Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

PRNYAKIT ISKEMIK JANTUNG

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 Ketua Sekretaris : Ratna Helyani : 1. Ira Karlina 2. Lawani Meri : 1. Sisca Andriany 2. Rocherman Gema Aditya 3. Dorothy Karya Yogi 4. Hajrah 5. Ayu Rahmi Safarina 6. Inbarsurya Seru : dr. Emil B. Moerad, Sp.P

Anggota

Tutor

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2009/2010

kelompok dua | 1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah laporan dengan judul Penyakit Iskemik Jantung ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami. Laporan ini secara garis besar berisikan tentang penyakit iskemik jantug yang terdiri dari arterosklerosis, angina pektoris, dan infark miokard akut. Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. dr. Emil B. Moerad, Sp.P selaku tutor kelompok 2 yang telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil di Blok 13 modul 4 ini yang mengenai Penyakit Iskemik jantung. 2. Dosen-dosen yang telah mengajarkan materi perkuliahan kepada kami sehingga dapat membantu dalam penyelesaian laporan hasil diskusi kelompok kecil ini. 3. Teman-teman kelompok 1 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (dkk) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil (dkk) ini. 4. Teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman angkatan 07 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Dan tentunya kami sebagai penyusun mengharapkan agar laporan ini dapat berguna baik bagi penyusun maupun bagi para pembaca di kemudian hari. Akhirnya, tak ada gading yang tak retak, tentunya laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (dkk) ini.

Samarinda, 3 November 2009

Kelompok 2

kelompok dua | 2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... KATA PENGANTAR.................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................................... B. Manfaat Modul...................................................................................

1 2 3

4 4

BAB II PEMBAHASAN A. Step 1................................................................................................... B. Step 2.................................................................................................. C. Step 3.................................................................................................. D. Step 4.................................................................................................. E. Step 5.................................................................................................. F. Step 6.................................................................................................. G. Step 7................................................................................................. 5 5 5 9 10 10 10

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................................... B. Saran................................................................................................... 48 48

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

49

kelompok dua | 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Dalam Blok 13 membicarakan tentang kelainan thoraks tepatnya pada modul 4 ini, kita akan membicarakan skenario tentang nyeri dada. Dalam diskusi kami membahas tentang arterosklerosis, angina pektoris, dan infark miokard akut. Titik berat modul ini terdapat pada penyakit iskemik jantung, dimana topik bahasan yang dipilih adalah angina pektoris stabil, angina pektoris tak stabil, infark miokard dengan elevasi ST, dan tanpa elevasi ST. Hal-hal tersebutlah yang akan kami bahas dalam laporan kali ini.

B. Manfaat Modul

Laporan ini bertujuan agar dapat dimengerti dan dipahami oleh pembaca tentang semua yang barkaitan dengan penyakit iskemik jantung, terutama arteroslerosis, angina pektoris, dan infark miokard akut. Sehingga, dengan modul ini, diharapkan pengetahuan para mahasiswa kedokteran dapat lebih terarah dan mendalam terutama pada ilmu dasar yang natinya akan sangat digunakan pada pembahasan yang berkaitan dengan ilmu klinisnya.

kelompok dua | 4

BAB II PEMBAHASAN

STEP 1 Terminologi Asing 1. Dispneu : kesulitan bernapas ; Pernapasan yang secara subyektif dirasakan penderita sebagai pernafasan yang disadari tidak normal / tidak menyenangkan dan dipaksakan. 2. Keringat dingin : perasaan tidak enak karena keluarnya keringat yang diakibatkan dari peningkatan metabolism tubuh, dan pengeluaran keringat dingin ini terjadi ketika merasa nyeri.

STEP 2 Identifikasi Masalah 1. Mengapa Tn.ahmad hanya mengeluh nyeri dada sebelah kiri ? 2. Mengapa keluhan-keluhan seperti nyeri dada, nyeri seperti ditusuk-susuk dan menjalar kepunggung, keringat dingin dan dispneu terjadi pada Tn.Ahmad ? 3. Mengapa keluhan Tn.Ahmad semakin sering muncul pada waktu bernapas panjang dan beraktifitas ? 4. Mengapa keluhan Tn.Ahmad tidak terus-menerus ? 5. Apa hubungan TB dan riwayat merokok dengan keluhan penyakit sekarang ? 6. Apa yang dapat disimpulkan dari pemeriksaan fisik Tn.Ahmad ?

STEP 3 Brainstorming 1. Nyeri dada sebelah kiri ? Dapat dilihat dari anatominya misalnya pada jantung, pada otot jantung, pada costa-costanya, dan pada kulitnya.

kelompok dua | 5

Penyakit pada paru dapat juga menyebabkan nyeri pada dada

2. Nyeri seperti ditusuk-tusuk ? Bisa karena iskemia jantung : O2 tidak cukup, terjadi penumpukan asam laktat. Dan lama-kelamaan dapat menimbulkan stress mekanik. Iskemia pada jantung ini terjadi pada miokardium aterosklerosis Ada 4 sindrom pada iskemia : Angina pectoris Infark Miocard Acut Kematian jantung mendadak Iskemik jantung kronik dengan gagal jantung kongestif

Peradangan pada pericardium Keringat dingin ? Karena proses metabolisme di jantung Dan proses keringat dingin ini selalu keluar otomatis ketika merasa nyeri Dipsneu Terjadi pada IMA dan angina pectoris gangguan kontraktilitas jantung Hiperventilasi kurangnya suplai oksigen iskemia otot jantung dipsneu Ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi akibat gangguan

kontraktilitas jantung Kelemahan otot jantung dan fungsi mekains terganggu

kelompok dua | 6

3. Nyeri sering muncul saat bernapas panjang ? Ketika inspirasi dada akan mengembang dan pasti akan menekan jantung iskemia Katika inspirasi, SV paru bekerja lebih keras dan jantung pun juga bekerja keras nyeri Keluhan ketika berkatifitas ? Kebutuhan O2 saraf simpatis vasokonstriksi iskemia Plak yang timbul di arteri jantung > 75 % kebutuhan darah nyeri pada iskemia

4. Keluhan tidak terus-menerus Karena bila terus-menerus berkatifitas kerja jantung akan meningkat, teralu sering bekerja Kebutuhan O2 dan keadaan iskemia

5. Hubungan TB dengan keluhan Tn.Ahmad ? Terjadi metabolisme asam lemak, HDL dan LDL

kelompok dua | 7

Rokok nikotin menghambat pengeuaran katekolamin menghambat kontraksi otot jantung

6. Nilai normal RR : 12-24 x/m T : 120/80 mmHg N : 60-80 x/m S : 36,5-37,5 OC

Hasil pemeriksaan fisik TN.Ahmad RR : 32 x/m meninggkat, keadaan takipneu T : 170/100 mmHg keadaan hipertensi N : 88 x/m normal S : 37 OC normal

kelompok dua | 8

kelompok dua | 9

STEP 5 Learning Objective 1. Mengetahui dan memehami penyakit jantung iskemik : a. Angina pectoris b. IMA 2. Mengeahui dan memehami aterosklerosis

STEP 6 Belajar Mandiri Pada step ini, mahasiswa melakukan proses pembelajarannya masingmasing secara individu, untuk terus mencari ilmu-ilmu dan akan disampaikan pada pertemuan DKK 2 selanjutnya.

STEP 7 Sintesis Masalah

Aterosklerosis (Atherosclerosis) DEFINISI Aterosklerosis (Atherosclerosis) merupakan istilah umum untuk beberapa penyakit, dimana dinding arteri menjadi lebih tebal dan kurang lentur. Penyakit yang paling penting dan paling sering ditemukan adalah aterosklerosis, dimana bahan lemak terkumpul dibawah lapisan sebelah dalam dari dinding arteri. Aterosklerosis bisa terjadi pada arteri di otak, jantung, ginjal, organ vital lainnya dan lengan serta tungkai. Jika aterosklerosis terjadi di dalam arteri yang menuju ke otak (arteri karotid), maka bisa terjadi stroke. Jika terjadi di dalam arteri yang menuju ke jantung (arteri koroner), bisa terjadi serangan jantung.

PENYEBAB Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit, pindah dari aliran darah ke dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel yang mengumpulkan bahan-bahan lemak.

kelompok dua | 10

Pada saatnya, monosit yang terisi lemak ini akan terkumpul, menyebabkan bercak penebalan di lapisan dalam arteri. Setiap daerah penebalan (yang disebut plak aterosklerotik atau ateroma) yang terisi dengan bahan lembut seperti keju, mengandung sejumlah bahan lemak, terutama kolesterol, sel-sel otot polos dan sel-sel jaringan ikat. Ateroma bisa tersebar di dalam arteri sedang dan arteri besar, tetapi biasanya mereka terbentuk di daerah percabangan, mungkin karena turbulensi di daerah ini menyebabkan cedera pada dinding arteri, sehingga disini lebih mudah terbentuk ateroma.

Arteri yang terkena aterosklerosis akan kehilangan kelenturannya dan karena ateroma terus tumbuh, maka arteri akan menyempit. Lama-lama ateroma mengumpulkan endapan kalsium, sehingga menjadi rapuh dan bisa pecah. Darah bisa masuk ke dalam ateroma yang pecah, sehingga ateroma menjadi lebih besar dan lebih mempersempit arteri. Ateroma yang pecah juga bisa menumpahkan kandungan lemaknya dan memicu pembentukan bekuan darah (trombus). Selanjutnya bekuan ini akan mempersempit bahkan menyumbat arteri, atau bekuan akan terlepas dan mengalir bersama aliran darah dan menyebabkan sumbatan di tempat lain (emboli).

Resiko terjadinya aterosklerosis meningkat pada: Tekanan darah tinggi Kadar kolesterol tinggi Perokok Diabetes (kencing manis) Kegemukan (obesitas) Malas berolah raga Usia lanjut. Pria memiliki resiko lebih tinggi daripada wanita.

Penderita penyakit keturunan homosistinuria memiliki ateroma yang meluas, terutama pada usia muda. Penyakit ini mengenai banyak arteri tetapi tidak selalu

kelompok dua | 11

mengenai arteri koroner (arteri yang menuju ke jantung). Sebaliknya, pada penyakit keturunan hiperkolesterolemia familial, kadar kolesterol yang sangat tinggi menyebabkan terbentuknya ateroma yang lebih banyak di dalam arteri koroner dibandingkan arteri lainnya.

GEJALA Sebelum terjadinya penyempitan arteri atau penyumbatan mendadak, aterosklerosis biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejalanya tergantung dari lokasi terbentuknya, sehingga bisa berupa gejala jantung, otak, tungkai atau tempat lainnya.

kelompok dua | 12

Jika aterosklerosis menyebabkan penyempitan arteri yang sangat berat, maka bagian tubuh yang diperdarahinya tidak akan mendapatkan darah dalam jumlah yang memadai, yang mengangkut oksigen ke jaringan. Gejala awal dari penyempitan arteri bisa berupa nyeri atau kram yang terjadi pada saat aliran darah tidak dapat mencukupi kebutuhan akan oksigen. Contohnya, selama berolah raga, seseorang dapat merasakan nyeri dada (angina) karena aliran oksigen ke jantung berkurang; atau ketika berjalan, seseorang merasakan kram di tungkainya (klaudikasio interminten) karena aliran oksigen ke tungkai berkurang.

Yang khas adalah bahwa gejala-gejala tersebut timbul secara perlahan, sejalan dengan terjadinya penyempitan arteri oleh ateroma yang juga berlangsung secara perlahan. Tetapi jika penyumbatan terjadi secara tiba-tiba (misalnya jika sebuah bekuan menyumbat arteri), maka gejalanya akan timbul secara mendadak.

DIAGNOSA Sebelum terjadinya komplikasi, aterosklerosis mungkin tidak akan terdiagnosis. Sebelum terjadinya komplikasi, terdengarnya bruit (suara meniup) pada pemeriksaan dengan stetoskop bisa merupakan petunjuk dari aterosklerosis. Denyut nadi pada daerah yang terkena bisa berkurang.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis aterosklerosis: ABI (ankle-brachial index), dilakukan pengukuran tekanan darah di pergelangan kaki dan lengan Pemeriksaan Doppler di daerah yang terkena Skening ultrasonik Duplex CT scan di daerah yang terkena Arteriografi resonansi magnetik Arteriografi di daerah yang terkena IVUS (intravascular ultrasound).

PENGOBATAN Bisa diberikan obat-obatan untuk menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam

kelompok dua | 13

darah (contohnya Kolestiramin, kolestipol, asam nikotinat, gemfibrozil, probukol, lovastatin). Aspirin, ticlopidine dan clopidogrel atau anti-koagulan bisa diberikan untuk mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah.

Angioplasti balon dilakukan untuk meratakan plak dan meningkatkan aliran darah yang melalui endapan lemak. Enarterektomi merupakan suatu pembedahan untuk mengangkat endapan. Pembedahan bypass merupakan prosedur yang sangat invasif, dimana arteri atau vena yang normal dari penderita digunakan untuk membuat jembatan guna menghindari arteri yang tersumbat.

PENCEGAHAN Untuk membantu mencegah aterosklerosis yang harus dihilangkan adalah faktorfaktor resikonya. Jadi tergantung kepada faktor resiko yang dimilikinya, seseorang hendaknya: Menurunkan kadar kolesterol darah Menurunkan tekanan darah Berhenti merokok Menurunkan berat badan Berolah raga secara teratur.

Pada orang-orang yang sebelumnya telah memiliki resiko tinggi untuk menderita penyakit jantung, merokok sangatlah berbahaya karena: - merokok bisa mengurangi kadar kolesterol baik (kolesterol HDL) dan meningkatkan kadar kolesterol jahat (kolesterol LDL) - merokok menyebabkan bertambahnya kadar karbon monoksida di dalam darah, sehingga meningkatkan resiko terjadinya cedera pada lapisan dinding arteri - merokok akan mempersempit arteri yang sebelumnya telah menyempit karena aterosklerosis, sehingga mengurangi jumlah darah yang sampai ke jaringan - merokok meningkatkan kecenderungan darah untuk membentuk bekuan, sehingga meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri perifer, penyakit arteri

kelompok dua | 14

koroner, stroke dan penyumbatan suatu arteri cangkokan setelah pembedahan.

Resiko seorang perokok untuk menderita penyakit arteri koroner secara langsung berhubungan dengan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya. Orang yang berhenti merokok hanya memiliki resiko separuh dari orang yang terus merokok, tanpa menghiraukan berapa lama mereka sudah merokok sebelumnya. Berhenti merokok juga mengurangi resiko kematian setelah pembedahan bypass arteri koroner atau setelah serangan jantung. Selain itu, berhenti merokok juga mengurangi penyakit dan resiko kematian pada seseorang yang memiliki aterosklerosis pada arteri selain arteri yang menuju ke jantung dan otak.

ANGINA PEKTORIS STABIL Angina pectoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium. Biasanya memiliki karakteristik tertentu : Lokasinya berada di dada, substernal, dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung / pundak kiri. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih / berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti di remas-remas, atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak nafas serta perasaan takut mati. Nyeri berhubungan dengan aktifitas dan hilang dengan istirahat. Kuantitas : nyeri yang pertama kali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus dipertimbangkan sebagai angina tak stabil. Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam hitungan detik sampai beberapa menit. Nyeri tidak twrus-menerus, tapi hilang timbul dengan intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol. Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian cardiovascular society sebagai berikut: kelompok dua | 15

Klas I : aktifitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga satu sampai dua lantai dan lain-lain tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan yang berat, berjalan cepat serta terburu-buru waktu kerja atau bepergian.

Klas II : aktifitas sehari-hari agak terbatas, misalnya AP timbul bila melakukan aktifitas lebih berat dari biasanya,. Klas III : aktifitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2 blok, naik tangga satu lantai dengan kecepatan biasa. Klas IV : AP bias timbul waktu istirahat sekalipun. Hamper semua aktifitas dapat menimbulkan angina termasuk mandi dan menyapu.

Nyeri dada ada yang mempunyai cirri-ciri iskemik miokardium yang lengkap, sehingga tak meragukan lagi untuk diagnosis, sering disebut sebagai nyeri dada atau angina tipikal; sedangkan nyeri yang meragukan tidak mempunyai cirri yang lengkap dan perlu dilakukan pendekatan yang hati-hati, disebut angina atipik. Nyeri dada lainnya yng sudah jelas berasal dari luar jantung disebut nyeri non kardiak. Untuk membantu menentukan nyeri tipikal atau bukan maka baiknya anamnesa dilengkapi dengan mencoba menemukan adanya factor resiko baik pada pasien atau keluarganya seperti kebiasaan makann, kolesterol, DM, hipertensi, rokok dan penyakit vascular lain seperti stroke dan penyakit vascular perifer, dan lainlain. Pada AP stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat, sekalipun tidak termasuk UAP, berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan kemudian menetap. Pemeriksaan fisik Sering pemeriksaan fisik normal pada sebagian pasien. Mungkin pemeriksan fisik yang dilakukan waktu nyeri dada dapat menemukan adanya aritmia, gallop bahkan murmur, split S2 paradoksal, ronki basah dibagian basal paru, yang menghilang lagi saat nyeri sudah berhenti.penemuan adanya aterosklerosis umumnya seperti sklerosis A. karotis, aneurisme abdominal, nadi dorsum pedis atau tibialis posterior tidak teraba, penyakit valvular karena sklerosis, adanya

kelompok dua | 16

hipertensi, LVH, xantoma, kelainan fundus mata dan lain-lain tentu amat membantu.

Pemeriksaan laboratorium Beberapa pemeriksaan lab yang dilakukan: Hb, Ht, trombosit, dan pemeriksaan terhadap factor resiko koroner seperti gula darah, profil lipid, dan penanda inflamasi akut bila diperlukan, yaitu bila nyeri dada cukup berat dan lama, seperti enzim CK / CK-MB,CRP/HS CRP, troponin. Bila nyeri dada tidak mirip suatu UAP maka tidak semuanya pemeriksaan ini diperlukan.

Diagnostik Untuk memastikan bahwa memang ada iskemia miokardium sebagai penyebab nyeri dada diperlukan beberapa pemeriksaan :

EKG waktu istirahat Dikerjakan bila belum dapat dipastikan bahwa nyeri dada adalah non kardiak. Kelainan EKG 12 leads yang khas adalah perubahan ST T yang sesuai dengan iskemia miokardium. Akan tetapi perubahan-perubahan lain kea rah factor resiko seperti LVH dan adanya Q abnormal amat berarti untuk diagnostic. Gambaran EKG lainnya tidak khas seperti aritmia, BBB, bi atau trivaskular blok dsb. Depresi ST T 1mm atau lebih merupakan pertanda iskemik yang spesifik, sedangkan perubahan-perubahan lainnya seperti takikardia, BBB, blok vasikular dan lai-lain, apalagi yang kembali normal pada waktu nyeri hilang sesuai pula untuk iskemia.

Foto Toraks Pemeriksaan ini dapat melihat misalnua adanya kalsifikasi koroner ataupun katup jantung, gagal jantung, penyakit katup jantung, perikarditis, dan anurisma dissekan.

EKG waktu aktivitas / latihan

kelompok dua | 17

Penting sekali dilakukan pada pasien-pasien yang amat dicurigai, termasuk kelainan EKG seperti BBB dan depresi ST ringan. Begitu pula pada pasien-pasien dengan angina vasopastik; sedangkan pada pasien-pasien dengan kemungkinan iskemianya rendah, LVH, minum obat digoxin, dengan depresi ST kurang dari 1 mm boleh saja dikerjakan, meskipun sebenarnya tidak terlalu perlu.

Kontraindikasi misalnya IMA kurang dari 2 hari, aritmia berat dengan hemodinamik terganggu, gagal jantung manifest, emboli paru dan infark paru, perikarditis dan miokarditis akut, diseksi aorta.

Ekokardiografi Pemeriksaan ini bermanfaat sekali pada pasien dengan murmur sistolik untuk memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta yang signifikan atau kardiomiopari hipertrofik. Selain itu, dapat pula menentukan luasnya iskemia bila dilakukan waktu nyeri dada sedang berlangsung. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menganalisa fungsi miokardium segmental bila hal ini telah terjadi pada pasien AP stabil kronik atau bila pernah infark jantung sebelumnya, walaupun hal ini tidak dapar memperlihatkan iskemia yang baru terjadi. Bila ekokardiografi dilakukan pada waktu sampai 30 menit dari serangan angina, maka mungkin sekali dapat memperlihatkan adanya segmen miokardium yang mengalami disfungsi karena iskemia akut.

Stress, imaging, dengan ekokardiografi dan radionuklir Pemeriksaan stress ekokardiografi ini bermanfaat pada pasien yang dicurigai APS sedangkan EKG istirahatnya menunjukkan ST depresi 1 mm atau lebih atau memperlihatkan adanya sindrom WPW. Kedua tes ini juga berguna pada pasien pre revaskularisasi atau pasien-pasien dengan pacu jantung atau LBBB. Ekokardiografi stress dengan memakai obat-obatan bermanfaat sekali dilakukan pada pasien-pasien yang tak dapat melakukan stress dengan latihan ataupunyang akan dilakukan revaskularisasi (dengan PCI atau CABG).

Angiografi koroner

kelompok dua | 18

Pemeriksaan ini diperlukan pada pasien pasien yang tetap pada pasien APS klas III IV meskipun telah mendapat terapi yang cukup, atau pasien pasien dengan resiko tinggi tanpa mempertimbangkan beratnya angina, serta pasien-pasien yang pulih dari serangan aritmia ventrikel yang berat sampai cardiac Arrest, yang telah berhasil diatasi.

PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan terutama adalah mencegah kematian dan terjadinya serangan jantung (infark). Sedangkan yang lainnya adalah mengontrol serangan angina sehingga memperbaiki kualitas hidup. Pengobatan terdiri dari farmakologis dan non farmakologis seperti penurunan BB dan lain-lain, term asuk terapi reperfusi dengan cara intervensi atau bedah pintas (CABG). Bila ada 2 cara terapi yang sama efektif mengontrol angina, maka yang dipilih adalah terapi yang terbukti lebih efektif mengurangi serangan jantung dan mencegah kematian. Pada steniosis LM misalnya, bedah pintas koroner lebih dipilih karena lebih efektif mencegah kematian. Memang kebanyakan terapi farmakologis adalah untuk segera mengontrol angina dan memperbaiki kualitas hidup, tetapi belakangan telah terbukti, adanya terapi farmakologis yang mencegah serangan jantung dan kematian juga misalnya statin sebagai obat penurun lemak darah.

Farmakologis Aspirin Penyekat beta Angiotensin converting enzyme Inhibitor, terutama bila disertai hipertensi dan disfungsi LV Pemakaian obat-obatan untuk penurunan LDL pada pasien-pasien dengan LDL > 130mg/dl. Nitrogliserin semprot atau sublingual untuk mengontrol angina. Antagonis Ca atau nitrat jangka panjang dan kombinasinya untuk tambahan beta blocker apabila ada kontraindikasi.

kelompok dua | 19

Klopidogrel untuk pengganti aspirin yang terkontraindikasi mutlak. Antagonis Ca nondihidropiridin long acting sebagai pengganti penyekat beta untuk terapi permulaan Terapi terhadap factor resiko Penurunan kolesterol LDL pada pasien yang jelas menderita PJK dengan LDL anatar 100-129 mg/dl. Ada beberapa pilihan terapi : Lifestyle atau dengan obat-obatan Penurunan BB dan peningkatan latihan pada sindrom metabolic Pengobatan terhadap peninggian lipid lainnya atau factor resiko nonlipid lainnya Penurunan BB pada obesitas meskipun pasien tidak menderita hipertensi, dislipidemia, atau DM.

Non Farmakologis Disamping pemberian oksigen dan istirahat pada waktu datangnya serangan

angina misalnya, maka hal-hal yang telah tersebut diatas seperti perubahan life style, penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain merupakan terapi non farmakologis yang dianjurkan. Semuanya ini termasuk pula perlunya pemakaian obat secara terus menerus sesuai yang disarankan dokter dan mengontrol factor resiko, serta bila perlu

mengikutsertakan keluarganya dalam pengobatan pasien, dapat diamsukkan juga dalam edukasi.

Reperfusi Miokardium Reperfusi miokardium dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti intervensi koroner dengan balon, dan pemakaian stent sampai operasi CABG. Terapi inipun haruslah mengutamakan tujuan penurunan mortalitas serta mengurangi serangan jantungf akut, bukan hanya untuk mengurangi symptom dan memperbaiki kualitas hidup. Misalnya pasien APS dengan kelainan 1-2 pembuluh koroner, haruslah diberikan terapi farmakologis yang intensif dulu sebelum dikatakan bahwa terapi telah gagal. Sedangkan pasien dengan kelainan pembuluh Left Main (LM)

kelompok dua | 20

sebaiknya langsung dilakukan reperfusi karena memang terbukti menurunkan mortalitas. Keadaan yang memerlukan reperfusi miokardium pada APS : CABG pada stenois LM CABG pada lesi 3 pembuluh utama bila ada disfungsi LV CABG pada pasien lesi 2 pembuluh dan proksimal LAD dan disfungsi LV atau terdapat iskemia pada test non invasif PCI pada pasien-pasien dengan lesi 2 pembuluh dan proksimal LAD yang anatomis baik untuk PCI, apalagi bila LV fungsi normal dan tidak diobati untuk DM. PCI atau CABG pada pasien-pasien lesi 1 atau 2 pembuluh tanpa proksimal LAD yang bermakna, tetapi terdapat viable miokardium cukup luas atau pada tes non invasive termasuk resiko tinggi. CABG pada pasien dengan lesi 1 sampai 2 pembuluh tanpa proksimal LAD, yang pulih dari aritmia ventrikel yang berat/cardiac arrest. PCI atau CABG pada pasien yang sebelumnya sudah reperfusi PCI tetapi mengalami restnosis sedangkan terdapat miokardium viable luas ataupun pada test non invasive termasuk high risk. PCI atau CABG pada pasien-pasien yang berhasil baik dengan terapi konservatif, sedangkan reperfusi dapat dikerjakan dengan resiko cukup baik. Reperfusi transmiokardial secara operatif menggunakan laser. Terapi lain yang dapat dipertimbangkan pula pada pasien-pasien RPS atau asimptomatik PJK adalah : Pemberian hormone pengganti pada pasien perempuan post-menopause, bila tak ada KI Penurunan BB pada obesitas, sekalipun tak ada hipertensi, DM, dan hiperlipidemia. Terapi asam folat pada pasien dengan peninggian hemosistein Suplemen vitamin C dan E Identifikasi adanya depresi dan pengobatannya yang adekuat.

kelompok dua | 21

PENATALAKSANAAN LANJUTAN Yang lebih dahulu dievaluasi antara lain adalah bagaiamana keluhan-keluhan AP nya, apakah bertambah lagi atau tetap stabil, apakah timbul tanda-tanda disfungsi LV yang baru, apakah terapi yang ada dapat ditolerir dengan baik dan bagaimana control resiko dan adanya komorbid baru yang memerlukan terapi tapi mengganggu stabilitas AP nya. Setelah anamnesis yang diteliti mengenai perubahan dan perkembangan symptom, maka pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pula mengenai adanya tandatanda gagal jantung, aritmia, perubahan-perubahan pembuluh darah tepi lainnya, perubahan-perubahan pada jantung dan lainnya. Pemeriksaan lab terutama ditujukan pada factor resiko, seperti gula darah dan glikosilat Hb pada DM, profil lipid, fungsi ginjal, dan lain-lain. Profil lipid mulamula diperiksa 4-8 minggu, lalu tiap 4 sampai 6 bulan. Dalam pelaksanaan lanjutan, pasien-pasien lanjutan, mungkin diperlukan lagi test-test non invasive seperti yang direkomendasikan sbb : 1. Foto toraks bila terdapat tanda-tanda CHF yang baru atau perburukannya. 2. Penilaian kembali fungsi sistolis LV atau analisa segmental LV dengan cara eko atau radionuklir pada pasien dengan CHF yang baru timbul maupun perburukannya ataupun timbulnya tanda-tanda infark jantung. 3. Ekokardiografi pada pasien dengan tanda-tanda kelainan katup yang baru atau perburukan kel. Katup yang ada.

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL Definisi Yang dimaksud dengan angina tak stabil yaitu : 1. pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di manna angina cukup bnerat dengan frekuensi yang cukup sering, lebih dari 3 kali per hari. 2. pasien dengan angina yang angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina lebih seering timbul, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan factor presipitasi makin ringan. 3. pasien dengan serangam angina waktu istirahat. Pada 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada keseragaman. Klasifikasinya berdasarkan serangan angina dan keadaaan klinik.

kelompok dua | 22

Beratnya angina : Kelas I. Angina berat untuk pertama kali, atau makin bertambahnya nyeri dada. Kelas II, Anina pada waktu istirahat dan terjadinya subakutdalam 1 bulan, tetapi tidak ada serangan angina dalam 48 jam terakhir. Kelas III. Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya serangan akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir. Keadaan Klinis Kelas A. Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris. Kelas B. Angina tak stabil yang primer, tak ada factor ekstra kardiak. Kelas C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.

Intensitas pengobatan. Tak ada pengobatan atau hanya mendapay pengobatan minimal Timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi standar. Masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang maksuimum, dengan penyekat beta, antagonis kalsium, dan nitrat

Menurut pedoman Amiracan Collage of Cardiology (ACC) dan America Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infrk tanpa elevasi ST (NSTEM= Non ST Elevation myocardial infarction) ialah apakah iskemianya yang timbul cukup berat sehingga dapat menyebabkan kerusakan miokardium, sehingga adanya pertanda kerusakan miokardium yang diperiksa. Patogenensis Angina pectoris tak stabil yang juga disebut sebagai angina kresendo, diandai dengan nyeri angina yang frekuensinya meningkat. Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia miokard yang lebih seriu dan mungkin irreversible sehingga kadangkadang disebut angina prainfark. Pada sebagian besar pasien, angna ini dipicu oleh perubahan akut pada plak diserta trombosis parsial, embolisasi distal thrombus, dan atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung adalah aterosklerotik koroner dan lesi terkaitnya. Inisiasi Aterosklerotik Heart Disease :

kelompok dua | 23

Serangkaian factor risiko ateroskleosis seperti hiperkolesterolemia, merokok dapat menyebabkan kerusakan pada endotel yang kemudian mencetuskan serangkaian mekanisme lanjutan untuk membentuk plak aterosklerotik.

Akumulasi partikel lipoprotein. Lipoprotein dapat terakumulasi dlama tunika intima arteri, umumnya pada keadaan hiperkolesterolemia (peningkatan Low Density Lipoprotein dalam plasma). Lipoprotein ini umumnya berhubungan dengan komponen matriks ekstraseluler, yaitu proteoglikan untuk melakukuan sekuestrasi. Sekuestrasi di dalam inttima ini menyebabkan lipoprotein terhindar dari pajanan antioksidan di plasma darah. Lipoprotein ini berikutnya akan memicu reaksi inflamasi local.

Adhesi leukosit. Reaksi inflamasi yang ditimbulkan kemudian dapat memicu adhesi leukosit pada permukaan endotel vaskuler. Monosit dan leukosit ini melalui sejumlah besar molekul atau reseptor untuk leukosit yang terekspresi di permukaan endotel, seperti VCAM 1, ICAM 1, dan P-selektin, melakukan adhesi. Ekspresi bermacam molekul ahesif leukosit akan makin memacu rekrutmen leukosit di lesi arterial.

Penetrasi leukosit. Saat telah terjadi adherensi, beberapa leukosit bermigrasi ke intima. Migrasi ini dipacu oleh serangkaian factor kemotaktik lipoprotein dan kemotaktik sitokin ( chemokine mchrophage chemotaractan protein 1) yang diproduksi oleh dindng sel vaskuler sebagai respon adanya lipoprotein yang telah termodifikasi.

Akumulasi leukosit. Saat telah menjadi residen di intima, sel fagosit mononuclear akan berdiferensiasi membentuk makrofag dan bertaransformasi membentuk sel busa (foam cells). Sel busa inilah yang kemudian melalui mekanisme eksositosis akan memindahkan lipoprotein keluar dari dindng arteri untuk dioksidasi dalam darah.Namuna ada sebagian foam cell yang mengalami apoptosis, sehingga sel fagosit mononuclear yang mati dengan kandungan lipoprotein di dalamnya ini menambah kompleksitas plak atherosklerotk, yang dikenal dengan lesi necrotic core.

Makrofag dan sitokin yang mati ini kemudian akan merangsang pembentukan lebih banyak sitokin dan factor-faktor pertumbuhan. Growth factor yang diketehui di antaranya adalah factor yang mencetuskan proliferasi sel otot polos

kelompok dua | 24

pda tunica media dan tunica intima dan mengakumulasikannya dalam plak. Sementara sitokin lain, seperti IL-1 dan TNF- menginduksi factor pertumbuhan platelet.

Beberapa teori patogenesa Unstable Angina Pektoris yang diungkapkan adalah : Ruptur Plak Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pectoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subrtotal atau total dari pembuluh darah koroner yang sebelumnya telah mengalami penyempitan yang minimal. Dua per tiga dari pembuluh darah yang mengalami rupture sebelumnya mengalami penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil memiliki penyempitan kuran dari 70%. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya rupture terjadi di tepi plak yang berdekaytan dengan intima yang normal ada pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadfang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemahkarena adanya enzim protease yang dihasilkan oleh makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap). Terjadinya rupture menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet sehingga menyebabkan terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh darah 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat maka akan muncul angina tak stabil.

Trombosit dan agregasi trombosit Agregasi platelet dan pembentukan thrombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya tronbosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti leak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan thrombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot pols dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi factor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, factor jaringan berinteraksi dengan factor VIIa untuk

kelompok dua | 25

memulai kaskade reaksi enzimatim yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan thrombus. Factor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi yang berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil. Vasospasme Terjadinya vasokonstriksi juga memunyai efek penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adnya disfugsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dan tonus pembuluh darah yang menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angia Printzmetal juga daoat menimbulkan angina tak stabil. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan thrombus. Erosi pada Plak tanpa Ruptur Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi sel otot polos sebagai reaksi terhadap perubahan endotel. Adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan vaskuler dengan cepat dan keluhan iskemia. DIAGNOSA Anamnesis Pasien yang datang dengan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dada berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyeri dari koroner atau bukan. Perlu ditanyakan faktor-faktor resiko seperti hipertensi diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, dan stress. Perlu ditanyakan pula sifat nyeri dada angina: Lokasi : substernal, retrosternal, dan perikordial Sifat nyeri : rasanya sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusik, serasa diperas atau dipelintir Penjalaran: biasanya kelengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan

kelompok dua | 26

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat Faktor pencetus : latihan fisk stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan Gejala yang menyertai: mual, mutah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas

Pemerikasaan Penunjang Elektrokardiografi (EKG) Pemeriksaan EKG sangat peting baik untuk diagnose maupun stratifikasi risiko pasien angina ta stabil. Adanya depress segmen ST yang baru menunukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah astu tanda iskemia dan NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T neatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal dan pada NSTEMI 1-6%. Uji latihan Pasien yang telah stabil dengan terapi medika mentosa dan menunjukan tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise tes dengan alat treadmill. Bila

hasilnya negative prognosisnya baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebihlebih bila didapatkan deprei segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi karena resiko terjadinya komplikasi kardiovaskuler dalma waktu mendatang cukup besar. Ekokardiografi Pemeriksaan ekokardigrafi tidak memberikan data untuk diagnose angina pektoralis tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosa kurang baik. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai pertanda paling penting dalam diagnose. Menurut ESC dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I + dalam 24 jam. Troponin kelompok dua | 27

tetap positif selama 2 minggu. Resiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. CK-MB kurang spesifik untuk diagnose karena karena juga ditemukan diotot skeletal, tapi berguna untuk diagnose infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.

PENATALAKSANAAN Tindakan Umum Pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensuf koroner, pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen; pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin. Terapi Medikamentosa OBAT ANTI ISKEMIA

Nitrat Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah suplai oksigen dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki alian darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau melalui infuse intravena; yang ada di Indonesia terutama isosorbid dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4 mg per jam. Bila keluhan sudah terkendali infuse dapat diganti isosorbid dinitrat per oral. Penyekat Beta Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Semua pasien dengan angina tak stabil harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi. Berbagai macam beta blocker seperti propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti pada pasien dengan angina tak stabil, yang menunjukkan efektivitas yang serupa. Kontraindikasi pemberian penyekat beta antara lain pasien dengan asma bronchial, pasien dengan bradiaritmia. Antagonis kalsium kelompok dua | 28

Antagonis

kalsium

dibagi

dalam

golongan

besar:

golongan

dihidropiridin seperti nifedipin dan golongan nondihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua golongan dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah. Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek inotropik negative juga lebih kecil. Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan nondihidropiridin pada pasien SKA dengan faal jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium biasanya pada pasien yang ada kontraindikasi dengan antagonis atau telah diberi penyekat beta tapi keluhan angina masih refrakter. OBAT ANTI AGREGASI TROMBOSIT Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tak stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga golongan obat anti platelet seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP IIb/IIIa telah terbukti bermanfaat. Aspirin Banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal 51% sampai 72% pada pasien angina tak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160 mg per hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg per hari. Tiklopidin Tiklopidin suatu derivate tienopiridin merupakan obat lini kedua dalam pengobatan angina tak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia, di mana insidennya 2,4%. Dengan adanya klopidegrol yang lebih aman pemakaian tiklopidin mulai ditinggalkan. Klopidogrel Klopidogrel juga merupakan derivate tienopridin, yang dapat menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tklopidin dan belum ada laporan neutropenia. Klopidegrol dianjurkan untuk diberikan pada pasien yang tak tahan kelompok dua | 29

aspirin. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg per hari dan selanjutnya 75 mg per hari. Inhibitor Glikoprotein IIb/IIIa Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada saat ini 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui untuk pemakaian dalam klinik yaitu: absiksimab, suatu antibodi monoclonal;eptifibatid, suatu siklik heptapeptid; dan tirofiban, suatu nonpeptidmimetik. Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil maupun untuk obat tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus angina tak stabil. OBAT ANTITROMBIN

Unfractioned heparin Heparin ialah suatu glikoasaminoglikan yang terdiri dari pelbagai rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin, akan bekerja menghambat thrombin dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma yang lain, sel darah dan sel endotel, yang akan mempengaruhi ioavailibilitas. Karena adanya ikatan protein yang lain dan perubahan bioavailibilitas yang berubah-ubah maka pemberian selalu perlu pemeriksaan laboratorium untuk memastikan dosis pemberian cukup efektif. Activated partial thromboplastin time (APTT) harus 1.5-2.5 kali control dan dilakukan pemantauan tiap 6 jam setelah pemberian. Low Moleculer Weight Heparin (LMWH) Low moleculer weight heparin (LMWH) dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai polisakarida heparin. Kebanyakan mengandung sakarida kurangdari 18 dan hanya bekerja pada faktor Xa, sedangkan heparin menghambat faktor Xa dan thrombin. Dibandingkan dengan unfractioned heparin, LMWH mempunyai ikatan terhadap protein plasma kurang, bioavailabilitas lebih besar dan tidak mudah di netralisir oleh faktor 4, lebih besar pelepasan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dan kejadian trombositopeni lebih sedikit. LMWH yang ada di Indonesia ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin, dan fondaparinux.

kelompok dua | 30

Keuntungan pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.

INFARK MIOKARD AKUT DENGAN ELEVASI ST A. Pendahuluan IMA merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering dinegara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. IMA dengan elevasi ST (ST elevation myopcardial infraction = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.

B. Patofisiologi STEMI terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah okulasi thrombus pada plak arterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh factor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Sebagian besar infark terjadi jika plak arteroslkerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologist menunjukan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis(kolagen, ADP, efinefrin, seratonin) memicu aktifitas trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2. Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.

kelompok dua | 31

Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti fibrinogen, dimana molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat ken=mudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

C. Diagnosis 1. Anamnesis Pasien datang dengan keluhan nyeri dada. Jika nyeri berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyeri berasal dari koroner atau bukan, perlu ditanyakan pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor resiko seperti hipertensi, DM,

dislipidemia, merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut : Lokasi substernal, retrosernal, dan prekordial. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir. Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, tembus ke punggung,. Nyeri membaik apabila istirahat atau dengan obat nitrat Gejala penyerta : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan lemas. 2. Pemeriksaan Fisik

kelompok dua | 32

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat. Sering kali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Nyeri dada substernal >30 menit. Tanda lainnya yaitu pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung I dan split paradoksial bunyi jantung kedua. 3. EKG Gambaran EKG dengan elevasi ST Gambaran EKG dengan elevasi ST 2 mm. Minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan 1 mm pada 2 sadapan ekstermitas segmen T meningkat 4. Pemeriksaan Lab CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Miogoblin : dapat dideteksi setelah 1 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. Lactic dehydrogenase : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari. 2. PENATALAKSANAAN a. Tujuan: Diagnosis cepat Menghilangkan nyeri dada Penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan Pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet Pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA b. Tatalaksana Awal

kelompok dua | 33

Tatalasana pra Rumah Sakit 1. Edukasi pada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan 2. Pemberian fibrinolitik pra hospital Tatalaksana di Ruang Emergensi 1. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada 2. Identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera 3. Triase pasien resiko rendah ke ruangan yang tepat dirumah sakit 4. Menghindari pemulangan cepat pasien dengan IMA c. Tatalaksana Umum Oksigen tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam I Nitrogliserin diberikan dengan dosis 0,4 mg dan diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan secara intravena. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit dengan total 20 mg. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardi atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5 mg IV. Aspirin efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang

kelompok dua | 34

emergensi. Selanjutnya diberikan oral dengan dosis 75-162 mg. Beta Bloker diberikan metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 menit, TD sistolik >100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. 15 menit setelah dosis terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam. Terapi reperfusi memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien IMA berkembang

menjadi pump failure. PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (PCI) Intervensi koroner perkutan, biasanya angiopasti dan atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif untuk mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama pada infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat, dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan dengan trombolisis. PCI pimer dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien > 75 tahun), resiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah terdapat sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur atau bekuankuarng mudaj hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbayas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.

REPERFUSI FARMAKOLOGIS Fibrinolisis Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan pada 30 menit sejak masuk. Tujuan utama fibrinolisis adalah restrorasi cepat patensi arteri koroner. Tedapat berbagai macam obat fibrinolitik, antara lain: Streptokinase (SK). kelompok dua | 35

Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi.Reaksi alergi tidak jarang ditemukan, manfaat mencakup harganya yang murah dan insiden perdarahan intrakranial yang rendah, manfaat pertama diperlihatkan pada GISSI-1 trial. Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase)

Global use of strategies to Open Coronary Arteries-1 (GUSTO) trial menunjukan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA dibandingkan SK. Namun lebih mahal dan resiko perdarahan intrakranial tinggi. Reteplase (Retavase)

Inject trial menunujukan efikasi dan keamanan dibandingkan dengan SK dan tPA pada GUSTO III trial, dengan bolus yang lebih rendah karena waktu pareuh yang lebih panjang. Tenekteplase (TNKase)

Keuntungan mencakup memperbaiki spesifitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1).

Semua obat bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu; golongan spesifik fibri seperti tPA dan non-spesifik fibrin sepert streptokinase. Jika dinilai secara angiografi, aliran dalam arteri koronari yang terlibat digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in mycocardial infraction (TMII)grading system: Grade 0; oklusi total pada arteri yang kena infark Grade 1; penetrasi sebagian materi kontras melewati titik obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskuler distal Grade 2; perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian distal tetapi dengan aliran yang melambat dibanding normal Grade 3; perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan aliran normal.

kelompok dua | 36

Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karen perfusi penuh pada areti koroner yang terkena infark menunjukan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas. Indikasi Terapi Fibrinolitik Klas I 1. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan elevasi ST >0.1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sadapan ekstremitas. 2. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan LBBB baru dan diduga baru. Klas IIa 1. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi

fibrinolitik pada pasien STEMI dengan onset gejala <12jam dan EKG 12 sadapan konsisten dengan infark miokard posterior 2. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberiuan terapi fibrinolitik pada pasien dengan gejala STEMI mulai dari <12jam samapi 24 jam yang mengalami gejala iskemia yang terus-menerus berlanjut dan elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau sekurang-kurangnya 2 sadapan ekstremitas. Trombolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi ST >50% dalam 90 menit pemberian trombolitik.

TATALAKSANA DI RUMAH SAKIT

ICCU Aktivitas; istirahat total dalam 12 jam pertama Diet; puasa atau minum air dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak<30% kalori total dan kolesterol < 300 mg/hari. Menu harus diperkaya serat, magnesium, kalsium, dan rendah natrium.

kelompok dua | 37

Bowels; istirahat ditempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangkan nyeri sering menimbulkan konstipasi. Dianjurkan penggunaan kursi komod disamping tempat tidur, diet tinggi serat dan penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200mg/hari) Sedasi; sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg, atau lorazepam o,5-2 mg, diberikan 3-4 kali sehari.

TERAPI FARMAKOLOGIS 1. Antitrombotik Penggunaan antiplatelet dan antitrombin selama fase STEMI mempunyai peran yang penting dalam patogenesa. Tujuan primer adalah untuk memantapakan dan memepertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Obat anti trombin standar pada klinis adalah UFH(Unfractionated heparin). Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin, membantu trombolisis dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang dianjurkan adalah bolus 60 U/kg (max 4000 U) dilanjutkan infus initial 12 U/kg perjam (max 1000 U/jam). Activated partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali. 2. Penyekat Beta Manfaat di abgi 2: yang terjadi segera setelah pemberian obat secara akut dan diberikan dalam jangka panjang jika sebagai pencegahan sekunder setelah infark. Pemeberian obat ini memperbaiki suplei oksigen, mengurangi nyeri dan luas infark, dan mengurangi risiko aritmia. Terapi penyekat beta pasca STEMI untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapat inhibitor ACE. Kecuali pada kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik atau riwayat asma) 3. Inhibitor ACE

kelompok dua | 38

Inhibitor ACE dapat menurunkan mortalitas pasca STEMI dengan penambahan aspirin dan penyeka beta. Inhibitor ACE harus diberikan pada 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien gagal jantung, pasien dengan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau abnormalitas dindnig dada, atau pasien hipertensi.

KOMPLIKASI STEMI Disfungsi ventrikuler Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan nin infark. Proses ini disebut remodeling ventrikuler dan umunya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahu pasca infark. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien fraksi ejeksi <40%, tannpa meliat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan. Gangguan hemodinamik Penyebab utama kematian pada STEMI adalah Gagal pemompaan. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas. Tatalaksana edema paru akut Terapi O2 Morfin sulfat 2,5mg iv, dapat diulang tiap 5-10 menit sampai dosis total 20mg Inhibitot ACE Nitrogliserin sublingual atau iv Diuretik: furosemid 40-80mg bolus iv, dapat diulang atau dosis ditingkatkan setelah 4 jam. Beta blocker harus diberikan sebelum pulang untuk pencegahan sekunder Syok kardiogenik

kelompok dua | 39

Hanya 10% pasien syok kardiogenik ditemukan saat masuk sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel. Tatalaksana syok kardiogenik Terapi O2 Jika tekanan darah sistolik <70mmHg dan terdapat tanda syok ddiberikan norepinefrin Jika tekanan darah sistolik <90mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit Jika tekanan darah sistolik <90mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit Revaskularisasi arteri koroner segera Terapi trombolitik doberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tak ideal dengan tindakan invasif dan tidak mempunyai kontraindikasi trobolisis. Intra aortic ballon pump (IABP) direkomendasikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dengan terapi farmakologis, bila sarana tersedia. Infark ventrikel kanan Infark ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kusmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Tatalaksana infark ventrikel kanan Pertahankan preload ventrikel kanan Loading volume : infus NACl 0.9% 1-2liter cairan jam I selanjutnya 200ml/jam Hindari penggunaan nitrat dan diuretik Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri Vasodilator arteri Penghambat ACE Reperfusi

kelompok dua | 40

Aritmia pasca STEMI Mekanisme aritmia terfkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elekrolit, iskemia dan perlambatan konduksi di zona iskemia miokard.

Ekstrasistol ventrikel Takikardi dan fibrilasi ventrikel

KOMPLIKASI MEKANIK Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel. Penatalaksanaan= operasi Perikarditis. Penatalaksanaan pilihan utama aspirin (160-325 mg/hari), indometasin, ibuprofen, dan kortikosteroid.

PROGNOSIS Risk Score untuk infark miokard elevasi ST

Faktor Risiko (Bobot) Usia 65-74 tahun (2) Usia > 75tahun Diabetes melitus/Hipertensi atau angina (1) Tekanan darah sistolik < 100mmHg (3) Frekuensi jantung > 100 (2) Klasifikasi Killip II-IV (2) Berat < 67 Kg Elevasi ST anterior/ LBBB (1) Waktuu ke reperfusi > 4 jam 91) Skor risiko= total poin (0-14)

Skor Risiko/Mortalitas 30 hari(%) 0 (0,8) 1 (1,6) 2 (2,2) 3 (4,4) 4 (7,3) 5 (12,4) 6 (16,1) 7 (23,4) 8 (26,8) >8 (35,9)

kelompok dua | 41

INFARK MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI ST Angina pektoris tak stabil dan infark miokard akut tanpa elevasi ST diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya pentalaksanaannya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Patofisiologi NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur atau plak yang tak stabil. Plak yang tak stabil ini mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proposi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan megeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati. Evaluasi Klinis Nyeri dada dengan lokasi khas subternal atau kadang di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukan bahwa mereka yang memilki gejala onset baru angina berat/terekselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi di dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. EKG

kelompok dua | 42

Gambaran elektrokardiogram (EKG), secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menetukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al, menunjukan peningkatan risiko outcome yang buruk menigkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya meberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI. Biomarker kerusakan miokard Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 mimggu. Pada gambar 1 dapat dilihat kinetik biomarker jantung seperti mioglobin, CKMB dan troponin. Skor risiko TMI Skor risiko merupakan suatu metode sederhana untuk stratifikasi risiko, dan angka faktor risiko. Insidens outcome yang buruk pada 14 hari berkisar antara 5% dengan skor risiko 0-1, sampai 41% dengan skor risiko 6-7. Skor risiko TIMI untuk UA/NSTEMI Usia 65 tahun 3 faktor risiko PJK Stenosis sebelumnya 50% Deviasi ST 2 kejadian angina 24 jam Aspirin dalam 7 hari terakhir Penigkatan petanda jantung

Serum Kreatinin Terdapat banyak bukti yang menunjukan disfungsi ginjal berhubungan dengan peningkatan risiko outcome yang buruk. Beberapa penelitian menunjukan pasien-pasien dengan kadar klirens kreatinin yang lebih rendah memilki gambaran risiko tinggi yang lebih besar dan outcome yang kurang baik. Petanda Biologis (biomarker) Multipel untuk Penilaian Risiko

kelompok dua | 43

Newby et al. mendemonstrasikan mioglobin, creatinin kinase-MB dan torponin I menunjukkan stratifikasi risiko yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium. Sabatine et al.

mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi yang terjadi pada UA/NSTEMI yaitu : ketidakstabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikoroembolisasi, inflamasi ventrikel, kerusakan ventrikel kiri. Pengobatan Sasaran pengobatan IMA pertama adalah menghilangkan rasa sakit dan cemas. Kedua mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi (30-40%) yang serius seperti payah jantung, aritmia, thrombo-embolisme, pericarditis, ruptur m. papillaris, aneurisma ventrikel, infark ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian mendadak. Untuk sakit diberikan sulfat morphin 2,5-10 mg IV. Pethidin kurang efektif dibandingkan Morphin dan dapat menyebabkan sinus tachycardia. Obat ini banyak dipakai pada infark inferior dengan sakit dada dan sinus bradycardia. Dosis 25-50 mg dapat diulang sesudah 2-4 jam dengan perlahan-lahan . Pada sakit dada dengan lMA terutama infark anterior dengan sinus tachycardia dan tekanan darah sistolik di atas 100 - 100 mm Hg B-Blocker dapat dipakai. Dosis kecil B-Blocker mulai dengan 1/2 - 5 mg Inderal. IV. Dikatakan bahwa pemberian B-Blocker dalam 5 jam pertama bila tidak ada kontra indikasi dapat mengurangi luasnya infark (1,4,7,12) Nitrat baik sublingual maupun transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada hari-hari pertama. Nifedipin,C-antagonist yang sering dipakai bila diduga penyebabnya adalah spasme koroner, khusus angina sesudah hari ke-2 dan sebelum pulang.dan Istirahat, Pemberian 02,diet kalori rendah dan mudah dicernakan dan pasang infus untuk siap gawat. Pemberian anti koagulansia hanya pada penderita yang harus dimobilisasi agak lama seperti gagal jantung, syok dan infark anterior yang luas. Sekitar 6070% dari infark tidak terdapat komplikasi dan dianjurkan penanganan sesudah 2-3 minggu untuk uji latih jantung beban (ULJB) yang dimodifikasikan.

kelompok dua | 44

Kalau normal untuk rehabilitasi biasa tetapi kalau abnormal agar diperiksa arteriogram koroner untuk mengetahui tepat keadaan pembuluh darah koronernya agar dapat ditentukan sikap yang optimal. Bila ada komplikasi pada IMA dicoba untuk mengklasifikasi penderita ini dalam subset klinik dan hemodinamik (Forrester) untuk pengobatannya. Subset Klinik dan Hemodinamik : Pengobatan pada IMA (4) Subset : Klinik : Hemodinamik : Pengobatan: Kematian I Tanpa bendu NCI(>2,2) Hilangkan 1-3% ngan paru NPCWP(<12) sakit dan O2 paru & hipo perfusi II Bendungan pa PCWP naik Diuretika 10% ru-paru tanpa (>18)CI N dan Nitra hipoperfusi tes III Hipoperfusi Menurun Ganti vol. 20% tanpa bendu CI(<.2) Digoxin ngan paru PCWP N Dobutamin, Vasodilator IV Bendungan PCWP naik Vasopressor 50-80% paru & hipo & Cl turun Vasodilator perfusi peri IABC;Bedah fer pada lesi yang dapat dikoreksi CI = Cardiac Index PCWP = Pulmonary capillary Wedge Pressure Pembatasan perluasan Infark: seperti telah diterangkan bahwa perfusi miokard dan kebutuhan metabolik tidak boleh dirugikan oleh pengobatan. Keadaan yang mungkin memperluas infark harus dicegah atau langsung diperbaiki seperti : a. Tachykardia , b. Hipertensi , Hipotensi, d.Aritmia dan e. Hipoxemia. Menghadapi keadaan tersebut diperlukan strategi pengobatan yaitu : 1. Upaya menurunkan kebutuhan 02 miokard dengan cara :

kelompok dua | 45

a. B.Blocker b. menurunkan afterload penderita dengan hipertensi c. Membantu sirkulasi dengan IABC 2. Mengurangi iskemia miokard dengan memperbaiki perfusi atau aliran kolateral ditingkatkan sehingga persediaan 02 miokard meningkat. .

1. Pengobatan dengan thrombolitik streptokinase, Tissue plasminogen activator (Actylase) . 2. Calcium antagonist 3. Peningkatan perfusi koroner dengan IABC

Streptokinase intra vena memberi thrombolyse dalam 50% para penderita bila diberikan dalam waktu 6 jam sesudah timbul gejala infark. Dosis : 250.000 U dalam 10 Menit, diikuti dengan infus dengan dosis antara 850.000 sampai 1.700.000 U selama 1 jam. Sebaiknya diberikan Hydrocortison IV-l00 mg sebelum streptokinase diberikan. Heparin diberikan 2 jam sesudah streptokinase infus berakhir.(2,3,12,13) Actylase, recombinant human tissue-type plasminogen activator (rt-PA) . Actylase adalah suatu bahan thrombolitik yang unik dengan teknologi DNA rekombinan dan dinyatakan sebagai bahan yang mampu menghambat terjadinya oklusi pembuluh darah koroner dengan cara menyebabkan lysisnya thrombus sebelum terjadi infark jantung total. Bahan ini mempunyai sifat spesifik dimana tidak mempengaruhi proses koagulasi sistemik. Disamping itu bahan ini tidak menyebabkan allergi karena berasal dari protein manusia secara alami. Untuk mendapatkan bahan ini secara alami tentu tidak mudah, karena untuk mendapat 1 gr human tissue plasminogen acti vater dibutuhkan 5 ton jaringan manusia. Cara membuatnya adalah dengan teknik Recombinant DNA dan metode fermentasi sel jaringan. (genetic engineering). Cara kerja actylase adalah fibrin spesifik dan berikatan dengan fibrin guna mengaktifkan perobahan plasminogen menjadi plasmin. Afinitasnya besar pada fibrin dan tidak aktif di darah.

kelompok dua | 46

Kerja actylase cepat yaitu 1-2 menit setelah pemberian 10 fig. Indikasi: Thrombo-oklusi koroner, pulmoner, deep vein thrombosis peripheral arterial occlusion. Kontra indikasi: 1.Adanya diathese hemorrhagis 2.Adanya perdarahan internal baru 3.Perdarahan cerebral. 4.Trauma atau operasi yang baru 5.Hipertensi yang tidak terkontrol 6.Bacterial endocarditis 7.Acute pancreatitis.

kelompok dua | 47

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dari penjelasan yang telah disampaikan seperti di atas, dapat disimpulkan bahwa nyeri dada diakibatkan kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan disebut iskemia miokardium. Metabolisme anaerob menghasilkan asam laktat yang tertimbun dan menurunkan pH sel. Reseptor nyeri kemudian terangsang oleh metabolik yang tertimbun, atau oleh stress mekanik lokal akibat kelainan kontraksi miokardium. Angina paling dipicu oleh CAD. CAD terdiri dari tumpukan lemak yang kemudian menjadi lemak dan megakibatkan arteroskelosis.

B. Saran Kami selaku penyusun ingin menyarankan kepada para pembaca untuk tidak mudah merasa puas dengan apa yang telah disajikan pada laporan ini. Harapannya, para pembaca dapat lebih mencari tahu mengenai materi yang disampaikan melalui berbagai referensi yang lebih lengkap, dan lebih memahaminya, agar tujuan dari pemaparan materi pada laporan ini dapat tercapai.

kelompok dua | 48

DAFTAR PUSTAKA

2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid.III. Jakarta: FKUI Cotran & Kumar, Robbin. 2002. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Price, Sylvia A & Wilson Lorraine M. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC http://medicastore.com/penyakit/137/Aterosklerosis_Atherosclerosis.html

kelompok dua | 49

kelompok dua | 50

Anda mungkin juga menyukai