Anda di halaman 1dari 22

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H.

ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pediatric glaucomas merupakan suatu grup penyakit yang heterogen yang dihasilkan dari suatu penyakit intrinsik atau adanya kelainan struktural dari jalur pengaliran cairan aquous (glaukoma primer) atau dari pengaruh kelainan bagianbagian lain di mata (glaukoma sekunder). Variasi dari kelainan sistemik juga berhubungan dengan pediatric glaucomas.1 Insidensi dari glaukoma kongenital primer bervariasi pada populasi yang berbeda, berkisar antara 1 dalam 2.500 sampai 1 dalam 22.000 orang. Glaukoma kongenital primer menyebabkan kebutaan sekitar 2- 15 % dari kasus kasus yang ada. Ketajaman penglihatan kurang dari 20/50 sekurangnya pada 50 % kasuskasus. Kondisi ini bilateral pada sekitar dua pertiga pasien dan terjadi lebih sering pada laki- laki (65 %) dibandingkan perempuan (35 %).1 Glaukoma kongenital primer biasanya muncul pada periode neonatal atau infantil dengan kombinasi beberapa tanda dan gejala. Epiphora, photophobia, dan blepharospasme merupakan trias gejala klinis klasik pada glaukoma kongenital primer. Tanda yang lain termasuk termasuk pengaburan dan pembesaran kornea.1 Jika glaukoma kongenital primer ada pada saat lahir, prognosis untuk kontrol tekanan intraokular dan ketajaman penglihatan biasanya buruk, dengan sekurangnya setengah dari pasien ini akan menjadi buta. Dengan diameter kornea yang lebih dari 14 mm pada saat diagnosis, prognosis penglihatan biasanya jelek. Sampai sekitar 80- 90 % kasus pada grup prognosis baik (onset 3- 12 bulan) dapat dikontrol dengan pembedahan sudut. Sisa 10- 20 % dari kasus- kasus ini, dan banyak dari kasus yang sisa dari glaukoma primer dan sekunder, sering memperlihatkan tantangan seumur hidup.1 Hal inilah yang melatarbelakangi penulis dalam menyelesaikan paper yang berjudul pediatric glaucoma ini.

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

1.2.

Tujuan Tujuan dari penyusunan makalah pediatric glaucomas ini adalah sebagai

berikut: 1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata di RSUP H Adam Malik Medan; 2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca, terutama mengenai pediatric glaucomas.

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Aqueous Humor Patofisiologi glaukoma berputar sekitar dinamika aquous humor. Struktur okular dasar yang terlibat dengannya yakni badan siliaris, sudut ruangan anterior, dan sistem aliran aquous. Badan siliaris merupakan tempat produksi aquous. Sudut ruangan anterior memainkan peran penting dalam proses drainase aquous. Sudut ini berasal dari akar iris, anterior- bagian terbesar dari badan siliaris, taji sklera, anyaman trabekular, dan garis schawalbe (ujung tonjolan dari membran Descemet dari kornea. Lebar sudut bervariasi pada individu yang berbeda dan memainkan peran yang penting dalam patomekanisme dari tipe glaukoma yang berbeda. Secara klinis, struktur sudut dapat dilihat dari pemeriksaan gonioskopik.2

Gambar 2.1 Bagian dari Struktur Okular Anterior Sistem aliran aquous. Di sini termasuk anyaman trabekular, kanal Schlemm, saluran pengumpul, vena pengumpul, dan vena episklera. Anyaman trabekular, merupakan suatu struktur seperti saringan yang terdiri dari 3 bagian, yakni:2 a. Jalinan uveal, ini merupakan bagian yang paling dalam dari anyaman trabekular dan membentang dari akar iris dan badan siliaris menuju garis Schawalbe. Susunan dari pita trabekular uveal menciptakan pembukaan 25- 75 mm. 3

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

b. Jalinan korneoskleral, membentuk bagian dalam yang lebih luas yang terbentang dari taji skleral menuju dinding skleral menuju sulkus sklera. Jalinan ini terdiri dari lembaran trabekula yang berlubang oleh pembukaan pembukaan elips yang lebih kecil daripada yang ada pada jalinan uveal. c. Jalinan jukstakanalikular, membentuk bagian yang paling luar dari jalinan dan terdiri dari selapis jaringan ikat terletak pada setiap sisi endotelium. Bagian yang sempit dari trabekulum ini menghubungkan jalinan korneoskleral dengan kanal Schlemm. Kenyataannya lapisan endotelial yang paling luar dari jalinan jukstakanalikular yang menyatu dengan dinding bagian dalam kanal Schlemm. Bagian dari anyaman trabekular terutama untuk mempertahankan resistensi aliran aquous. Kanal Schlemm, merupakan lapisan endotel yang membentuk saluran oval yang hadir sirkumferensial di sulkus sklera. Sel endotelial dari dinding dalamnya irregular, berbentuk spindle, dan mengandung vakuola- vakuola besar. Dinding luar dari lapisan ini dilapisi oleh sel gepeng halus dan mengandung pembukaan dari saluran pengumpul.2 Saluran pengumpul, juga disebut pembuluh aquous intra skleral, jumlahnya sekitar 25- 35 dan meninggalkan kanal Schlemm pada sudut oblique untuk berakhir pada vena episklera dalam bentuk yang berlapis- lapis.2 Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aquous humor dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Aquous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 L, dan kecepatan pembentukannya, yang memiliki variasi diurnal, adalah 2,5 L/ menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi aquous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.3 Aquous humor diproduksi oleh corpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata depan, aquous humor mengalir melalui pupil ke bilik mata depan lalu ke anyaman trabekular di sudut

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

bilik mata depan. Selama itu, terjadi pertukaran differensial komponenkomponen aquous dengan darah di iris.3 Anyaman trabekular terdiri atas berkas- berkas jaringan kolagen dan elastik yang dibungkus oleh sel- sel trabekular, membentuk suatu saringan dengan ukuran pori- pori yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanal Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman trabekular memperbesar ukuran pori- pori di anyaman tersebut sehingga kecepatan drainase aquous humor juga meningkat. Aliran aquous humor ke dalam kanal Schlemm bergantung pada pembentukan saluran- saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aquous) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil aquous humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke dalam sistem vena corpus ciliaris, koroid, dan sklera (aliran uveaskleral).3 Tahanan utama aliran keluar aquous humor dari bilik mata depan adalah jaringan jukstakanalikular yang berbatasan dengan lapisan endotel kanal Schlemm, dan bukan sistem vena. Namun, tekanan di jaringan vena episklera menentukan nilai minimum tekanan intraokular yang dapat dicapai oleh terapi medis.3

2.2. Definisi Pediatric Glaucomas Pediatric glaucomas merupakan suatu grup penyakit yang heterogen yang dihasilkan dari suatu penyakit intrinsik atau adanya kelainan struktural dari jalur pengaliran cairan aquous (glaukoma primer) atau dari pengaruh kelainan bagianbagian lain di mata (glaukoma sekunder). Variasi dari kelainan sistemik juga berhubungan dengan pediatric glaucomas.1

2.3. Genetika Glaukoma kongenital primer biasanya terjadi secara sporadis, tetapi ini dapat diturunkan sebagai sifat autosomal resesif. Satu gen, CYP1B1, pada pita 2p21, telah menunjukkan penyebab glaukoma kongenital primer. Populasi yang memiliki hubungan darah umumnya memiliki insidensi yang lebih tinggi pada

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

pediatric glaucomas, khususnya pada mereka yang memiliki jumlah gen karier CYP1B1 yang tinggi. Dua lokasi yang lainnya, GLC3B pada 1p36 dan GLC3C pada 14q24.3, juga telah diidentifikasi.1 Glaukoma onset juvenile (remaja) diturunkan secara autosomal dominan dan telah dikaitkan ke GLC1A TIGR/ gen myocilin (MYOC), suatu gen yang juga dikenal bertanggung jawab pada beberapa pasien dewasa yang mengalami glaukoma sudut tertutup.1 Neurokristopati/ sindrom disgenesis segmen anterior (contohnya,

Axenfeld- Rieger) diturunkan secara autosomal dominan. Mutasi menyebabkan kelainan- kelainan dikaitkan dengan PITX2 pada pita 4q25 dan FOXC1 pada 6p25. Defek pada gen PAX6 dapat mengakibatkan aniridia.1 Ketika tak ada riwayat glaukoma kongenital pada keluarga, kemungkinan orang tua yang terkena memiliki anak yang terkena adalah sekitar 2 %. Glaukoma kongenital primer tidak muncul berkaitan dengan glaukoma sudut terbuka primer pada dewasa.1

2.4. Klasifikasi Pediatric Glaucomas Ada beberapa klasifikasi dari pediatric glaucomas, yakni:1 1. Glaukoma kongenital primer; 2. Glaukoma pediatrik sekunder; a. Sekunder dari anomali okular Aniridia Anomali perkembangan segmen anterior b. Sekunder dari penyakit sistemik Sindroma Sturge- Weber Neurofibromatosis Sindroma Lowe c. Sekunder dari mekanisme glaukoma Kelainan yang berhubungan dengan lensa Kelainan segmen posterior Penggunaan obat topiramate (topimax) 6

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

d. Glaukoma sekunder lainnya Glaukoma afakia.

2.5. Glaukoma Kongenital Primer 2.5.1. Defenisi Glaukoma kongenital primer sering juga disebut glaukoma kongenital, atau glaukoma infantil.1

2.5.2.Epidemiologi Insidensi dari glaukoma kongenital primer bervariasi pada populasi yang berbeda, berkisar antara 1 dalam 2.500 sampai 1 dalam 22.000 orang. Glaukoma kongenital primer menyebabkan kebutaan sekitar 2- 15 % dari kasus kasus yang ada. Ketajaman penglihatan kurang dari 20/ 50 dalam sekurangnya dari 50 % kasus- kasus. Kondisi ini bilateral pada sekitar dua pertiga pasien dan terjadi lebih sering pada laki- laki (65 %) dibandingkan perempuan (35 %).1 Meskipun diagnosis dibuat hanya 25 % pada infant terkena yang baru lahir. Onset penyakit terjadi dalam tahun pertama kehidupan lebih dari 80 % kasus. Jika penyakit ini muncul terlambat pada anak- anak (sekitar setelah usia 5 tahun), ini dianggap glaukoma sudut terbuka juvenile primer, suatu penyakit yang muncul yang memiliki asal genetik berbeda dan juga sering berespons terhadap pengobatan yang sama yang digunakan untuk glaukoma sudut terbuka pada dewasa. Glaukoma kongenital primer biasanya muncul pada 3 tahun pertama kehidupan. Kasus ini terjadi bilateral pada 75 % kasus, namun perkembangannya biasanya asimetris.1,4

2.5.3. Patofisiologi Defek patologi dasar pada glaukoma kongenital primer masih

kontroversial. Barkan mula- mula mengajukan membran tipis tak tembus yang menutupi sudut ruang anterior dan memblok aliran cairan aquous; namun, asal dari obstruksi sekarang diduga adalah anyaman trabekular itu sendiri. Penyakit ini kemungkinan menggambarkan suatu abnormalitas perkembangan dari jaringan

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

ruang anterior yang didapat dari sel saraf crest, dengan kelainan yang terjadi selama perkembangan embriogenik lanjut.1

2.5.4. Manifestasi Klinis Glaukoma kongenital primer biasanya muncul pada periode neonatal atau infantil dengan kombinasi beberapa tanda dan gejala. Epiphora, photophobia, dan blepharospasme merupakan trias gejala klinis klasik pada glaukoma kongenital primer. Tanda yang lain termasuk termasuk pengaburan dan pembesaran kornea.1,3 Edema kornea didapat dari peningkatan tekanan intraokular dan dapat timbul perlahan atau tiba- tiba. Edema kornea sering memperlihatkan tanda pada bayi yang berusia di bawah 3 bulan. Edema mikrositik biasanya melibatkan pertama kali pada epitel kornea, namun dapat melebar hingga terkena pada bagian stroma, sering disertai satu atau lebih garis kurva yang membelah membran Descemet (Haab striae). Walaupun edema dapat berkurang dengan penurunan tekanan intraokular, scar (bekas) akan tetap tinggal permanen di asal dari Haab striae. Photophobia, epiphoria, dan blepharospasme dihasilkan dari cahaya terang dan kelainan epitelial dihubungkan dengan edema kornea dan opasifikasi.1 Pembesaran kornea terjadi dengan peregangan secara perlahan sebagai hasil dari peningkatan tekanan intraokuler. Diameter kornea bayi normal yang baru lahir adalah 9,5- 10,5 mm; diameter yang lebih dari 11,5 mm dicurigai sebagai glaukoma. Setelah 1 tahun, diameter kornea normal adalah 10,0- 11,5 mm; diameter yang lebih dari 12,5 mm menunjukkan adanya kelainan. Glaukoma harus dicurigai pada anak- anak dengan diameter kornea lebih dari 13,0 mm.1 Tanda dan gejala yang digambarkan untuk glaukoma kongenital primer dapat juga terjadi pada infant (bayi) dengan bentuk lainnya dari glaukoma, yang meningkatkan tekanan intraokular, karena peningkatan tekanan intraokular menghasilkan banding.1 efek yang sama. Kondisi non-glaukomatosa dapat juga

mengakibatkan beberapa tanda dan gejala yang akan disampaikan pada diagnosis

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

2.5.5. Diagnosis Pemeriksaan optalmologi yang lengkap pada setiap anak yang dicurigai glaukoma adalah sangat penting. Penglihatan biasanya lebih buruk pada mata yang terkena pada kasus unilateral dan mungkin buruk pada kedua mata ketika glaukoma terjadi bilateral. Kemampuan anak untuk memperbaiki dan mengikuti adanya nistagmus sebaiknya dicatat. Refraksi, apabila memungkinkan sering mengungkapkan myopia dan astigmatisma dari pembesaran mata dan irregularitas kornea.1 Inspeksi Kornea Kornea sebaiknya diperiksa ukurannya, kejernihan, dan Haab striae. Pengukuran yang hati- hati dapat mengungkapkan perbedaan 0,5 mm pada diameter kornea di antara mata. Haab striae terbaik dilihat pada refleks merah setelah dilatasi pupil.1 Tonometri dan tekanan intraokular Tekanan intraokular terbaik diukur menggunakan anastesi topikal pada pasien anak yang tidak kooperatif. Jika anaknya tidak mau tenang, tekanan intraokular dapat meningkat (salah). Hal ini merupakan pengaruh yang tidak dapat diprediksi (biasanya menurun) ketika sedasi sistemik dan anastesi diberikan. Suatu teknik yang berguna adalah untuk membawa anak menjadi sedikit lapar dan kemudian diberikan botol susu pada saat pemeriksaan pengukuran.1,5 Tekanan intraokular yang normal pada bayi dan anak kecil adalah lebih rendah dari nilai normal tekanan intraokular pada orang dewasa; rata- rata tekanan intraokular adalah di antara 10 hingga 12 mmHg pada bayi yang baru lahir, dan akan mencapai sekitar 14 mmHg pada usia 7- 8 tahun. Pada glaukoma kongenital primer, tekanan intraokular biasanya lebih dari 20 mmHg meskipun sedang diberikan anastesi. Pembacaan tekanan intraokular yang tidak simetris pada anak yang diam atau anak yang diberikan anastesi seharusnya meningkatkan kecurigaan glaukoma pada mata dengan tekanan intraokular yang lebih tinggi.1 Penebalan kornea sentral Pachymeter portable dapat digunakan untuk mengukur penebalan kornea sentral, yang biasanya meningkat pada bayi yang glaukoma. Penebalan kornea

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

sentral mempengaruhi pengukuran tekanan intraokular, tetapi belum ada data yang cukup untuk menggambarkan kuantitas pengaruh ini.1

Gambar 2.2 Pemeriksaan pada Bayi Berusia 3 Bulan dengan Bupthalmus Dibawah Pemberian Anastesi Pemeriksaan segmen anterior Slit lamp portable memungkinkan inspeksi yang detail dari segmen anterior. Ruangan anterior yang abnormal kedalamannya dan hipoplasia stroma iris perifer yang relatif adalah temuan yang sering pada glaukoma kongenital primer.1 Gonioskopi memberikan informasi yang penting termasuk mekanisme glaukoma. Ini baik dilakukan dengan penggunaan goniolens dan portable slit lamp atau lup. Sudut ruangan anterior pada bayi yang normal berbeda dari orang yang dewasa dalam hal:1 Anyaman trabekular lebih berpigmentasi Garis schwalbe sering kurang berbeda

10

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

Anyaman trabekular translusen sehingga persambungan antara taji sklera dan badan siliaris sering tak dapat terlihat dengan baik.

Pada glaukoma kongenital primer, iris sering menunjukkan penyisipan yang lebih dalam daripada sudut yang seharusnya normal, dan kejernihan dari jalinan uvea dipengaruhi, mengakibatkan pita badan siliaris, anyaman trabekular, dan taji sklera tak dapat dibedakan. Membran tersebut digambarkan oleh Barked mungkin terdapat dalam jalinan sel trabekular. Batas bergigi dari epitel iris berpigmen sering tak kelihatan, khususnya ketika hipoplasia stroma iris perifer ada. Pada kontras, sudut biasanya terlihat normal pada glaukoma sudut terbuka juvenile.1 Pemeriksaan saraf optik Saraf optik, jika tampak, biasanya menunjukkan suatu peningkatan cupdisc ratio. Pola dari pembesaran yang menyeluruh dari mangkuk optik dilihat dalam pasien yang sangat muda dengan glaukoma dikaitkan dengan peregangan kanalis optikus dan terbaliknya lamina cribosa. Dalam kebanyakan kasus glaukoma kongenital primer, disc-cup ratio lebih dari 0,3; dalam kontras disc-cup ratio mata bayi baru lahir kurang dari 0,3. Asimetris cup-disc lebih dari 0,2 di antara dua mata juga menjadi dugaan untuk glaukoma pada bagian yang bermangkuk. Pada anak kecil, pembalikan saraf optik dapat terjadi setelah pembedahan sukses dan menurunnya tekanan intraokular.1 Panjang axial Pengukuran serial dari panjang axial adalah berguna untuk memonitor perjalanan penyakit pada mata anak (bayi). Pertumbuhan yang berlebih pada satu mata, khususnya jika dibandingkan dengan mata seusianya, dapat menjadi indikator bahwa kontrol tekanan intraokular pada mata tidak adekuat. Dokumentasi potografi dari diskus optik bermamfaat bagi beberapa pasien pediatric glaucomas. Dokumen ultrasonografi merekam progresi dari glaukoma dengan merekam peningkatan panjang axial. Mengikuti penurunan tekanan intraokular, peningkatan panjang axial bisa kembali (reversibel) minimal, tetapi pembesaran kornea tidak dapat berkurang. 1,6

11

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

2.5.6. Perjalanan Alamiah Pada kebanyakan kasus glaukoma kongenital primer yang tidak diobati, penyakit akan berlanjut menjadi kebutaan. Kornea menjadi opaque irreversibel dan mendapat vaskularisasi. Hal ini dapat berlanjut lebih luas lagi selama 2- 3 tahun pertama kehidupan, mencapai diameter hingga 16- 17 mm. Karena pintu masuk mata yang luas, pseudoproptosis dan gambaran ox eye (bupthalmos) dapat terjadi. Penipisan sklera dan perubahan fundus myopia dapat terjadi, dan dislokasi lensa spontan dapat juga terjadi. Kerusakan saraf optik berjalan progresif, memicu terjadinya kebutaan sempurna.1

2.5.7. Diagnosis Banding Diagnosis banding dari tanda- tanda pada glaukoma kongenital primer adalah sebagai berikut:1,6 a. Kondisi yang memperlihatkan tanda- tanda epiphora dan mata merah; Konjungtivitis Obstruksi duktus nasolakrimalis kongenital Defek atau abrasi epitel kornea Inflamasi okular (uveitis, trauma)

b. Kondisi yang memperlihatkan tanda tanda edema kornea atau opasifikasi; Distrofi kornea Distrofi endotelial kongenital herediter Distrofi polimorfosa posterior Trauma lahir obstetrik dengan telinga Descemet Storage disease Mukopolisakaridosis Sistinosis Kelainan kongenital Sklerokornea Kelainan Peters Keratitis Keratitis rubella maternal 12

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

Herpes Phlyctenular Idiopatik

c. Kondisi yang memperlihatkan tanda pembesaran kornea; Myopia axial Megalokornea

d. Kondisi yang memperlihatkan tanda penekanan saraf optikus (nyata atau semu). Penekanan saraf optik fisiologis Koloboma saraf optik Atrofi optikus Hipoplasia saraf optik Malformasi saraf optik

2.6. Glaukoma Pediatrik Sekunder Semua tipe lainnya dari glaukoma disebut glaukoma sekunder, disebabkan oleh anomali okular lainnya atau berkaitan dengan kondisi sitemik ataupun trauma.1 2.6.1. Sekunder dari Anomali Okular a. Aniridia Aniridia terjadi bilateral, kondisi kongenital dikarakteristikkan dengan sedikit atau tidak adanya iris. Glaukoma terjadi sering pada jenis kelainan ini.1 b. Anomali Perkembangan Segmen Anterior Anomali perkembangan segmen anterior (juga dikenal dengan disgenesis segmen anterior) termasuk anomali/ sindrom Axenfeld-Rieger, Anomali Peters, dan sklerokornea. Spektrum dari kelainan ini melibatkan kelainan dalam perkembangan dari segmen anterior. Glaukoma terjadi lebih dari 50 % pada pasien yang memiliki kelainan ini.1

13

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

2.6.2. Sekunder dari Penyakit Sistemik a. Sindrom Sturge- Weber Sindrom Sturge- Weber juga dikenal sebagai angiomatosis ensepalotrigeminal, merupakan suatu phakomatosis yang melibatkan warna merah tua pada wajah (nevus flammeus), kalsifikasi intrakranial, dan glaukoma. Adanya gambaran warna merah tua pada kelopak mata, khususnya jika kedua kelopak mata atas dan bawah terlibat, dikaitkan dengan glaukoma. Glaukoma dapat terjadi dengan tidak adanya gejala lainnya pada sindroma Sturge- Weber.1,7 b. Neurofibromatosis Glaukoma yang berhubungan dengan neurofibromatosis 1 (NF1) dapat terjadi bilateral ataupun unilateral.1,7 c. Sindrom Lowe Sindrom Lowe (sindroma okuloserebrorenal) adalah suatu kelainan tertaut kromosom X yang timbul dengan glaukoma yang hidup berdampingan dan katarak disciform bilateral. Anak dengan sindrom Lowe mengalami disfungsi tubulus renalis yang progresif dan retardasi mental.1

2.6.3. Sekunder dari Mekanisme Glaukoma a. Kelainan yang Berkaitan dengan Lensa Ada beberapa kelainan, seperti: sindrom Marfan, homosistinuria, Weill- Marchesani, mikrosferofakia.1 b. Kelainan Segmen Posterior Vaskulatur siliaris.1 c. Penggunaan Obat Topiramate Pengobatan ini, yang sering digunakan untuk mengontrol kejang, dapat mengakibatkan glaukoma sudut tertutup akut, yang biasanya bilateral dikarenakan efusi siliaris. Iridektomi perifer tidak efektif untuk fetal persisten; retinopati oleh prematuritas;

vitreoretinopati eksudatif familial; tumor retina, iris, ataupun badan

14

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

pengobatan glaukoma sudut tertutup ini, tetapi penghentian terhadap pengobatan ini ada.1

2.6.4. Glaukoma Sekunder lainnya Glaukoma afakia Glaukoma afakia adalah penyebab umum glaukoma sekunder pada anak- anak. Insidensi glaukoma afakia sudut terbuka setelah pembuangan berbagai katarak kongenital dari 15- 50 % atau lebih tinggi. Glaukoma afakia paling sering berkembang beberapa tahun setelah pembedahan katarak, meskipun hal ini dapat terjadi dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan dari waktu pembedahan dan meninggalkan sebagai faktor resiko seumur hidup. Akibatnya, pasien ini membutuhkan pemeriksaan optalmologi yang reguler.1 Mekanisme terjadinya glaukoma afakia masih belum jelas. Sudutnya biasanya terbuka pada gonioskopi; aliran jalur dipengaruhi oleh beberapa kombinasi perkembangan yang abnormal dari sudut ruangan anterior, pembedahan awal, dan barangkali dugaan dari mata bayi yang dibedah memicu terjadinya inflamasi, hilangnya bantuan lensa, atau faktor vitreous. Anak- anak yang memiliki resiko tinggi berkembangnya glaukoma afakia adalah mereka yang pernah melakukan pembedahan sewaktu infant (bayi), dan resiko itu muncul paling tinggi pada pasien dengan mikro kornea. Karena kebanyakan anak- anak dengan katarak ini sudah dibedah pada saat infant (bayi), tidak jelas apakah usia menjadi faktor resiko independen.1 Glaukoma sudut tertutup akut ataupun sub-akut dengan iris bombe adalah bentuk yang jarang dari glaukoma afakia. Meskipun ini biasanya terjadi segera setelah pembedahan, onset nya dapat terlambat sampai setahun atau lebih. Diagnosis sebaiknya dibuat dengan slit lamp, tetapi ini dapat sulit dilakukan pada anak- anak kecil. Pengobatan terdiri dari vitrektomi anterior untuk mengurangi blokade pupil, biasanya dengan bedah iridektomi dan goniosinekialisis.1

15

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

2.7.Terapi Dalam hal pengobatan, penting diketahui dua tipe glaukoma pada anak: (1) glaukoma kongenital primer (infantil) dan (2) di luar dari semuanya. Glaukoma kongenital primer biasanya efektif diterapi dengan pembedahan sudut (goniotomi atau trabekulotomi). Meskipun pembedahan sudut dapat digunakan pada beberapa glaukoma pediatrik sekunder, seperti sindroma Axenfeld-Rieger, sindroma Sturge-Weber, dan aniridia, hasil dari pembedahan pada keadaankeadaan ini biasanya kurang berhasil. Pengobatan pada glaukoma sekunder pada anak- anak sama dengan pengobatan glaukoma sudut terbuka atau glaukoma sekunder pada dewasa. Terapi medis (obat) dapat dicoba setelah pembedahan sebelumnya.1

2.7.1. Terapi Bedah Intervensi bedah merupakan pilihan pengobatan untuk glaukoma kongenital primer yang muncul pada bayi dan anak- anak. Pembedahan sudut merupakan pilihan intervensi pembedahan, di bawah visualisasi gonioskopi langsung, sepanjang anyaman trabekular. Pada trabekulotomi, pendekatan eksternal digunakan untuk mengidentifikasi, kanulasi, dan kemudian

menghubungkan kanal Schlemm dengan ruangan anterior sepanjang insisi anyaman trabekular dari arah luar ruangan anterior. Suatu modifikasi dari tekhnik ini menggunakan benang jahit 6-0 Prolene untuk kanulasi dan membuka kanal Schlemm untuk jalan masuknya 360 derajat dalam sekali pembedahan. Jika kornea jernih, baik goniotomi atau trabekulotomi dapat dilakukan pada saat pembedahan. Jika gambaran sepanjang kornea memungkinkan, trabekulotomi ataupun gabungan trabekulotomi- trabekuloktomi dapat dilakukan.1,8,9 Sekitar 80 % anak kecil dengan glaukoma kongenital primer muncul dari usia 3 bulan sampai 1 tahun, tekanan intraokular dikontrol dengan pembedahan satu atau dua sudut. Jika prosedur yang pertama tidak cukup, sekurangnya pembedahan tambahan satu sudut dilaksanakan sebelum prosedur yang berbeda dilakukan.1

16

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

Untuk anak- anak yang pembedahan sudut nya tidak berhasil atau tidak diindikasi (pada kebanyakan glaukoma sekunder), dan terapi medis tidak adequate, pilihan tambahan tersedia, termasuk trabekuloktomi dengan atau tanpa terapi antimetabolit (contohnya, mitomycin C [MMC]), prosedur implant glaukoma, atau prosedur cycloablative.1 Trabekuloktomi dengan penggunaan MMC berhasil sekitar 50- 95 % pada anak- anak. Rata- rata keberhasilan yang dilaporkan bervariasi tergantung pada karakteristik pasien dan mata dan biasanya menurun dengan peningkatan follow up panjang. Pasien yang lebih muda dari 1 tahun dan mereka yang afakia lebih cenderung gagal. Meskipun rata- rata keberhasilan trabekuloktomi dapat ditingkatkan dengan penggunaan anti metabolit seperti MMC, resiko jangka panjang adanya kerobekan, kehancuran, dan infeksi juga meningkat. Komplikasi ini membuat beberapa ahli bedah lebih berhati- hati tentang penggunaan MMC selama trabekulektomi. 1 Kesuksesan yang telah dilaporkan dari pembedahan implan glaukoma dari implan Molteno, Baerveldt, dan Ahmed bervariasi di antara 54 % dan kira- kra 80- 85 %. Walaupun kebanyakan dari anak- anak ini harus mengingat terapi tambahn medis topikal untuk mengontrol tekanan intraokular setelah

pembedahan, lepuhannya lebih tebal dan bisa cenderung robek dan infeksi daripada pasien- pasien yang telah mendapatkan MMC selama trabekuloktomi. Komplikasi yang mungkin termasuk, gagal shunt, erosi dan migrasi tabung, robekan kornea, katarak, strabismus restriktif, dan endoptalmistis.1

2.7.2. Terapi Obat a. Pengobatan Topikal Terapi penyekat beta topikal telah digunakan pada anak- anak selama lebih dari 30 tahun. Ini biasanya menurunkan tekanan intra okular 20- 30 %. Penyekat beta sekarang tersedia penggunaannya di United Stated yakni timolol maleate, betaxolol hydrochloride, levubunalol, timolol hemilhydrate, metipranolol, dan carteolol. Resiko utama dari terapi ini adalah distress pernafasan yang disebabkan

17

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

oleh apneu atau bronkospasme dan bradikardia, yang terjadi kebanyakan pada bayi yang baru lahir dan pada anak dengan riwayat bronkospasme. 1,9 Betaxolol merupakan antagonis kardioselektif B1 dengan efek samping pulmonal dan sistemik yang sedikit, meskipun efek penurunan tekanannya dapat kurang dibandingkan dengan agen yang non- selektif. Timolol (ataupun persamaannya) atau betaxolol biasanya digunakan pada saat kekuatan 0,25 % dua kali sehari untuk terapi awal. Oklusi nasolakrimalis pada saat pemberian tetesan dapat meningkatkan keberhasilan obat dan menurunkan efek samping sistemik.1 Carbonic Anhydrase Inhibitors (CAIs) topikal, yakni dorzolamide 2 % dan brinzolamide 1% tersedia sebagai solusi. Penelitian menggunakan CAIs 3 kali sehari mengindikasikan bahwa obat ini efektif pada anak- anak, meskipun obat ini menghasilkan penurunan yang lebih kecil pada tekanan intraokular (< 15%). Tidak ada peningkatan penggunaan CAIs topikal pada anak yang sudah memakan CAIs oral.1 Kombinasi antagonis beta- CAI menggabungkan timolol dan dorzolamide dalam satu bentuk tetes mata tunggal. Ini telah digunakan secara efektif ketika dipakai dua kali sehari pada anak- anak yang membutuhkan terapi gabungan untuk mengontrol tekanan intra okular.1 Analog prostaglandin latanoprost 0,005% dan travopost 0,004 % dan prostamide bimatoprost 0,03% telah menunjukkan keberhasilan pada beberapa pasien pediatrik. Efek samping termasuk peningkatan pigmentasi iris dan pertumbuhan.1 b. Pengobatan Oral Carbonic anhydrase inhibitors (CAIs) contohnya, acetazolamide,

methazolamide dapat digunakan efektif pada anak, khususnya untuk menunda dilakukan pembedahan. Kegunaan dari CAIs oral dapat dikurangi oleh efek samping sistemik, termasuk penurunan berat badan, letargi, dan asidosis metabolik.1,10

18

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

2.8. Prognosis dan Follow- up Jika glaukoma kongenital primer ada pada saat lahir, prognosis untuk kontrol tekanan intraokular dan ketajaman penglihatan biasanya buruk, dengan sekurangnya setengah dari pasien ini akan menjadi buta. Dengan diameter kornea yang lebih dari 14 mm pada saat diagnosis, prognosis penglihatan biasanya jelek. Sampai sekitar 80- 90 % kasus pada grup prognosis baik (onset 3- 12 bulan) dapat dikontrol dengan pembedahan sudut. Sisa 10- 20 % dari kasus- kasus ini, dan banyak dari kasus yang sisa dari glaukoma primer dan sekunder, sering memperlihatkan tantangan seumur hidup.1 Menurunnya penglihatan pada glaukoma anak multifaktorial. Ini dapat dihasilkan tidak hanya dari bekas luka kornea dan opasifikasi atau rusaknya saraf optik tetapi juga dari astigmatisma myopia yang signifikan dan berkaitan dengan anisometropik dan strabismus amblyopia, khususnya pada kasus yang unilateral. Myopia terjadi karena pembesaran axial mata dikarenakan tingginya tekanan intraokular; astigmatisma terjadi karena perluasan yang tidak sama dari luka segmen anterior kornea. Pengobatan yang hati- hati dari kesalahan refraksi dan amblyopia dibutuhkan untuk mengoptimalkan hasil.1 Semua kasus pada glaukoma anak, baik yang dicurigai maupun yang sudah dikomfirmasi glaukoma, membutuhkan follow up yang rajin. Setelah pemberian intervensi pembedahan atau berubah dalam terapi medis, kontrol dari tekanan intraokular sebaiknya dinilai dalam beberapa minggu. Pemeriksaan di bawah sedasi ataupun anastesi sering dibutuhkan untuk pemeriksaan yang akurat. Tekanan intraokular sebaiknya tidak dianggap sebagai temuan yang terpencil namun digabungkan dengan pengukuran yang lainnya yang diperoleh dari pemeriksaan, termasuk kesalahan refraksi (diukur secara serial), diameter kornea, panjang axial, dan ratio cup-disc.1

19

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

BAB 3 KESIMPULAN

3.1.

Kesimpulan 1. Pediatric Glaucomas merupakan suatu grup penyakit yang heterogen yang dihasilkan dari suatu penyakit intrinsik atau adanya kelainan struktural dari jalur pengaliran cairan aquous (glaukoma primer) atau dari pengaruh kelainan bagian- bagian lain di mata (glaukoma sekunder). 2. Glaukoma kongenital primer biasanya terjadi secara sporadis, tetapi ini dapat diturunkan sebagai sifat autosomal resesif. Satu gen, CYP1B1, pada pita 2p21, telah menunjukkan penyebab glaukoma kongenital primer. Populasi yang memiliki hubungan darah umumnya memiliki insidensi yang lebih tinggi pada pediatric glaucomas, khususnya pada mereka yang memiliki jumlah gen karier CYP1B1 yang tinggi. Dua lokasi yang lainnya, GLC3B pada 1p36 dan GLC3C pada 14q24.3, juga telah diidentifikasi. 3. Ada beberapa klasifikasi dari pediatric glaucomas, yakni: (1) Glaukoma kongenital primer, (2) Glaukoma pediatrik sekunder. Glaukoma pediatrik sekunder ada beberapa, yakni: (a) Sekunder dari anomali okular (Aniridia, anomali perkembangan segmen anterior), (b) Sekunder dari penyakit sistemik (Sindrom Sturge-Weber, neurofibromatosis, sindrom Lowe, (c) Sekunder dari mekanisme glaukoma (Kelainan yang berhubungan dengan lensa, kelainan segmen posterior, penggunaan obat topiramate, (d) Glaukoma sekunder lainnya (Glaukoma afakia). 4. Glaukoma kongenital primer biasanya muncul pada periode neonatal atau infantil dengan kombinasi beberapa tanda dan gejala. Epiphora, photophobia, dan blepharospasme merupakan trias gejala klinis klasik pada glaukoma kongenital primer. Tanda yang lain termasuk termasuk pengaburan dan pembesaran kornea. 5. Untuk mendiagnosa pediatric glaucomas diperlukan beberapa

pemeriksaan, yakni: inspeksi kornea, tonometri dan tekanan intraoklular,

20

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

ketebalan kornea sentral, pemeriksaan segmen anterior, pemeriksaan saraf optik, dan panjang axial. 6. Dalam hal pengobatan, penting diketahui dua tipe glaukoma pada anak: (1) glaukoma kongenital primer (infantil) dan (2) di luar dari semuanya. Glaukoma kongenital primer biasanya efektif diterapi dengan pembedahan sudut (goniotomi atau trabekulotomi). Meskipun pembedahan sudut dapat digunakan pada beberapa glaukoma pediatrik sekunder, seperti sindrom Axenfeld- Rieger, sindrom Sturge-Weber, dan aniridia, hasil dari pembedahan pada keadaan- keadaan ini biasanya kurang berhasil. 7. Jika glaukoma kongenital primer ada pada saat lahir, prognosis untuk kontrol tekanan intraokular dan ketajaman penglihatan biasanya buruk, dengan sekurangnya setengah dari pasien ini akan menjadi buta.

21

PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Dewi Putri Rejekinta Berutu NIM : 080100134

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. 2011. Pediatric Opthalmology and Strabismus, in Basic and Clinical Science Course, Section 6, 2011: 233- 243. 2. Khurana, AK. Glaukoma. Comprehensive Ophthalmology Ed. 4, 2007: 205213. 3. Salmon, JF. 2000. Glaukoma . In Vaughan D, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum Ed. 17: 224-227. 4. Kanski, JJ. 2010. Signs in Ophthalmology, Causes and Differential Diagnosis, First Edition: Mosby Elsevier. 5. Schlote, T, et all. 2006. Pocket Atlas of Ophthalmology. 155- 157. American Academy of Ophthalmology. 2011. Glaucoma, in Basic and Clinical Science Course, Section 10, 2011, p155- 164. 6. Olver J, Cassidy L. Ophthalmology at A Glance, Blackwell Publishing, 2005: 78-79. 7. James B, et all. 2003. Lectures Note On Ophthalmology, Ninth Edition. Blackwell Publishing: 112-113. 8. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach, Sixth Edition, Oxford, 2007: 428- 438. 9. Duvall B, Kershner R. Ophthalmic Medications and Pharmacology, Second Edition. Slack Incorporated: 89-102

22

Anda mungkin juga menyukai