Anda di halaman 1dari 3

Pilar Pembangunan Wilayah Ate Fulawan

Oleh Robinson Sembiring Salah satu masalah utama pembangunan Pulau Simeulue adalah bagaimana menghubungkan produk pulau tersebut dengan pasar. Potensi sektor pertanian dan perikanan laut hanya mungkin ditingkatkan jika terdapat pasar penampung. Kehadiran NGOs di pulau ini telah memberikan banyak keuntungan, diantaranya: membuka mata masyarakat luar tentang sebuah pulau terpencil yang selama ini banyak orang tidak mengetahui keberadaannya, menggiatkan aktivitas ekonomi dan mendorong pembangunan infra struktur yang selama ini sangat minim. Masalah yang tersisa pada masa depan adalah akankah masyarakat pulau ini mampu membangun sendiri dirinya setelah ditinggalkan oleh NGOs ? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan mengarahkan perhatian pada beberapa pilar pembangunan yang sejak dulu seharusnya telah menjadi perhatian mereka yang concern terhadap pembangunan wilayah Ate Fulawan ini. Pilar-pilar yang dimaksud adalah: pembangunan komitmen, infra struktur dan modal sosial. Membangun Komitmen Selayaknya, bagian awal dari rekomendasi besar pembangunan pulau Simeulue adalah membangun komitmen setiap pihak yang terlibat. Berdasarkan komitmen ini, setiap pihak mulai melangkah memberikan kontribusi sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Ketika diucapkan bo tinga ita ataila nak e; bo tinga lale e, gafai nak e, itu hanya bermanfaat jika setiap pihak (masyarakat maupun pegawai pemerintah) segera berusaha mengganti kayu jembatan darurat yang patah manakala dia lewat dan melihatnya. Setiap pihak juga seharusnya berusaha memberikan kemudahaan manakala mengetahui di wilayahnya ada NGOs yang sedang melaksanakan program bantuan. Amat memalukan, jika seseorang -siapa pun dia- justru berusaha memperjuangkan kepentingan diri sendiri dengan cara memperalat atau menghambat laju program bantuan. Begitu banyak yang harus dilakukan dan semuanya membutuhkan ketekunan dan kehati-hatian agar tidak salah arah. Perlu empaty dan pengabdian bagi siapa pun yang akan bekerja untuk memajukan kehidupan 75,000 jiwa penduduk pulau ini. Sebenarnya, merupakan fakta yang mengejutkan jika pada kenyataannya masih sangat tinggi jumlah rumah tangga di Simeulue yang masih cenderung berada pada tahapan ekonomi subsistence. Pada beberapa desa masih terdapat aktivitas pemenuhan kebutuhan ala barter. Hasil dari kebun cengkeh misalnya dibarter dengan kebutuhan sehari-hari rumah tangga. Enam puluh tahun kemerdekaan Republik Indonesia ternyata masih menyisakan wilayah-wilayah yang menurut kategori Alvin W. Toffler pada bukunya Third Wave berada pada kategori awal gelombang kedua. Kondisi wilayah Kecamatan Alafan bahkan lebih parah. Akibat hantaman gelombang tsunami yang hampir menyapu bersih harta dan pemukiman masyarakat, kini mereka masih dalam proses memulai pembangunan; seolah-olah (hampir) berangkat dari titik nol. Pejabat pemerintah yang bertugas di pulau ini terlebih dulu sebaiknya tidak usah berangan-angan mendapat fasilitas hidup mewah.

*) Dimuat Koran Simeulue, 19 Maret 2007

Membangun Infrastruktur Membangun infrastruktur berupa jalan raya dan hubungan komunikasi menjadi pokok lanjutan dari upaya untuk membawa pulau Simeulue menuju masa depannya. Dengan sistem jalan raya dan komunikasi antartempat yang lancar dalam pulau, didukung pula oleh sistem transportasi udara/laut antara pulau dengan wilayah luar, diharapkan dapat terbentuk jaringan hubungan ekonomi pulau dan dengan wilayah-wilayah yang telah maju di Sumatera seperti Medan (ditambah Singkil dan Sibolga), Banda Aceh (ditambah Meulaboh), serta Padang (ditambah Pekanbaru dan Batam). Idealnya, pulau Simeulue dapat berfungsi sebagai pemasok kebutuhan konsumsi dan bahan mentah industri di kota Medan, Banda Aceh dan Padang. Dan, pulau Simeulue berfungsi sebagai pasar untuk hasil industri kota-kota besar di pulau Sumatera. Tidak seperti selama ini: Simeulue justru banyak bergantung pada pasokan bahan mentah dari luar ! Karena itu, gagasan untuk membuat jalan lingkar Simeulue (yang akan menghubungkan sebagian besar desa/kota di Simeulue) merupakan hasil pemikiran yang paling mendasar untuk memacu ekonomi dan pembangunan Simeulue. Biaya besar untuk mewujudkan sistem transportasi darat yang mencakup demikian banyak jembatan kecil maupun besar tidak membuat pemerintah dan masyarakat harus terus-menerus menundanya. Bukankah bo tinga lale e, gafai nak e ? Untungnya, biaya pengerasan jalan relatif murah karena untuk tahap awal masih dapat mengandalkan jalan pengerasan yang terbuat dari tanah kapur hasil lapukan karang. Jalan-jalan pengerasan saja sudah dapat dijadikan sebagai jalan penghubung yang memadai. Tidak seperti pulau lain yang sangat tergantung pada pasokan aspal ditambah batu, kerikil dan pasir karena kondisi dataran yang sangat berlumpur. Di Pulau Simeulue justru masih tersedia batu, kerikil dan pasir guna perbaikan jalan yang melimpah ruah. Membangun Modal Sosial Aspek lain adalah membangun modal sosial (social capital) masyarakat Simeulue. Pembangunan dibidang ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan SDM yang memiliki dedikasi tinggi. Dasarnya adalah pendidikan (pendidikan dasar dan pendidikan tinggi) bagi generasi muda serta pendidikan orang dewasa dalam bentuk pendampingan dalam mengelola usaha. Kelembagaan sosial dan ekonomi masyarakat perlu dibangun agar mereka tidak menjadi sapi perahan ketika berinteraksi dengan pasar yang berjalan menurut logika untung-rugi. Mereka harus tampil sebagai pelaku ekonomi yang memiliki posisi tawar-menawar yang strategis. Kelembagaan seperti koperasi maupun assosiasi-assosiasi menurut aktivitas ekonomi yang ditekuni (pertanian, nelayan dan industri kecil) perlu diperkuat dengan dampingan tenaga yang memiliki komitmen membangun Simeulue. Seharusnya, berbagai NGOs yang ikut ambil bagian membantu Aceh melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi berkoordinasi dengan pemerintah dalam membangun Simeulue. Lembaga-lembaga yang berjumlah puluhan tersebut setidaknya dapat melakukan analisis situasi, bekerjasama dengan pemerintah yang menyediakan data-base pembangunan Simeulue pada bidang-bidang yang tidak tercakup dalam agenda yang telah ditetapkan masing-masing NGOs. Dengan data ini diharapkan rencana pembangunan yang dibuat dapat secara detil memperhitungkan kondisi real yang ada, termasuk kecenderungan-kecenderungan perilaku sosial masyarakat.

*) Dimuat Koran Simeulue, 19 Maret 2007

Masing-masing pilar yang dikemukakan di atas, selanjutnya harus disangga oleh 3 (tiga) prinsip, yakni partisipasi, desentralisasi dan privatisasi. Dengan mengenakan ketiga prinsip tersebut pada pembangunan masing-masing pilar di atas, dimaksudkan bahwa pembangunan wilayah pulau Simeulue akhirnya tidak boleh didominasi sepenuhnya oleh pemerintah yang akhirnya akan meningkatkan ketergantungan masyarakat sebagaimana kecenderungan ini terjadi dalam banyak kasus pembangunan daerah. Jalan panjang dan berliku tampaknya harus ditapak oleh masyarakat Simeulue menuju kehidupan yang lebih baik. Tentu saja dengan dampingan pejabat pemerintah yang hidup susah-payah jauh dari bermewah-mewah. (Robinson Sembiring, Dosen FISIP-USU)

*) Dimuat Koran Simeulue, 19 Maret 2007

Anda mungkin juga menyukai