
– tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5-6cm di
depan vulva.
– jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi
kuat (2-3menit)
– selama kontraksi, lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang
terus-menerus, dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus
 PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus
merasakan kontraksi, ibu dapat juga memberi tahu petugas ketika ia
merasakan kontraksi. Ketika uterus sedang tidak berkontraksi, tangan
petugas dapat tetap berada pada uterus, tetapi bukan melakukan PTT.
Ulangi langkah-langkah PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta
terlepas.

12
 Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerkan tangan atau
klem pada tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan
gerakan ke bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan
dapat memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum
jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
 Segera setelah plasenta dan selaputnya di keluarkan, masase fundus agar
menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan
mencegah peradarahan pasca persalinan. Jika uterus tidak berkontraksi
kuat selama 10-15 detik, atau jika perdarahan hebat terjadi, segera
lakuakan kompresi bimanual dalam. Jika atonia uteri tidak teratasi dalam
waktu 1-2 menit, ikuti protokol untuk perdarahan pasca persalinan.
 Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belom juga lahir dalam
waktu 15 menit, berikan oksitosin 10 unit I.M. dosis kedua, dalam jarak
waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama.
 Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam
waktu 30 menit :
– periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika kandung
kemih penuh
– periksa adanya tanda-tanda pelepasan plasenta
– berikan oksitosin 10 unit I.M. dosis ketiga, dalam jarak waktu 15
menit dari pemberian oksitosin dosis pertama
– siapkan rujukan jika tidak ada tanda-tanda pelepasan plasenta
 Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua
robekan pada servik atau vagina atau perbaiki episiotomi.

Kelainan – kelainan yang bisa terjadi pada kala III


 Perdarahan Post Partum
Jika ada perdarahan banyak dalam kala III dan kontraksi rahim kurang
baik, maka segera disuntik pitosin 10 S im, selanjutnya kandung kencing
dikosongkan dan dilakukan massage uterus dan setelah ada tanda-tanda
dan setelah ada tanda-tanda pelepasan placenta, placenta segera dilahirkan
dengan tekanan pada fundus. Jika perdarahan tidak terhenti dan placenta

13
belum lepas juga, maka kalau perdarahan mencapai 400 cc atau
perdarahan dalam sekali maka placenta segera dilepaskan secara manual.
Menurut keadaan pasien diberi infus atau transfuse.
 Retensio Plasenta
Kalau placenta dalam setengah jam setelah anak lahir belum melihatkan
gejala-gejala maka dilakukan pelepasan placenta manual.Tehnik pelepasan
placenta secara manual: alat kemaluan luar pasien didesinfeksi begitu pula
tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung
tangan, maka labia dibeberkan dan tangan masuk secara obstetric ke dalam
vagina. Tangan luar menahan fundus uteri, tangan dalam sekarang
menyusur tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten.
Setelah tangan dalam sampai ke placenta, maka tangan ke pinggir placenta
dan sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian
dengan sisi tangan sebelah kelingking, placenta dilepaskan antara bagian
placenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang
sejajar dengan dinding rahim. Setelah placenta terlepas seluruhnya,
placenta dipegang dan dengan perlahan-lahan di tark keluar.
 Inversio Uteri.
Reposisi dengan narkose sesudah shock teratasi (secara Johnson). Kalau
placenta belum lepas, sebaiknya placenta jangan dilepaskan dulu sebelum
uterus direposisi karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Setelah
reposisi berhasil diberi pitocin drip dan dapat juga dilakukan tamponade
rahim dupaya tidak terjadi lagi inversio. Kalau reposisi manual tidak
berhasil dilakukan reposisi operatif. Cara-caranya abdominal: Haultain,
Huntington. Vaginal: Kustner (fornix posterior), Spinelli (fornix anterior).
Kadang-kadang dipertimbangkan histerektomi.
(Obstetri Patologi UNPAD hal 160- 161)

14
KALA IV
Diagnosis
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu
dan bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang laur biasa-si ibu
melahirkan bayi dari perutnya dan bayi sedang menyesuaikan diri dari dalam
perut ibu ke dunia luar. Petugas atau bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi
untuk memastikan bahwa keduanya dalam kondisi yang stabil dan mengambil
tindakan yang tepat untuk melakukan stabilisasi.
Sebelum meninggalkan wanita postpartum perlu diperhatikan 7 pokok
penting :
1. kontraksi uterus harus baik
2. tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genital lain
3. plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap
4. kandung kencing harus kosong
5. luka pada perineum telah terawat dengan baik dan tidak ada
hematoma
6. bayi dalam keadaan baik
7. ibu dalam keadaan baik
( Ilmu Kebidanan, Sarwono hal 200 )

Manajemen kala IV :
1. periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan 20 – 30 menit selama jam
kedua.
2. periksa rekanan darah, nadi, kandung kemih, dan perdarahan setiap 15 menit
pada jam pertama dan 30 menit selama jam kedua
3. anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi
4. bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering
5. biarkan ibu istirahat. Bantu ibu pada posisi yang nyaman
6. biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi
7. bayi sangat siap segera setelah kelahiran. Hal ini sangat tepat untuk
memberikan ASI

15
8. jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun, pastikan ibu dibantu karena
masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan. Pastikan sudah
buang air kencing dalam 3 jam pascapersalinan
9. ajari ibu atau anggota keluarga tentang :
- bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi
- tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi
(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal hal N-21)
Patologi Kala IV
1. Perdarahan Post Partum
Adalah perdarahan yang melebihi 500 cc dalam 24 jam pertama setelah
anak lahir, biasanya disebabkan adanya jaringan placenta yang tertinggal. HPP
merupakan sebab penting kematian ibu dari sekian banyak kematian yang
disebabkan oleh perdarahan (Placenta aprevia, Solutio Placenta, Kehamilan
Ektopik, Abortus, dan Ruptura Uteri).
Sebab-sebab perdarahan post partum adalah :
a. Perdarahan atonis
Uterus gagal berkontraksi setelah persalinan, timbul pada :
- Bayi kembar besar
- Kehamilan kembar
- Hydramnion

b. Perdarahan karena robekan cervik


Setelah persalinan buatan atau kalau ada perdarahan walaupun
kontraksi uterus baik dan darah yang keluar berwarna merah harus
dilakukan pemeriksaan dengan speculum. Jika ada robekan berdarah dan
robekan yang lebih besar dari 1 cm maka hendaknya robekan itu dijahit.
c. Perdarahan post partum karena sisa placenta
Jika pada pemeriksaan placenta ternyata jaringan placenta tidak
lengkap maka harus dilakukan eksplorasi dari cavum uteri. Potongan-
potongan placenta yang ketinggalan tanpa diketahui biasanya
menimbulkan perdarahan post partum lambat. Kalau perdarahan banyak
hendaknya sisa-sisa placenta segera dikeluarkan walaupun ada demam

16
Perbedaan perdarahan atonis dengan perdarahan karena robekan cervik :
Perdarahan karena atonia Perdarahan karena cervik
a. Kontraksi uterus lemah c. Kontraksi uterus kuat
b. Darah berwarna merah tua d. Darah berwarna merah muda
karena berasal dari vena karena berasal dari arteri
e. Biasanya timbul setelah
persalinan operatif

( Obstetri Patologi, UNPAD hal 231 )

17
DAFTAR PUSTAKA

Bari, Abdul Saifudin Prof dr SpOG. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

Manuaba, Ida Bagus. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga

Berencana. Jakarta : EGC

Sastrawinata,Sulaiman Prof. 1977. Obstetri Patologi. Bandung : Bagian Obstetri

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Wiknjosastro, Hanifa. 2006. ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

18

Anda mungkin juga menyukai