Anda di halaman 1dari 18

Nama NPM Kelompok

: Nidia Ranah Azmi Lubis : 1102010205 :B4

PILEK PAGI HARI (RHINITIS ALERGI)


1. ANATOMI MAKRO DAN MIKRO SALURAN NAFAS ATAS A. MAKROSKOPIS

a. Hidung

Sekat antara kedua ronnga hidung dibatasi oleh dinding yang berasal dari tulang dan mucusa di sebut : septum nasi yang di bentuk oleh tulang : Cartilago septi nasi Os. Vomer Lamina parpendikularis ethmoidalis

Dinding superior rongga hidung sangat sempit dibentuk oleh lamina cribroformis ethmoidalis, yang memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung tempat keluarnya : N. Olfactorius masuk ke mucusa hidung Dinding inferior di bentuk oleh os. Maxilla dan os palatinum 3 buah concha nasalis : Concha nasalis superior Concha nasalis medial Concha nasalis inferior

3 buah saluran keluar cairan hidung ; Meatus nasalis superior (antara concha nasalis superior dengan medial) Meatus nasalis medial (antara concha nasalis medial dengan inferior) Meatus nasalis inferior (antara concha inferior dengan dinding atas maxilla)

b. Faring Faring merupakan saluran yang memiliki panjang 13 cm, yang menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada laring pada dasar tenggorok . Faring terdiri atas : 1. Nasopharing : terdapat saluran penghubung nasopharing dengan telinga bagian tengah yaitu : tuba Eustachiusdan Tuba Auditory. Terdapat kelenjar adenoid, terletak pada bagian posterior pharing. 2. Oropharing : merupakan bagian tengah antara palatum dengan tulang hyoid 3. Laringopharing : merupakan posisi terendah dari faring, pada bagian bawahnya sistem respirasi menjadi terpisah dari sistem digestil. Makanan masuk kebagian belakang esophagus, dan udara masuk kearah depan masuk ke laring.

c. Laring

Otot otot Laring : I. II. Otot otot Ekstrinsik M. Cricothyroideus M. Thyroepigloticus Otot otot instrinsik M. Cricoarytenoideus posterior M. Cricoarytenoideus lateralis M. Arytenoideus transversus dan arytenoideus obliq M. Vocalis M. Aryepiglotica M. thyroarytenoideus

Didalam cavum laryngis terdapat : Plica vocalis : pita suara asli, dengankan plica vestibularis : pita suara palsu. Plica vocalis adalah pita suara yang terbentuk dari lipatan mucusa ligamentum vocale dan ligamentum ventricularis. a. Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan di sebut dengan rima glotis sedangkan antara kedua plica ventriculi di sebut : rima ventriculi b. Pada rima glotis terdapat m. Vocalis, m cricoarytenoideus posterior dan di sampingnya m.thyroarytenoideus.

B. MIKROSKOPIS Rongga hidung Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan Inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghirup/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Sinus paranasalis Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

Faring Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng. Laring Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan

juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa. Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda. 2. FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN PROSES RESPIRASI : 1. Pernafasan luar : pertukaran dan antar sel sel tubuh dengan udara luar 2. Pernafasan dalam : proses metabolisme intrasel terjadi di dalam mitokondria Langkah langkah pernafasan luar : 1. Ventilasi atau pertukaran gas antara udara atmosfer dan kantung udara (alveolus di paru) 2. Difusi yaitu pertukaran dan antara udara di alveolus dan darah di kapiler paru. 3. Perfusi : pengangkutan dan oleh sistem pembuluh darah dari paru kejaringan. 4. Pertukaran dan antara darah di kapiler sistemik dan jaringan. Sistem respirasi mencakup saluran nafas menuju paru, paru itu sendiri, dan struktur struktur thoraks (dada) yang berperan menyebabkan aliran udara masuk dan keluar paru melalui saluran nafas. Saluran nafar adalah tabung atau pipa yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus, alveolus merupakan satu satunya tempat pertukaran gas antara udara dan darah. Saluran nafas berawal dari hidung saluran hidung membuka ke dalam faring yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem pernafasan dan pencernaan. Terdapat 2 saluran yang berasal dari faring. trakea yang di lalui oleh udara untuk menuju paru, dan esofagus yang di lalui oleh makanan untuk menuju lambung. Laring atau voice box, terletak di pintu masuk trakea. Tonjolan anterior laring membentuk jakun (adams apple). Laring terdiri adari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot otot dan mengandung pita suara.ruang berbentuk segitiga di antara pita suara (glotis) bermuara kedalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernafasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernafasan dengan saluran pencernaan. Pada waktu menelan gerakan laring keatas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang berbentuk daun [ada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan ke dalam esophagus.

Jika benda asing masih mampu masuk melampaui glotis, fungsi batuk yang di miliki laring akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah. Di belakang laring trakea terbagi menjadi 2 cabang utama, bronkus kanan dan kiri. Di dalam masing masing paru, bronkus terus bercabang cabang menjadi yang lebih kecil di kenal dengan bronkiolus. Di ujung bronkiolus terminal berkelompok alveolus, tempat pertukaran antara gas dan darah.

3. PERTAHANAN TUBUH SALURAN NAFAS 1. Penyaringan udara : bulu hidung menyaring partikel berukuran >5 m sehingga partikel tersebut tidak dapat mencapai alveolus. 2. Pembersihan mukosiliaris : di bawah laring, eskaltor mukosiliaris akan menjebak partikel partikel debu yang terinhalasi dan berukuran lebih kecil serta bakteri yang melewati hidung ; mukus akan terus menerus membawa partikel dan bakteri tersebut ke arah atas sehingga di telan atau di batukkan. Produksi mukus = kira kira 100ml/hari. Gerakan siliaris di halangi oleh keadaan dehidrasi, konsentrasi O2 yang tinggi, merokok, infeksi, obat anastesi, dan meminum etil alkohol. 3. Reflek batuk : reflek pertahanan bekerja membersihkan jalan nafas dengan menggunakan tekanan tinggi, udara yang mengalir dengan kecepatan tinggi yang akan membantu kerja pembersihan mukosiliaris bila mekanisme ini kerja berlebihan atau tidak efektif. Di bawah tingkat segmen pohon trakeobronkial, refleks batuk menjadi tidak efektif, sehingga di perlukan kerja mukosiliaris atau drainase postural. 4. Refleks menelan dan muntah : mencegah masuknya makanan atau cairan kesaluran pernafasan. 5. Refleks bronkokonstriksi : bronkokontriksi merupakan respons untuk mencegah iritan terinhalasi dalam jumlah besar seperti debu, atau aerosol. 6. Makrofag alveolus : pertahanan utama pada tingkat alveolus (tidak terdapat epitel siliaris), bakteri dan partikerl partikel debu di fagosit. Kerja makrofag di hambat oleh rokok, infeksi virus, kortikosteroid, dan beberapa penyakir kronik. 7. Ventilasi kolateral : melalui pori pori kohn yang di bantu oleh nafas dalam, mencegah ateletaksis.

4. RHINITIS ALERGI DEFINISI Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopiyang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatumediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet,1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalahkelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelahmukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

KLASIFIKASI Berdasarkan rekomendasi dari WHO initiative ARIA (allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) 1. Intermiten (kadang - kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu 2. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu. untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi: 1. Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu. 2. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas EPIDEMIOLOGI Rinitis adalah masalah klinis yang paling umum terjadi pada pasien denganalergi. Rinitis secara konsisten berada pada urutan enam penyakit kronis utama diAmerika Serikat. Morbiditas dari rinitis menyebabkan kualitas hidup yang menurundikarenakan sakit kepala, mudah lelah, gangguan kognisi, dan efek samping obat-obatan. Rinitis alergi dapat menurunkan kualitas hidup, antara lain fungsi fisik, problem bekerja, nyeri badan, vitalitas, fungsi sosial, stabilitas emosi, bahkankesehatan mental. Prevalensi Rinitis alergi telah menjadi masalah kesehatan global yang ditemukan diseluruh dunia, sedikitnya terdapat 10-25 % populasi dengan prevalensi yang semakinmeningkat sehingga berdampak pada kehidupan sosial, kenerja di sekolah serta produktivitas kerja. Diperkirakan biaya yang dihabiskan baik secara langsung maupuntidak langsung akibat rinitis alergi ini sekitar 5,3 miliar dolar amerika pertahun.Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 40 juta orang menderita rinitis alergiatau sekitar 20% dari populasi. Secara akumulatif prevalensi rinitis alergi sekitar 15% pada laki-laki dan 14% pada wanita, bervariasi pada tiap negara. Ini mungkindiakibatkan karena perbedaan geografik, tipe dan potensi alergen.Rinitis alergi dapat terjadi pada semua ras, prevalensinya berbeda-bedatergantung perbedaan genetik, faktor geografi, lingkungan serta jumlah populasi.Dalam hubungannya dengan jenis kelamin, jika rinitis alergi terjadi pada masa kanak-kanak maka laki-laki lebih tinggi daripada wanita namun pada masa dewasa prevalensinya sama antara laki-laki dan wanita. Dilihat dari segi onset rinitis alergiumumnya terjadi pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa muda. Dilaporkan bahwa rinitis alergi 40% terjadi pada masa kanak-kanak. Pada laki-laki terjadi antaraonset 8-11 tahun, namun demikian rinitis alergi dapat terjadi pada semua umur

ETIOLOGI

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anakanak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994). Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas: Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003)

PATOFISIOLOGI Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

Gambar 2.1 Patofisiologi alergi (rinitis, eczema, asma) paparan alergen pertama dan selanjutnya (Benjamini, Coico, Sunshine, 2000). Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1). Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008). Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari: 1. Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2. Respon sekunder Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier. 3. Respon tersier

Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh. MANIFESTASI Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis (Soepardi, Iskandar, 2004). Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema. mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara (Bousquet, Cauwenberge, Khaltaev, ARIA Workshop Group. WHO, 2001). Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur (Harmadji, 1993).

DIAGNOSIS Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan: 1. Anamnesis Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008). Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan

dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990). 2. Pemeriksaan Fisik Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (Irawati, 2002). Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosokgosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002). 3. Pemeriksaan Penunjang a. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002). b. In vivo Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan (Irawati, 2002).

c. Pemeriksaan sitologi hidung. Tidak dapat memastikan diagnosis pasti, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinanalergi inhalen. Jika basofil mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jikaditemukan PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri. DIAGNOSIS BANDING 1. Rinitis akut ("Infectious Rhinitis"): ada keluhan panas badan, mukosa hiperemis, sekret mukopurulen. 2. Rinitis karena Iritan ("Irritan Contact Rliinitis") : karena merokok, iritasi gas, bahan imia, debu pabrik, bahan kimia pada makanan. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat,pemeriksaan alergi yang negatif 3. Rinitis medikamentosa ("Drug Induced Rhinitis") : karena penggunaan tetes hidung dalam jangka lama, reserpin, klonidin, alfa metildopa, guanetidin, klor promasin, dan fenotiasin yang lain. 4. Rinitis hormonal("HormonallylnducedRliinitis"): Pada penderita hamil,hipertiroid, penggunaan pil KB. 5. Rhinitis virus sangat umum terjadi dan sering berhubungan dengan manifestasi lain dari penyakit virus seperti sakit kepala, malaise, tubuh pegal, danbatuk. Sekret nasal yang dihasilkan pada rhinitis viral seringnya jernih atau berwarna putih dan bisa diserta idengan kongesti hidung dan bersin-bersi 6. Rinitis vasomotor di sebabkan oleh saraf parasimpatis bekerja lebih dominan.

Perbedaan rhinitis alergika dan influenza: 1. Rinitis Alergi ( RA ): Sesudah kontak dengan hal2 pencetus alergi langsung timbul gejala. nfluenza ( I ): Sesudah masuknya virus influenza selama 1 3hari baru gejala timbul. 2. RA: Memiliki gejala hidung yang berlendir encer tanpa disertai demam. I: Lendir dari encer / cair, mengental kekuningan dan disertaidengan demam.

3. RA: Serangan yang terjadi dapat dalam kurun waktu selama masih ada kontak dengan penyebab dan belum diobati. I: Serangan 5 6 hari tergantung daya tahan tubuh dan efektifitas pengobatan. PENATALAKSAAN http://www.scribd.com/doc/68896547/Rinitis-Alergi Menurut ARIA penatalaksanaan rinitis alergi meliputi : a.Penghindaran alergen. Merupakan terapi yang paling ideal. Cara pengobatan ini bertujuan untuk mencegah kontak antara alergen dengan IgE spesifik dapat dihindari sehingga degranulasi sel mastosit tidak berlangsung dan gejala pun dapat dihindari. Namun,dalam praktek adalah sangat sulit mencegah kontak dengan alergen tersebut. Masih banyak data yang diperlukan untuk mengetahui pentingnya peranan penghindaran alergen. b.Pengobatan medikamentosa Cara pengobatan ini merupakan konsep untuk mencegah dan atau menetralisasi kinerja molekul-molekul mediator yang dilepas sel-sel inflamasi alergis dan atau mencegah pecahnya dinding sel dengan harapan gejala dapat dihilangkan. Obat-obat yang digunakan untuk rinitis pada umumnya diberikan intranasal atau oral. Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Antihistamin diabsorbsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala pada respons fase cepat seperti rinore, bersin, gatal, tetap itidak efektif untuk mengatasi obstruksi hidung pada fase lambat Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau topikal. Namun pemakaian secara topiukal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis alergi medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons faselambat tidak dapat diatasi dengan obat lain. Kortikosteroid topikal bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit.Preparat antikolinergik topikal bermanfaat untuk mengatasi rinore, karenaaktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor. Pengobatan baru lainnya untuk rinitis alergi di masa yang akan datang adalah anti leukotrien, antiIgE, DNA rekombinan. Obat-obat tidak memiliki efek jangka panjang setelah dihentikan. Karenanya pada penyakit yang persisten, diperlukan terapi pemeliharaan. c.Imunoterapi spesifik Imunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Imunoterapi subkutan masih menimbulkan pertentangan dalam efektifitas dan keamanan. Oleh karena itu, dianjurkan penggunaan dosis optimal vaksin yang diberi label dalam unit biologis atau dalam ukuran masa dari alergen utama. Dosis optimal untuk sebagian besar alergen utama adalah 5 sampai 20g.

Imunoterapi subkutan harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan penderita harus di pantau selama 20 menit setelah pemberian subkutan.Indikasi imunoterapi spesifik subkutan: -Penderita yang tidak terkontrol baik dengan farmakoterapi konvensional -Penderita yang gejala-gejalanya tidak dapat dikontrol baik dengan antihistamin H1 dan farmakoterapi -Penderita yang tidak menginginkan farmakoterapi -Penderita dengan farmakoterapi yang menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan -Penderita yang tidak ingin menerima terapi farmakologis jangka panjang Imunoterapi spesifik nasal dan sublingual dosis tinggi-imunoterapi spesifik oral -Dapat digunakan dengan dosis sekurang-kurangnya 50-100 kali lebih besar dari pada yang digunakan untuk imunoterapi subkutan. -Pada penderita yang mempunyai efek samping atau menolak imunoterapi subkutan -Indikasinya mengikuti indikasi dari suntikan subsukatan Pada anak-anak, imunoterapi spesifik adalah efektif. Namun tidak direkomendasikan untuk melakukan imunoterapi pada anak dibawah umur 5tahun. d.Imunoterapi non-spesifik Imunoterapi non-spesifik menggunakan steroid topikal. Hasil akhir sama seperti pengobatan imunoterapi spesifik-alergen konvensional yaitu sama-sama mampu menekan reaksi inflamasi, namun ditinjau dari aspek biomolekuler terdapat mekanisme yang sangat berbeda. Glukokortikosteroid (GCSs) berikatan dengan reseptor GCS yang berada di dalam sitoplasma sel, kemudian menembus membran inti sel dan mempengaruhi DNA sehingga tidak membentuk mRNA. Akibat selanjutnya menghambat produksi sitokin pro-inflammatory e.Edukasi Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis. Mekanisme biomolekulernya terajadi pada peningkatan populasi limfosit TH yang berguna pada penghambatan reaksi alergis, serta melalui mekanisme imunopsikoneurologis. f.Operatif Tindakan bedah dilakukan sebagai tindakan tambahan pada beberapa penderita yang sangat selektif. Seperti tindakan konkotomi (pemotongan konkainferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat. KOMPLIKASI a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa. b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006). PENCEGAHAN Ada 3 tipe pencegahan yaitu primer, sekunder dan tersier. 1. Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah terjadinya tahap sensitisasi. Hal yang dapat dilakukan adalah menghindari paparan terhadap alergen inhalan maupun ingestan selama hamil, menunda pemberian susu formula dan makanan padat sehingga pemberian ASI lebih lama 2. Pencegahan sekunder adalah mencegah gejala timbul dengan cara menghindari alergen dan terapi medikamentosa. Sedangkan 3. pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi atau berlanjutnya penyakit. pencegahan melalui edukasi menjadi hal yang tak boleh dilupakan. Pasien perlu dimotivasi dan diberi pemahaman bahwa antihistamin dan kortikosteroid topikal perlu digunakan secara teratur dan tidak hanya saat diperlukan. Tujuannya adalah mengurangi terjadinya minimal persistant inflammation (inflamasi minimal yang menetap) serta komplikasi rinitis alergi. Penderita juga diberitahu mengenai efek samping obat yang mungkin timbul, apa yang harus dilakukan bila gejala itu timbul, dan komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada rinitis alergi. Tanpa edukasi, mustahil dapat dicapai efek terapi yang optimal. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=164 Cara terbaik untuk mencegah reaksi alergi adalah menghindari alergen yang menyebabkannya. Namun, hal ini tidak selalu mudah. Alergen, seperti tungau debu, dapat sulit untuk menemukan dan bahkan dapat berkembang biak di rumah terbersih. Hal ini juga dapat terkadang sulit untuk menghindari hewan peliharaan, terutama jika mereka milik teman dan keluarga. Ikuti saran di bawah ini untuk menghindari beberapa penyebab alergi yang paling umum. Debu rumah tungau Tungau debu adalah salah satu penyebab terbesar dari alergi. Tungau debu adalah serangga mikroskopis yang berkembang biak dalam debu rumah tangga. Berikut adalah beberapa cara yang dapat Anda membatasi jumlah tungau di rumah Anda: Pilih kayu atau penutup lantai vinil keras bukan karpet. Fit roller blinds yang dapat dengan mudah dibersihkan. Bantal bersih, mainan lunak, tirai dan mebel berlapis kain secara teratur, baik dengan mencuci atau debu. Gunakan bantal dan selimut sintetis akrilik bukan selimut wol atau bulu tempat tidur.

Gunakan vacuum cleaner dilengkapi dengan HEPA (efisiensi partikulat udara tinggi) filter, karena dapat menghilangkan debu lebih dari penyedot debu biasa. Bersihkan permukaan dengan kain basah yang bersih sekering debu dapat menyebarkan alergen lebih lanjut. Konsentrasikan upaya Anda pada mengendalikan tungau debu di bidang rumah Anda di mana Anda menghabiskan banyak waktu, seperti kamar tidur dan ruang tamu.

Hewan Peliharaan Ini bukan bulu hewan peliharaan yang menyebabkan reaksi alergi, tetapi paparan serpihan kulit mati urin, air liur dan kering mereka. Jika Anda tidak dapat secara permanen menghapus hewan peliharaan dari rumah, Anda mungkin menemukan tips berikut berguna: Jauhkan hewan peliharaan di luar sebanyak mungkin atau membatasi mereka untuk satu kamar, sebaiknya satu tanpa karpet. Jangan biarkan hewan peliharaan di kamar tidur. Mandikan hewan peliharaan paling tidak satu dua minggu. Groom anjing secara teratur di luar. Cuci semua tempat tidur dan perabotan lembut hewan peliharaan Anda telah di. Jika Anda mengunjungi teman atau saudara dengan hewan peliharaan, meminta mereka untuk tidak membersihkan pada hari yang Anda kunjungi, karena hal ini akan membangkitkan alergen ke udara. Mengambil obat antihistamin satu jam sebelum memasuki sebuah rumah yang dihuni hewan peliharaan dapat membantu mengurangi gejala.

Serbuk sari Tanaman yang berbeda dan pohon penyerbukan pada waktu yang berbeda tahun ini, jadi ketika Anda mendapatkan rinitis alergi akan tergantung pada apa jenis serbuk sari (s) Anda alergi. Biasanya, orang yang terpengaruh selama bulan-bulan musim semi dan musim panas karena ini adalah waktu tahun ketika pohon-pohon besar dan tanaman menyerbuki. Untuk menghindari paparan terhadap serbuk sari, Anda mungkin menemukan tips berikut berguna: Periksa laporan cuaca untuk serbuk sari menghitung dan tinggal di dalam rumah ketika itu tinggi. Hindari garis-pengeringan pakaian dan selimut waktu jumlah serbuk sari tinggi. Kenakan kacamata hitam sampul untuk melindungi mata Anda dari serbuk sari. Menjaga pintu dan jendela ditutup selama pertengahan pagi dan sore hari, ketika ada serbuk sari di udara. Mandi , mencuci rambut dan berganti pakaian Anda setelah berada di luar. Hindari daerah berumput, seperti taman dan ladang.

PROGNOSIS Secara umum baik, penyakit rhinitis alergi ini secara menyeluruh berkurang dengan bertambahnya usia, tetapi kemungkinan menderita Asma bronkial meningkat. Remisi untuk rhinitis alergi musiman lebih besar dibandingkan dengan rhinitis alergi pereneal. 5.MANFAAT WUDHU BAGI KESEHATAN Wudhu Mencegah Terjadinya Berbagai Penyakit Kulit,Rasulullah bersabda, "Barangsiapa berwudhu dengan membaguskan wudhu'nya, maka keluarlah dosa-dosanya dari kulitnya sampai dari kuku jarijemarinya". HR.Muslim. Rasulullah bersabda, "Sungguh ummatku akan diseru pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya karena bekas wudhu'nya, (Abu Hurairah menambahkan) maka siapa yang mampu melebihkan panjang sinar pada tubuhnya, maka lakukanlah. (HR. Bukhari dan Muslim). Ilmu kontemporer menetapkan -setelah melalui percobaan mikroskopi terhadap tumbuhnya mikroba pada orang yang berwudhu' secara teratur dan juga kepada yang tidak teraturbahwasannya orang yang selalu berwudhu maka mayoritas hidung mereka menjadi bersih, tidak terdapat berbagai mikroba. Oleh karena itu, adanya mikroba yang menempel pada mereka hilang sama sekali ketika mereka membersihkan hidung, dibandingkan dengan orang yang tidak berwudhu' maka tumbuh pada hidung mereka berbagai mikroba dalam jumlah yang besar yang termasuk jenis mikroba berbentuk bulat dan berklaster yang sangat berbahaya dan mikroba yang cepat menyebar dan berkembang-biak dan mikroba lainnya yang menyebabkan banyak terjadinya berbagai penyakit. Dan sudah jelas bahwasannya proses keracunan itu terjadi adanya perkembangan berbagai mikroba yang berbahaya bagi rongga hidung, kemudian sampai ke tenggorokan untuk kemudian terjadi berbagai peradangan dan penyakit, apalagi jika sampai masuk ke peredaran darah. Adapun berkumur-kumur itu dimaksudkan untuk menjaga kebersihan mulut dan kerongkongan dari peradangan dan pembusukan pada gusi, serta menjaga gigi dari sisa-sisa makanan yang menempel di gigi. Mencuci tangan tiga kali pada awal wudhu bertujuan untuk mencegah bakteri atau mikroba yang ada di tangan masuk ke mulut atau hidung apabila tidak dibasuh. Oleh karena itu, sangat ditekankan untuk membersihkan kedua tangan terlebih dahulu sebelum melakukan wudhu'. Dan ini menambah jelas kepada kita sabda Rasulullah: Apabila salah seorang diantara kalian bangun dari tidur, maka janganlah mencelupkan kedua tangannya ke bejana (tempat air) sebelum mencucinya terlebih dahulu tiga kali. Dan sudah terbukti juga bahwa peredaran darah pada organ tangan bagian atas dan lengan bawah serta organ-organ bagian bawah seperti kedua kaki dan kedua betis adalah organ-organ yang paling lemah dibandingkan organ tubuh lainnya karena jauhnya dari pusat peredaran darah, jantung. Maka apabila kita membasuhnya diserta menggosoknya, maka akan menguatkan peredaran darah pada organ-organ tersebut sehingga membantu kita menambah tenaga dan vitalitas. Dan dari itu semua, maka terketahuilah mukjizat disyari'atkannya wudhu' di dalam Islam. http://www.edikusmiadi.com/2011/11/manfaat-wudhu-bagi-kesehatan.html

Anda mungkin juga menyukai