Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Iklim (climate) adalah sintesis/kesimpulan dari perubahan unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka waktu yang panjang di suatu tempat pada suatu wilayah. Setelah bertahun-tahun (30 tahun tahun atau lebih) dari rata-rata tiap nilai unsurunsur cuaca akan mencerminkan sifat atmosfer yang dikenal sebagai iklim. Jadi tiap tempat cuaca hari ke hari berubah-ubah akhirnya membentuk siklus tertentu, rata-rata data cuaca itulah yang nantinya disebut sebagai data iklim. Iklim sering diartikan nilai statistik cuaca jangka panjang di suatu wilayah. Iklim itu dapat dipandang sebagai kebiasaan-kebiasaan alam yang berlaku, yang digerakkan oleh gabungan daripada unsur-unsur yaitu : radiasi matahari, temperatur, kelembaban, awan, presifikasi, evaporasi, tekanan udara dan angin Unsur-unsur tersebut berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lainnya, perbedaan ini dikarenakan adanya faktor-faktor iklim atau yang lazim disebut juga pengendalian iklim. Hujan juga merupakan penentu dan pengendali iklim. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi. Intensitas curah hujan di suatu daerah biasanya tidak sama dengan tempat lainnya walaupun, daerah tersebut berdekatan. Kelebatan dan curah hujan dapat berubah-ubah suatu waktu tergantung tekanan udara dan angin pada saat itu.. Terbentuknya awan tidak selalu menghasilkan hujan. Beberapa informasi untuk menggambarkan keadaan wilayah adalah data curah hujan rata-rata tahuan, hari hujan, pola musiman dan peluang kejadian hujan. Data hujan dianalisa untuk mengetahui jeluknya (rainfall depth), jujuh hujan (rainfall duration), dan kelebatan hujan (rainfall intensity). Ragam iklim pada berbagai tempat di muka bumi ditentukan oleh beberapa gabungan proses atmosfer yang berbeda. Agar diperoleh pemerian dan pemetaan daerah iklim, maka perlu mengidentifikasi dan mengklasifikasikan jenis iklim Pendataan hujan, seperti pendataan unsur-unsur iklim lainnya diperlukan dalam hampir setiap perencanaan dibidang pertanian, pembangunan jembatan dan lain-lain. Pendataan

hujan dan unsur iklim lainnya, sering diperlukan untuk menunjang penelitian yang berkenaan dengan alam terbuka. 1.2 Tujuan 1.Mengetahui cara pengolahan data hujan harian, bulanan, tahunan, dan dapat membuat grafik pola hujan suatu tempat. 2.Menentukan kelas iklim suatu tempat dengan menggunakan cara klasifikasi Schmeith dan Ferguson, dan cara klasifikasi Oldeman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hujan Hujan kumulatif merupakan jumlah kumpulan hujan dalam suatu periode tertentu seperti mingguan, harian, dan bulanan serta tahunan. Derajat curah hujan biasanya dinyatakan oleh jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu dan disebut intensitas curah hujan Curah hujan tahunan bervariasi menurut tempat. Rata-rata curah hujan tahunan di daerah tropika dapat mencapai 4000 mm, tetapi di daerah gurun hanya mencapai 70 mm. Menurut badan meteorologi dan geofisika curah hujan dapat berbeda disebabkan beberapa faktor antara lain : letak daerah atau geografis, menurut musim, dan letak tempat. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1) Bentuk medan atau topografi; 2) Arah lereng medan; 3) Arah angin yang sejajar dengan garis pantai; dan 4) Jarak perjalanan angin di atas medan datar Berdasarkan butiran yang dicurahkan dan asal terjadinya, hujan dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu: 1. Berdasarkan butiran-butiran yang dicurahkan, hujan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
o

Hujan gerimis atau drizzle. Hujan ini mempunyai diameter butiran-butiran kurang Hujan salju atau snow. Hujan salju terdiri dari kristal-kristal es yang Hujan batu es. Hujan ini berbentuk curahan es yang turun di dalam cuaca panas Hujan deras atau rain, yaitu curahan air yang turun dari awan yang temperaturnya

dari 0,5 mm.


o

temperaturnya berada di bawah titik beku.


o

dari awan yang temperaturnya di bawah titik beku.


o

di atas titik beku dan butirannya sebesar 7 mm. 2. Berdasarkan asal terjadinya, hujan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

Hujan front, yaitu terjadi karena pertemuan dua jenis udara yang berbeda

temperatur, yakni udara panas/lembab dengan udara dingin sehingga berkondensasi dan turun hujan.
o

Hujan konveksi atau hujan zenith, yaitu terjadi karena arus konveksi yang

menyebabkan uap air di khatulistiwa naik secara vertikal, karena pemanasan air laut terus menerus lalu mengalami kondensasi dan turun sebagai hujan.
o

Hujan orografi atau hujan gunung, yaitu terjadi dari udara yang mengandung uap

air dipaksa oleh angin mendaki lereng pegunungan berkondensasi dan turun sebagai hujan. Ada 3 pola curah hujan di Indonesia, yaitu : a. Pola curah hujan jenis monsun Karakter dari jenis ini adalah distribusi curah hujan bulanan berbentuk V dengan jumlah curah hujan minimum pada bulan Juni, Juli atau Agustus. b. Pola curah hujan jenis ekuator Distribusi curah hujan bulanan mempunyai dua maksimum. c. Pola curah hujan jenis lokal Distribusi curah hujan bulanannya kebalikan dari jenis monsun. Curah hujan banyak dipengaruhi oleh sifat lokasi. Tabel 1 Derajat Curah hujan dan Intensitas Curah Hujan Derajat Hujan Hujan sangat lemah Hujan lemah Hujan normal Hujan deras Hujan sangat deras Intensitas Curah Hujan (mm / min) < 0,02 0,02 0,05 0,05 0,25 0,25 1 >1 Kondisi Tanah agak basah atau dibasahi sedikit Tanah menjadi basah semuanya, tetapi sulit membuat puddel. Dapat dibuat puddel dan bunyi curah hujan kedengaran. Air tergenang di seluruh permukaan tanah dan bunyi keras hujan kedengaran dari genangan. Hujan seperti ditumpahkan, saluran dan dirainasi meluap.

Tabel 2 Keadaan Curah Hujan Dan Intensitas Curah Hujan Keadaan Curah Hujan Hujan sangat ringan Hujan ringan Hujan normal Hujan lebat Hujan sangat lebat Intensitas Curah Hujan (mm) 1 Jam 24 Jam <1 <5 15 5 20 5 20 20 50 10 20 50 100 > 20 > 100

Butir hujan dengan diameter > 0,5 mm disebut hujan dan diameter antara 0,5 0,1 mm disebut gerimis. Curah hujan tahunan bervariasi menurut tempat. Rata-rata curah hujan tahunan di daerah tropika dapat mencapai 4000 mm, tetapi di daerah gurun hanya mencapai 70 mm. Menurut badan meteorologi dan geofisika curah hujan dapat berbeda disebabkan beberapa faktor antara lain : letak daerah atau geografis, menurut musim, dan letak tempat 2.2 Klasifikasi Iklim Yang dimaksud dengan cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat. Cuaca itu terbentuk dari gabungan unsur cuaca dan jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja. Misalnya: pagi hari, siang hari atau sore hari, dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya. Di Indonesia keadaan cuaca selalu diumumkan untuk jangka waktu sekitar 24 jam melalui prakiraan cuaca yang dikembangkan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Departemen Perhubungan. Untuk negara-negara yang sudah maju perubahan cuaca sudah diumumkan setiap jam dan sangat akurat (tepat). Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama ( minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas. Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi bumi sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari dan tahunan; dan

b. Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisis. Perbedaan ini menyebabkan timbulnya penyerapan panas matahari oleh bumi sehingga besar pengaruhnya terhadap kehidupan di bumi. Perhatikan pada gambar berikut ini. Ada beragam klasifikasi iklim dan dinamai sesuai dengan nama lain yang mengembangkannya. Contohnya yaitu : a. Klasifikasi menurut Koeppen dan Thornthwaite yaitu berdasarkan unsur iklim, yaitu curah hujan dan suhu. b. Klasifikasi metode Schmidt Ferguson. Schmidt dan Fergoson (1951) yang menerima metode Mohr dalam menentukan bulan kering dan bulan basah, tetapi cara perhitungannya berbeda. Schmidt Fergoson (1951) menghitung jumlah bulan kering dan bulan basah dari tiap-tiap tahun, kemudian baru diambil rata-ratanya. Periode pengamatan yang diikutsertakan di dalam perhitungan jumlah bulan kering dan bulan basah adalah pada tahun 1921 1940, stasiun yang datanya kurang dari 10 tahun dihilangkan. Untuk menentukan jenis iklimnya, Schmidt dan Fergoson (1951) menggunakan harga perbandingan Q yang didefenisikan sebagai berikut : Q = Jumlah Rata- rata Bulan Kering x 100 % Jumlah Rata- rata Bulan Basah

Dari persamaan di atas akan dapat digolongkan iklim sebagai berikut : 0 Q < 0,143 0,143 Q < 0,333 0,333 Q < 0,600 0,600 Q < 1,000 1,000 Q < 1,670 1,670 Q < 3,000 3,000 Q < 7,000 7,000 Q < A : daerah sangat basah B : daerah basah C: daerah agak basah D : daerah sedang E : daerah agak kering F : daerah kering G : daerah sangat kering H : daerah luar biasa kering (ekstrim kering).

c. Metode Oldeman Seperti halnya metode Schmidt dan Fergoson (1951), metode Oldeman (1975) hanya memakai unsur curah hujan sebesar 200 mm tiap bulan dipandang cukup untuk membudidayakan padi sawah, sedangkan untuk sebagian besar palawija maka jumlah curah hujan minimal yang diperlukan adalah 100 mm tiap bulan. Musim hujan selama 5 bulan dianggap cukup untuk membudidayakan padi sawah selama satu musim. Dalam metode ini, bulan basah didefenisikan sebagai bulan yang mempunyai jumlah curah hujan sekurangkurangnya 200 mm. Meskipun lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis yang digunakan, periode 5 bulan basah berurutan dalam satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat menanam padi sebanyak 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan. Dari tinjauan di atas, Oldeman membagi 5 daerah agroklimat utama, yaitu : A : jika terdapat lebih dari 9 bulan basah berurutan B : jika terdapat 7 9 bulan basah berurutan C : jika terdapat 5 6 bulan basah berurutan D : jika terdapat 3 4 bulan basah berurutan E : jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan.

Stratifikasi kedua adalah jumlah bulan kering berurutan. Bulan kering didefenisikan sebagai bulan yang mempunyai jumlah curah hujan kurang dari 100 mm, karena untuk pertumbuhan tanaman palawija diperlukan curah hujan sekurang-kurangnya 100 mm tiap bulan. Jika terdapat kurang dari 2 bulan kering, petani dengan mudah mengatasinya karena tanah cukup lembab. Jika periode B bulan kering antara 2 dan 4, maka petani harus hatihati dalam membudidayakan tanaman, Periode 5 sampai 6 bulan kering berurutan dipandang sangat lama jika irigasi tanaman tidak tersedia. Tipe Iklim A1, A2 Penjabaran Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks surya rendah sepanjang tahun.

B1 B2 C1 C2, C3, C4

Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik. Produksi tinggi bila panen pada kemarau. Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija. Tanam padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun. Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman palawija yang kedua harus hati- hati jangan jatuh pada bulan kering. Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa tinggi kerana kerapatan fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup. Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun, tergantung pada adanya persediaan air irigasi. Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itu pun tergantung adanya hujan.

D1

D2, D3, D4 E

Pada praktikum ini ada 2 cara menentukan klasifikasi iklim, yaitu menurut Schmiot dan Ferguson dan Oldeman

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat Dan Bahan o Alat tulis o Data hujan harian dan bulanan o Data hujan jangka panjang (10 tahun) 3.2 Prosedur Kerja Data Hujan Harian / Bulanan 1) Data yang diberikan disalin. 2) Dibuat curah hujan bulanannya untuk setiap bulan salama satu tahun pada suatu tahun. Dilakukan untuk beberapa tahun data (sesuai uang diberikan Co-ast). 3) Dibuat rata- rata data hujan bulanan mulai Januari, Februari dan seterusnya. 4) Dihitung hari hujan untuk setiap bulannya dan rata- ratakan dari sejumlah tahun data yang ada. 5) Dibuat grafik dari data tersebut. 6) Ditentukan kapan kira- kira musim hujan/ basah mulai dan kapan berakhir. Data Hujan Kontinyu 1) Ditentukan curah hujan dengan kelebatan tertinggi pada suatu kejadian hujan. Kemudian dicari pula yang tertinggi dalam suatu bulan. 2) Ditentukan berapa lama kejadian hujan yang pling panjang. 3) Ditentukan lama hujan yang paling sering terjadi. Cara kerja klasifikasi iklim a) b) c) Data hujan dari berbagai stasiun dalam kawasan berdekatan dikumpulkan yang Data iklim tersebut diklasifikasikan menurut cara klasifikasi Schmith dan Dibuat rataan bulanan masing- masing data tersebut. mempunyai masa pendataan lebih dari dari 10 tahun. Ferguson serta cara klasifikasi Oldeman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan o I Koordinat : 3 21 , Stasiun : Lubuk Banyau Elevasi : +79m
Tahun 1979 1980 1982 1984 1985 1986 1987 1988 1990 1991 1992 JAN 229 0 225.4 258.5 276.7 203.6 331.8 316 164.3 210.6 468 2683.9 243.9909 FEB 215 0 152.6 82.7 348.6 91.2 122.6 138 298.5 130.6 399 1978.8 179.8909 MRC 84 0 380.6 283.4 460.1 263.4 291.2 176 299.5 350 610 3198.2 290.7455 APR 304 0 319.8 231.5 75.6 189 316.6 182.7 0 119 277 2015.2 183.2 MEI 314 0 236 182.5 109.3 217 157.9 90.2 186 207.2 293 1993.1 181.1909 Bulan JUN JUL 246.5 122.45 0 111.5 145.6 78.4 135.3 260.6 155.3 174.8 172.5 97 120 151.4 136.2 124.8 46 86 46 30 156 144.6 1359.4 123.5818 1381.55 125.5955 AGST 70 172.5 272 156.8 304.1 90.4 96.5 180.3 0 63 460 1865.6 169.6 SEP 137.3 0 73 155.8 129.7 237 93 320.3 151 23.2 531 1851.3 168.3 OKT 415.5 0 180.6 127.5 207.3 233.2 178 149.4 294.7 310.5 449 2545.7 231.4273 NOP 0 0 297.2 260.5 221.8 0 262.8 283.4 284.1 0 290 1899.8 172.7091 DES 334 0 465 159.5 121.6 0 0 95 254.9 492.3 0 1922.3 174.7545 Jumlah 2471.75 284 2826.2 2294.6 2584.9 1794.3 2121.8 2192.3 2065 1982.4 4077.6 24694.85 2244.986 BB 9 2 10 11 11 7 9 10 8 7 11 95 8.636364

0.2

KESIMPULAN Rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama minimal 30 tahun. Penggolongan iklim dikemukakan oleh para ahli, diantaranya : a. 60 mm. b. Oldeman : menggolongkan BB 200 mm dan BK 100 mm. Scmidth Ferguson : menggolongkan BB 100 mm dan BK

TINJAUAN PUSTAKA Bayong, T.H.K, 2004. Klimatologi. Penerbit ITB. Bandung. Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai