Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

2.1

Latar Belakang Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu memiliki dan memecahkan masalah pendidikan yang dihadapinya. Pendidikan selalu mengalami pembaharuan dalam rangka mencari struktur kurikulum, sistem pendidikan dan metode pengajaran yang efektif dan efisien. Upaya tersebut antara lain peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan mutu para pendidik dan peserta didik serta perubahan dan perbaikan kurikulum. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan idealnya harus mampu melakukan proses edukasi, sosialisasi, dan transformasi. Dengan kata lain, sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu berperan sebagai proses edukasi (proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan mendidik dan mengajar), proses sosialisasi (proses bermasyarakat terutama bagi anak didik),

dan wadah proses transformasi (proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik/ lebih maju). Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dikembangkan suatu metode pembelajaran yang mampu melibatkan peran serta siswa secara menyeluruh sehingga kegiatan belajar mengajar tidak hanya didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja. Selain itu, melalui pemilihan metode pembelajaran tersebut diharapkan sumber informasi yang diterima siswa tidak hanya dari guru melainkan juga dapat meningkatkan peran serta dan keaktifan siswa dalam mempelajari dan menelaah ilmu yang ada terutama mata pelajaran ekonomi. Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan peran serta siswa adalah metode pembelajaran kooperatif. Dalam metode pembelajaran kooperatif lebih menitikberatkan pada proses belajar pada kelompok dan bukan mengerjakan sesuatu bersama kelompok. Adapun metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran yaitu Group Investigation (GI). Karakteristik metode pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills).

1.2

Identifikasi Masalah Berpijak pada latar belakang yang diuraikan di atas, maka terkait dengan prestasi belajar matematika siswa dapat diidentifikasi beberapa permasalahan

yaitu bagaimana hasil belajar IPS siswa, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil belajar IPS siswa, pendekatan pembelajaran yang bagaimana dapat membantu meningkatkan hasil belajar IPS, bagaimana pengertian model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation), bagaimana hakekat model pembelajaran tipe GI (Group Investigation), bagaimana ciri-ciri model pembelajaran tipe GI (Group Investigation), apa saja keunggulan dan kelemahan model pembelajaran tipe GI (Group Investigation), bagaimana sintaks/langkah-langkah model pembelajaran tipe GI (Group Investigation), bagaimana pengertian reinforcement, bagaimana pengertian hasil belajar, hasil belajar IPS siswa sebelum menggunakan model belajar tipe GI dan hasil belajar IPS siswa setelah menggunakan model belajar tipe GI, dan yang terakhir yaitu bagaimana kaitan model pembelajaran tipe GI (Group Investigation) dan pemberian reinforcement dengan hasil belajar IPS siswa.

1.3

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut. A. Bagaimana pengertian model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation) ? B. Bagaimana pengertian reinforcement ? C. Bagaimana pengertian hasil belajar ?

D. Bagaimana kaitan model pembelajaran tipe GI (Group Investigation) dan pemberian reinforcement dengan hasil belajar IPS siswa ?

1.4

Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu : A. Untuk mengetahui dan memahami pengertian model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation). B. Untuk mengetahui pengertian reinforcement. C. Untuk mengetahui pengertian hasil belajar. D. Untuk mengetahui kaitan model pembelajaran tipe GI (Group Investigation) dan pemberian reinforcement dengan hasil belajar IPS siswa ?

1.5

Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu : A. Manfaat Teoritis 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan teori pendidikan khususnya tentang strategi pembelajaran IPS. 2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pendidikan, khususnya pada pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe GI dan pemberian reinforcement terhadap hasil belajar IPS.

B. Manfaat Praktis 1) Manfaat bagi Guru Dengan mengimplementasikan model belajar tipe GI, diharapkan dapat menjadi alternatif pilihan bagi guru dalam menerapkan model pembelajaran khusunya dalam mata pelajaran IPS.

2) Manfaat bagi Siswa Penerapan model pembelajaran yang terdapat dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan dorongan bagi siswa untuk berusaha mendapatkan solusi dari permasalahan yang diberikan. Dengan menerapkan model pembelajaran tipe GI, siswa mendapat pengalaman belajar yang bermakna serta mendapat kesempatan untuk bekerjasama saling bertukar pikiran dengan teman sebaya dalam memecahkan masalah

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI (Group Investigation) 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI (Group Investigation) Group Investigation merupakan salah satu bentuk model

pembelajaran kooperatif

yang menekankan pada partisipasi dan

aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan dalam suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Menurut Slavin (1995:5) dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan bertanggung jawab

terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok. Sementara itu menurut Artz dan Newman (1990:448), belajar kooperatif adalah suatu pendekatan yang mencakup kelompok dari siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau menyelesaikan suatu tujuan bersama Model pembelajaran Group Investigation (Penyelidikan Kelompok) ini berasal dari tulisan-tulisan filsafat, etika, dan psikologi sejak tahuntahun pertama abad ini. Orang pertama yang merintis menggunakan metode ini adalah John Dewey. Dewey memandang bahwa kerjasama dalam kelas sebagai prasyarat untuk mengatasi berbagai persoalan kehidupan yang kompleks dalam demokrasi. Kelas merupakan bentuk kerjasama dimana guru dan murid membangun proses pembelajaran dengan perencanaan yang baik. Pembelajaran adalah partisipan aktif dalam segala aspek kehidupan sekolah, dengan membuat keputusankeputusan yang menentukan tujuan kemana mereka belajar. Perencanaan kelompok merupakan salah satu modal untuk menjamin keterlibatan siswa secara maksimal. Model investigasi kelompok berasal dari premis bahwa dalam bidang social maupun intelektual, proses pembelajaran disekolah menggabungkan nilai-nilai yang didapatnya. Interaksi kooperatif dan komunikasi diantara teman-teman kelas dapat dicapai paling efektif

dalam kelompok kecil, dimana pergaulan antara teman-teman sebaya dapat dipertahankan. Keberhasilan pelaksanaan investigasi kelompok sangat tergantung dengan latihan-latihan berkomunikasi dan berbagai keterampilan social lain yang dilakukan sebelumnya. Tahap ini merupakan peletakan dasar (laying the groundwork) bagi pembentukan kelompok (team building). Guru dan siswa melakukan berbagai macam kegiatan yang bersifat akademik dan non akademik yang menunjang terbentuknya normanorma perilaku kooperatif yang sesuai dan dapat dibawa ke dalam kelas. Investigasi kelompok ini sangat cocok untuk kajian-kajian yang bersifat terpadu yang berkaitan dengan pemerolehan, analisis, dan sintesis informasi untuk menyelesaikan masalah-masalah multidimensi. Sebagai bagian dari investigasi, para siswa mencari dan menemukan informasi dari berbagai macam sumber di dalam maupun di luar kelas. Kemudian para siswa mengevaluasi dan mensintesiskan semua informasi yang disampaikan oleh masing-masing anggota kelompok dan akhirnya dapat menghasilkan produk berupa laporan kelompok. Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa
8

baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi. Dari paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar kooperatif mendasarkan pada suatu ide bahwa siswa bekerja sama dalam belajar kelompok dan sekaligus masing-masing bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompok-kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik.

2.1.2

Sintaks/Langkah-Langkah Model Pembelajaran Tipe GI (Group Investigation) Dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation), ada beberapa sintaks atau langkah yang harus dilaksanakan oleh guru. Sintaks atau langkah-langkah penerapan metode pembelajaran tipe GI (Group Investigation), (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan sebagai berikut:

2.1 1. Seleksi topik a. Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2

hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik. 2.2 2.3 2. Merencanakan kerjasama Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah 1 diatas.

3. Implementasi Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan. 2.4 4. Analisis dan sintesis Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

10

5. Penyajian hasil akhir Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

6. Evaluasi Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

2.2

Pengertian Reinforcement Secara etimologi kata reinforcement berasal dari bahasa Inggris,yaitu penguatan. Reinforcement merupakan peristiwa khusus dari perilaku, yang diikuti dengan konsekuensi, di mana konsekuensi tersebut akan memperkuat perilaku. Seseorang yang mendapatkan reinforcement akan cenderung

mengulang perilaku yang sama di masa mendatang. Operant behavior yang terjadi dalam sebuah lingkungan akan menghsilkan sebuah konsekuensi. Konsekuensi yang memperkuat operant behavior disebut reinforcer. Contohnya ketika guru membelajarkan siswanya, guru tersebut memberikan pertanyaan, kemudian ada seorang anak yang mencoba menjawab, dan jawaban tersebut

11

hampir mendekati benar, sang guru memberikan senyuman dan menyampaikan kata bagus kepada anak yang menjawab, hal tersebut merupakan reinforcement yang mana diharapkan akan meningkatkan perilaku sehingga anak tersebut akan mencoba menjawab lagi. Sedangkan stimulus yang timbul dan menjadi konsekuen terhadap munculnya serta berulangnya perilaku yang dikehendaki disebut reinforce. Dalam contoh diatas, yang menjadi konsekuen (reinforcer) adalah senyuman dan kata bagus. Terdapat beberapa pengertian lain tentang reinforcement, salah satunya adalah reinforcement merupakan penguatan yang memberikan respon positif terhadap suatu tingkah laku tertentu dari siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali (Alma, 2008: 30). Tujuan adanya reinforcement adalah dapat meningkatkan perhatian siswa, memudahkan proses belajar, membangkitkan dan mempertahankan motivasi, mengubah sikap suka mengganggu dan menimbulkan tingkah laku belajar yang produktif, mengembangkan dan mengatur diri sendir dalam belajar, mengarahkan kepada cara berpikir yang baik. Ada dua jenis reinforcement, yaitu reinforcement negatif dan reinforcement positif. Reinforcement positif adalah segala hal yang menyertai perilaku dan berfungsi meningkatkankemnungkinan untuk mengulangi perilaku.Contohnya, saat mengajar guru mengajar ada seorang anak yang mencoba mengatakan argumennya, dan setelah anak tersebut selesai berargumen guru tersebut mengatakan bagus sekali. Dalam hal ini kata bagus sekali termasuk reinforcement positif. Reinforcement negatif adalah proses peningkatan tingkah

12

laku dengan cara mengurangi hal-hal atau stimulus yang tidak menyenangkan. Reinforcement negative berbeda dengan hukuman (punishment). Reinforcement negatif, pada dasarnya, akan memperkuat terbentuknya perilaku. Hanya pada reinforcement negatif, akan memperlemah terbentuknya perilaku. negatif bukan berarti buruk, namun lebih berarti penghilangan stimulus setelah perilaku. Dalam reinforcement negatif terdapat 2 jenis perilaku yang terbentuk, yaitu Escape behavior dan Avoidence behavior. Dalam escape behavior, seseorang menghindari stimulus yang tidak menyenangkan (aversive stimulus) dengan cara menjalankan perilaku tertentu untuk mencari jalan keluar. Dalam avidence behavior, seseorang menghindari aversive stimulus dengan cara menjalankan perilaku khusus untuk mencegah, dan perilaku tersebut diperkuat. Dalam suatu kegiatan pemberian reinforcement tentu ada faktor faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi

efektivitas reinforcement antara lain: a) Immediacy Stimulus akan menjadi lebih efektif sebagai reinforcer ketika segera diberi setelah perilaku seseorang terbantuk.

13

b) Contingency Stimulus akan menjadi lebih efektif sebagai reinforcer ketika menjadi satu kesatuan dengan perilaku yang terbentuk. Ada konsistensi dalam pemberian konsekuensi. c) Establising operations Pengurangan atau kejadian lain, terkadang dapat menjadikan sebuah stimulus sebagai reinforcer pada waktu-?waktu tertentu. Contoh : pemberian makan terhadap orang kenyang dan orang lapar. Kejenuhan (station) dapat menyebabkan sebuah stimulus kehilangan perannya sebagai reinforcer. d) Individual diffecences Reinforcers berbeda dan bervariasi pada setiap orang. e) Magnitude Semakin kuat stimulus, semakin efektif perannya sebagai reinforcers (penguat perilaku). Contoh : keluar dari gedung pada saat hawa panas & terjadi kebakaran. Terdapat beberapa jens dari reinforcement, yaitu:

1) Verbal reinforcement
Verbal reinforcement berupa komentar ungkapan, pujian yang berbentuk kata-kata ataupun kalimat. Contohnya, kata dalam Verbal reinforcement: baik, bagus, hebat sekali, benar sekali, sangat teliti dan sebagainya, sedangkan dalam bentuk kalimat: Itu suatu pikiran yang baik, cara berpikir kritis sekali, terima kasih kamu sangat pandai.

14

2) Gestural reinforcement
Gestural reinforcement berupa penguatan yang ditunjukkan melalui wajah ataupun anggota badan lain. Contohnya pada wajah: senyum, mengangkat alis, tertawa, siulan, kerlingan mata. Pada anggota badan : tepuk tangan, menunjuk, tanda OK naikkan tangan, anggukan, gelengkan kepala (keheranan), jempol.

3) Proximity reinforcement
Proximity reinforcement adalah penguatan dengan mendekai siswa. Seperti berjalan mendekati, berdiri di dekat, duduk dekat kelompok, berdiri di antara siswa.

4) Contact reinforcement
Adalah penguatan dengan melakukan sentuhan pada siswa. Seperti menepuk bahu, punggung, tangan pada kepala, jabat tangan, memegang rambut, menaikkan tangan siswa. Dalam hal ini harus diperhatikan kebiasaan daerah setempat. Ada tabu memegang pipi, memegang kepala dan sebagainya.

5) Activity reinforcement
Activity reinforcement adalah aktivitas gerak yang kemudian guru memberikan penguatan. Seperti: berjalan mendahului, membagi bahan secara langsung, memimpin permainan dengan mengambil salah satu contoh regu yang dianggap bagus.

15

6) Token reinforcement
Token reinforcement adalah penguatan dengan pemberian hadiah berupa materi. Contohnya siswa yang berhasil menjawab soal dengan benar diberikan hadiah berupa pensil, atau permen. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa Token reinforcement jangan terlalu sering dilakukan. Reinforcement memiliki beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan saat memberikan penguatan tersebut, antara lain: a) Penuh kehangatan, antusias dan jujur. b) Hindari reinforcement negatif: kritikan dan hukuman. c) Bervariasi. d) Penuh arti bagi siswa. e) Bersifat pribadi. f) Langsung atau segera. Dalam pemberian reinforcement kepada siswa, ada beberapa cara penggunaan yang perlu diperhatikan. Modus penggunaan reinforcement meliputi: a) Whole group reinforcement Komponen reinforcement dapat diterapkan oleh guru pada seluruh kelas dari waktu ke waktu. Komponen yang digunakan biasanya berupa verbal, token, gestural dan aktivitas.

16

b) Delayed reinforcement Komponen reinforcement langsung dapat diberikan guru segera diberikan, biasanya penundaan ini dihubungkan dengan pemberian keterangan atau isyarat lain untuk menekankan bahwa reinforcement diberikan namun ditunda atau diberikan kemudian. c) Partial reinforcement Digunakan untuk menghindari reinforcement yang negatif. Sebagian menerima respons siswa, misalnya jawaban siswa setengah-setengah betul, guru tidak menyalahkan atau mengkritik jawaban tersebut, tetapi meminta siswa lain menjawab atau memberi tanggapan. Seandainya jawaban siswa yang kedua benar, maka dikembalikan kepada siswa yang pertama untuk mengulangi, jawaban yang benar kemudian diberi reinforcement. d) Personalized reinforcement Sebaiknya diberikan langsung atau segera pada siswa secara perorangan, karena kemampuannya. Ini lebih selektif dari pada apabila bersifat anonim dan tidak spesifik kepada seseorang. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa reinforcement adalah penguatan yang memberikan respon positif terhadap suatu tingkah laku tertentu dari siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali.

17

2.3

Hasil Belajar Siswa 2.3.1 Pengertian Hasil Belajar Secara sederhana Anthony Robbins, mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari definisi ini dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu: penciptaan hubungan, sesuatu hal (pengetahuan) yang sudah dipahami, dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Jadi dalam makna belajar, disini bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui (nol), tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru. S etiap
proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik. Kualitas hasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kualitas proses pembelajaran dan faktor intrinsik atau ekstrinsik dari siswa itu sendiri. Dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta didik mengharapkan mendapat hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dapat dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas hasil belajar siswa.

Hasil belajar menurut Anni (2004:4) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.
18

Menurut Sudjana (1990:22) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajaranya. Sedangkan,
menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator yang menunjukkan derajat perubahan tingkah laku siswa. Hasil belajar dapat

dilihat dari hasil yang dicapai siswa, baik hasil belajar (nilai kognitif), sikap (afektif), maupun keterampilan (psikomotor). Untuk melihat pencapaian hasil belajar biasanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian akan menunjukkan sampai dimana yang

tingkat kemampuan dan

keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dicapai melalui tiga kategori ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. a. Ranah Kognitif Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu pengetahuan, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental

19

yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. b. Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang dimiliki oleh siswa. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan

karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. c. Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda,

koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya; menulis, berbicara, memukul, dan lain sebagainya. Dalam proses pembelajaran, tipe hasil belajar kognitif memang lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Berdasarkan paparan di atas maka dalam makalah dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil/kemampuan/perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami interaksi melalui latihan dan pengalaman dalam proses pembelajaran. Sedangkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yaitu hasil belajar yang dicapai dan diperoleh oleh siswa setelah mengalami proses interaksi dalam pembelajaran mata pelajaran IPS.

20

2.3.2

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Tabrani (1993: 32), hasil belajar yang dicapai siswa banyak ditentukan oleh faktor psikologis seperti kecerdasan, motivasi, perhatian, cita-cita peserta didik, kebugaran fisik dan mental serta lingkungan belajar yang menunjang. Menurut Indra (2009) faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar itu dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1) Faktor internal, adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktorfaktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis. a. Faktor Biologis (jasmaniah) Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indera, anggota tubuh. Kedua, kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan dan minum yang teratur, olahraga serta cukup tidur. b. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan
21

belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. Faktor psikologis ini meliputi hal-hal sebagai berikut diantaranya intelegensi, kemauan, motivasi dan bakat. Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Kemauan/motivasi dapat dikatakan faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Bakat ini bukan menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang. 2) Faktor Eksternal, adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. a. Faktor lingkungan keluarga Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dan utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian orang tua terhadap

perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya maka akan mempengaruhi keberhasilan belajarnya. b. Faktor lingkungan sekolah Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan belajar siswa. Hal yang paling mempengaruhi
22

keberhasilan belajar para siswa disekolah mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, pelajaran, waktu sekolah, tata tertib atau disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. c. Faktor lingkungan masyarakat Seorang siswa hendaknya dapat memilih lingkungan masyarakat yang dapat menunjang keberhasilan belajar. Masyarakat merupakan faktor eksteren yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa karena keberadannya dalam masyarakat. belajar

Lingkungan

yang dapat

menunjang keberhasilan

diantaranya adalah, lembaga-lembaga pendidikan nonformal, seperti kursus bahasa asing, bimbingan tes, dan lain-lain. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri siswa.

2.4 Kaitan Model Pembelajaran Tipe GI (Group Investigation) dan Pemberian Reinforcement Dengan Hasil Belajar IPS Siswa 2.4.1 Kaitan Antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI (Group Investigation) Dengan Hasil Belajar IPS Berdasarkan beberapa paparan dan pendapat mengenai para ahli di atas, dinyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe GI (Group

23

Investigation) merupakan

salah satu bentuk model pembelajaran

kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. Pembelajaran kooperatif tipe GI yang diterapkan dalam mata pelajaran IPS memberikan kesempatan yang sangat luas kepada siswa untuk aktif membentuk pemahamannya sendiri tentang materi yang dibahas. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan dalam suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Hal ini akan melatih siswa untuk berani mengeluarkan pendapat dan berfikir kritis. Ini sejalan dengan tujuan mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 (Tim Penyusun, 2006:60) yaitu peserta didik mampu yang memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. Maka dari itu, dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe GI ini, diharapkan terjadi suatu proses pembelajaran di mana siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri serta berperan aktif dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan pengaruh terhadap
24

peningkatan hasil belajar IPS siswa, sehingga rendahnya hasil belajar IPS siswa dapat diatasi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation) dalam proses pembelajaran.

2.4.2

Kaitan Antara Pemberian Reinforcement Dengan Hasil Belajar IPS Berdasarkan uaraian dan pendapat para ahli di atas, dinyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah reinforcement. reinforcement dapat dibedakan menjadi dua, yaitu reinforcement positif dan negatif. Reinforcement positif adalah segala hal yang menyertai perilaku dan berfungsi meningkatkan kemungkinan untuk mengulangi perilaku. Contohnya, saat guru mengajar ada seorang anak yang mencoba mengatakan argumennya, dan setelah anak tersebut selesai berargumen guru tersebut mengatakan bagus sekali. Tujuannya adalah untuk meningkatkan minat belajar yang akan membawa siswa tersebut memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Pemberian reinforcement yang berasal dari guru dalam setiap pembelajaran khususnya dalam mata pelajaran IPS akan sangat mendorong siswa untuk belajar. Karena untuk mendapatkan kondisi lingkungan belajar yang lebih kondusif dan memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien sehingga hasil belajar siswa menjadi rendah, maka seorang guru dituntut untuk selalu membuat siswanya mempunyai keinginan atau dorongan untuk belajar. Reinforcement positif yang diberikan oleh guru kepada siswa dapat
25

berupa

verbal

reinforcement,

gestural

reinforcement,

proximity

reinforcement, contact reinforcement, activity reinforcement, token reinforcement pada saat siswa melakukan sesuatu yang positif sehingga siswa termotivasi untuk melakukan hal yang lebih baik, dan guru dapat memberikan Reinforcement negatif jika siswa melakukan kesalahan

sehingga siswa sadar dan tidak mengulangi kesalahannya lagi. Maka dari itu, dengan pemberian reinforcement oleh guru kepada siswa, dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam diharapkan dapat membangkitkan minat dan mendorong siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPS. Sehingga proses pembelajaran pun dapat berjalan dengan lancar yang dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan hasil belajar IPS siswa. Dengan demikian, berdasarkan teori di atas maka diharapakan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation) dan pemberian reinforcement akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan hasil belajar IPS siswa.

26

BAB III PENUTUP

3.1

Simpulan Dari pembahasan di atas, maka dapat dibuat beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut : 1. Group Investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. 2. Reinforcement adalah penguatan yang memberikan respon positif terhadap suatu tingkah laku tertentu dari siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali. 3. hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri siswa. 4. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe GI ini, diharapkan terjadi suatu proses pembelajaran di mana siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri serta berperan aktif dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan hasil belajar IPS siswa, sehingga rendahnya hasil belajar IPS siswa dapat diatasi dengan

27

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation) dalam proses pembelajaran.

3.2

Saran Dari paparan di atas, adapun saran yang dapat penulis berikan, yaitu sebagai berikut : 1) Sebagai mahasiswa calon pendidik hendaknya kita dapat mengetahui dan memahami berbagai tipe model pembelajaran kooperatif, yang salah satunya tipe pembelajaran GI agar nantinya dapat menerapkan model pembelajaran yang bervariasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas. 2) Sebagai calon pendidik juga hendaknya kita dapat mengetahui dan memahami tentang reinforcement agar nantinya kita dapat menerapkan dan merealisasikan pengetahuan tersebut di Sekolah Dasar yang dapat membangkitkan motivasi siswa. 3) Sebagai calon pendidik sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami tentang hasil belajar siswa sebagai bekal pengetahuan dan wawasan kita nanti untuk menjadi seorang guru professional yang bertanggung jawab terhadap hasil belajar siswa. 4) Sebagai seorang calon guru juga penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami mengenai pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI dan pemberian reinforcement terhadap hasil belajar siswa sehingga nantinya dapat dijadikan alternatif dalam membelajarkan siswa di SD.

28

Anda mungkin juga menyukai