Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase yang rendah. Berdasarkan data laboratorium Patologi Anatomi tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening, dan tumor kulit. Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita karsinoma nasofaring berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973 1976) di antara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Semarang didapatkan 127 kasus karsinoma nasofaring dari tahun 2000 2002. Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara pathology based mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia. Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit- langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak ke lateral maupun ke posterior leher. Oleh karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, sering kali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama. Dengan makin terlambatnya diagnosis maka prognosis ( angka bertahan hidup 5

tahun) semakin buruk. Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari karsinoma nasofaring ini. Penulis berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang dirasakan perlu untuk dipahami melalui tinjauan pustaka dan diharapkan dapat bermanfaat.

1.2. Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui anatomi nasofaring; b. Untuk mengetahui defenisi karsinoma nasofaring; c. Untuk mengetahui epidemiologi karsinoma nasofaring; d. Untuk mengetahui etiologi karsinoma karsinoma nasofaring; e. Untuk mengetahui patogenesis dan patofisiologi karsinoma nasofaring; f. Untuk mengetahui gejala klinis karsinoma nasofaring; g. Untuk mengetahui diagnosis karsinoma nasofaring; h. Untuk mengetahui pemeriksaan radiologis karsinoma nasofaring; i. Untuk mengetahui tatalaksana karsinoma nasofaring; j. Untuk mengetahui prognosis karsinoma nasofaring.

BAB II ISI 2.1. Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral. Batas- batas nasofaring yaitu batas atas (atap) adalah os sphenoid dan sebagian prosessus basilaris, batas anterior adalah koana dan palatum molle, batas posterior adalah vertebra servikal dan batas inferior adalah permukaan atas palatum molle dan berhubungan dengan orofaring.

Batas nasofaring: Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia; Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat subjektif karena tergantung dari palatum durum; Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri; Posterior : - Vertebra cervicalis I dan II Lateral : Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar Mukosa lanjutan dari mukosa atas

- Mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang - Muara tuba eustachii - Fossa rosenmulleri.

Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka nasal inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba eustachius terdapat penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan di belakangnya terdapat suatu lekukan dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum.

Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang menyempitkan muara tuba eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga tengah. Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh lamina faringobasilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini mengandung jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis, kanalis karotis dan kanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan tempat penyebaran tumor ke intrakranial.

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan tertutup bila palatum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata tertentu.

Struktur penting yang ada di Nasopharing:

1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva; 2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan karena cartilago tuba auditiva;

3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan karena musculus levator veli palatine; 4. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius 5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan dari musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeum tuba auditiva terutama ketika menguap atau menelan; 6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi karsinoma nasofaring; 7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasofaring. Disebut adenoid jika ada pembesaran. Sedangkan jika ada inflamasi disebut adenoiditis; 8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus; 9. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing dan oropharing karena musculus sphincterpalatopharing; 10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei.

Fungsi nasofaring: Sebagai jalan udara pada respirasi; Jalan udara ke tuba eustachii; Resonator; Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung.

Anda mungkin juga menyukai