Anda di halaman 1dari 6

Jadilah Pemberani Yang Cerdas

Umar ibn al-Khaththab adalah sosok


pribadi cerdas dan berani. Itulah komentar
para sejarawan, yang dengan objektif
memberikan apresiasi terhadap kepribadian
beliau. Beliau, dengan kepribadiannya itu,
telah memnbuktikan keberhasilannya sebagai
seorang pemimpin sejati, dan layak menjadi
teladan bagi siapa pun yang memahami
artipenting sinergi keberanian dan kecerdasan
dalam memimpin.
Ada sepenggal kisah menarik tentang Umar
ibn al-Khaththab yang sarat ibrah (pelajaran). Di
saat kegelisahan melanda sebagian besar pemuka
Quraisy. Gurat wajah mereka mengeras penuh
beban. Kabar angin bahwa beberapa penduduk
Yatsrib telah masuk Islam dan siap menampung
kaum muslimin membuat mereka tak bisa lagi
terlelap. Belum lagi saat Rasulullah s.a.w. benarbenar menyuruh kaum muslimin untuk berhijrah ke
negeri impian itu, mereka pun meningkatkan
kezaliman, berupa tekanan dan siksaan kepada
kaum muslimin yang tersisa di tanah suci.
Berbondong-bondong, pelan namun pasti, kaum
muslimin berhijrah dari Mekah ke Yatsrib dengan
sembunyi-sembunyi. Dan pasukan Quraisy pun
semakin meningkatkan penjagaan batas kotanya
untuk mengawasi gerah-gerik kaum muslimin pada
saat itu.
Kegelisahan itu tak terbendung lagi saat Umar
ibn al-Khaththab mendeklarasikan niatnya untuk
berhijrah. Pemuda pemberani itu membawa pedang
yang siap dihunuskan setiap saat, lalu melakukan
shalat dan thawaf sejenak di Baitullah, sementara
seluruh mata Quraisy tajam tertuju pada sosok tinggi
Page 1 of 6

besar itu. Usai melakukan thawaf, Umar pun naik ke


atas bukit memandang sekeliling bukit itu dengan
pandangan yang teguh nan angkuh. Ia berseru
lantang menciutkan nyali orang-orang kafir Quraisy.
Ucapannya yang begitu tegas terpampang dalam
catatan
sejarah
orang-orang
pemberani:
Barangsiapa yang menginginkan isterinya menjadi
janda, atau anaknya menjadi yatim, maka temui aku
di balik bukit ini!. Ucapan yang tajam bak pedang
terhunus. Menginjak-injak kesombongan dan harga
diri kafir Quraisy. Tidak pernah terlintas dalam pikiran
mereka, bahwa sosok Umar kini benar-benar
menantang keberanian mereka
Pemuda itu tidak sedang bercanda dengan
ucapannya. Ia tidak menantang dengan sembarang
ucapan. Ia tidak memberi peluang kemenangan. Ia
tidak menantang pada posisi lemah bahkan tidak
pula seimbang. Ia menantang dalam posisi
kemenangan! Karenanya ia memilih kalimat yang
tajam: Barangsiapa yang menginginkan isterinya
menjadi janda, atau anaknya menjadi yatim .. .
Habis sudah kesombongan yang sempat terpatri
dalam barisan Quraisy. Mereka bagaikan kerbau
dicocok hidung. Tak ada respon, tak ada kemarahan.
Bahkan wajah mereka pun seolah tertunduk kalah.
Dan Umar ibn al-Khaththab pun melenggang tenang
ke Madinah. Allhu Akbar.
Umar ibn al-Khaththab adalah seorang
sahabat yang sangat patuh dan mencintai Rasulullah
s.a.w.. Dan, dia dikenal sebagai asy-Syuj (Sang
Pemberani). Tetapi, jangan tergesa menuduh Umar
bin al-Khaththab, sebagai orang yang terkesan
nekad setengah mati. Dan, jangan pula terburuburu -- secara berlebihan -- memuji bahwa ia super
pemberani tanpa strategi. Tidak! Sekali-kali tidak!
Yang selalu dilakukan oleh Umar adalah mengelola
Page 2 of 6

potensi keberanian dengan cerdas. Ia selalu


berstrategi dengan mengukur kemampuan dan
potensi diri. Ia tahu persis kapan harus melakukan
serangan yang tajam- menghujam, sebagaimana ia
juga tahu kapan saat harus mundur teratur
mengganti strategi. Inilah yang dilakukan Umar ibn
al-Khathtahb di medan Hudaibiyah. Saat seribuan
lebih
pasukan
muslim
di
Madinah
hendak
menunaikan umrah di tanah suci, kafir Quraisy pun
bersegera mengancam untuk menahan mereka matimatian. Lalu Rasulullah s.a.w. pun meminta Umar
untuk menjadi utusan resmi, melobi pihak Quraisy
agar membuka pintu Mekah bagi kaum muslimin
yang akan umrah. Namun, kali ini Umar menolak
dengan halus permintaan Rasulullah s.a.w. yang
sangat dihormatinya. Umar merekomendasikan
Utsman bin Affan agar menjadi utusan berikutnya.
Ada
apa
dengan
Umar?
Ke
mana
keberaniannya saat Hijrah seorang diri menantang
seluruh penduduk Quraisy? Apakah keberaniannya
mati suri setelah beberapa tahun menikmati
kenyamanan Madinah? Tidak, sekali-kali tidak. Kali
ini Umar pun sedang memainkan strateginya. Ia
cerdas mengelola keberanian. Ia tidak sedang takut
dan bahkan tidak pernah terbesit dalam hatinya rasa
takut itu. Bagaimana ia bisa takut, sedangkan
Rasulullah s.a.w. saja menggambarkan sosok Umar
ibn al-Khaththab sebagai satu-satunya manusia yang
Jin pun enggan dan jengah berpapasan dengannya?
Lalu apa yang dimaksudkan Umar dengan
penolakannya itu?
Yang terjadi sesungguhnya adalah sebuah
strategi. Keberanian Al-Frq itu tetap utuh pada
tempatnya. Tidak berkurang sedikit pun dalam
dadanya. Ia mundur sejenak karena sebuah strategi.
Ia selalu cerdas mengelola keberanian yang ia miliki.
Page 3 of 6

Mengapa Umar menolak menjadi utusan Rasulullah


s.a.w dan justru merekomendasikan nama Utsman
bin Affan? Kecerdasan Umar dalam mengelola
keberanian bisa kita lihat dalam beberapa hal berikut
ini.
Pertama: Umar sadar dengan potensi dirinya.
Ia bukanlah tipe negosiator yang baik. Ia seorang
yang tegas dan tak terlampau suka berdialog dengan
penentang keberanian. Jika ia menjadi utusan, maka
ia takut akan merusak agenda damai Rasulullah
s.a.w. yang datang ke Mekah untuk sebuah tujuan
ibadah yang begitu mulia. Jadi pada titik ini, ia
merasa bukan orang tepat untuk membawa pesan
kedamaian!
Kedua: Umar bin ibn al-Khaththab lebih
merekomendasikan Utsman, karena Ia tahu persis
bahwa Utsman lebih handal dalam kemampuan lobi
dan agitasi. Bukan itu saja, Umar juga tahu bahwa
Utsman masih memunyai kaki yang kokoh di Mekah;
keluarganya masih tersebar banyak di tanah mulia
itu. Mereka adalah jaminan tidak langsung bagi
keselamatan Utsman saat memasuki wilayah
Quraisy. Berbeda dengan Umar ibn al-Khaththab dari
Bani Adi, yang tak memunyai akses sekuat keluarga
Utsman di Mekah.
Ketiga: Umar menyadari sepenuhnya, bahwa
kepalanya saat ini
sangat berharga
dalam
pandangan orang-orang Quraisy. Umar masuk dalam
kategori the most wanted person bagi keluarga
veteran Badr dari pihak pasukan Quraisy. Betapa
tidak? Ingatan pasukan Quraisy pasti tidak akan
pernah lupa, bagaimana pedang Umar telah banyak
menyambar kepala pemuka-pemuka mereka di
medan
Badar.
Pedang
Umar
telah
banyak
menumpahkan darah yang begitu murah saat itu.
Page 4 of 6

Inilah yang menjadikan gigi mereka selalu


bergemeretak penuh dendam saat mendengar nama
Umar. Umar tahu persis akan hal ini, karenanya ia
mundur sejenak bukan karena penakut. Tapi ia begitu
cerdas tahu kapan saatnya maju dan mundur, dan
tetap dalam keberanian yang kokoh. Umar ibn alKhaththab juga cerdas saat merekomendasikan
nama Utsman, karena Umar tahu bahwa profil
Utsman relatif netral di mata orang-orang Quraisy.
Mereka belum menyimpan amarah dan dendam yang
begitu besar, karena Utsman bin Affan tidak pernah
terlibat dalam pertempuran Badar. Utsman tidak ikutserta mengayunkan pedang bersama kaum muslimin
lainnya di medan Badar, atas perintah Rasulullah
s.a.w. untuk fokus pada perawatan isterinya yang
sedang terbaring sakit parah di Madinah.
Inilah kecerdasan Umar dalam mengelola
keberanian. Ia tahu kapan saatnya tampil
meruntuhkan kesombongan lawan, dan paham
kapan ia harus mundur sejenak menyimpan
keberanian untuk tidak ditampilkan.
Kita pun bisa belajar kepadanya. Setiap diri
kita pasti memunyai potensi keberanian. Setiap hari
keberanian kita akan ditantang dengan berbagai
permasalahan. Keberanian kita akan senantiasa diuji
dengan permasalahan yang kita hadapi dalam
kehidupan ini. Akan ada berbagai pilihan untuk
membuat
keputusan-keputusan
besar
yang
senantiasa menggoda bagi kita untuk menjawabnya
saat ini juga, apakah dengan menampilkan
keberanian begitu saja apa adanya, ataukah
menyimpannya sejenak dengan penuh kecerdasan
dan strategi sebagaimana Umar bin al-Khaththab
mencontohkan?

Page 5 of 6

Semua pasti akan mengalami saat-saat


semacam ini. Para penentu kebijakan selalu saja
dalam posisi yang gamang; Apakah menunjukkan
keberanian
untuk memuaskan
harapan
para
pendukungnya? Agar keberanian itu tetap terjaga
citranya
di
hadapan
teman, keluarga
atau
bawahannya. Ataukah memilih mengelola keberanian
itu dengan cerdas, menyimpannya sejenak, sehingga
seolah terlihat tak ada keputusan yang berani, tetapi
sejatinya yang ada adalah langkah jitu yang akan
membuahkan kemenangan telak dan sekaligus
membungkam lawan! Akhirnya, selamat mengelola
keberanian Anda dengan cerdas.
Jadilah pribadi cerdas dan berani!
(Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Hatta
Syamsuddin, 18/6/2012, 28 Rajab 1433 H., dalam
http://www.dakwatuna.com/2012/06/21122/umar-binkhattab-cerdas-mengelola-keberanian/ )

Page 6 of 6

Anda mungkin juga menyukai