Anda di halaman 1dari 4

B. Landasan Teori Kinetika kimia mempelajari tentang kecepatan reaksi kimia.

Reaksi kimia terjadi dengan kecepatan yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi adalah macam zat yang mengadakan reaksi, konsentrasi atau tekanan, temperatur, adanya katalisator dan radiasi yaitu adanya sinar dengan panjang gelombang tertentu (Respati, 1981). Kecepatan reaksi adalah perubahan konsentrasi pereaksi ataupun produk dalam satuan waktu. Laju suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi atau laju bertambahnya konsentrasi suatu prodak. Untuk mengukur laju reaksi kimia perlulah menganalisis secara langsung maupun tak langsung banyaknya produk yang terbentuk atau banyaknya pereaksi yang tersisa setelah penggal-penggal waktu yang sesuai. Analisis konsentrasi pereaksi dan produk umumnya akan paling sederhana bila reaksi dipelajari dalam larutan (Keenan, 1986). Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk metematik dimana hasil percobaan dapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen, dan hanya dapat meramalkan jika suatu mekanisme reaksi diketahui ke seluruh orde reaksi yang dapat ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan, sedangkan harga eksponen dari eksponen untuk masing-masing reaktan, sedangkan harga eksponen untuk masing-masing reaktan dikenal sebagai orde reaksi untuk komponen itu (Dogra, 1990). Laju reaksi kimia tertentu bergantung pada sifat dasar pereaksi, energi pengaktifan, tempratur, adanya katalis dan konsentrasi. 1. Sifat dasar pereaksi, Zat-zat berbeda secara nyata dalam lajunya, mereka mengalami perubahan kimia. 2. Energi pengaktofan, Selama perubahan kimia, perlulah bagi molekul-molekul yang bereaksi untuk bertabrakan ketika mereka kian kemari secara acak. Energi yang ditambahkan yang harus dipunyai oleh zat-zat yang bereaksi untuk memebentuk komplek teraktifkan atau keadaan transisi yang disebut energi pengaktifan. 3. Tempratur, Laju reaksi kimia bertambah dengan naikknya tempratur. Biasanya kenaikkan 10oC akan melipatduakan atau bahkan tiga, laju reaksi antara molekul-molekul. 4. Adanya katalis, Katalis adalah suatu zat yang meningkatkan kecepatan suatu reaksi kimia tanpa dirinya mengalami perubahan kimia yang permanent 5. Konsentrasi, Konsentrasi pereaksi besar pengaruhnya pada kecepatan reaksi. Reaksi akan berjalan cepat pada awal reaksi, akan semakin lambat setelah waktu tertentu dan akan berhenti pada waktu yang tak terhingga (http://id.wikipedia.org ). Laju reaksi terukur sering kali sebanding dengan konsentrasi reaktan suatu pangkat. Contohnya mungkin saja laju itu sebanding dengan konsentrasi dua reaktan A dan B sehingga v = k [A] [B]. koefisien k disebut konstanta laju, yang tidak bergantung pada konsentrasi (tetapi bergantung pada tempratur). Persamaan sejenis ini yang ditentukan secara eksperimen, disebut hukum laju reaksi. Secara formal hukum laju adalah persamaan yang menyatakan laju reaksi v sebagai fungsi dari konsentrasi semua spesies yang ada, termasuk produknya. Hukum laju mempunyai dua penerapan utama. Penerapan praktisnya, setelah kita mengatahui hukum laju, kita dapat meramalkan laju reaksi dari komposisi campuran. Penerapan teoritis hukum laju ini adalah hukum laju merupakan pemandu untuk mekanisme reaksi. Setiap mekanisme yang diajukan harus konsisten dengan hukum laju yang diamati (Atkins, 1999:335). Laju reaksi ditentukan dengan mengukur perubahan konsentrasi per satuan waktu. Saat pengukuran pada awal reaksi, konsentrasi A belum berubah terlalu banyak, inilah yang disebut sebagai laju reaksi awal. Untuk reaksi pada start awal hanya ada A, [A]o. Pada t = 0; [A] = [A]o; [B]o = 0. Pereaksi A akan mengalami penurunan konsentrasi sedang hasil reaksi B akan mengalami penambahan konsentrasi (Muzakkar, 2006). F. Pembahasan Kinetika kimia merupakan suatu kajian tentang laju reaksi dan mekanisme yang terjadi dalam suatu reaksi. Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrsi per satuan waktu.Umumnya laju reaksi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi suatu larutan.Sehingga, laju suatu reaksi dapat pula dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi atau bertambahnya konsentrasi suatu produk. Sedangkan mekanisme reaksi merupakan serangkaian reaksi-reaksi sederhana yang menerangkan reaksi keseluruhan. Untuk mengetahui mekanisme suatu reaksi, dipelajari perubahan laju yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi pereaksi, hasil reaksi dan katalis. Kecepatan reaksi atau laju reaksi adalah perubahan konsentrasi pereaksi ataupun produk dalam suatu satuan waktu. Dimana laju suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi suatu produk. Laju reaksi dipelajari karena pentingnya kemampuan untuk meramalkan kecepatan campuran reaksi mendekati kesetimbangan. Alasan lain mempelajari laju reaksi, karena hal ini menghasilkan pemahaman tentang mekanisme reaksi, yaitu analisis tentang reaksi menjadi rangkaian reaksi dasar. Laju suatu reaksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu, tekanan, konsentrasi, pH, dan adanya katalis. Semakin tinggi suhu suatu reaksi, maka gerakan molekul-molekul reaktan akan makin cepat. Akibatnya, intensitas tumbukan molekul-molekul reaktan juga akan semakin tinggi, sehingga reaksi dapat berjalan lebih cepat. Begitu pula dengan konsentrasi reaktan dan tekanan, makin besar kedua faktor tersebut, maka laju reaksi akan makin cepat. Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat laju reaksi dengan jalan menurunkan energi aktivasi. Suatu katalis tidak ikut bereaksi dengan reaktan dan dapat diperoleh kembali pada akhir reaksi. Suatu persamaan yang memberikan hubungan antara laju reaksi dan konsentrasi pereaksi disebut sebagai persamaan laju atau hukum laju. Dalam hukum laju dikenal istilah konstanta laju (k), yang merupakan laju reaksi bila konsentrasi dari masing-masing jenis adalah satu. Satuan konstanta laju tergantung pada orde (tingkat) reaksi. Suatu laju reaksi kimia sangat bergantung terhadap konsentrasi pereaksi. Sifat tersebut dapat ditentukan dengan cara mengukur perubahan kecepatan reaksi berasarkan perubahan konsentrasi salah satu pereaksi, sedangkan konsentrasi pereaksi-pereaksi yang lain dibuat tetap. Pada waktu reaksi sedang berlangsung, konsentrasi pereaksi akan turun sedangkan kecepatan reaksi akan berubah. Waktu reaksi berbanding terbalik dengan kecepatan reaksi yaitu makin pendek waktunya maka makin besar kecepatan reaksinya.

Pada percobaan ini akan dipelajari kecepatan reaksi antara S2O82- dengan I- yang didasarkan atas konsentrasi. Hal ini dilakukan dengan cara membuat dua sistem reaksi. Sistem pertama yaitu dengan mencampurkan ion I- yang konsentrasinya dibuat tetap 0,1 M (larutan A) dan S2O82- yang konsentrasinya divariasikan (B1-B5). Sedangkan sistem kedua, konsentrasi S2O82- dibuat tetap 0,04 M (larutan D) dan konsentrasi ion I- divariasikan (larutan C1-C5).Kemudian komponen tiap sistem dicampurkan (A dan B) dan (C dan D). Reaksi yang terjadi adalah: 2 I- + S2O822 SO42- + I2 Karena adanya penambahan ion tiosulfat dan indikator kanji dalam sistem, maka I2 yang terbentuk dari reaksi di atas akan direduksi kembali menjadi ion I- oleh tiosulfat: I2 + 2 S2O32S4O62- + 2 ISehingga konsentrasi ion I selalu tetap. Iod akan terbentuk pada saat S2O32- habis bereaksi dan I2 dapat dideteksi dari perubahan warna menjadi biru dengan adanya kanji di dalam sistem. Waktu yang diperlukan untuk tiap sistem bereaksi (akhir reaksi ditandai dengan perubahan warna menjadi biru) tergantung pada konsentrasi larutan, dimana semakin encer suatu larutan maka waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi semakin lama. Begitu pula sebaliknya, semakin pekat larutan, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi. Hal ini disebabkan larutan dengan konsentrasi yang besar (pekat) mengandung partikel yang lebih rapat, jika dibandingkan dengan larutan yang berkonsentrasi kecil (encer), sehingga lebih mudah dan lebih sering bertumbukan. Seperti yang diketahui bahwa suatu reaksi dapat berlangsung bila partikel-partikel dari suatu zat yang bereaksi harus bertumbukan satu dengan yang lain. Inilah sebabnya, makin besar konsentrasi (pekat) pada suatu larutan, makin besar pula laju reaksinya. G. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang dilakukan maka dapat disimpulkan : 1. Kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi pereaksi. Cara praktis penentuan laju reaksi yakni dengan menvariasikan suatu konsentrasi reaktan dan konsentrasi reaktan lainnya dibuat tetap. Pada saat reaksi berlangsung, konsentrasi reaktan akan berubah seiring pertambahan waktu. 2. Orde reaksi untuk reaksi S2O82- dan I- merupakan orde reaksi 2. 3. Tetapan laju reaksi untuk sistem 1 adalah 0,188 L/mol s dan untuk sistem 2 sebesar 0,308 L/mol s. DAFTAR PUSTAKA Atkins, P.W., 1999, Kimia Fisika Edisi kedua, Erlangga, Jakarta. Dogra, S.K. dan Dogra, S. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. UI-Press. Jakarta. Keenan., 1986, Kimia Untuk Universitas, Erlangga, Jakarta. Muzakkar, M. Z., 2006, Handout Kimia Fisika II, F-MIPA Universitas Haluoleo, Kendari. Respati, 1981, Dasar-Dasar Ilmu Kimia, Rineka Cipta, Jakarta.
VI. PEMBAHASAN

Percobaan ini dilakukan dengan mereaksikan antara larutan H 2O2 yang diencerkan dengan aquades pada tabung 1 dan campuran KI, Na2S2O3 dan larutan amilum 1% pada tabung 2. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan menghitung energi aktivasi menggunakan persamaan Arrhenius. Sistem yang terdiri dari tabung 1 dan tabung 2 pertama kali harus disamakan suhunya. Suhu pengamatan dalam percobaan ini yaitu 0-40C dan kita memilih suhu 10C , 20C, 30C, 40C dan 55C. Kita memilih 55C untuk membandingkan, bagaimana jika suhu larutan diatas suhu pengamatan. Suhu kedua larutan dibuat sama karena kita akan mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Larutan amilum dalam percobaan ini digunakan sebagai indikator adanya I 2. I2 akan bereaksi dengan amilum setelah Na2S2O3 pada campuran habis bereaksi dan hal ini dijadikan sebagai waktu akhir reaksi, waktu dimana muncul warna biru pertama kali (waktu awal reaksi saat kedua tabung dicampur). Larutan amilum yang digunakan dibuat sesaat sebelum percobaan karena larutan ini mudah rusak. H 2O2 berfungsi sebagai oksidator yang akan menjadi H2O sedangkan KI sebagai penghasil I2 jika direaksikan dengan H2O2.Reaksi yang diukur adalah reaksi hidrogen peroksida dengan ion iodida. Dalam hal ini, hidrogen peroksida dicampurkan bersamaan dengan iodide, ion tiosulfat dan amilum. Ion iodide dan hidrogen peroksida akan bereaksi membentuk gas I 2, gas tersebut akan bereaksi kembali dengan ion tiosulfat membentuk kembali ion iodide. Namun, dalam reaksi ini, tidak akan ada yodium yang dibebaskan sampai semua ion tiosulfat habis bereaksi. Dengan tambahan amilum, ion iodide yang terbentuk kembali akan bereaksi dengan amilum dan menghasilkan warna biru pada larutan. Reaksi yang terjadi: H2O2 + KI I2 + KOH + H2O Na2S2O3 + KI NaI + Na2S4O6 H2O2 + Na2S2O3 + KI I2 + KOH + NaI + Na2S4O6 + H2O Dari percobaan tersebut, variabel bebasnya adalah suhu sedangkan variabel terikatnya adalah waktu. Dan diperoleh semakin tinggi suhunya maka waktu reaksinya akan semakin cepat. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu maka energi kinetik suatu partikel akan meningkat. Sehingga pergerakan partikel untuk menimbulkan tumbukan efektif semakin besar juga. Dan sebaliknya, jika reaksi dilakukan pada suhu rendah, reaksi akan semakin lambat. Hal ini tidak berlaku untuk suhu 55C karena suhu ini diatas suhu pengamatan dan suhu optimum reaksi yaitu 40C. Sehingga waktu berjalannya reaksi pada suhu 55C pal ing lambat dibandingkan suhu pengamatan lainnya dalam percobaan ini.

Dari percobaan diperoleh untuk suhu 55C, waktu yang diperlukan yaitu 112 sekon, suhu 40C = 17sekon, 30C = 27 sekon, suhu 20C = 37 sekon, dan suhu 10C = 42 sekon. Dari lima sistem dapat disimpulkan bahwa temperatur berbanding terbalik dengan waktu sesuai dengan teori karena reaksi berlangsung lebih cepat jika suhu tinggi akibat tumbukan semakin banyak karena gerakan yang semakin cepat dan komposisi H2O2 yang berubah menyebabkan waktu yang diperlukan lebih sedikit. Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju k. Jika suhu dinaikan maka harga k akan meningkat dan sebaliknya. Dari harga k tersebut maka akan dapat dihitung energi aktivasi. Melalui proses perhitungan (analisa data pada lampiran) didapat data sebagai berikut: No. 1. 2. 3. 4. 5. Rerata suhu 39oC 31,5oC 21oC 11oC 52oC 1/T 0,0032 0,003284 0,0034 0,003521 0,003077 Waktu (detik) 17 27 37 42 112 k 0,00588 0,0037 0,0027 0,00238 0,00089 Ln k -5,13619 -5,59942 -5,9145 -6,04065 -7,0243

Grafik Ln k vs 1/T sebagai berikut:

Persamaan regresinya adalah y = -0,421x -4,677 y = mx + b, m = -0,421 ln k = - x + ln A maka m = Ea = -m.R = -(-0,421).(8,314) = 3,5 J/mol = 0,0035 kJ/mol B = intercept = ln A = -4,677 A = 0,00931 Dari grafik Ln k dan 1/T diperoleh Ea = 0,0035 kJ/mol dengan nilai A = 0,00931. Hubungan energi aktivasi dengan laju reaksi adalah berbanding terbalik. Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena energi minimum untuk terjadi reaksi semakin besar. Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa grafik yang menunjukkan hubungan konstanta laju reaksi dan suhu tidak berbentuk garis lurus atau linear, melainkan terjadi penyimpangan pada suhu lebih dari 40 C. Hal ini dimungkinkan karena jika suhunya lebih dari 40C maka amilum yang ada pada larutan akan rusak atau rusak sebagian , sehingga ion iodide yang terbentuk dari perubahan yodium tidak dapat terdeteksi dengan baik. Faktor yang mempengaruhi energi aktivasi (Ea) yaitu suhu, faktor frekuensi (A), katalis. Semakin kecil harga Ln k maka harga 1/T rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur maka energi aktivasinya akan semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal ini sesuai dengan teori dimana energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi.

VII.

KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan 1. Temperatur berpengaruh pada laju reaksi, jika suhu semakin tinggi maka laju reaksi akan semakin cepat. Hal ini dibuktikan dengan dihasilkannya harga k yang lebih besar pada suhu yang lebih tinggi. Energi aktivasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Dari perhitungan data diperoleh harga Ea sebesar 0,0035 kJ/mol dan harga A sebesar 0,00931.

2. 3.

b.

Saran

Sebaiknya praktikan benar-benar mendalami materi praktikum dan alur kerja praktikum sehinggakesalahan dalam pelaksanaan praktikum minim dan hasil praktikum yang diperoleh maksimal.

VIII.

JAWABAN PERTANYAAN

Alasan yang mungkin menyebabkan terjadinya penyimpangan apabila suhu diatas 40C karena jika suhunya lebih dari 40C maka amilum yang ada pada larutan akan rusak atau rusak sebagian , sehingga ion iodide yang terbentuk dari perubahan yodium tidak dapat terdeteksi dengan baik.

IX.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. Ed ke-2 Kartahadiprodjo Irma I, penerjemah;Indarto Purnomo Wahyu, editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Physichal Chemistry. Castellan GW. 1982. Physichal Chemistry. Third Edition. New York : General Graphic Services. Naruti, Nunung. 2011. Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi. Diakses darihttp://nugiluph24.blogspot.com/2011/05/persamaan-arrhenius-dan-energi-aktivasi.html pada tanggal 31 Oktober 2011. Tim Dosen Kimia Fisik. 2011. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang : Jurusan Kimia FMIPA UNNES. Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Anda mungkin juga menyukai