Abstrak Kehidupan di masa yang akan datang semakin kompleks. Kebutuhan akan kemampuan matematis semakin diperlukan. Sejak dini anakanak harus disipkan agar mampu menghadapi masa depannya dengan baik dan berhasil. Pendidikan, khususnya pendidikan matematika harus dapat mempersiapkan manusia untuk itu. Pendidikan matematika harus memperdayakan siswa. Siswa belajar untuk mengkonstruksi pengetahuannya dan berusaha memahami pengetahuan matematika itu seara relasional, tidak cukup secara instrumental. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia merupakan gerakan yang memberdayakan siswa dalam bidang matematika yang diperlukan untuk masa depan.
I. Pendahuluan
Mutu Pendidikan Matematika Rendah Indikator: - Penguasaan Materi Sekolah mahasiswa baru. - Mutu ujian akhir nasional - Syarat kelulusan dalam UN atau UASBN - Ketidakpercayaan pada diri sendiri
2
2.
3. 4.
Usaha untuk memahami dunia ini. Pemrosesan informasi secara mental. Keaktifan dalam pengolahan informasi. Informasi dari lingkungan sensori register memori jangka pendek memori jangka panjang tingkah laku.
Pengetahuan Matematika Dalam van de Walle (1990), pengetahuan matematika: a. Pengetahuan konseptual, b. Pengetahuan prosedural, c. Pengetahuan ttg hubungan atau keterkatian keduanya.
Pengetahuan konseptual Pengetahuan prosedural
keterkaitan
Pengetahuan konseptual ialah yang berupa relasi-relasi yang terintegrasi atau terkait dengan ide-ide atau konsepkonsep lain. Menjawab pertanyaan, Apa itu ? 2. Pengetahuan prosedural ialahpengetahuan tentang simbol-simbol atau lambang-lambang yang digunakan untuk merepresentasikan matematika, dan aturan-aturan serta prosedur yang digunakan untuk melakukan tugastugas matematika. Menjawab pertanyaan, Bagaimana ? 3. Pengetahuan ttg kaitan antara keduanya yaitu kaitan antara pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedual tadi. Menjawab pertanyaan, Mengapa ?
1.
5
1.
PEMAHAMAN RELASIONAL Pemahaman relasional adalah kemampuan untuk menjelaskan apa itu suatu konsep matematika (penegtahuan konseptual), menyebutkan dan menggunakan secara tepat lambang-lambang dan aturan-aturan serta prosedur (pengetahuan prosedural), dan melihat serta mengekspresikan keterkaitan antara kedua jenis pengetahuan tadi (keterkaitan antara keduanya).
2.
Pemahaman Instrumental yaitu kemampuan menggunakan aturan-aturan dalam menyelesaikan suatu masalah matematis (pengetahuan prosedural) tanpa disertai pengetahuan konseptual atau keterkaitan antara pengetahuan konseptual dan prosedural.
Belajar matematika akan bermakna bagi siswa jika dia sendiri yang membangun pengetahuan itu di dalam pikirannya.
Untuk itu dia harus aktif: 1. Berpikir, 2. Berbuat, 3. Bertanya, menjawab pertanyaan, memberi komentar, 4. Mengeksplorasi, meneliti, membuat dugaan, 5. Berinteraksi, diskusi, dll
8
PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) adalah adaptasi dari RME dalam Konteks Indonesia: Budaya, Alam, Sistem Sosial, dll. PMRI bukan suatu proyek tetapi suatu gerakan. PMRI mengembangkan suatu teori pembelajaran matematika yang santun, terbuka dan komunikatif. RME adalah teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda sejak sekitar 35- 40 tahun yang lalu sampai sekarang. RME singkatan dari Realistic Mathematics Education. RME diadaptasisi di banyak negara: AS, Afrika Selatan, Beberapa Negara Eropa, Asia dan Amerika Latin.
9
Menurut Paul Cobb (dalam de Lange, 1996) pembelajaran matematika memiliki karakteritik sebagai berikut: 1. Mulai dengan sesuatu yang dapat dibayangkan siswa sebagai sesuatu yang real. 2. Aktif mereinvensi: dari hal yang informal ke formal (re-invention), 3. Mengutamakan proses matematisasi: horizontal and vertikal, 4. Bersifat interaktif. 5. Materi berkaitan satu sama lain (intertwining)
10
Karakteristik RME, menurut de Lange (1987) dan Gravemeijer (1994), sebagai penjabaran dari ketiga level Van Hiele, Fenomenologi Didaktik Freudenthal dan Matematisasi Progresif Treffers (1991) adalah sbb.: 1. penggunaan konteks dalam eksplorasi secara fenomenologis (mathematics as human activity and the use of context); 2. penggunaan model atau penghubung sebagai jembatan untuk mengkonstruksi konsep: matematisai horizontal dan vertikal; 3. penggunaan kreasi dan kontribusi siswa; 4. sifat interaktif proses pembelajaran; 5. dan saling-berkait antara aspek-aspek atau unit-unit matematika (intertwinement).
11
2.
3. 4. 5.
6.
7. 8. 9. 10.
Siswa aktif dalam pembelajaran; Pembelajaran dimulai dari maslah kontekstual/realistik bagi siswa; Siswa berusaha menemukan strategi sendiri; Interaksi dan negosiasi; Pendekatan SANI; Intertwinment/saling terkait; Berpusat pada siswa; Tutwuri Handayani; Empatik Tepa selira
12
13
14
15
16
17
18
Siswa menghitung banyak lubang kecil di dinding luar kelas Siswa diajak belajar di halaman sekolah.
19
20
21
22
23
Mengapa PMRI
1. PMRI mempunyai landasan filosofis yang kuat. Kompatibel dengan Teori Konstruktivisme 2. PMRI mempunyai landasan psikologis yang kuat: Psikologi Kognitif. Sesuai dengan perkembangan psikologi anak
24
Karakeristik 1. Membuat kaitan yang bermakna 2. Melakukan hal-hal yang signifikan 3. Belajar mandiri 4. Kolaborasi
5. Berpikir kritis dan kreatif 6. Pembinaan secara individual 7. Mencapai standar tinggi 8. Menggunakan asesmen otentik.
25
Non-PMRI, semi bidang studi Non-PMRI, bidang studi Non-PMRI, semi bidang studi PMRI, semi bidang studi PMRI, semi bidang studi PMRI, guru kelas
2.
Swasta
Baik
3.
Negeri
Baik
4.
Swasta
Baik
5.
Negeri
Sedang
6.
Negeri
Sedang
27
Di sekolah PMRI
Pembelajaran matematika di sekolah-sekolah PMRI sudah mulai berubah dari guru yang aktif menjelaskan konsep atau prosedur penyelesaian masalah menjadi guruyang memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan sendiri caranya menyelesaikan suatu masalah. Pembelajaran bukan lagi berorientasi pada guru, tetapi pada siswa. Guru sudah berusaha memulai pembelajaran dengan memberikan pada siswa masalah yang kontekstual. Guru sudah meminta dan mendorong siswa berani menjelaskan idenya. Guru tidak lagi menganjurkan siswa menggunakan strategi tertentu tetapi memotivasi mereka mencari dan menggunakan strategi sendiri.
28
SD A 31 6,90 33 3,70
SD B 41 6,50 44 4,09
SD C 48 6,39 45 5,87
SD D 41 6,037 40 3,7
SD E 36 6,014 38 3,902
SD F 40 5,35 45 3,6
No.1 No.2 No.3 No.4 No.5 No.6 No.7 No.8 No.9 No.10 Total asymp 0,019 0,000 0,009 0,003 0,180 0,108 0,318 0,606 0,845 0,002 0,000 sig (2 tailed)
30
Kesimpulan:
Kesimpulan, dalam hal menjawab soal-soal pilihan ganda, siswa-siswa di sekolah Non-PMRI lebih unggul dari pada siswa-siswa di sekolah PMRI.
31
Contoh Soal dan Cara Siswa Menyelesaikan: Tina dan Nana senang membaca novel. Tina membaca suatu novel 15 halaman setiap jam, dan Nana membaca novel yang sama 20 halaman setiap jam. Pada suatu hari Minggu, Tina mulai membaca pukul 08.00 dan Nana mulai pukul 09.00. Pukul berapa mereka membaca halaman yang sama pada saat yang sama? Jawab: Cara-1: Cara-2:
32
b. Tina membaca 60 halaman pada waktu dan Nana juga sama. Tina = 15 45 60 08.00, 09.00, 10.00, 11.00, 12.00 09.00, 10.00, 11.00, 12.00 20 40 60 Pukul 12.00. c. 15 x 4 = 60 20 x 3 = 60
Jadi pukul 12.00 Sangat sedikit siswa dapat menyelesaikan soal di atas betul dengan cara yang betul. Banyak siswa yang mengerjakannya secara tidak masuk akal. Banyak siswa menggunakan cara yang betul tetapi tidak tepat dan tidak teliti sehingga tidak memperoleh hasil akhir yang betul, seperti cara1 pada b di atas.
33
Kesimpulan:
1. Kelompok Non-PMRI: a. hanya dapat menggunakan satu cara b. menggunakan pendekatan formal. Kelompok PMRI: a. menyelesaikan soal dengan dua cara, b. ada yang dua-duanya formal, ada yang satu formal dan yang satu informal, atau dua-duanya informal 2. Dalam menyelesaikan masalah non-rutin atau kontekstual siswa-siswa di sekolah PMRI lebih kreatif dan lebih baik dari pada siswa-siswa di sekolah Non-PMRI.
34
Penutup
Pemberdayaan: - Karakteristik siswa - Kecerdasan: * Kecerdasan Rasional; * Emosional; * Adversity Quotient; * Kecerdasan Ganda Guru perlu memperhatikan perbedaan siswa dari segi kecerdasan, motivasi dan lain-lain
35
Mana Yang Anda Pilih, A atau B? A. - Jika anak dibesarkan dengan celaan, dia belajar memaki; - Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, dia belajar berkelahi; - Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, dia belajar rendah diri; - Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, dia belajar menyesali diri; B. - Jika anak dibesarkan dengan toleransi, dia belajar menahan diri; - Jika anak dibesarkan dengan dorongan, dia belajar percaya diri; - Jika anak dibesarkan dengan pujian, dia belajar menghargai; - Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, dia belajar keadilan; - Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persa-habatan, dia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
36