Si, Akt
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-523/PJ/2001 Tentang Tarif Dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Serta Pelaporain Pajak Penghasilan Pasal 22 Oleh Industri Dan Eksportir Yang Bergerak Dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, Dan Perikanan, Atas Pembelian Bahan-Bahan Untuk Keperluan Industri Atau Ekspor Mereka Dari Pedagang Pengumpul Pengertian PPh Pasal 22 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendaharawan dan Pemerintah Pusat/Daerah, negara instansi atau lembaga dengan pemerintah 2. lembaga-lembaga lainnya, berkenaan
pembayaran atas penyerahan barang; Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. PEMUNGUT & OBJEK PPh PASAL 22 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang; 2. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan pembayaran; atas pembelian barang; 3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD); 4. Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT.Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN; 5. Industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak; atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri; 6. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas; atas penjualan hasil produksinya. 7. Industri dan eksportir perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak; atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
TARIF PPh PASAL 22 1. Atas impor : a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor; b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
Penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri semen sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri rokok sebesar 0,15% dari Harga Bandrol dan bersifat final. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri kertas sebesar 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN 4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut: Jenis Bahan Bakar Premium Solar Premix/SuperTT SPBU Swastanisasi (%daripenjualan) 0,3 0,3 0,3 SPBU Pertamina (%daripenjualan) 0,25 0,25 0,25
5. Atas pembelian bahan-bahan oleh Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh DJP atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor adalah sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN
PENGECUALIAN PEMUNGUTAN PPh PASAL 22 1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB). 2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh Ditjen BC. 3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. 4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. 5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos. 6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB. 7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara. 8. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
masuk; Jika diperoleh fasilitas penundaan dibebaskan terutang pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan impor untuk dipakai (PIUD)
industri
Atas impor barang (angka II butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP)
2. Atas impor barang yang dipungut oleh Ditjen Bea dan Cukai harus disetor ke Bank atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu 1(hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
3.
Atas pembelian barang (angka II butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu : bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir. lembar pertama untuk pembeli; lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
4.
Atas pembelian barang (angka II butir 4) disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP . Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) disetor sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu : lembar pertama untuk pembeli;
5.
6.
bersangkutan.
lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
Penyetoran & pelaporan PPh Pasal 22 Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Objek, Tarif & Pemungut PPh 22 Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disingkat PPh Pasal 22 adalah salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh fihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22 dikenakan terhadap kegiatan perdagangan barang. Titik pengenaannya ada yang dilakukan pada saat penjualan ada pula pada saat pembelian. Pada umumnya pengenaan PPh Pasal 22 ini dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap menguntungkan sehingga penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan mengalami keuntungan dan dengan demikian, pantaslah atas Wajib Pajak tersebut dikenakan cicilan pembayaran Pajak Penghasilan. Ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih sulit dibandingkan dengan ketentuan tentang pemotongan PPh yang lain seperti PPh Pasal 23 ataupun PPh Pasal 21. Hal ini disebabkan karena sangat bervariasinya objek, pemungut dan bahkan tarifnya. Di bawah ini saya coba ringkaskan objek, tarif dan Pemungut PPh Pasal 22 tersebut. Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang 2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang. 3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4.
4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN. 5. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, Industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri. 6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas. 7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. SISTEM PEMOTONGAN & PEMUNGUTAN PPh PS 22 Dalam sistem administrasi perpajakan di Indonesia dikenal sistem pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan atau biasa disebut witholding tax. Dalam sistem ini, Undang-undang menunjuk satu fihak yang biasanya merupakan sumber penghasilan untuk memotong atau memungut Pajak Penghasilan kepada fihak lain yang menerima penghasilan. Sistem ini diterapkan agar Wajib Pajak langsung membayar Pajak Penghasilan begitu menerima penghasilan tersebut. Prinsip pay as you earn ini dipakai terutama untuk memastikan agar Wajib Pajak melunasi Pajak Penghasilan atas penghasilan yang dterima atau diperolehnya. Dengan adanya sistem pemotongan dan pemungutan pajak ini, Wajib Pajak melunasi pajak dengan dua cara : melalui pembayaran sendiri dan melalui pemotongan dan/atau pemungutan fihak lain. Pelunasan pajak dengan cara pembayaran sendiri biasanya berupa PPh Pasal 25 yang dilakukan tiap bulan dan PPh Pasal 29 berupa setoran akhir tahun. Beberapa Wajib Pajak tertentu melunasi pembayara pajaknya dengan PPh Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15 dan PPh Pasal 19. Bukti pelunasan pajak dengan cara ini adalah Surat Setoran Pajak (SSP).
Pelunasan pajak melalui pemotongan dan/atau pemungutan pajak dilakukan melalui mekanisme sesuai PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 Ayat (2), dan PPh Pasal 15. Sebagai bukti atas pelunasan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut. Dalam kasus tertentu ada juga yang berupa Surat Setoran Pajak (SSP). Masing-masing pemotongan dan pemungutan PPh memiliki pemotong pajak dan jenis penghasilan yang berlainan sehingga tidak mungkin ada satu jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan oleh jenis pemotongan dan pemotongan yang berlainan. Misalnya penghasilan yang telah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 tidak mungkin dipotong PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26. Dengan demikian, setiap pemotongan atau pemungutan PPh memiliki jenis penghasilan, pemotong pajak, tarif pajak dan cara perhitungan yang berlainan. Nah, bila Anda tertarik untuk mempelajari Pajak Penghasilan, maka Anda harus memiliki pemahaman tentang siapa pemotong pajak, jenis penghasilan yang dipotong, serta tarif dan tata cara pembayaran dan pelaporan masing-masing jenis pajak ini. Tulisan-tulisan saya berikutnya akan membahas masing-masing jenis pemotongan/pemungutan pajak yaitu PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 22, PPh Pasal 4 Ayat (2) dan PPh Pasal 15.