Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I PENDAHULUAN
Preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk dalam tiga trias kematian, bersama perdarahan dan infeksi. Hipertensi dalam kehamilan merupakan faktor resiko medis yang paling sering dijumpai. Penyakit ini dijumpai pada 146.320 wanita atau 3,7% di antara semua kehamilan yang berakhir dengan semua kelahiran hidup. Eklamsia didiagnosis pada 12.345 di antaranya, dan kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan ancaman. Bagaimana kehamilan memicu atau memperparah hipertensi masih belum dapat terpecahkan walaupun sudah dilakukan riset intensif selama beberapa dekade. Ganguan hipertensi masih masih merupakan salah satu masalah yang signifikan dalam ilmu kebidanan. Mortalitas maternal pada preeklamsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi dari preeklamsia dan eklampsia seperti: perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis dengan edema pulmo dan aspirasi. Mortalitas perinatal pada preeklamsia dan eklampsia disebabkan asfiksia intrauterin dan prematuritas, asfiksia terjadi karena adanya gangguan sirkulasi uteroplasenter akibat vasospasme arteriole spiralis. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin akan terganggu, dan pada hipertensi yang lebih singkat akan menyebabkan kegawatan janin sampai terjadinya kematian janin.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. PREEKLAMSIA BERAT (PEB) 1. Definisi Preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklamsi, dan apabila tidak terdapat proteinuria maka diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau +1 pada dipstick secara menetap pada sampel urin secara acak. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsi adalah hipertensi plus proteinuri minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinuri maka semakin pasti diagnosis preeklamsi. Memburuknya hipertensi terutama apabila disertai proteinuri merupakan pertanda buruk,sebaliknya proteinuri tanpa hipertensi hanya menimbulkan efek keseluruhan yang kecil angka kematian pada bayi. Proteinuri +2 atau lebih yang menetap atau eksresi proteinuri 24 jam sebesar 2g atau lebih adalah preeklamsi berat. Apabila kelainan ginjal parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma dapat meningkat. Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas tampaknya merupakan akibat nekrosis, iskemia dan edema hepatoseluler yang meregangkan kapsul Glisson. Nyeri khas ini sering disertai oleh peningkatan enzim hati dalam serum. Selain dapat terjadi preeklamsia murni, preeklamsia dapat terjadi pada seorang wanita yang mengalami hipertensi kronik atau yang dapat disebut sebagai superimposed on hypertensive chronic yang dapat terjadi pada trimester kedua. Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf. Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah ke otak, hipoksik otak atau edema otak. Preeklampsia berat adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda di bawah ini : a. Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik 160 mmHg dan desakan diastolik 90 mmHg. b. Proteinuria: 5 gr/jumlah urin selama 24 atau dipstick 4+.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

3 c. Oliguria: produksi urin < 400-500 cc/24 jam. d. Kenaikan kreatinin serum. e. Edema paru dan sianosis. f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen: disebabkan teregangnya kapsula Glisson. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar. g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata, dan pandangan kabur. h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino transferase. i. Hemolisis mikroangiopatik. j. Trombositopenia < 100.000 cell/mm3 k. Sindroma HELLP Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklamsia, dan mungkin berat seperti

disebabkan oleh aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh vesospasme hebat. Tanda-tanda hemolisis yang parah. Faktor lain yang menunjukkan keparahan hipertensi adalah disfungsi jantung dengan edema paru serta pertumbuhan janin terhambat nyata. Keparahan Preeklamsia. Keparahan preeklamsia dinilai berdasarkan frekuensi dan intensitas berbagai kelainan seperti tekanan darah diastolik yang meningkat, proteinuri, nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri abdomen atas, oligouria, kejang, peningkatan kreatinin serum, trombositopenia, peningkatan enzim hati, pertumbuhan janin terhambat, dan edema paru. Semakin nyata kelainan tersebut, semakin besar indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Perlu diketahui, pembedaan antara preeklamsi ringan dan berat dapat menyesatkan karena penyakit yang tampak ringan dapat berkembang dengan cepat menjadi penyakit berat. 2. Etiologi Meskipun etiologi terjadinya preeklamsia sampai sekarang belum jelas namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan dasar terjadinya preeklamsia. a. Teori Genetik hemoglobinemia, hemoglobinuria atau hiperbilirubinemia menunjukkan penyakit yang

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

4 Dari hasil penelitian dapat diduga preeklamsia merupakan penyakit yang dapat diturunkan secara resesiv (disebut teori resesiv). Preeklamsia dapat terjadi pada penderita dengan riwayat keluarga preeklamsia, seperti ibu penderita atau saudara perempuan penderita. b. Teori Imunologik Kehamilan sebenarnya merupakan paradoks biologi yaitu janin yang sebenarnya merupakan benda asing (karena ada faktor ayah) secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Preeklamsia terjadi karena kegagalan adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehinga konsepsi tetap berjalan tapi sel-sel trophoblast tidak bisa melakukan invasi ke dalam arteri spirales agar berdilatasi. c. Teori Ischemia Plasenta Ischemia plasenta pada preeklamsia terjadi karena pembuluh darah yang mengalami dilatasi hanya terjadi pada arteri spirales di decidua, sedang pembuluh darah di daerah myometrium yaitu arteri spirales dan arteri basalis tidak melebar. Pelebaran arteri spirales adalah akibat fisiologik invasi sel trophoblast ke dalam lapisan otot arteri spirales, sehingga arteri spirales menjadi menurun tonusnya dan akhirnya melebar. Pada preeklamsia invasi sel-sel trophoblast ini tidak terjadi sehingga tonus pembuluh darah tetap tinggi dan seolah-olah terjadi vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan pembuluh darah ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan darah plasenta sehingga terjadi ischemia plasenta. d. Teori Radikal Bebas Ischemia plasenta akan melepaskan suatu bahan yang bersifat toxin sehingga menimbulkan gejala preeklamsia. Faktor-faktor yang diduga dihasilkan oleh ischemia plasenta adalah radikal bebas yang merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Pada preeklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah plasenta yang mengalami ischemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tidak jenuh dan menghasilkan peroksida lemak. Asam lemak tidak jenuh banyak dijumpai pada membran sel sehingga radikal bebas lebih banyak merusak membran sel. Pada preeklamsia produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar antioksidan juga menurun. e. Teori Kerusakan Sel Endotel Peroksidase lemak adalah proses oksidasi asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam lemak jenuh. Pada preeklamsia diduga

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

5 bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah. Hal ini terbukti bahwa kerusakan sel endotel merupakan gambaran umum yang dijumpai pada preeklamsia. Rupanya tidak hanya satu faktor melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklamsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan seringkali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat. 3. Patofisiologi Patogenesis terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin dengan akibat meningkatnya thromboxane yang mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi. b. Hipovolemia Intravaskuler Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai 45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin. c. Vasokonstriksi pembuluh darah Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan-bahan vasoaktif dalam tubuh dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

6 pembuluh darah artiole dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik. Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif bahwa preeklamsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya membuat nekrosis berbagai organ. Pada preeklamsi berat dan eklamsi dijumpai perburukan patologis fungsi sejumlah organ dan sistem mungkin akibat vasospasme dan iskemia. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan perfusi dari uteroplacenta. Bila hal ini terjadi maka akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin. Aktivasi dari sistem ini akan melepaskan Angiotensin II yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi secara general sehingga terjadi hipertensi. Selain itu, terjadi hipovolemia dan hipoksia jaringan. Ternyata, hipovolemia dan hipoksia jaringan dapat pula disebabkan oleh DIC yang dapat terjadi akibat pelepasan tromboplastin karena terdapat injury pada sel endotel pembuluh darah uterus. Bila hipoksia dan hipovolemi terjadi pada kapiler-kapiler yang membentuk glomerulus, maka dapat terjadi glomerular endotheliosis yang menyebabkan peningkatan perfusi glomerular dan filtrasinya sehingga dari gambaran klinis dapat ditemukan proteinuria. Vasokonstriksi kapiler-kapiler dapat pula menyebabkan oedem. Selain itu, dari jalur adrenal akan memproduksi aldosteron yang juga dapat menyebabkan retensi dari Na dan air sehingga pada pasien preeklamsia terjadi oedem. Kelainan trombositopenia kadang sangat parah sehingga dapat mengancam nyawa. Kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma mungkin menurun dan eritrosit dapat mengalami trauma hebat sehingga bentuknya aneh dan mengalami hemolisis dengan cepat. 4. Frekuensi Hipertensi dalam kehamilan merupakan faktor resiko medis yang paling sering dijumpai dalam. Penyakit ini dijumpai pada 146.320 wanita, atau 3,7% di antara semua kehamilan yang berakhir dengan semua kelahiran hidup. Eklamsia didiagnosis pada 12.345 di antaranya, dan kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan ancaman. Dalam kepustakaan frekuensi di lapangan berkisar antara 3-10%.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

7 Insiden preeklamsi sering disebut sekitar 5 persen, walaupun laporan yang ada sangat bervariasi. Insiden sangat dipengaruhi oleh paritas; berkaitan dengan ras dan etnik- dan karenanya juga faktor predisposisi genetik; sementara faktor lingkungan juga berperan Pada primigravida frekuensi preeklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida terutama primigravida muda, DM, Mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia. 5. Dasar Pengelolaan Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut : a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya. b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannnya yang tergantung pada umur kehamilannya. Sikap terhadap kehamilannnya dibagi 2, yaitu : 37 stabilisasi ibu. 6. Pemberian Terapi Medikamentosa a. Segera masuk rumah sakit. b. Tirah baring miring ke kiri secara intermitten. c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dextrosa 5 %. d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang yang pemberiannnya dibagi dalam dosis awal serta dosis lanjutan. e. Pemberian anti hipertensi Diberikan bila tekanan darah 180/110 mmHg atau MAP 126. Jenis obat yang diberikan : Nifedipine 10-20 mg oral, diulang setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Desakan darah diturunkan secara bertahap : minggu, artinya Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilannnya < kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa. Aktif ; agresif : bila umur kehamilan 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

8 - Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik. - Desakan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125 f. Diuretikum Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena : Memperberat penurunan perfusi plasenta Memperberat hipovolemia Meningkatkan hemokonsentrasi b. Diet Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih. 7. Sikap Terhadap Kehamilannya a. Perawatan Konservatif; ekspektatif 1) Tujuan a) Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilannnya yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan. b) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu. 2) Indikasi : Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklampsia. 3) Terapi Medikamentosa a) b) c) Terapi medikamentosa sama seperti diatas. Bila penderita sudah kembali menjadi PER, maka masih dirawat 2-3 hari lagi baru diizinkan pulang. Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 tersebut diatas, hanya d) tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler. Pemberian glukokortikoid pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam. 4) Perawatan di Rumah Sakit a) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik sebagai berikut : -Nyeri kepala

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

9 -Penglihatan kabur -Nyeri perut kuadran kanan atas -Nyeri Epigastrium -Kenaikan berat badan dengan cepat b) Menimbang berat badan pada waktu masuk rumah sakit dan diikuti tiap hari. c) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi tiap 2 hari. d) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan. e) f) Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan USG. rawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang. 5) Penderita boleh dipulangkan bila penderita telah bebasdari gejala-gejala preeklamsia berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diijinkan pulang. 6) Cara persalinan a) Bila penderita tidak in partu, kehamilan di pertahankan sampai kehamilan aterm. b) Bila penderita in partu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya ( misalnya dengan grafik Friedman). c) b. Bila penderita in partu, maka persalinan diutamakan per vaginam kecuali ada indikasi untuk pembedahan sesar. Perawatan Aktif; agresif 1) Tujuan: Terminasi kehamilan. 2) Indikasi a) Indikasi Ibu. Kegagalan terapi medikamentosa - Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah yang persisten. - Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan desakan darah yang persisten. Tanda dan gejala impending eklampsia Gangguan fungsi hepar

g) Meskipun penderita telah bebas dari gejala-gejala PEB, masih tetap di

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

10 Gangguan fungsi ginjal Dicurigai terjadi solutio plasenta Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan b) Indikasi Janin Umur kehamilan 37 minggu. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG. NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal. Timbulnya oligohidramnion c ) Indikasi Laboratorium Trombositopenia progresif yang menjurus ke sindroma HELLP 3) Terapi Medikamentosa Sama seperti terapi medikamentosa diatas. 4) Cara Persalinan Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam. a) Penderita belum in partu Dilakukan induksi persalinan bila bishop score 8. Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus disusul dengan pembedahan sesar. Indikasi pembedahan sesar : Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam. Induksi persalinan gagal. Terjadi maternal distress. Terjadi fetal distress. Bila umur kehamilan < 33 minggu. b) Penderita sudah in partu Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman. Memperpendek kala II. Pembedahan sesar dilakukan bila terdapat maternal distress atau fetal distress. Primigravida direkomendasikan pembedahan sesar.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

11 Anestesia : regional anesthesia, epidural anesthesia, tidak dianjurkan general anesthesia. 8. Penyulit Ibu a. Sistem saraf pusat Perdarahan intrakranial Trombosis Vena sentral. Hipertensi Ensefalopati. Edema Cerebri. Edema Retina. Macular atau retina detachment. Kebutaan korteks. b. Gastrointestinal-Hepatik - Subcapsular hematoma hepar. - Ruptur kapsukl hepar c. Ginjal - Gagal ginjal akut - Necrosis tubular akut d. Hematologik - DIC - Trombositopenia e. Kardiopulmoner - Edema Paru ; kardiogenik atau non kardiogenik. - Depresi atau arrest pernafasan. - Kardiac arrest - Iskemia miokardium f. Lain-lain Ascites 9. a. b. c. d. IUGR Solutio plasenta IUFD Kematian neonatal Penyulit Janin

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

12 e. f. Penyulit akibat premarturitas Cerebral palsy. 10. Diagnosis Diagnosis gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan. Hipertensi gestasional o TD > 140/90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan o Tidak ada proteinuria o TD kembali normal setelah <12 minggu postpartum. o Diagnosis akhir hanya dapat dibuat postpartum o Mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain preeklamsi, misalnya nyeri epigastrium atau trombositopenia Preeklamsi Kriteria minimum TD > 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu Proteinuria > 300mg/24 jam atau > +1 pada dipstik TD > 160/100 mmHg Proteinuria > 0,2g/24 jam atau > +2 pada dipstik Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila telah diketahui meningkat sebelumnya Trombosit <100.000/mm3 Hemolisis mikroangiopati (LDH meningkat) SGPT (ALT) atau SGOT (AST) meningkat Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya Nyeri epigastrium menetap Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita dengan preklamsi Preeklamsi pada hipertensi kronik Proteinuria awitan baru > 300 mg/24 jam pada wanita pengidap hipertensi tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu

Peningkatan kepastian preeklamsi

Eklamsi

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

13 Terjadi peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit < 100.000 /mm3 secara mendadak pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi 20 minggu Hipertensi kronik TD > 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi 20 minggu Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20 minggu dan menetap setelah 12 minggu postpartum. Diagnosis dari preeklamsia berat dapat ditentukan secara klinis maupun laboratorium. Klinis : Nyeri epigastrik Gangguan penglihatan Sakit kepala yang tidak respon terhadap terapi konvensional Terdapat IUGR Sianosis, edema pulmo Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau 110 mmHg untuk tekanan darah diastolik (minimal diperiksa dua kali dengan selang waktu 6 jam) Oliguria (< 400 ml selama 24 jam) Proteinuria (2,0 gram/24 jam atau > +2 pada dipstik) Trombositopenia (<100.000/mm3) Creatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat sebelumnya Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat) Peningkatan LFT (SGOT,SGPT) Laboratorium :

11. Prediksi dan Pencegahan Berbagai penanda bikimiawi dan biofisik diduga dapat digunakan untuk memperkirakan timbulnya preeklamsi pada tahap lebih lanjut. Para peneliti berupaya mengidentifikasi penanda-penanda awal gangguan plasentasi, penurunan perfusi plasenta, disfungsi sel endotel, dan aktivitas koaglasi. Terdapat beberapa uji untuk memperkirakan preeklamsi antara lain infus angiotensin II, roll over test,

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

14 asam urat, ekskresi kalikrein urin, metabolisme kalsium, fibronektin, aktivasi koagulasi, peptida plasenta, velosimetri doppler arteria uterina, dan penanda stress oksidatif. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklamsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretik dan obat antihipertensi memang merupakan kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang baik. Selain itu, ada pula yang mengemukakan mengenai pemberian suplemen kalsium, aspirin, maupun suplemen minyak ikan. Namun, masih terdapat kontroversi. 12. Differential Diagnosis a. b. Hipertensi gestasional Hipertensi kronik

13. Penanganan Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat. Pada preeklamsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah. Karena preeklamsia sendiri bisa membunuh janin. PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan Neurologi, dan kemudian ditentukan jenis perawatan/tindakannya. Perawatannya dapat meliputi : a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri. Indikasi : Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini 1). Ibu : a). Kehamilan lebih dari 37 minggu b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia c). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif. 2). Janin :

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

15 a). Adanya tanda-tanda gawat janin b). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat. 3). Laboratorium : Adanya sindroma HELLP . Pengobatan Medikamentosa 1). Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam) 2). Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. 3). Pemberian obat : MgSO4. b. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan Indikasi Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi dengan keadaan janin baik. Medikamentosa Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja (MgSO4 40% 8 gr i.m.). Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan: Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram) disuntikan IM pada bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit. Bila terjadi toksisitas akut, dapat diberikan kalsium glukonat intravena selama 3 menit sebagai antidotum. Klorpromazin 50 mg IM Diazepam 20 mg IM.

Penggunaan obat hipotensif pada preeklamsia berat diperlukan karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Namun, dari penggunaan obat-obat antihipertensi jangan sampai mengganggu perfusi uteropalcental. OAH yang dapat digunakan adalah hydralazine, labetolol, dan nifedipin. Apabila terdapat oligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 % secara intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin. Pemberian kortikosteroid untuk maturitas dari paru janin sampai saat ini masih kontroversi.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

16 Untuk penderita preeklamsia diperlukan anestesi dan sedativa lebih banyak dalam persalinan. Namun, untuk saat ini teknik anestesi yang lebih disukai adalah anestesi epidural lumbal. Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah terpenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat janin, dalam kala I, dilakukan segera seksio sesarea; pada kala II dilakukan ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor vakum. 14. Komplikasi Komplikasi preeklamsia berat antara lain: Eklamsia, HELLP Sindrom, Edema pulmonum, DIC, Gagal ginjal akut, Ruptur hepar, Solutio plasenta, Perdarahan serebral dan gangguan visus. 15. Prognosis Prognosis untuk eklamsi selalu serius walaupun angka kematian ibu akibat eklamsi telah menurun selam tiga dekade terakhir dari 5 sampai sepuluh persen menjadi kurang dari tiga persen kasus. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra uterin.1

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

17

BAB III LAPORAN KASUS

Nama Umur Agama Alamat Status Lama menikah Riwayat KB Riwayat persalinan No RM Tanggal pemeriksaan Tempat Pemeriksaan

: : : : : : : : : : :

Ny. Dian 32 tahun Islam Ds Cemeng Sda Menikah 5 tahun Suntik 3 bulan G2- P1- 1 1529897 7/ 10/ 2012 VK RSD Sidoarjo

II . Anamnesa Pasien kiriman Puskesmas Sukodono dengan keterangan tensi tinggi (TD: 170/ 100 mmHg). Pasien merasa hamil 9 bulan. Tanggal 7/ 10/ 2012 datang ke VK pukul 14.00 WIB Dengan keluhan kenceng- kenceng sering dan teratur mulai dirasakan, gerakan janin masih (+) Keluar darah sejak pukul 12.00 WIB Tidak keluar air

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

18

Riwayat Menstruasi Menarche Siklus menstruasi Lama menstruasi HPHT HPL UK Saat Anamnesa

: 13 tahun : 28 hari : 5 hari : 14 01 2012 : 21 10 2012 : 38/ 39 minggu

Riwayat Perkawinan Menikah 1 kali. Dengan suami sekarang 8 tahun.

Riwayat Obstetrik I. 9 bulan/ SpTB/ laki2/ 2900 g/ Bidan/ 4 thn II. Hamil ini. Menikah Riwayat KB : 8 tahun : Suntik KB 3 bulan

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

19

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi Riwayat penyakit jantung Riwayat diabetes melitus Riwayat asma Riwayat alergi obat dan makanan

: disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

Penyakit dan Operasi yang Pernah Dialami Tidak ada Riwayat ANC Pemeriksaan kehamilan di bidan Trimester 1 : 1 kali/ bulan di bidan Trimester 2 : 2 kali/ bulan di bidan Trimester 3 : 2 kali/ bulan di bidan

Status Umum Tensi Nadi RR Suhu axillar Cor Pulmo Edema

: 200/ 130 mmHg : 64 x/ menit : 21 x/ menit : 37o C : S1 S2 tunggal teratur : Rhonci ( - ) , Wheezing ( ) : ekstrimitas superior (- / - ) dan inferior (+/ +)

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

20

STATUS OBSTETRI
Inspeksi Abdomen : Perut tampak membuncit membujur, tidak mengkilat, terdapat striae gravidarum , tidak terdapat bundle ring Palpasi LI : Teraba bagian besar lunak LII : Teraba bagian keras panjang sebelah kiri Teraba bagian kecil - kecil sebelah kanan LIII : Teraba bagian besar keras, tidak didapatkan ballotment LIV : Divergen His : 4x/ 10/ 45 kuat Tinggi fundus uteri 34 cm, taksiran berat janin = 3565 gr Auskultasi DJJ reguler, 11- 12- 11 Vaginal toucher Pembukaan 8 cm, kulit ketuban utuh, eff 70% Bagian bawah kepala turun di Hodge II- III Ubun ubun kecil di arah jam 2 Ukuran Panggul Dalam: tidak dilakukan pemeriksaan Tidak didapatkan septum vagina, kondiloma kuminata, myoma servikalis, kista bartolini, kista gardner

DIAGNOSIS SEMENTARA

G2P1- 1 + 38/ 39 minggu TH + intra uterin + Presentasi letak kepala, punggung di kiri + In partu kala I fase aktif dengan penyulit Ibu Preeklamsia Berat

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

21

DL GDA BUN/ SK PROTEIN URINE HbSAG

- Observasi tanda- tanda Impending Eklampsia - O2 3 lpm - Infus RL 12 tpm - Inj. MgSO4 8 gram i.m - maintenance Inj. MgSO4 4 gram i.m per 6 jam sampai dengan 24 jam post partum bila syarat terpenuhi - Nifedipin 10 mg sublingual jika tekanan darah 160/ 110 mmHg - Usul terminasi SC ( bila perwatan konsevatif gagal)

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Sarwono Prawirohardjo dan Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kandungan. FK UI, Jakarta. Hal: 281-294. 1999 2. William H. Clewell. Hypertensive Emergencies in pregnacy dalam Obstetric intesive care. WB Saunders Company. Pensylvania. Hal:63-75.1997. 3. Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. Williams Obtetrics20th prentice-Hall International,Inc. Page:773-818.1997.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSD SIDOARJO FK UWKS 2012

Anda mungkin juga menyukai