Anda di halaman 1dari 19

Pelatihan Dasar Manajemen Penanggulangan Bencana Pengurus Pusat PB IDI Ciloto, 26 29 April 2007

PROBLEMATIKA GAWAT DARURAT MEDIK DI INDONESIA

Sahat Edison Sitorus,SpBS Departemen Ilmu Bedah,Divisi Bedah Saraf FK UNSRI/RSMH Palembang

TUJUAN PEMBELAJARAN Mengetahui arti gawat darurat medik Mengetahui apa yang dimaksud sebagai safe community Mengetahui apa yang dimaksud sebagai Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Medik Terpadu Mengetahui Masalah Gawat Darurat Medik pada suatu bencana dan musibah massal Mengetahui ruang lingkup sistem Mengetahui peran dari orang awam,petugas non medik, petugas medik Mengetahui sarana dan prasarana yang digunakan serta mampu menggunakannya. Mengetahui pengorganisasian sistem baik dalam keadaan gawat darurat sehari-hari maupun musibah masal atau bencana

Keadaan gawat darurat medik dapat terjadi pada siapapun , ditempat manapun dan dapat terjadi setiap waktu dimana keadaan ini akan menyebabkan kematian dan kecacadan

Kematian, kesakitan dan kecacadan dapat terjadi ditempat kejadian, selama perjalanan dan selama pertolongan didalam rumah sakit. Dari penelitian autopsi dan data epidemiologi sebenarnya sebagian penderita masih dapat diselamatkan baik dari kematian, kesakitan ataupun kecacatan dengan pertolongan pertama dan terapi definitive yang memadai.

Masalahnya ganguan fisiologis organ yang terjadi sering sudah berlanjut sampai pada henti fungsi sebelum mendapatkan terapi resusitasi pada keadaan awal kegawat daruratan atau terjadi kegagalan fungsi organ pada masa masa berikutnya akibat resusitasi yang diberikan sebelumnya kurang atau tidak memadai.

Tidak melakukan stabilisasi dan fiksasi dari awal pertolongan akan menyebabkan kerusakan anatomis yang ada bisa berlanjut karena manipulasi yang tidak aman.

Jadi ada aspek waktu dan aspek kualitas pada pertolongan medik penderita gawat darurat yang berpengaruh pada mortalitas dan morbiditas (the right patient to the right place in the right amount of time )

Untuk memenuhi kebutuhan diatas harus ada suatu sistem yang menjamin keselamatan penderita agar dapat mendapatkan pelayanan medik yang memadai, yang melibatkan penderita, penolong serta sarana penunjangnya mulai dari tempat kejadian sampai kerumah sakit yang dilaksanakan dalam waktu yang singkat. Sistem ini disebut sebagai Sistem pelayanan Gawat Darurat Terpadu yang di Amerika Serikat atau beberapa Negara maju dikenal sebagai Emergency Medical Services System ( EMS).

CONTOH KASUS Pagi hari sekitar jam 6.15 pagi, laki-laki pengendara motor tanpa helm, melaju dengan cepat, pada suatu tikungan tanpa tanda batas jalan pengendara terkejut saat melihat kendaraan roda empat yang datang dari arah berlawanan, berusaha menghindari tabrakan pengendara motor terjatuh, sementara pengendara kendaraan bermotor empat saat melihat pengendara motor segera mempercepat laju kendaraannya meninggalkan korban tergeletak. Korban yang terbentur kepalanmya serta terjepit pahanya oleh motor ditemukan dalam keadaan gelisah, kesakitan sementara paha kiri terlihat mengalami perubahan bentuk dengan genangan darah disekitarnya. Beberapa kendaraan sempat melewati tanpa usaha untuk berhenti dan menolong. Beberaapa warga setempat segera member bantuan dengan mengangkat motor dan menarik penderita ketepi jalan dan berusaha menghentikan beberapa kendaraan. Salah satu kendaraan bak terbuka ahirnya bersedia membawa korban ke rumah sakit terdekat dalam waktu 40 menit Tiba di rumah sakit korban tampak diam, pucat dengan genangan darah pada paha kirinya, petugas gawat daurat tak ditempat karena sedang memberikan laporan tentang jaga sebelumnya. Pertanyaan Apa yang telah terjadi Mengapa hal tersebut terjadi Cedera apa yang dialami korban Kenapa kendaraan lawan kecelakaan meneruskan perjalanan juga kendaraan lain sebelum warga setempat datang Siapa yang datang menolong, apa yang dilakukan penolong pertama kali

Kemana korban dibawa, siapa yang membawa dengan cara bagaimana Kenapa bisa terjadi saat korban tiba petugas tidak ada ditempat Bagaimana keadaan penderita saat dating Bagaimana hasil analisa saudara, dan konsep apa yang akan saudara usulkan

BATASAN Sistem Pelayanan Gawat Darurat terpadu adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait, yang dilaksanakan ditingkat prarumah sakit ( tempat kejadian, selama transportasi), di Unit Gawat darurat rumah sakit dan antar unit gawat darurat rumah sakit yang terjalin padu. Gawat darurat medik adalah keadaan ancaman kehilangan nyawa atau bagian dari tubuh pada penderita yang sehat sebelumnya

KOMPONEN TERKAIT DALAM SPGDT Agak sedikit berbeda dengan EMS atau Emergency Medical Services yang merupakan Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu di Amerika Serikat dengan penekanan pada aspek pelayanan, maka pada SPGDT yang dianut juga melibatkan aspek pencegahan dan pengamanan diri. Beberapa fase atau tahapan dari SPGDT yang kita pakai adalah Tahapan Deteksi Tahapan Supresi Tahapan Pra Rumah Sakit Tahapan Rumah Sakit

Tahapan Bencana Tahapan penilaian

I. Tahapan deteksi Pada tahapan ini diidentifikasi tempat dimana sering terjadi kecelakaan lalu lintas ( tikungan tajam, turunan licin, jalan berlubang) daerah yang berbahaya dalam kerja (sumur minyak, pembuatan bahan kimia dan lain-lain) tempat rekreasi rawan kecelakaan ( tepi pantai dengan gelombang besar, pegunungan dengan gas beracun) , tempat sering terjadi tindak perbuatan criminal ( terminal, kereta ekonomi) Kualitas dari helm dan sabuk pengaman yang tak memenuhi standard kelayakan pakai dapat mencelakakan pengguna, kendaraan atau pesawat tua yang bisa menyebabkan kecelakaan. Struktur bangunan yang tak tahan gempa pada daerah tertentu. Tak kalah pentingnya adalah rambu-rambu lalulintas dan disiplin pengendara mobil atau motor. Termasuk dalam fase ini daerah yang pernah atau mungkin mengalami bencana seperti daerah dengan gunung berapi yang aktif, daerah rawan banjir, gempa bumi dan lain-lain. Semua masalah dengan keadaan diatas seyogyanya sudah dapat diinventarisir

II. Tahapan supresi Pada fase ini seyogyanya terjadi kerja sama antara pemerintah, swasta dan masarakat. Perbaikan sarana jalan raya, perbaikan

kualitas helm dan sabuk pengaman, pemberian tanda-tanda atau rambu-rambu tanda berbahaya bagi daerah yang rawan kecelakaan seperti tikungan tajam, pantai berombak tinggi, sungai deras dan banyak lagi. Peraturan ataupun tata tertib bagi keselamatan kerja, berlalu lintas dan banyak lagi haruslah melibatkan masarakat secara aktif. Tahapan I dan II yang melibatkan masarakat aktif berupaya untuk mencegah korban yang terjadi karena kecelakaan dan bukan karena penyakit. Masarakat belajar untuk melindungi diri sendiri dengan mempelajari, melatih dan menerapkan prinsip- prinsip yang dimaksud dalam fase I dan II yang dikenal sebagai safe community.

III. Tahapan Pra Rumah Sakit Seperti telah disebutkan diatas kejadian gawat darurat pada seseorang bisa terjadi setiap saat, dimana saja, bahkan tanpa ada orang lain mengetahuinya. Keluarga atau masyarakat yang menemukan atau mengetahui keadaan gawat darurat ini haruslah melaporkannya ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti pos kesehatan, balai kesehatan, klinik 24 jam atau puskesmas setempat, langsung kerumah sakit atau melalui orari, radiomedik 118 dan ambulans gawat darurat. Diharapkan fasilitas kesehatan yang dihubungi dapat mengirimkan bantuan tenaga penolong dengan atau tanpa ambulans. Masalahnya sering nomor bagian gawat daurat suatu rumah sakit sulit untuk diingat masarakat bahkan oleh petugas kesehatan yang bertugas di bagian tersebut, kalaupun tersambung lebih sering terdengar nada sibuk, hal lainnya saat menerima telepon tentang adanya korban yang mengalami kegawatan untuk dengan ringannya mengatakan agar korban langsung saja dibawa ke bagian

gawat darurat karena petugas sedang sibuk melayani penderita dibagian gawat darurat tersebut. Beberapa korban sering langsung dibawa ke rumah sakit rujukan tanpa mencari pertolongan di fasilitas kesehatan sebelumnya atau karena pengalaman ditolak oleh petugas kesehatan tersebut karena merasa penderita sangat gawat untuk dapat dikelola difasilitas kesehatan tersebut. Keadaan ideal ini terjadi di Negara maju seperti Amerika Serikat, dengan telepon darurat bebas pulsa yaitu 911, yang merupakan nomor panggilan gawat darurat bersama baik bagi polisi, pemadam kebakaran maupun ambulans medis. Petugas yang datang dengan ambulansnya dikenal sebagai EMTs (Emergency Medical Technicians) yang mampu melakukan pertolongan gawat darurat medik pada situasi lapangan yang jauh berbeda dibanding situasi di rumah sakit baik mandiri maupun dengan panduan seorang dokter gawat darurat Di Negara kita pada umumnya kebiasaan ini belum dikerjakan secara terpadu, kecuali pada beberapa kota tertentu antara lain Jogyakarta. Hal ini disebabkan karena sistem belum ada dan tidak mengetahui cara menghubungi fasilitas kesehatan, tidak tahu nomor yang harus dihubungi, kalaupun berhasil dihubungi bisa jadi tak mendapat sambutan atau mendapat pelayanan yang kurang ramah. Dinegara maju seperti Amerika Serikat sistem komunikasi yang ada sudah berjalan dengan baik, sehingga orang awam bisa segera masuk kedalam sistem melalui panggilan 911. Sistem komunikasi ini meliputi penerima (dispatcher) yang akan mengkoordinasikannya dengan gawat darurat rumah sakit, ambulans , dokter pengarah selama pertolongan pra rumah sakit. Dinegara kita nomor panggil resmi untuk keadaan gawat darurat medik adalah 118 yang merupakan panggilan bebas pulsa. Di Jogyakarta system komunikasi dipandu oleh Pusbankes kependekan dari pusat bantuan kesehatan yang menerima informasi lewat telepon dari masarakat

yang menemukan atau mengalami kecelakaan, selanjutnya Pusbankes menyampaikan pada ambulan siaga yang berada dalam wilayah tersebut yang mewakili rumah sakit diwilayah tersebut yang menjadi anggauta persatuan rumah sakit di Jogya. Ambulans tersebut setelah menerima pesan adanya korban segera mendatangi Menunggu tenaga penolong datang atau angkutan datang, keluarga atau masyarakat yang merupakan orang awam terlatih seperti pramuka, pelajar sekolah menengah, anggauta palang merah remaja dan lain-lain seyogyanya dapat mengamankan tempat sekitar kejadian yang bisa membahayakan penderita atau memindahkan penderita ketempat yang lebih aman. Perlu diperhatikan bahwa pada keadaan yang memerlukan dokumentasi polisi seperti kecelakaan , pemindahan barang bukti sebaiknya ditunda sampai polisi datang. Memindahkan penderita dari tempat kejadian terutama penderita dengan gawat darurat trauma tanpa cara yang dianjurkan bisa memperburuk keadaan. Diperlukan tenaga yang telah dilatih atau mengetahui cara memindahkan dan mengangkat penderita secara aman. Pada keadaan gawat darurat, seyogyanya penolong pertama sebelum petugas medik lapangan datang atau sebelum dikirim langsung dapat melakukan tindakan sederhana seperti memiringkan penderita dengan cara dan posisi miring yang benar sewaktu penderita muntah, menghentikan perdarahan dari luka dengan balut tekan, meluruskan tubuh atau anggauta tubuh yang patah, dan bila mungkin melakukan resusitasi jantung paru pada penderita yang mengalami henti jantung atau nafas. Hal ini terutama diharapkan bagi orang awam khusus karena tugasnya seperti polisi, petugas oemadam kebakaran, satuan pengamanan dan lain-lain disertai ketrampilan pertolongan gawat darurat dapat bekerja lebih baik lagi. Bagi petugas medik lapangan diharapkan dapat melakukan semua hal diatas mulai dari

mengeluarkan menderita dari tempat kejadian, memindahkan sampai melakukan pengamanan saluran nafas, bantuan pernafasan, kontrol perdarahan, imobilisasi, stabilisasi dan menyiapkan penderita untuk transportasi kerumah sakit serta melakukan kontak konsultasi dengan dokter pengarah. Di Amerika Serikat dokter ini disebut sebagai medical direction dengan tanggung jawab utama adalah aspek kualitas pertolongan medik dalam sistem pertolongan sebelum rumah sakit. Pengiriman atau transportasi kerumah sakit Tahap selanjutnya setelah ditemukannya penderita tanpa atau dengan pertolongan sederhana, penderita dikirim kerumah sakit. Mengirim penderita dalam keadaan gawat darurat oleh orang awam tanpa perlindungan atau kemampuan menolong penderita sering memperburuk keadaan penderita terutama dalam keadaan tanda vital tak stabil Kendaraan yang dipakai untuk membawa penderita terutama dengan keadaan gawat darurat trauma bisa jadi tak memungkinkan penderita dalam posisi yang dibutuhkan. Sebagaimana yang kita ketahui sering penderita dikirim dalam mobil yang dipenuhi oleh anggauta keluarga. Lebih baik membawa penderita menggunakan mobil bak barang terbuka atau truk dimana posisi penderita baik baring atau miring dapat dilakukan lurus, serta penolong bisa leluasa melakukan pertolongan sederhana. Yang palinmg ideal adalah memanggil petugas gawat darurat lapangan dengan ambulan gawat darurat. Petugas seperti ini di Amerika Serikat dikenal sebagai Emergency Medical Technicians atau paramedic. Petugas seperti ini selain mampu melakukan pertolongan ditempat kejadian juga dalam ambulans dan melakukan pengawasan serta penilaian selama perjalanan kerumah sakit yang dituju Selama perjalanan menuju tempat kejadian, tindakan pertolongan ditempat kejadian dan menuju rumah sakit, petugas ini diwajibkan

mengadakan komunikasi dengan dispatcher maupun dokter pengarah ( medical direction). Pada keadaan tanpa system atau system yang belum jalan, orang awam atau keluarga dianjurkan membawa penderita yang belum mendapatkan pertolongan apapun ke fasilitas kesehatan yang terdekat terlebih dahulu, guna mendapatkan pertolongan keadaan gawat daruratnya. Penderita dimana keadaan gawat daruratnya telah ditanggulangi haruslah dibawa kerumah sakit yang dapat memberikan pertolongan definitive terhadap penyakitnya. Untuk penderita yang mengalami cedera berat seyogyanga dikirim kerumah sakit yang memberikan pelayanan khusus penderita trauma yang dikenal sebagai trauma centre (rumah sakit pusat penanganan trauma). Di Amerika Serikat dikenal beberapa tingkatan Trauma Centre sesuai dengan kemampuan penanganan baik dari kualitas pelayanan maupun tingkat kesiagaannya. Mengadakan komunikasi guna menyampaikan informasi keadaan penderita dengan rumah sakit yang dituju perlu dilakukan sesegera mungkin, agar tim gawat darurat dapat menyiapkan tenaga dan fasilitas sesuai yang dibutuhkan. Di Negara Indonesia belum dikenal trauma centre secara khusus, walaupun demikian tingkat kualitas pelayanan dan kesiagaan tertinggi dijumpai pada rumah sakit pendidikan yang umumnya rumah sakit vertikal Departemen Kesehatan yang mendidik dokter dan spesialis yang disertai pelayanan paripurna lainnya. Pertolongan pra rumah sakit ini bisa diringkas dimulai (a) adanya penderita atau korban, (b) mempunyai akses komunikasi kepada pelayanan kesehatan (c) adanya sistem komunikasi yang mengatur yang mengkoordinasikan dan mengatur semua fasilitas kesehatan baik stasioner seperti rumah sakit maupun mobil seperti ambulans pra rumah sakit(d) adanya tenaga yang mampu melakukan pertolongan gawat darurat secara benar dan aman sebelum petugas paramedic tiba seperti orang awam, orang awam khusus, (e) patugas

kesehatan yang mengkhususkan bekerja prarumah sakit dilapangan atau dalam ambulans yang dibekali pengetahuan serta ketrampilan melakukan semua tindakan penyelamatan seperti petugas paramedic bahkan dokter berminat,(f) adanya alat transportasi yang dengan petugas yang terampil melakukan pengenalan Pertolongan di ruang gawat darurat. Penderita yang tiba di ruang gawat darurat langsung diterima dan dinilai keadaan gawat daruratnya yaitu penilaian Saluran Nafas (Airway), Pernafasan (Breathing), Jantung dan peredaran darah (Circulation), Kesadaran (Neurologic dysfunction), dan Suhu (enviroment) sekaligus melakukan tindakan resusitasi yang sesuai, penilaian kembali hasil resusitasi , monitoring memakai alat penunjang ( pulse oksimetri, ekg dan lain-lain), pemeriksaan fisik keadaan tubuh dari kepala kekaki, pemeriksaan fungsi neurologis serta pemeriksaan penunjang seperti radiologis, laboratoris. Untuk penderita dengan gawat darurat trauma pengelolaan sesuai dengan standard ATLS ( advanced trauma life support). Bila resusitasi tidak berhasil terutama karena perdarahan berlangsung terus di dalam rongga torak atau abdomen yang tak dapat terkontrol segera diputuskan untuk melakukan operasi resusitasi di rumah sakit tersebut. Tindakan tersebut yang disebut control damage adalah usaha untuk mengontrol perdarahan sementara misalnya melakukan sayatan pada garis tengah perut dan menempatkan kasa besar dikeempat sudut kwadran rongga abdomen selanjutnya luka ditutup menggunakan klamp untuk kain penutup daerah pembedahan ( towel clamp). Tindakan ini oleh WHO direkomendasikan bagi dokter umum bahkan perawat kamar bedah dalamk keadaan memaksa. Hal ini sebaiknya sudah diperkirakan sejak awal mulai dari pengetahuan mekanisme seperti trauma tajam atau juga tumpul yang mengenai daerah dada atau perut dengan tanda-tanda klinis gangguan masalah dan melakukan resusitasi dan stabilisasi selama perjalanan ke RS

sirkulasi. Bila resusitasi berhasil dan keadaan vital stabil, terapi definitive bisa dilakukan pada di rumah sakit tersebut atau dirujuk kerumah sakit yang lebih sesuai atau permintaan pindah rumah sakit yang satu level dalam penanganan penderita trauma. Diperlukan suatu prosedur kerja antara bagian gawat darurat rumah sakit baik untuk rujukan ataupun pemindahan. Pindah rumah sakit sebaiknya didasarkan pada kemampuan rumah sakit yang dituju dalam melakukan terapi definitive terutama operasi khusus atau bagi penderita tak sadar tanpa keluarga pengiriman penderita harus ditujukan kerumah sakit dengan kualitas pelayanan dan kesiagaan tertinggi baik fasilitas tenaga, pemeriksaan penunjang radiologi, pembedahan maupun perawatan intensif. Bila penderita gawat darurat lebih dari seorang bahkan banyak perlu dilakukan pemilahan pada pintu masuk berdasarkan prioritas kegawatan seperti diatas

MUSIBAH MASSAL Pelayanan gawat darurat sehari-hari dirumah sakit dapat berubah pada keadaan luar biasa seperti musibah massal akibat suatu kecelakaan. Pelayanan gawat darurat dihadapkan pada keadaan dimana jumlah pelayanan sangat meningkat melebihi tenaga dan sarana yang ada. Masalah kenaikan beban kerja gawat darurat suatu rumah sakit pada kejadian musibah massal dapat dikurangi sekecil mungkin dengan system triase di rumah sakit terutama bila dilakukan dilapangan dimana sebagian besar korban sudah diseleksi dengan benar sehingga korban yang datang dirumah sakit benar-benar sudah stabil dan yang memerlukan terapi definitive.

Korban yang terjadi baik pada musibah massal maupun bencana sebenarnya sama yaitu penderita yang mengalami kegawat daruratan medik akibat mekanisme trauma. Pada keadaan musibah massal semua sarana dan prasarana masih baik dan semua pelayanan kesehatan dapat dikerjakan benar hanya saja korban bisa sangat banyak dalam satu waktu yang singkat. Pertolongan dapat dikerjakan dengan cepat karena umumnya tempat kejadian musibah massal terjadi dilokasi yang mudah dicapai seperti kecelakaan kendaraan darat baik bus maupun kereta api.

Pada musibah masal segera setelah masarakat langsung dan lebih baik lagi polisi 110, Dinas kebakaran 113 dan kesehatan 118 segera tiba dilapangan ( rapid respons dalam waktu 10-15 menit) melaporkan kejadian ke ruang gawat darurat rumah sakit segera dikirim tim medik lapangan ( tim gawat darurat rumah sakit yang merupakan tenaga sedang tak tugas tetapi siaga untuk diekskalasi ke lapangan) yang berasal dari berbagai unit gawat darurat rumah sakit terdekat dengan tempat musibah, dan melakukan rapid assessment, paling lambat dalam 2 jam sudah dapat diketahui jumlah korban, tingkat kegawatan menurut ABCs trauma, resusitasi lapangan dan rencana rujukan ke rumah sakit yang sesuai. Tim medik lapangan seyogyanya bekerja sama dengan polisi untuk pengamanan daerah kecelakaan, dengan pemadam kebakaran untuk mengantisipasi kemungkinan ledakan dan kebakaran akibat tumpahnya bahan mudah terbakar setelah kecelakaan. Bersama petugas pemadam kebakaran dan petugas prahospital melakukan ekstrikasi korban terperangkap, evakuasi ketempat aman dan melakukan triase lapangan, resusitasi, stabilisasi serta rujukan. Tim medik lapangan dari berbagai rumah sakit seyogyanya berada dibawah koordinasi dinkes setempat. Perlengkapan yang dibutuhkan adalah alat proteksi diri untuk lapangan dimana masih bisa terjadi proses lanjutan dari musibah masssal, perlengkapan resusitasi ABCs, alat fiksasi dan

stabilisasi, yang sesuai dengan jarak dan waktu dari fasilitas pelayanan kesehatan.

Tahapan pertolongan pra rumah sakit survei tempat kejadian periksa apakah terdapat hal-hal yang akan membahayakan baik korban maupun penolong, hilangkan atau hindari putuskan apakah diperlukan bantuan tambahan baik intrakesehatan atau luar kesehatan bagaimana mancapai korban apakah dibutuhkan cara khusus termasuk peralatannya

survei primer untuk menentukan kegawatan yang ada dengan cara triase lakukan dari jarak aman dahulu dengan cara memanggil untuk menentukan apakah penderita sadar atau tidak seandainya sadar ditanyakan apakah ada rasa sakit pada tubuh bila digerakan ( patah tulang panjang atau belakang) atau tak dapat mengerakan anggauta tubuh tanpa sakit ( cedera sumsum tulang belakang), bila ya dilakukan pemindahan ketempat fiksasi dan stabilisasi dengan memakai papan long spine board serta dilakukan penilaian ABCs kembali sebelum dikirim kerumah sakit rujukan yang sesuai penderita sadar penuh tanpa sakit dan bisa bergerak ( walking wounded) diminta berpindah ke tempat aman yang disediakan, dicari kemungkinan cedera tersembunyi penderita dengan ancaman kehilangan nyawa ABCDs diidentifikasi dilakukan resusitasi yang sesuai dan dilakukan juga menurut kebutuhan artinya bila jarak cukup dekat maka pencapaian

pembuluh darah vena yang gagal dengan ukuran standard tak perlu dilakukan venous cut down penderita untuk resusitasi bedah segera dikirim kerumah sakit terdekat dengan fasilitas bedah umum segera setelah diputuskan harus dilakukan resusitasi secara pembedahan Survei sekunder dilakukan pada korban setelah resusitasi respon memberi respon baik cedera tubuh diperkirakan dari mekanisme trauma dan keluhan yang dijumpai periksa secara cepat dari kepala kekaki keperluan dari survei sekunder adalah menemukan cedera tubuh agar dapat dilindungi dari kerusakan lebih lanjut, prinsip do no further harm pada penderita yang mengalami cedera tubuh setelah suatu kejadian trauma

Pengelolaan definitif lapangan disini dilakukan penutupan luka baik kulit dan otot yang robek, dengan patah tulang terbuka, visera yang keluar seperti otak atau usus. Jangan melakukan usaha untuk memasukan visera kembali ketempatnya pelurusan dan imobilisasi patah tulang panjang imobilisasi dan stabilisasi tubuh memakai long spine board untuk pengiriman ke rumah sakit transfer ke rumah sakit berdasarkan prioritas kegawatan, kemungkinan hidup dan jenis tindakan definitif yang diperlukan tidak semua rumah sakit mampu melakukan tindakan definitif seperti kasus pembedahan kepala, jantung dan tulang belakang

rumah sakit yang terdekat sebaiknya untuk resusitasi pembedahan Tahapan pertolongan dirumah sakit penerimaan dan penyebaran informasi petugas operator atau informasi seharusnya tempat menerima informasi tentang adanya suatu musibah massal akibat kecelakaan mendapatkan data tempat kecelakaan, jenis kecelakaan, waktu terjadinya kecelakaan, jumlah korban, situasi lapangan dan lain-lain menghubungi direksi, koordinator medik, koordinator perawatan, kepala satuan pengamanan, kepala sarana ( listrik, komunikasi, air), dapur, kamar mayat

menghubungi unit gawat darurat, farmasi, dinas donor darah, laboratorium, radiologi, kamar bedah, intensif unit dan bangsal tahap persiapan semua unit menyiapkan diri untuk mengecek peralatan, alkes, obat dan lain lain, tenaga dokter, perawat, satpam, kebersihan dan lainlain terkait

tim medik lapangan seharusnya tenaga cadangan yang sedang tidak bertugas hari itu menyiapkan lapangan penerimaan pasien untuk triase, resusitasi, istirahat korban stabil, do not resusitate, lalu lintas, parkir gawat darurat dan parkir pengunjung biasa

tahap penerimaan penderita satpam mengatur lalu lintas mobil korban dan mobil pengunjung rutin, diusahakan tidak bertemu mobil yang mengangkut korban mempunyai arah yang selalu maju, yaitu masuk halaman triase, menurunkan korban, dan keluar tanpa harus mundur kembali, guna memberi kesempatan mobil kedua masuk langsung

tahap triase dibuat 4 jalur merah, kuning, hijau dan putih atau hitam

jalur merah untuk life threathening bila dijumpai tanda-tanda gangguan ABCDEs, langsung masuk kamar resusitasi berhasil radiology/diagnostic lain tidak operasi, operasi emergensi, urgensi, elektif. Bila tak stabil kamar operasi resusitasi bedah. Bila tak berhasil ICU untuk bantuan pernafasan, jantung dan ginjal

jalur kuning untuk non ambulatory wounded atau limb threathening dimana tak dijumpai adanya gangguan ABCDEs tapi korban mengalami cedera seperti pecah tulang tengkorak dengan keluar otak, usus terburai, patah tulang panjang atau belakang. Dilakukan penilaian keutuhan tubuh ( head to toe examination) kemudian dilakukan pemeriksaan radiologis, selanjutnya seperti diatas

jalur hijau atau walking wounded, korban tak memperlihatkan tanda-tanda cedera serius, mungkin ada lecet, memar dan lain-lain. Ditempatkan pada ruang istirahat untuk dinilai keadaan vitalnya secara ketat, terutama usia dibawah 5 tahun dan diatas 55 tahun, atau ada riwayat penyakit menahun seperti hipertensi, kardiovaskular, kencing manis dan lain-lain

jalur putih atau hitam atau kelabu untuk penderita meninggal, agonal ( apnea, midriasis, henti jantung) dengan kerusakan anatomi berat tahap perawatan walau tak semua mengalami cedera baik ancaman kehilangan nyawa, ancaman kehilangan anggauta tubuh, semua korban tetap harus diawasi terutama pada jam-jam pertama kejadian dan didokumentasikan dengan jelas. Korban meninggal seyogyanya tidak langsung dibawa pulang sebelum autopsi

pembayaran asuransi sangat tergantung dari kejelasan dokumentasi dari semua catatan medik masing masing penderita

PELATIHAN

Keberhasilan dari penanganan gawat darurat sangat dipengaruhi aspek kualitas pelayanan dan waktu. Kedua hal diatas sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang harus dijaga minimal dalam ketrampilan live saving skill yang baku serta terus menerus menambah pengetahuan medik melalui pendidikan berkelanjutan pra rumah sakit.

Tidak kalah pentingnya bagi para dokter atau perawat yang terlibat dalam pertolongan medik pra rumah sakit adalah penyuluhan bagi masyarakat tentang berbagai hal seperti bagaimana mengenal keadaan gawat darurat medik. Pengenalan keadaan gawat daurat trauma lebih mudah dikenal dibanding gawat daurat medik bukan trauma. Tidak kalah pentingnya pengetahuan untuk mengirim penderita untuk mendapatkan pertolongan. Bagi masyarakat awam setelah mengenal keadaan gawat darurat medik selanjutnya diajarkan bagaimana menghubungi pusat pelayanan bagi permintaan bantuan. Apa yang perlu dikerjakan sebelum petugas medik tiba adalah melakukan bantuan hidup dasar, memberikan posisi menyenangkan dll.

RANGKUMAN Diperlukan suatu system yang menjamin penderita gawat darurat mendapat pertolongan yang sesuai mulai dari tempat kejadian, selama perjalanan ke rumah sakit dan diruang gawat rumah sakit dengan kualitas yang terbaik dalam waktu yang singkat. Terdapat beberapa komponen terkait yaitu penderita, penolong awam (first responder), system komunikasi (pribadi/umum, dispatcher, ambulans, gawat darurat rumah sakit),penolong terlatih ( paramedic atau petugas ambulans),system transportasi ( ambulans gawat darurat),

medical director, tim gawat darurat rumah sakit dan rumah sakit rujukan.

DAFTAR RUJUKAN COMMITTEE on TRAUMA, American Colleague of Surgeon: Advance Trauma Life Support, 2004 Trunkey DD: Trauma, a Public Health Problem in Moore (ed) in Early Care of Injured Patient 4th edition, Philadelphia 1990, 3-11 WHO, Disaster and Trauma Planning, ORGANIZING THE DISTRICT HOSPITAL SURGICAL SERVICE (WHO2008)

Anda mungkin juga menyukai