Anda di halaman 1dari 10

AKUNTANSI SYARIAH Belakangan ini ada suatu peningkatan kepentingan terhadap kajian bidang akuntansi menuju akuntansi dalam

perspektif Islami atau akuntansi syariah. Salah satu aspek yang mendorongnya adalah dengan munculnya sistem perbankan syariah. Di pihak lain, aspek- aspek akuntansi konvensional tidak dapat diterapkan pada lembaga yang menggunakan prinsip-prinsip Islam, baik dari implikasi akuntansi maupun akibat ekonomi. Oleh karena itu, perlu adanya standar akuntansi yang cocok bagi bank syariah. Hal ini juga didorong oleh kebutuhan akan rasionalitas kerangka konseptual pelaporan keuangan bank syari'ah. Beberapa isu lain yang mendorong munculnya akuntansi syariah adalah masalah harmonisasi standar akuntansi internasional di negara-negara Islam, usulan pemformatan laporan badan usaha Islami, dan kajian ulang filsafat tentang konstruksi etika dalam pengetahuan akuntansi serta penggunaan syariah sebagai petunjuk dalam pengembangan teori akuntansi sampai pada masalah penilaian (aset) dalam akuntansi. Suatu kajian ulang mengenai literatur akuntansi syariah menyoroti beberapa kelemahan yang ada, diantaranya berkaitan dengan beberapa hal yang nampak dalam perbankan syariah. Namun ini gagal untuk mengenal hambatan politik dan ekonomi yang ada dalam pengembangan akuntansi syariah. Di samping itu mengabaikan pembahasan tentang peranan akuntansi dari perspektif Islam baik pada tataran mikro maupun makro. Selanjutnya, dan mungkin merupakan hal yang sangat penting, adalah bahwa dalam pengembangan kerangka konseptual yang "koheren" untuk akuntansi syariah merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, termasuk masalah penilaian aset dalam akuntansi syariah. Oleh karena itu, artikel ini memberikan argumentasi bahwa penyesuaian dan modifikasi akuntansi konvensional yang didasarkan pada nilai-nilai Barat, yang tidak cocok dengan nilai Islam, perlu dibangun kerangka konseptual akuntansi syariah jika akuntansi tersebut dapat diterima sebagai suatu paradigma baru dalam bidang akuntansi.

Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan

pengukuran atas berbagai transaksi dan dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa. Menurut Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul On Islamic Accounting, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada konsep Akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu hanief yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan

mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Allah SWT. Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya. Akuntansi dikenal sebagai sistem pembukuan double entry. Menurut sejarah yang diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku Teori Akuntansi, disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita dengan memuat satu bab mengenai Double Entry Accounting System. Dengan demikian mendengar kata Akuntansi Syariah atau Akuntansi Islam, mungkin awam akan

mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa hal itu sangat mengada-ada. Namun apabila kita pelajari Sejarah Islam ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh

para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan hafazhatul amwal (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsifungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya 1. Dasar Hukum Akuntansi Syariah Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut. 2. Sekilas Tentang Akuntansi Syariah Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang

dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita

harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syuara ayat 181-184 yang berbunyi:Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu. Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis

dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta buktibuktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing. Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut tabayyun sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa ayat 35 yang berbunyi: Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan

timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. 3. Tujuan Akuntansi Syariah Menurut Adnan (2005), tujuan akuntansi dapat dibuat dalam dua tingkatan. Yang pertama adalah tingkatan ideal, dan yang kedua adalah tingkatan praktis. Pada tingkatan ideal maka semestinya yang menjadi tujuan ideal laporan keuangan adalah pertanggungjawaban muammalah kepada Sang Pemilik yang hakiki, Allah SWT. Dimana hal tersebut ditransformasikan dalam bentuk pengamalan apa yang menjadi sunnah dan syariah-Nya. Dengan kata lain, akuntansi harus terutama berfungsi sebagai media penghitungan zakat karena merupakan bentuk manifestasi kepatuhan seorang hamba atas perintah Sang Empunya. Sedangkan pada tataran pragmatis barulah diarahkan kepada upaya untuk menyediakan informasi kepada stakeholder dalam mengambil keputusankeputusan ekonomi. Menurut Syahatah, seperti yang dikutip oleh Kusmawati (2005), selain memiliki tujuan utamanya yakni media penghitungan zakat, tujuan akuntansi syariah dapat didampingi oleh tujuan-tujuan praktis yang tentu saja tidak bertentangan dengan syari ah, diantaranya: memelihara harta; membantu dalam pengambilan keputusan; menentukan dan menghitung hak-hak mitra berserikat; menentukan imbalan, balasan, atau sanksi.

4. Persamaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut: a. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi; b. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan; c. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal; d. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang; e. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);

f. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan; g. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan. 5. Perbedaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku PokokPokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut: a. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas; b. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang; c. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagai sumber harga atau nilai; d. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta

mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko; e. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram,

sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal; f. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.

Perbedaan prinsip Yang Melandasi Akuntansi syariah dan Konvensional Akuntansi Konvensional Pemisahan antara bisnis dan pemilik Kelangsungan hidup secara terus menerus,yaitu didasarkan pada realisasi keberadaan aset Tidak dapat menunggu sampai akhhir kehidupan perusahaan dengan mengukur keberhasilan aktivvitas perusahaan Nilai uang Akuntansi Syariah Entitas didasarkan pada bagi hasil Kelangsungan usaha bergantung pada persetujuan kontrak pada kelompok yang ter libat dalam aktivitas bagi hasil Setiap tahun dikenakan zakat kecuali untuk produk pertanian yang dihitung setiap panen Kuantitas nilai pasar digunakan untuk menentukan zakat binatang ,hasil pertanian dan emas Menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada Allah ,masyarakat, dan individu Berhubungan dengan

Postulat Entitas Postulat going concern

Postulat periode akuntansi

Postulat unit pengukuran

Prinsip penyingkapan penuh

Bertujuan untuk mengambil keputusan

Prinsip obyektifitas

Reliabelitas pengukuran

digunakan dengan dasar bias personal

Prinsip materi

Dihubungkan dengan kepentnngan relatif mengenai informasi pembuatan keputusan Dicatat dan dilaporkan menurut pola GAAP

Prinsip konsistensi

Prindip konservatisme

Pemilihan tehnik akuntansi ysng sedikit pengaruhnya terhadap pemilik

konsep ketakwaaan, yaitu pengeluaran materi dan non materi untuk memenuhi kewajiban Berhubungan dengan pengukuran dan pemenuhan tugas/ kewajiban kepada Allah , masyarakat dan individu Dicatat dan dilaporkansecara konsis tensesuai dengan prinsip yang dijabarkan oleh syariah Pemilihan tehnik akuntansi dengan memperhatikan dampak baiknya terhadap mayarakat

g. 6. Praktek Akuntansi Pemerintahan Islam Pada zaman Rasulullah SAW cikal bakal akuntansi dimulai dari fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuannya dan penunjukkan orang-orang yang kompeten (Zaid, 2000); Pemerintahan Rasulullah SAW memiliki 42 pejabat yang digaji, terspesialisasi dalam peran dan tugas tersendiri(Hawary, 1988); Perkembangan pemerintahan Islam hingga Timur Tengah, Afrika, dan Asia di zaman Umar bin Khatab, telah meningkatkan penerimaan dan pengeluaran negara; Para sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaaan dan pengeluaran negara; Umar bin Khatab mendirikan lembaga yang bernama Diwan (dawwana = tulisan);

Reliabilitas laporan keuangan pemerintahan dikembangkan oleh Umar bin Abdul Aziz (681-720M) dengan kewajiban mengeluarkan bukti penerimaan uang (Imam, 1951); Al Waleed bin Abdul Malik (705-715M) mengenalkan catatan dan register yang terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya (Lasheen, 1973); Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa Daulah Abbasiah; Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi seperti Akuntansi peternakan, Akuntansi pertanian, Akuntansi

perbendaharaan, Akuntansi konstruksi, Akuntansi mata uang, dan pemeriksaan buku / auditing (Al-Kalkashandy, 1913); Sistem pembukuan menggunakan model buku besar, meliputi : a. Jaridah Al-Kharaj (menyerupai receivabale subsidiary ledger), menunjukkan utang individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta utang hewan ternak dan cicilan. Utang individu dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran di kolom yang lain (Lasheen, 1973); b. Jaridah Annafakat (Jurnal Pengeluaran); c. Jaridah Al Mal (Jurnal Dana), mencatat penerimaan dan pengeluaran dana zakat; d. Jaridah Al Musadareen, mencatat penerimaan denda / sita dari individu yang tidak sesuai syariah, termasuk korupsi. Laporan Akuntansi yang berupa : e. Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat setiap bulan (Bin Jafar, 1981); f. Al Khitmah Al Jameah, laporan keuangan komprehensif gabungan antara income statement dan balance sheet (pendapatan, pengeluaran, surplus / defisit, belanja untuk aset lancar maupun aset tetap), dilaporkan pada akhir tahun;

Dalam perhitungan dan penerimaan zakat. Utang zakat diklasifikasikan pada laporan keuangan dalam 3(tiga) kategori yaitu collectable debts, doubtful debts, dan uncollectable debts (Al-Khawarizmi, 1984).

Kesimpulan Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa. Selain dari itu melalui uraian di atas dapat kita ketahui bersama, bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Quran. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS.An-Nahl/ 16:89) Akhir kata kami mohon maaf yang sebesar-sebesarnya bila dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan, wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Anda mungkin juga menyukai