Anda di halaman 1dari 2

Andaikata Semar Benar-benar Mewujud Menjadi Kenyataan Saya mengenal sosok Semar dari pagelaran Wayang Kulit yang

saya pernah tonton semasa kanak-kanak saya. Semar adalah simbol manusia dengan karakter dan kepribadian yang sangat baik, yang sering saya sebut memiliki akhlak terpuji. Jika dibandingkan dengan para tokoh yang ada sekarang, kepribadian Semar merupakan pribadi (manusia) yang langka, luar biasa, Di luar kebiasaan manusia pada umumnya. Tubuh Semar dalam kisah pewayangan -- dilukiskan dengan sebuah paradoks. Semar itu wajahnya digambarkan sudah sangat tua, tetapi ia memelihara kuncung seperti anak-anak. Matanya selalu tampak menangis, namun garis bibirnya menunjukkan kalau ia selalu tertawa. Setiap kali ia berbicara, nada awalnya adalah tertawa tetapi akhir kalimatnya selalu ditandai dengan lenguhan bak orang yang sedang menangis. Semar dalam pagelaran wayang kulit -digambarkan sebagai seorang yang bertubuh gemuk yang selalu berdiri, tetapi sekaligus juga jongkok. Lalu, apa maknanya? Inilah pertanyaan penting saya! Semar dalam setiap penampilannya -- selalu berdiri dengan posisi tangan kanannya ke atas dan tangan kirinya ke belakang. Hal itu bermakna bahwa Semar adalah pribadi yang selalu mengakui Keesaan Tuhan, yang dalam bahsa Islam: bertauhid. Tangan kirinya ke belakang, yang bermakna berserah total dan mutlak serta sekaligus menjadi simbol intelektualitas yang berintegritas, tak berpihak pada siapa pun, selalu berpjak pada nilai kebenaran, namun selalu menyampaikan pesannnya dengan sangat simpatik. Rambut semar kuncung, maknanya hendak mengatakan bahwa ia selalu bertekad untuk menjadi abdi yang selalu membantu dan melayani. Ia, yang sangat disegani oleh Batara Guru, turun ke bumi menjelma sebagai pelayan yang siap dan ikhlas melayani umat dan menjadi penasihat para ksatria agar selalu menjalankan amanahnya sebagai

penguasa atau pejabat yang baik dan taat asas. Dalam ceritera pewayangan, Semar dan anak-anaknya selalu berada bersama para ksatria yang baik dan selalu berusaha mengasuh, mengasah jiwa dan batinnya serta menjaga dari berbuat kekeliruan, anti maksiat, pro kebenaran. Semar tidak pernah semata-mata memberi perintah, tetapi senantiasa memberikan nasihat dan memantau agar nasihatnya dilaksanakan. Walaupun ia seorang yang sangat dihormati oleh para ksatria dan semua orang, dan berilmu sangat tinggi, sama sekali tidak pernah tinggi hati, rendah hati dan menjaga perilaku mulianya. Ia rela dan ikhlas untuk dicemooh dalam statusnya sebagai seorang pelayan. Dari pembahasan mengenai filosofi Semar, sayapun sering merenung dan berandai-andai: Andai para ilmuwan dan orangorang penting yang kini diposikan menjadi pembisik para pejabat di negeri kita ini adalah Semar-semar sejati, yang selalu berkemauan dan berkeberanian untuk mengemban sifat istiqamah, rela untuk menjadi penasihat yang cerdas dan jujur bagi para kstaria di bumi pertiwi, negeri ini insyallh akan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafr. Bukan negerinya orang-orang yang gemar berkawan dengan para setan yang telah dengan sangat setia -- menjadi kroni mereka dalam ruang dan waktu yang tak terbatas, yang para pemimpin dan pembisiknya selalu bisa bermulut manis seolah-olah benar-benar telah berpihak pada rakyatnya, padahal mereka tak sedikit yang bisa tertawa di atas penderitaaan rakyat jelata. Namun, sayang seribu kali sayang, jangankan di belantara hirukpikuk percaturan politik, bahkan di dunia pendidikan yang saya arungi pun, hingga saat ini angan-angan saya ini rasa-rasanya masih menjadi mimpi di siang bolong! Saya pun selalu bertanya di dalam hati kecil saya: Kapan mimpi saya ini, semuanya bisa benar-benar akan terwujud? Wa Allh al-Mustan. Iyyka Nabudu wa Iyyka Nastan.

Anda mungkin juga menyukai